DARA merasa puas saat melihat Raffa mendatanginya bersama Rosa dan August. Senyuman di bibir laki-laki itu membuat ia yakin, kalau Raffa datang kemari untuk melamarnya, membuat Dara menjadi pengganti Riri yang telah ia singkirkan hari ini.
Dengan senyum lebar ia menyambut mereka. Dara mendekati Rosa yang berjalan paling belakang dan langsung menggenggam tangannya.
"Tante, terima kasih karena Tante udah menepati janji."
Rosa menatap Dara tidak mengerti.
"Dulu, waktu Raffa nolak aku, Tante janji bakal nyari cara biar Raffa mau menikahiku, kan?" Dara tersenyum senang. "Akhirnya, kalian ke sini buat lamar aku."
Rosa merasa hatinya sesak. Dia ingat betul ucapannya hari itu, tapi ia tidak bermaksud begini. Dia tidak bisa memaksakan kehendak Raffa, apalagi Raffa memiliki calonnya sendiri.
Namun, kalimat Dara sudah membuktikan semuanya.
Wanita licik inil
RAFFA kesulitan menelan salivanya sendiri.Sejak melihat Riri dalam balutan gaun pernikahannya, Raffa berusaha keras untuk bisa mengendalikan diri. Rindu akibat tidak bertemu, bahkan tidak saling bicara, ditambah penampilan Riri hari ini yang sangat cantik-jauh berbeda sekali dalam ingatannya-membuat Raffa tidak sabar menunggu nanti.Terkutuklah waktu yang tak segera berlalu!Raffa ingin berduaan dengan Riri di kamar dan bermanja-manja bersama istri sahnya. Namun, sayangnya takdir seperti sengaja mempermainkan.Dia harus menemui tamu undangan yang jumlahnya di atas rata-rata dan bersalaman dengan mereka semua. Walaupun Riri ada di sampingnya, terus tersenyum senang seperti tak merasakan lelah dengan aktivitas mereka, tapi tetap saja yang Raffa inginkan hanyalah waktu berdua dan menikmati malam pertama."Ri," panggilnya pelan.Riri menoleh. "Hm?"
RAFFA sudah bersiap menarik Riri kembali ke ranjang, tapi perempuan itu segera menjauhinya dengan cepat dan menatapnya waspada."Stop buat hari ini, dasar Maniak!"Raffa tersenyum miring. "Maklum, abis puasa lama, buka puasanya dapat perawan cantik, jadi nggak bisa nahan diri, deh."Riri mendelik, miliknya masih ngilu karena Raffa menggarapnya sejak semalam. Mereka tidur jam empat pagi, lalu bangun jam sebelas untuk makan, setelah itu Raffa kembali menerkamnya hingga hari mulai petang.Riri harus melepaskan diri sebelum Raffa kembali menerjang atau habis sudah riwayat hidupnya."Malam ini kita pulang," ujarnya dengan berani.Kalau terus di sini, yang ada Riri bisa mati karena suaminya lupa memberi makan dan memberi waktu istirahat yang cukup."Hm." Raffa menghela napas kasar. "Besok aja, ya?"Riri menggeleng tegas. "Abis mandi, ki
RAFFA terbangun tanpa Riri di sampingnya. Laki-laki itu membelalak dan langsung mencari-cari di mana Riri berada.Firasatnya sudah buruk. Dia takut, Riri meninggalkannya karena Raffa terlalu berlebihan mengajaknya bercinta kemarin.Raffa mengecek kamar mandi, tapi tak ada suara apa pun. Dia keluar melihat koridor kamarnya, tapi tak ada siapa pun. Raffa segera menuju dapur, berharap Riri ada di sana dan ia akhirnya bisa menghela napas lega saat melihat istrinya berdiri di sebelah Rosa."Lho, Raf, kamu abis ngapain kok ngos-ngosan gitu?" tanya Rosa yang kini mendekati putranya. "Abis olah raga, ya?"Raffa tak menjawab, dia menatap Riri yang juga tengah menatapnya, sebelum perempuan itu memalingkan wajah."Malah diam aja." Rosa mendengkus. "Mama mau bangunin Papa kamu dulu," ujar Rosa sebelum meninggalkan Raffa yang mulai mendekati istrinya."Abis ngapain kok ngos-
SEJAUH ini, Riri bisa mempercayai kalimat Raffa, karena nyatanya tidak ada yang mengganggu hubungan mereka. Dia cukup senang setelah mendapatkan izin untuk menetap di apartemen Raffa untuk sementara sampai rumah mereka selesai dibangun.Awalnya, Raffa pikir untuk merenovasinya saja, tapi Riri menolaknya mentah-mentah. Lebih baik dirubuhkan dan dibangun ulang supaya umur bangunannya pun jadi lebih panjang dan juga, bahan-bahan bangunannya mereka ketahui jelas kalau memiliki kualitas yang baik.Walaupun harus menguras dompet sampai kering, tapi Raffa tidak mengeluh sama sekali. Riri pun tidak protes, apalagi Raffa menitipkan salah satu kartu platinumnya pada Riri."Yakin dikasih ke aku?"Raffa tersenyum miring. "Aku masih ada yang lainnya.""Yang infinite, ya?" tanya Riri curiga.Raffa mendengkus. "Platinum juga, buat jaga-jaga kalau ada apa-apa. Aku sengaja bikin
"LO nggak ada kerjaan gitu karena ditinggal si Raffa?"Nayla membawa sebuah laptop ke hadapan Riri saat mengetahui perempuan itu benar-benar mengunjunginya. Dia pikir, Riri hanya bercanda, ternyata perempuan itu benar-benar main ke rumahnya."Ada sebenernya, tapi bosen."Nayla hanya melirik wanita itu malas. "Novel gimana novel? Udah kelar? Kapan cetak?""Tiba-tiba aja malas jadi penulis.""Kenapa?""Mikir mulu buat cerita, gimana kelanjutan cerita ini biar bagus dan enak dibaca, tapi bayaran nggak seberapa. Coba aja kerjaan semudah ngangkang terus dikasih kartu kredit sama orang."Nayla mendelik. "Cewek murahan gitu maksud lo?"Riri mendengkus. "Kesel banget gue waktu tahu Raffa pernah kayak gitu sama cewek-ceweknya."Nayla tertawa terbahak-bahak. "Raffa emang modelan begitu, lo udah tahu dari lama, kan?"
RINDU itu berat, katanya begitu. Kenyataannya, Raffa ingin mati karena tidak bertemu istrinya sejak lima hari lalu.Laki-laki itu berdecak, dia harusnya menyetujui ide Riri untuk kemari bersama. Kalau begini ceritanya, dia tidak punya kerjaan sewaktu proyeknya selesai.Raffa memegangi lotion yang sudah habis, karena Raffa terus menggunakannya saat ia merindukan istrinya. Raffa hanya berdoa, semoga Riri tidak mengamuk kalau tahu lotionnya ia curi dan ia bawa jalan-jalan, alih-alih membawa jalan-jalan pemiliknya.Pintu kamarnya diketuk dari luar sebelum Diva muncul dengan pakaian tidurnya yang tampak menggoda iman."Bapak jadi mau pulang hari ini?""Ah, i-iya." Raffa menelan ludah susah payah. "Saya kangen sama Riri."Diva tersenyum tipis. "Masih pengantin baru, sih." Diva mengangguk mengerti. "Tiketnya sudah saya pesan, pukul delapan nanti Bapak bisa berangkat ke
PERASAAN lega luar biasa menyerang hatinya saat Raffa menemukan Riri di kamar mereka dan tengah tertidur pulas. Dia langsung menjatuhkan koper dan semua barang bawaannya, lantas ikut bergabung dengan Riri di balik selimut tebal. Raffa tersenyum miring. Dia menarik tubuh istrinya agar berada tepat dalam dekapannya, lalu bibirnya mulai menghujani ciuman di seluruh wajah Riri. Anehnya, Riri tak terusik. Dia terus memejamkan mata seperti tak terjadi apa-apa dengan tubuhnya. "Sayang, bangun!" Raffa sengaja berbisik di atas telinga Riri. Berharap, istrinya mengerti kalau Raffa sudah kembali dan ia ingin menagih janjinya tempo hari. Namun, Riri hanya mengerang dengan mata masih tertutup rapat, hal itu membuat Raffa semakin gemas. Raffa kembali menghujani wajah Riri dengan kecupannya. Ia benar-benar berharap Riri bangun karena hal ini, ta
RIRI menyajikan capcai dan ayam gorengnya di meja pantri sebelum membangunkan suaminya yang masih terlelap sejak percintaan panas mereka subuh tadi.Dia menggoyang-goyangkan tubuh Raffa dengan kesal. Tentu saja ia akan kesal, karena Raffa belum pakai baju, tapi posisi tidurnya yang walau sudah dikasih selimut, pasti akan melorot juga dan memperlihatkan miliknya yang berdiri menantang.Astaga!"Raffa bangun dong! Makan dulu! Perut kamu apa nggak lapar, hah?"Riri menggoyang-goyangkan tubuh suaminya lebih keras dan membuat Raffa mengerang malas. "Apa sih, Ri?" Dia menguap lebar tak tahu malu.Kalau seperti ini penampakannya sewaktu bangun tidur, perempuan mana yang percaya kalau suaminya playboy kelas kakap? Anehnya, apa wanita Raffa sebelum ini tidak tahu kalau Raffa baru bangun tidur kayak begini bentuknya?"Bangun! Makan! Mandi! Baru tidur lagi!"
Perusahaan keluarga nyaris bangkrut, keuangan menipis lantaran terbiasa hidup hedonis.Lilya harus menerima takdir Kenanga yang menolak dijodohkan dengan Pak Tua Mesum dari keluarga Gunawan yang terkenal. Demi keluarga dia rela berkorban, dia rela digadaikan, dinikahkan dengan Pak Tua Mesum Gunawan yang terkenal kaya raya.Namun, Pak Tua itu tidak mau menunjukkan dirinya sebelum hari pernikahan mereka tiba. Sosoknya yang misterius dan selalu bersembunyi di balik kamera, akhirnya terungkap saat ia menikahi Lilya dengan cara terhormat."K-kamu ... masih muda?" tanya Lilya dengan polosnya."Kamu kira saya sudah tua?"Lilya menggeleng panik. "Tapi, kata Kak Kenanga, kamu orang tua mesum dari keluarga Gunawan yang terkenal."Laki-laki bernama Evan itu mendengkus keras. "Itu hanya rumor palsu tentang saya, jangan percaya rumor sebelum kamu melihat sendiri buktinya."Apakah Lilya yang selalu menderita bisa hidup bahagia dengan suaminya Evan? Ataukah Kenanga akan menjadi duri dalam daging di p
KEPALANYA terasa pusing, padahal Syila hanya perlu kembali pada teman-temannya dan mengatakan, kalau dia sudah menyelesaikan tantangannya untuk mencium orang pertama yang ia lihat ketika keluar dari toilet.Benar sekali, mereka sedang memainkan permainan terkenal "Truth or Dare" di mana Syila lebih memilih dare daripada dia harus berkata jujur pada teman-teman barunya.Syila menyenderkan tubuhnya ke tembok. Alkohol yang ia minum cukup banyak dan membuatnya mabuk, itu mengapa dia menerima tantangan gila itu tanpa protes apa pun."Hei!"Syila menoleh, dengan mata menyipit, mencoba mengenali sosok yang menghampirinya. Ternyata pria itu yang mendatanginya, Syila kira siapa."Kenapa?" Syila mengedip berulang kali.Awalnya, Syila pikir pria ini seorang perempuan, jadi ia sama sekali tak merasa ragu saat menciumnya. Apalagi dia sedang memakai hoodie hitam yang menutupi kepala, jadi identitasnya terasa samar-samar."Lo mabuk?""Hm, nggak apa-apa," gumam Syila seraya berjalan dengan menggunakan
TIDAK ada hal yang lebih mendebarkan daripada menunggu kelahiran anak pertama. Apalagi, baik Riri maupun Raffa sama-sama tidak mau mengetahui jenis kelamin anak mereka. Yang mereka mau dengar setiap kali memeriksakan kandungan adalah kesehatan bayi mereka di perut Riri yang kini sudah menginjak usia sembilan bulan.Raffa mendekatkan wajahnya ke perut buncit istrinya. "Kak, kamu beneran nggak mau apa-apa di dalam perut mamamu?"Riri terkikik melihatnya, ini bukan kali pertama Raffa berbicara pada anak mereka, tapi entah mengapa dia selalu ingin tertawa setiap kali melihatnya.Dulu, saat pertama kali Raffa berbicara pada anak mereka, dia memanggilnya dengan sapaan 'Dek' yang kemudian Riri lerai, "Memangnya kamu nggak mau punya anak lagi setelah ini?"Dan setelahnya Raffa jadi bersemangat untuk menyapa anak mereka setiap malam dengan panggilan 'Kakak'.Raffa memandangi istrin
RAFFA sedang bekerja. Punya asisten merangkap sekretaris seperti Allen membuat Raffa tidak bisa berbuat apa-apa selain duduk patuh di balik laptop dan mengerjakan semua tugasnya.Allen seperti memaksa Raffa membuang semua sifat malas yang ia punya. Dan pria itu berhasil, Raffa benar-benar ingin pekerjaannya segera selesai agar ia bisa pulang dan menemui istrinya, daripada harus menghadapi si Robot Allen terus-menerus.Ponsel Raffa tiba-tiba saja berbunyi. Dia meraih ponselnya dan mulai membuka akun sosmed yang barusan berbunyi.Dari Instagram Revan. Tampak, sahabatnya itu sedang memeluk seorang wanita dengan tangan kanannya.Raffa tersenyum manis, dia pikir Revan telah menemukan wanita pujaan hatinya, tapi begitu melihat wajah wanita itu, Raffa jadi ingin membunuh seseorang sekarang."Kalau jodoh nggak akan ke mana." Tulis Revan di caption Instagramnya yang membua
RIRI tidak boleh stres, tidak boleh banyak pikiran apalagi memikirkan kapan dia punya anak. Dia harus rileks, santai, dan biasa saja. Riri juga harus mengenali kapan dia berada di fase lagi tanggal subur atau tidak dan berusaha meminimalisir hubungan seksual yang keras atau aneh-aneh.Nasihat dari Revan sudah nancap di otak. Riri berharap bisa hamil cepat, bulan depan paling tidak dia sudah isi. Ini hanya rencana dan Riri tidak boleh terlalu berharap, karena kembali lagi, apakah Tuhan akan merestui niat dan keinginannya?"Raffa!"Raffa menoleh, dia mengernyitkan dahi saat Riri menghambur memeluk tubuhnya yang sedang duduk di ranjang sambil memangku laptop kerjanya."Maaf buat yang tadi siang, ya?"Raffa mengangguk singkat, kemudian mencium kening istrinya. "Maaf juga, karena kamu harus menerima karma dari perbuatanku di masa lalu. Maafin, aku, ya, Ri?"Riri menggeleng pelan. "Kamu nggak salah, seenggaknya sekarang kamu udah berubah. Kita bel
"GIMANA hasilnya?" tanya Raffa yang menunggu di depan pintu sambil menatap istrinya dengan harapan besar.Riri menyodorkan sebuah tes pack kepada Raffa dengan muka cemberut. "Negatif, aku nggak hamil."Raffa mendesah kecewa. Mereka merasa sudah membuat anak seperti biasa, tapi kenyataannya, Tuhan belum menitipkan seorang bayi pun pada mereka."Ya udah, deh, sabar dulu aja."Riri mendengkus. Raffa tahu pasti, kalau istrinya sedang kesal. Riri ingin punya anak secepatnya, tapi mereka belum dikaruniai juga. Namun, mau bagaimana lagi?"Aku sabar, kok, kamu juga yang sabar karena siap puasa lagi seminggu."Dan Raffa ingin segera punya anak, supaya dia tidak terkena lampu merah ketika ingin memiliki istrinya. Walau sembilan bulan kemudian dia akan merengut lantaran perhatian Riri terbagi, tapi setidaknya, Riri senang karena sudah punya baby, dan Raffa juga tidak akan
RAFFA tidak mendapat jawaban apa pun soal pembicaraan Riri dengan Diva. Dua perempuan itu sepakat untuk menutupi hasil pembicaraan mereka tempo hari darinya.Raffa tidak masalah. Apalagi Riri dan Diva tidak terlihat sedang bermusuhan, malah terkesan biasa saja. Hari ini Diva resmi pindah, karena Raffa telah mendapatkan sekretaris sekaligus asisten pribadinya yang baru.Namanya Allen, orangnya dingin, tidak banyak bicara, tapi lebih banyak bertindak. Benar-benar mirip dengan Ethan jika serius, sayangnya Allen lebih seperti robot tak punya perasaan daripada sepupunya yang terlampau baik itu.Raffa mendesah kasar seraya melonggarkan ikatan dasinya yang terasa mencekik leher. Punya asisten satu, bukannya membantunya rileks, malah membuatnya semakin stres.Apa karena Raffa belum dijatah oleh istrinya, ya?Raffa menghela napas kasar, matanya terpejam erat. Masa hukumannya tinggal seh
MELIHAT Riri keliling apartemen pakai kaus polos atau piama panjangnya saja, Raffa bisa terangsang. Apalagi, Riri sampai buka baju dan memamerkan perabotannya yang masih tertutupi bra dan celana dalam itu?Astaga!"Tidur, Ri!" pinta Raffa mati-matian menahan hasratnya sendiri.Namun, Riri tidak mau tidur, dia terus menggelayuti tubuh Raffa dan berulang kali mengecup sudut bibir atau area leher Raffa yang membuat pria itu mengerang keras.Antara dia harus meladeni istrinya atau dia harus menahan hasratnya.Jika hari ini bukan hari hukumannya, Raffa akan dengan senang hati meladeni ciuman panas Riri di sekujur tubuhnya. Bahkan perempuan itu dengan berani melucuti pakaian yang Raffa gunakan. Ikat pinggangnya bahkan sudah dilepaskan dan celana bahannya mulai ditarik-tarik ke bawah."Riri!" teriaknya frustrasi.Kalau dia meniduri Riri malam ini, bagai
UNTUK mengatasi rasa hausnya tentang masalah Raffa tempo hari, Riri menghubungi Nayla, berharap jika suami kakak tingkatnya itu bisa mendapatkan rekaman CCTV di ruangan Raffa saat itu.Namun, Ethan tidak memberinya jawaban. Dia tidak memberikan apa yang Riri inginkan dan hal itu ,membuat Riri kecewa. Padahal, dia sangat penasaran tentang apa yang terjadi sebenarnya.Kalau benar-benar Raffa berniat main belakang, Riri sudah siap-siap mengasah pisau dapurnya."Cemberut mulu."Raffa bergabung dengan Riri yang duduk di atas kasur mereka seraya memainkan laptop. Riri sepertinya sedang bekerja, tapi kenyataannya dia sedang mencari-cari cara agar dia bisa meretas CCTV di ruangan Raffa."Nih!" Raffa menyodorkan sebuah flashdisk yang membuat Riri mengernyitkan dahi."Apa ini?""Rekaman CCTV kantor. Ethan bilang kamu minta dilihatin, kan?"