Hari ini Mas Arman berangkat agak siang, dia masih saja tidur di sofa semalam. Sepertinya seranjang denganku, menjijikkan baginya. Tak apalah aku tidak mau ambil pusing. Anggap saja suamiku tidak ada denganku semalam. Aku harus bertahan meski sikapnya semakin kasar padaku. Tujuanku sekarang adalah mencari bukti pengkhianatannya padaku. Padahal aku merindukan sikapnya seperti awal kami menikah dahulu.
Mas Arman yang lembut, tidak pernah kasar dan selalu berkata manis, membuatku nyaman berada di dekatnya. Matanya yang teduh sebagai pelipur duka dan lara. Senyumnya yang selalu aku rindukan. Kamu candu untukku Mas, tapi sekarang kau anggap aku canda untukmu.
Aku jadi teringat dia selalu suka kubuatkan masakan kesukaannya. Suamiku menyempatkan dirinya untuk ke dapur sekedar memuji sambil memeluk pinggangku dari belakang saat aku memasak. Romantis 'kan. Aku terbuai oleh perbuatan Mas Arman.
"Istriku ini, pintar memanjakan lidah suaminya." Senang sekali aku mendengarnya kala itu.
Air mataku mengalir, entah sejak kapan membasahi pipiku.
Sejak kecil, aku sudah tertarik dengan dunia memasak, mamahku sangat mendukung hobiku. Dia selalu menyiapkan bahan-bahan yang inginku masak dengan lengkap. Aku jadi semangat. Aku belajar secara autodidak, sampai besar pun aku belajar sampai bisa membuat berbagai macam masakan. Ada kepuasan sendiri saat aku bisa memasaknya dengan hasil yang sempurna.
Saat menikah dengan Mas Arman aku sudah bisa memasak. Tentu saja suamiku bangga. Setiap hari aku selalu membuat hidangan dengan berbagai macam, mulai dari masakan Nusantara khas Indonesia dan masakan luar negri seperti Jepang dan Arab. Kedua Negara itu menjadi menu masak andalan sehingga suamiku tidak bosen dengan menu yang sama.
"Ehemm...." Mas Arman sedang menunggu sarapannya seperti biasa.
Kuseka air mataku. Aku tidak ingin terlihat lemah di depan Mas Arman. Aku selalu meyakinkan diriku untuk selalu kuat, kuat dan kuat, tidak mudah bagiku yang sangat mencintainya.
Aku dengan malas melangkah ke meja makan sambil membawa sarapan untuknya.
Aku duduk di sebelah Mas Arman. Dia mencuri-curi pandang. Aku pura-pura tidak tahu. Tatapannya aneh. Perutku terasa lapar. Aku tidak menghiraukannya. Aku hanya diam tanpa suara. Aku makan bersamanya.
Suasana Hening. Hanya ada dentingan sendok dan garpu yang bersuara. Aku makan dengan lahapnya, segera kuhabiskan saja sarapan milikku. Ingin rasanya aku meninggalkan ruang makan ini secepat kilat. Agar aku tak mengingat kenangan bersamanya. Yah, Aku rindu canda tawa bersama saat kami menyantap makanan. Sungguh menyiksa batin.
"Aku berangkat dulu," ucapnya datar. Hampir aku tidak mendengarnya.
"Iya, " jawabku tak bersemangat sambil mengantarkannya ke depan pintu rumah.
Mas Arman berlalu begitu saja tanpa menoleh ke arahku. Lama lama aku akan terbiasa dengan sikapnya.
***
Sambil menunggu Nina datang. Aku memainkan gawaiku, aku sudah tak sabar ingin melihat hasil sadapanku.
Perlahan aku membukanya. Kulihat satu persatu. Mataku tertuju pada pesan dari Sarah.
"Mas, besok jadi kan kita jalan-jalan bareng abil?"
"Jadi, donk! sayang! " Dibubuhi emoticon love.
Jijik aku melihatnya, Di rumah sangat kasar pada istrinya, di luar sungguh mesra dengan gundiknya.
Dadaku bergemuruh hebat. Jantungku Berdegup kencang. Sesak Hatiku. Kulihat foto profilnya. Ini kan wanita yang di foto kemarin. Mantan Mas Arman, setahuku namanya Mira, kenapa jadi Sarah?
Tok tok tok!
Seseorang mengetuk pintu depan rumah.
Aku segera membuka pintunya.
"Nina...." teriakku pake toa. Tanpa basa basi aku langsung menyambutnya.
Nina langsung memelukku.
"Salma, kangen sekali lama tak jumpa." Nina menatapku.
"Ayo, masuk," ucapku bersemangat.
Sampai di ruang tamu, kami bercanda ria. Aku pun langsung menceritakan apa yang ku alami dalam biduk rumah tanggaku sekarang.
Nina mengerti perasaanku.
"Aku nggak nyangka, Mas Arman main belakang." keluhku.
"Apalagi aku sahabatmu yang melihatnya. Kudengar suamimu memanggilnya dengan nama Sarah."
Sarah? Benarkah bukan Mira mantannya. Tapi kenapa mereka mirip yah.
"Nin, kamu inget nggak? mantan Mas Arman yang dulu kuceritakan sebelum menikah, kamu pernah lihat fotonya kan?" tanyaku memastikan Nina mengingatnya.
Nina terdiam seperti mengingat sesuatu.
"Oh, si kekasih yang tak sampai pelaminan itu, yang di jodohkan oleh ibunya?" ujar Nina.
"Iyah, lihat deh Fotonya, mirip 'kan?" sahutku.
Nina melihat foto profil wa Sarah.
"Namanya Mira, kamu inget kan?"
"Iyah, yah...tapi kok suamimu manggilnya Sarah? Tapi kalau aku lihat kemarin, sekilas agak berbeda dengan Mira?" celoteh Nina bingung.
Aku jadi bingung. Sebenernya siapa wanita yang bersama Mas Arman sekarang.
Nina terlihat menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Aku memperhatikannya. Nina langsung menurunkan tangannya. Matanya melihat ke arah tubuhku.
"Sal, kamu sekarang berisi sekali !" Nina berbicara dengan hati-hati agar tidak menyinggungku.
Aku langsung menatap tubuhku. Kulihat lemak tak beraturan di perutku. Tubuhku makin gembul saja.
"Maksudmu, gendut?" Aku mengerti arah pembicaraan Nina.
"Maaf," ujarnya dengan perasaan yang bersalah.
"Santai, aja Nina, kaya sama siapa aja! mungkin aku lama tidak memperhatikan penampilanku."
"Mulai sekarang harus yah, supaya nggak kalah sama si pelakor. " Nina menyemangati ku.
"Iyah, Nin, akan kuperhatikan lebih sekarang, aku mau diet juga." Aku bersemangat. Aku juga bisa cantik lagi seperti dahulu.
Mungkin Nina benar aku harus mulai memperhatikan penampilanku sekarang, apa ini sebabnya Mas Arman tidak tertarik lagi denganku?
Jahat sekali, kamu main fisik sekarang Mas. Ternyata cowok sama aja semuanya. Bilangnya aku mencintaimu apa adanya, nyatanya lihat yang bening mulus dikit, langsung nyantol kaya nyamuk.
***
Sore harinya Nina pamit pulang.
"Makasih, masakan dan cemilan spesialnya, emang juara! heran suamimu bisa nyantol di ondel-ondel Betawi." Nina memujiku dengan candanya.
Aku tertawa geli mendengarnya. Nina ada-ada saja ucapannya yang ngelantur. bisa-bisanya dia berpikir seperti itu.
"Mungkin seleranya sudah menurun," ucapku membalas candaannya.
Kami berdua tertawa bersama. Nina langsung pulang.
"Kalo ada apa-apa hubungi aku, aku siap membantumu." Pesan Sahabat baikku.
"Iyah, makasih, yah Nin! Emang sahabat terbaik kamu tuh, " balasku sambil memujinya.
Aku langsung masuk ke dalam rumah, dengan semangat aku mengatur jadwal menu dietku. Supaya tubuhku kembali langsing. Aku juga akan perawatan kecantikan, mungkin aku yang terlalu abai selama ini.
Kulihat tubuhku di cermin. Ada rasa tidak percaya diri. 'gendut' benar-benar tidak terawat. Kulihat wajahku, kupegang kulitku, kasar dan kusam. Dekil, kucel tepatnya. Aku sudah lama tidak pakai skincare lagi, karena malas. Daster belelku yang lusuh, sungguh tidak menarik mata.
Beda sekali dengan perempuan yang di profil wa Mas Arman. Cantik, bersih, glowing kaya lampu Philips. Tubuhnya semapai, yah meskipun sudah beranak satu. Wanita itu sangat terawat, penampilannya juga modis. Akh...sungguh berbeda.
Aku juga bisa cantik, kok mas.
"Martabak untukmu!" Mas Arman memberikan satu kotak martabak manis untukku. Hari ini suamiku pulang cepat tidak seperti biasanya. Aromanya menyeruak ke seluruh ruangan. Enak. Dari Indra penciumanku, tidak salah lagi. Martabak kesukaanku, rasa coklat susu.Aku mengambilnya dengan senyum terpaksa. Kutaruh martabaknya di dapur. Segera kubuka kotak martabaknya, entah mengapa tidak selera. Kututup kembali.Dia menoleh ke arahku."Nggak, langsung dimakan?" ucapnya sambil menaiki anak tangga."Masih kenyang, " jawabku datar tanpa melihat ke arahnya.Diam-diam suamiku memperhatikan diriku. Perasaanku biasa saja, anggap saja tidak tahu. Pasti dia akan mengira, aku akan senang dan tersenyum, lalu merajuk padanya. kau salah, Mas. Tidak akan lagi, kepercayaanku mulai memudar. Mari kita nikmati saja permainan ini.Tumben. Sikapnya berubah manis. Ada apa gerangan? Apa karena besok dia akan jalan-jalan dengan selingkuhanny
Hari ini Pagi-pagi sekali aku berangkat ke pasar. Menikmati udara segar sambil berjalan kaki, itung-itung olahraga pagi. Sepanjang jalan banyak motor dan mobil yang berlalu lalang. Byur Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, cipratan airnya mengenai celana jeansku. S*a*l umpatku. "Hei, Berhenti...." teriakku. Sambil mengejar yang empunya mobil. Mobil Avanza hitam itu berhenti tepat di hadapanku. Seorang pria berperawakan tinggi membuka pintu mobil. Dengan santai ia membuka kacamata hitamnya. "Ada apa, Nona cantik," ujarnya. Matanya menatap tubuhku dari atas sampai bawah. Risih. "Liat nih, gara-gara kamu, celana saya jadi basah," ucapku seraya sambil menunjukkan bagian celana yang basah. Pria itu tersenyum tanpa merasa berdosa. Membuatku jengkel. "Sebentar, sebent
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan beranjak dari sofa yang menjadi tempat tidurku selama dua malam ini. Bukan karena aku tak ingin tidur di ranjang, hanya saja karena pertengkaran hebat yang terjadi kemarin aku malas untuk tidur bersama istriku lagi. Semakin hari istriku terlihat membosankan, wajahnya tak terawat, kulitnya kusam, kucel, dekil dengan penampilan daster belelnya yang lusuh. Tidak ada yang menarik lagi di mataku. Pernah aku menyuruhnya untuk perawatan, tapi dia menolak nya mentah-mentah. Istriku lebih memilih uangnya di tabung. Aku tidak menyalahkan keputusannya, hanya saja kecewa. Seharusnya dia bisa menyenangkan hati suaminya ini. Aku akan senang melihat istriku terawat. "De, ini uang untukmu, belilah pakaian yang baru dan pergilah ke salon kecantikan." ucapku sambil memberikan uang. "Banyak banget Mas, tapi bajuku masih banyak yang bagus, aku juga ga terbiasa
Pagi ini, rencananya aku akan menggadaikan sertifikat rumah Mas Arman. Perhiasan dan berlian yang kupunya sudah aman. Aku tak menaruhnya lagi di kamar. Aku takut suatu saat nanti, Sarah akan merampas milikku. Jadi kuputuskan untuk menjualnya. Uangnya akan ku gunakan untuk membeli mobil, sedangkan hasil penggadaian sertifikat rumah untuk membeli rumah sisanya untuk modal usaha. Ideku berlian 'kan. Tak apalah tak punya perhiasan dan berlian untuk sekarang, aku bisa membeli lagi nanti."ini, sertifikat rumahnya! bisa di lihat dulu!" Aku menyerahkan sertifikat rumah Mas Arman ke rentenir yang sudah terkenal di daerahku." 350.000.000 gimana?"Wow. Fantastis juga nilai rumah Mas Arman, kalau begini perhiasan dan berlianku aman tak perlu di jual. Mas Arman pasti kaget setelah mendapat tagihannya, menarik 'kan."Deal," ucapku menyetujuinya.Sekali
Malam ini, aku menginap di rumah orang tuaku. Setidaknya sampai kondisi Mamah mendingan. Belum saatnya aku menceritakan masalah rumah tanggaku dengan Mas Arman. Aku takut Papah marah besar saat mengetahui perlakuan menantu yang tak direstuinya itu. Bisa-bisa beliau mengamuk dan langsung menyuruhku meninggalkan Mas Arman. Bukannya aku tak mau, hanya saja, biarlah kupendam luka ini sementara. Aku masih ingin bermain-main dengan suamiku tercinta. Kita lihat saja nanti! Dia pasti syok saat rentenir datang menagihnya dalam waktu tiga bulan. Aku dengan senang hati melihat kehancurannya. Aku istri yang jahat, 'kah?Tidak, aku tidak akan sejahat ini. Siapa yang mulai duluan? Mas Arman 'kan. Siapa suruh membangunkan macan cantik yang sedang tidur. Akan ku grogoti hingga ke tulangnya. Eh, kok jadi serem gini yah? Ini bukan cerita kanibal yang terkenal itu."Besok, aku! pulang, jangan lupa masak yang enak!" Satu pesan masuk tertera
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dari tidur. Aku harus mempersiapkan diriku untuk mempelajari perusahaan sesuai permintaan Papah. Ya, meski aku nggak punya pengalaman sama sekali, Papah tetap ingin anak gadisnya mengikuti jejak karirnya. Kusiapkan baju yang akan kupakai dengan rapih sebelum Mas Arman bangun."Jam berapa ini," suara Mas Arman mengagetkan diriku. Gegas aku pura-pura mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.Suamiku belum beranjak dari tempat tidurnya. Ia masih ogah-ogahan membuka matanya. Untunglah aksiku jadi tak ketahuan. Rencananya hari ini setelah Mas Arman berangkat kerja, aku juga sudah siap berangkat ke perusahaan Papah tanpa sepengetahuan suamiku tentunya.Setelah mandi aku langsung menyiapkan sarapan seperti biasa. Mas Arman sudah duduk dan melahap makanan yang sudah kusajikan di meja makan. Tiba-tiba suara ponselnya berdering dengan nada keras.
"Sal, kamu ngapain si nutupin mukamu dengan kertas menu, tau nggak liat noh, Mbak kasir pada ngeliatin," ujar Ardi yang menatapku heran.Sontak aku langsung mengedarakan pandanganku ke seluruh ruangan. Mbak kasir tampak berbisik-bisik melihat tingkahku. Berisik banget sih cecurut satu ini, kalau bukan teman sekaligus kepercayaan Papah udah kujitak kepalanya.Aku langsung berlalu pergi ke meja makan setelah memesan menu andalan di cafetaria."Sumpah ga ngerti lagi dah, kaya lagi dikejar hutang aja," cerocos Ardi tampak tangannya memainkan gawai.Wanita itu dari belakang seperti Mira. Dari poster tubunya sangat mirip. Apa hanya aku saja yang mengira Mas Arman bersama mantan istrinya Ardi? sepertinya Ardi tidak melihatnya."Di, aku mau ke toilet dulu, makanan kalau udah dateng jangan di habisin sendirian," candaku. Meskipun Ardi temanku tapi aku tetap canggung menggunakan bahasa gaul.
"Aku nggak maksud apa-apa, Mas. Lagian Mas aneh banget sih, kaya orang kaget aja," ocehku dengan wajah tak merasa bersalah.Mas Arman tampak kikuk. Ia melirik ke arahku."Eng...ga aku cuma nanya aja, kok kamu bisa ngomong begitu, tapi yah bener sih katamu," Mas Arman mulai tak fokus menyetir."Mas hati-hati, liat tuh! Ada kucing!" Hampir saja suamiku menabraknya.Mas Arman langsung mengerem mendadak.Hadeh, kamu aneh deh, Mas! Kaya lagi ketahuan nyuri aja. Sampe salah tingkah begitu."Aku turun disini aja deh, Mallnya juga udah keliatan dari sini,"Mas Arman menepikan mobilnya di pinggir jalan. Aku langsung turun tanpa basa-basi lagi dengan suamiku.***Setelah memastikan suamiku pergi. Aku langsung memesan layanan online dan menuju t
"Ardi sudah menceraikanku, Mas!" teriak Sarah kegirangan karena sebentar lagi dia akan menjadi nyonya Arman. Segala yang ia inginkan akan terpenuhi. Siapa yang tak ingin jadi istri Mas Arman, dia sangat royal dan baik."Syukurlah semuanya berjalan dengan baik," Mas Arman menikmati secangkir kopi late yang dipesannya. Dia sekarang bersama Sarah setelah ribut dengan istrinya."Mas tenang aja aku pasti jadi istri yang baik buat Mas, lebih baik tentunya dari Salma," Senyum mengembang di wajah cantik Sarah. Wanita itu selalu berhasil meluluhkan hati Arman. Dengan manja dia meraih tangan Mas Arman meyakinkan laki-laki yang ada dihadapannya bahwa dia layak menjadi nyonya Arman. Sedangkan Arman menikmati sentuhan yang diberikan wanita cantik yang merajai hatinya.Sarah lagi-lagi hanya kamu yang mampu menenangkan hatiku.Tapi Arman masih memikirkan kata-kata tetangga depan rumahnya. Tetangga itu tak sengaja melihat Salma pergi
Pernikahan suamiku tinggal dua hari lagi. Aku sudah menghubungi pihak wedding organizer yang dipesan Mas Arman. Tentu saja akan kuberikan kejutan spesial dihari H nya itu."Permisi Mbak, dengan siapa?" tanya pemilik nomor jasa wedding.Sengaja kuberikan nama samaran dan menceritakan apa yang kuinginkan, untungnya pihak wedding organizer tak keberatan. Karena aku membayarnya lebih untuk misiku. Tak sia-sia aku menyadap ponsel suamiku.Setelah menghubungi pihak Wedding, segera aku berangkat ke kantor."Jangan lupa makan yah permaisuri," chat hasil sadapanku."Iyah tenang aja pangeran," balas Sarah. Jijik sekali aku melihat chat mereka berdua. Benar-benar sampah.Rencananya hari ini aku pergi ke kantor seperti biasa. Banyak kerjaan yang melambai ingin dituntaskan."Kemarin waktu aku jenguk
Hubunganku dengan Sarah makin lama makin intim. Aku kira Sarah sudah bercerai dengan Ardi. Ternyata nasibnya digantung karena seorang anak. Keterlaluan Ardi tega-teganya dia berbuat seperti itu. Nasib Sarah tak jelas, aku berusaha membujuk Sarah agar dia bisa membuat Ardi menceraikannya. Dengan begitu aku bisa masuk ke dalam kehidupannya lagi.Bedanya kali ini aku sebagai suaminya. Setiap hari aku berusaha memikirkan cara agar bisa terus bersama Sarah meskipun akhir-akhir ini Salma terlihat berbeda. Perempuan itu sepertinya sudah pandai merawat dirinya sekarang. Kulihat Salma semakin fresh dan sudah berani meminta jatah belanjanya. Andai dia seperti itu dari dulu.Tiba saatnya aku bertemu Sarah kembali, tapi tetap nasibnya masih digantung. Sungguh aku kecewa maunya Ardi apa sih?Hanya karena Anak dia sampai tak melepaskan Sarah. Aku ingin segera memilikinya. Padahal kalau Ard
Assalamualaikum Readers terimakasih yang masih setia menunggu ceritaku Semakin hari banyak fakta yang terungkap, Satu demi per satu pasti akan terbongkar. Aku pasti selangkah lebih maju darimu, Mas! Mobil baruku tiba di halaman rumah. Sesuai kesepakatan mobil dikirim saat aku memintanya. Sengaja supaya hatiku terhibur dengan kepedihan yang melanda. Banyak tetangga yang datang melihat. Ibu-ibu menoleh ke arah rumahku. Mereka saling berbisik. Entah apa yang mereka bicarakan. Wajah mereka penuh senyum. "Mobil baru, nih Bu," celetuk Rosita tetanggaku. Entah sejak kapan dia ada di halam rumahku. "Eh, iya...Bu," ujarku salah tingkah seraya memegang sapu. Biar tampak sedang menyapu halaman rumah. Iseng sambil kusapu daun-daun yang berserakan di halaman rumah. "Pasti hadiah dari suaminya, senengnya punya suami kaya Bu Salma,"&n
Assalamualaikum teman-teman jangan lupa suscribe dan like dan ikuti ceritaku. Biar makin semangat nulisnya❤️ Setelah aku mengetahui tanggal pernikahan suamiku dengan mantannya. Aku merasa ada yang tidak beres disini. Entah hanya perasaanku saja. Rencananya hari ini aku pergi ke kantor seperti biasanya. Lama-lama nggak ke kantor Papa bisa curiga. Sebelum berangkat aku menunggu tukang sayur keliling. Stok sayur dan lauk pauk di kulkas sudah habis. "Mang, ikan, ayam dan sayurnya ya, seperti biasa," kataku sambil melihat-lihat yang lain. "Bu Salma, makin cantik aja ya, sekarang," celetuk Rosita tetangga sebelah rumahku. "Makasih, ibu bisa aja," balasku tersenyum seraya melirik ke arahnya. "Bu Salma emang cantik kelewatan aja kalau diduain," cebik Bu Rum. Aku hanya tersenyum mendengar oce
Semenjak aku bertemu dengan Mas Arman kembali. Aku jadi mantap untuk menyelesaikan perceraianku dengan Ardi. Laki-laki itu tak sama sekali peka. Cinta? Mana yang suamiku sebut cinta. Perhatiannya selalu lebih dengan pekerjaannya. Bahkan sekedar mengajakku untu berjalan-jalan saja tak ada waktu. Rumah tangga macam apa ini? Beda halnya dengan Mas Arman yang kini bersamaku. Tentu saja Ardi tidak tahu aku sering bertemu dengan mantan kekasihku. Hanya saja karena kedua orangtuanya tak setuju dengan hubungan kami. Aku terpaksa melepasnya meskipun aku tak rela. Suatu saat aku akan merebut Mas Arman kembali. Kecantikanku tak akan mengalahkan istrinya Mas Arman. Walaupun aku kecewa dengan Mas Arman yang tak bisa membantah keinginan ibunya. Dengan alasan takut menjadi anak durhaka. Ibu macam apa itu tega-teganya memaksa anaknya menikah dengan pilihannya. "Sarah," panggila
Keesokan paginya setelah Mas Arman berangkat kerja, aku langsung membuntutinya. Dengan menggunakan baju hitam dibalut jaket hitam tebal dan topi coklat. Tak lupa juga alat bantu penglihatan berwarna hitam sebagai aksesoris. Katanya hari ini Mas Arman akan menemani bosnya melihat proyek baru. Padahal ini hari libur, hari kebangsaan para karyawan untuk beristirahat di rumah. Dengan bermodalkan GPS aku nekat membuntutinya.Mobil sewaanku melaju dibelakang Mobil Mas Arman. Sepertinya dia tak sadar ada seseorang yang membuntutinya dari belakang. Aku memantau dari gawaiku. Sepertinya dia akan belok ke arah kanan. Entah dia akan pergi kemana hari ini. Ponselku berdering berkali-kali. Nomor tidak di kenal?Kuabaikan saja panggilan dengan nomor baru."Lebih cepat sedikit ya, Pak!" Mataku awas selalu memperhatikan.Mas Arman menepikan mobilnya tepat di depan rumah tingkat bercat
"Aku nggak maksud apa-apa, Mas. Lagian Mas aneh banget sih, kaya orang kaget aja," ocehku dengan wajah tak merasa bersalah.Mas Arman tampak kikuk. Ia melirik ke arahku."Eng...ga aku cuma nanya aja, kok kamu bisa ngomong begitu, tapi yah bener sih katamu," Mas Arman mulai tak fokus menyetir."Mas hati-hati, liat tuh! Ada kucing!" Hampir saja suamiku menabraknya.Mas Arman langsung mengerem mendadak.Hadeh, kamu aneh deh, Mas! Kaya lagi ketahuan nyuri aja. Sampe salah tingkah begitu."Aku turun disini aja deh, Mallnya juga udah keliatan dari sini,"Mas Arman menepikan mobilnya di pinggir jalan. Aku langsung turun tanpa basa-basi lagi dengan suamiku.***Setelah memastikan suamiku pergi. Aku langsung memesan layanan online dan menuju t
"Sal, kamu ngapain si nutupin mukamu dengan kertas menu, tau nggak liat noh, Mbak kasir pada ngeliatin," ujar Ardi yang menatapku heran.Sontak aku langsung mengedarakan pandanganku ke seluruh ruangan. Mbak kasir tampak berbisik-bisik melihat tingkahku. Berisik banget sih cecurut satu ini, kalau bukan teman sekaligus kepercayaan Papah udah kujitak kepalanya.Aku langsung berlalu pergi ke meja makan setelah memesan menu andalan di cafetaria."Sumpah ga ngerti lagi dah, kaya lagi dikejar hutang aja," cerocos Ardi tampak tangannya memainkan gawai.Wanita itu dari belakang seperti Mira. Dari poster tubunya sangat mirip. Apa hanya aku saja yang mengira Mas Arman bersama mantan istrinya Ardi? sepertinya Ardi tidak melihatnya."Di, aku mau ke toilet dulu, makanan kalau udah dateng jangan di habisin sendirian," candaku. Meskipun Ardi temanku tapi aku tetap canggung menggunakan bahasa gaul.