Setelah mendapat pelepasannya yang tak meninggalkan perasaan puas di rumah Sony, justru yang Arga rasakan hanya perasaan hampa dan sebuah perasaan salah. Dia lansung bergegas pergi tanpa menghiraukan panggilan Sony yang memintanya tinggal dan tetap bersamanya.
Arga pergi ke club favoritnya untuk memesan minum. Ia sedang kalut dengan pikirannya sendiri mengenai seseorang wanita asing yang sangat aneh dan masuk ke dalam hidupnya.Wanita itu Teresia, tidak membuatnya takut, tidak membuatnya mual dan tidak mengingatnya tentang trauma masalalunya jika ia melihat gadis itu.Apakah Teresia adalah wanita pilihan Tuhan yang diberikan untuknya?Arga masih mencoba mendalaminya dan perlahan-lahan akan menerima Teresia. Hanya saja ia sedikit kesal pada gadis itu yang bersikap tidak seperti wanita pendiam melainkan sangat berisik dan menyebalkan.Merasa sudah cukup untuk minum, karena Arga tidak ingin mabuk berat di siang hari. Arga berpikir untuk"Arga temui Ayah di ruang kerja Ayah sekarang!" Arga baru saja masuk ke dalam rumahnya ketika ia selesai membakar habis seluruh baju Teresia, tak ada perasaan bersalah sama sekali di dalam benaknya setelah melakukan hal tersebut. Kejam? Ya, kini Arga sedang melakukan peran sebagai ibu tiri. Entah kenapa Arga ingin sekali melihat gadis itu marah dengannya dan Arga melakukan hal kekanakan tersebut, namun bukannya marah Teresia justru menangis.Tapi tak berlansung lama karena gadis itu kehilangan kesedihannya dan lansung pergi meninggalkannya. Menyingkirkan sejenak tentang Teresia, Arga kini lebih mempertanyakan tentang apa yang ingin Ayahnya bicarakan dengannya, sampai harus memanggilnya ke ruangan kerjanya. "Kak" Arga menghentikan sejenak langkahnya mendengar suara Revo yang memanggilnya dan menahan ia untuk berjalan. "Ada apa?" "Kamu tidak menemani istrimu?" Arga berdecak pelan mendengar Revo yang terus saja membahas Teresia dengannya. "Aku tidak mau menganggapnya sebagai is
Dua hari setelahnya, Teresia sudah siap dengan koper besarnya berisikan banyak baju yang baru ia beli untuk ia bawa ke Bali, tentunya juga berbagai macam bikini yang baru dibelinya untuk ia coba pakai di pantai nanti.Teresia ingin menggoda bule-bule di Bali, mungkin jika ada dari mereka yang tertarik padanya Teresia bisa meninggalkan Arga dan memilih bersama para bule tersebut. Memikirkan itu membuatnya terkikik geli sendiri hingga Arga yang diam-diam meliriknya berkerut dahi. Tak hanya dengan sikapnya yang aneh, Arga melirik Teresia dengan koper besarnya seolah Teresia ingin pulang kampung dengan waktu yang lama.Padahal ia dan Teresia hanya akan pergi berlibur selama lima hari, meski Ayahnya meminta Arga memperpanjang liburannya, namun Arga tak menginginkan itu."Nikmati liburan kalian ya!" Ayah Romi mengusap kepala Teresia dengan lembut yang diangguki gadis itu dengan senyum cerah di bibirnya."Aku akan membeli banyak oleh-oleh untuk orang rumah"Ayah Romi terkekeh pelan mendenga
Satu kata yang Arga bisa deskripsikan untuk Teresia, Ajaib! Ya gadis itu terus mengeluh pusing dan mual saat berada di pesawat dua jam lalu, namun saat mereka sudah landing dan tiba di Villa yang di pesan Ayah Romi, semua rasa lelah dan sakit yang Teresia derita selama di pesawat hilang begitu saja. Justru Gadis itu nampak terlihat sangat sehat karena bisa berlarian kesana kemari demi bisa mengambil gambar dengan kamera ponselnya. "Villa nya besar! Ayah memang hebat dalam memilihnya" Teresia menghempaskan tubuhnya pada kursi santai yang berada di depan kolam renang pribadi dengan pemandangan ke pantai dan laut lepas. Arga sendiri berdecak pelan mengetahui jika kamar yang dipesan hanya satu dan itu terpaksa ia harus tidur satu ranjang lagi dengan Teresia. Beberapa malam belakangan ini, Arga selalu tak bisa tidur nyenyak karena di atas ranjang yang sama ia tertidur dengan seorang wanita. Jika ia pikir Teresia akan berlaku malu-malu dengannya, saat pertama kali mereka tidur satu ran
Baru saja mau diajak berkenalan oleh dua pria asing yang berusaha kuat mengerti bahasa Teresia, namun mendadak perasaan aneh menyusup ke dalam hatinya. Sebuah perasaan risau dan khawatir yang membuatnya tak nyaman, membuat Teresia harus pamit pada kedua pria tampan yang ingin mengajaknya berkenalan tersebut. Tadi Teresia meninggalkan Arga begitu saja, dan entah kenapa Teresia jadi mendadak mengkhawatirkan Arga yang seharusnya tak ia pedulikan. Teresia hanya kembali sejenak untuk melihat pria itu, setelahnya dia akan meminta Arga untuk berhenti mengikutinya berlibur sendiri. Ya hanya itu!Pemandangan di depan sana memuat kening Teresia berkerut dalam. Teresia melihat Arga, Arga terlihat kebingungan dengan wajahnya yang panik bercampur ketakutan. Kaki Teresia yang perlahan bergerak pelan menjadi langkah cepat untuk memeriksa keadaannya. Apakah pria itu baik-baik saja? "Arga!" Teresia menyentuh lengan Arga mencoba menyadarkan pria itu bahwa ada dirinya di samping pria tersebut. Ar
Arga membuka kedua matanya perlahan, saat pandangannya mulai jelas ia melihat sekelilingnya yang gelap dan mencoba menebak dimana dia berada. Ini di villa tempatnya menginap dengan Teresia. Melihat lampu-lampu yang tak dinyalakan oleh gadis itu membuat Arga berdecak kesal. Namun saat ia ingin bangkit, Arga baru sadar bahwa tangan kanannya tertaut dengan tangan seseorang yang menyalurkan rasa hangat dalam genggaman tersebut. Arga melihat pada tanganya dan kemudian pada sosok Teresia yang rupanya ikut tertidur di sampingnya dengan sangat lelapnya. Awalnya Arga ingin bangkit dan menyalakan pendingin ruangan serta lampu kamar karena terasa gelap dan panas, dan hanya ada cahaya yang berasal dari bintang dan bulan di luar sana yang langitnya sedang cerah. Namun jika harus melepas genggaman tangannya dengan Teresia sebagian hatinya ada yang tidak rela. Genggaman hangat itu menghilangkan mimpi buruknya, menenangkan hatinya. Arga tidak tau apa yang spesial dari Teresia hingga gadis itu ber
Teresia cukup senang bahwa Arga tak benar-benar membawanya makan di warteg. Karena jika harus makan di warteg mereka tak perlu jauh-jauh datang ke Bali. Dan lagi, sebelum menjadi istri Arga, makanan warteg sudah menjadi makanan keseharian Teresia. Makan di sebuah restoran yang pelanggannya terdiri dari banyak turis asing membuat Teresia berdecak senang. Karena bisa mencuci matanya dengan sekumpulan pria-pria tampan yang cukup menggoda. Bahkan ada yang terang-terangan menyapa dan mengedipkan mata padanya membuat Teresia terkekeh geli. Saat ia pergi ke kamar mandi pun ada seseorang yang meminta berkenalan dengannya, namun karena keterbatasan bahasa, Teresia hanya bisa menyebutkan namanya saja."Dia ganteng banget gak sih?" Teresia menyanggah wajahnya dengan tangannya dengan kedua mata yang fokus menatap pria berkebangsaan asing yang juga tengah menatapnya dengan memberikannya senyum hangat. Arga yang tengah menyuapkan sendok ke dalam mulutnya berhenti sejenak dari kegiatannya dan
Karena apa yang Arga katakan saat di mobil, setelah itu Teresia tak pernah lagi menangapi godaan pria yang ditemuinya di tempat wisata.Meski keinginannya begitu besar untuk menanggapi mereka namun saat teringat ucapan Arga jika bisa-bisa ia diculik dan dijadikan teman tidurnya membuat Teresia takut.Jika Teresia bisa berpikir lebih dalam, dia sesungguhnya tak perlu takut berlebih karena dia bisa menolak andai hal itu benar terjadi.Namun salahkan Arga yang berhasil membuat keraguan di hatinya begitu besar.Kini sisa satu hari dari liburan mereka yang dihabiskan di Bali. Dan sejak pagi entah kemana sosok Arga pergi dan Teresia hanya bisa berguling malas di atas ranjang tanpa melakukan apapun.
Ciuman Arga makin intens, bahkan wajah keduanya sudah memerah.Hingga Arga harus menyudahi ciumannya ketika ia dan Teresia harus menghirup udara.Arga menjauhkan wajahnya yang memerah dan menatap wajah Teresia yang tak kalah merahnya dengannya, dengan wajah gugupnya."Kenapa kamu cium aku?" bisik Teresia terengah mengambil banyak napas."Karena aku ingin!" jawaban singkatnya, sebelum Arga layangkan bibirnya pada leher jenjang Teresia yang terbuka lebar meminta untuk disinggahi oleh bibirnya.Teresia menggeram pelan dan menekan bahu Arga. Kedua matanya terpejam dengan bibir yang sedikit terbuka.Arga mencium dan menghisap kuat lehernya membuat Teresia memekik sakit namun tak ada niatan gadis itu untuk menyudahi apa yang Arga lakukan. "Tere .." Teresia membuka kedua matanya dan menatap Arga yang ciumannya kini turun ke dadanya dengan tatapan berkabut. Apakah dia salah dengar tadi? Teresia mendengar Arga menyebutkan namanya tadi meski dengan suara lirih, tapi telinganya masih menangku
"Kakak kue nya udah datang, ini mau diletakkan di mana?" Arshan mengangkat kue stroberi di tangannya pada Zanna yang tengah menempelkan balon-balon huruf di atas jendela dengan Arhan yang memegangi tangganya."Di atas meja aja Dek, setelah itu kamu lihat ke luar ya. Pastikan Mamah dan Papah belum pulang"Arshan mengangguk dan meletakkan kue tersebut ke atas meja.Ia sempat melihat hasil dekorasi sang Kakak yang menyulap ruang keluarga rumah mereka dengan hiasan yang menurutnya cukup cantik.Hari ini adalah hari ulangtahun pernikahan Teresia dan Arga yang ke dua puluh tahun.Saat ini keduanya tengah pergi ke rumah Kakek mereka dan kesempatan itu Zanna gunakan untuk mengajak kedua adiknya untuk menyulap ruang keluarga mereka untuk memberikan kejutan untuk orangtua mereka."Selesai!!" pekik Zanna merasa senang saat ia selesai menempelkan balon-balon huruf di atas gorden ruang keluarga."Bagus gak Dek?"Arhan ikut melihat dekorasi sang Kakak dan memberikan anggukan kuatnya."Bagus! Kakak
Arga mengerjapkan kedua matanya, dan melihat sekelilingnya.Ia di rumah sakit dan hanya seorang diri.Bangkit dengan kasar, Arga turun dari atas ranjang, dengan linglung ia bergerak menuju ruang operasi.Tak tau berapa lama ia pingsan, namun yang Arga ingat ketika sadar adalah kenyataan pahit yang Dokter katakan tentang keselamatan istrinya. Bahkan Arga belum melihat kedua bayi kembarnya yang amat ia dan Teresia tunggu dengan tak sabar."Suster!! Di mana- di mana pasien wanita yang ada di ruang ini?!" Arga tercekat dengan air mata yang bersiap untuk keluar.Perawat wanita itu nampak terkejut sejenak dan melirik ke belakangnya."Ehm, para petugas baru saja mengirim pasien di kamar ini ke ruang jenazah"Lutut Arga lemas seketika. Dadanya terasa sesak, bahkan keluarganya sudah tak di sini lagi."Bapak baik-baik aja?" perawat tersebut nampak khawatir, ia merasa bersalah karena sudah memberitahu Arga.Arga mengangguk singkat, ia memilih bangkit dan pergi menuju ruang jenazah yang dimaksud
Memasuki usia pernikahan yang ke tiga tahun, membuat hubungan Arga dan Teresia makin erat.Bahkan di saat Zanna yang sudah berusia dua tahun, Teresia kembali hamil dan berhasil hamil anak kembar. Mendengar bahwa ia akan memiliki dua anak sekaligus membuat Teresia dan Arga tak percaya dan bahagia tentunya.Di kehamilan keduanya ini cukup baik Teresia menjalaninya, meski ia sedikit kepayahan karena saat ini ia mengandung dua janin sekaligus.Arga juga menjadi lebih protektif padanya. Bahkan pria itu selalu izin bekerja dari rumah demi bisa menjadi suami yang siap dibutuhkan lapan saja.Dan tentu jadwal bermainnya dengan Zanna menjadi banyak, karena dengan perut besar, Teresia jadi mudah lelah untuk menemani Zanna yang senang sekali berlarian dan memintanya untuk dikejar.Terkadang hal yang menjadi favoritnya adalah saat melihat Zanna dan Arga bermain kejar-kejaran di halaman belakang rumah mereka.Mendengar tawa Zanna dan bagaimana gadis kecil itu berbicara dengan tidak jelasnya kian me
"Kyaa! Baju Mamah basah" Suara tawa balita berusia 7 bulan itu nampak memenuhi ruangan di dalam kamar mandi kamar Teresia dan Arga. Bayi itu kembali menepukan air yang dipakai berendamnya sehingga mencipratkan air mengenai Teresia yang tengah menemaninya mandi. "Yahh basah" balita itu kembali tertawa geli seolah apa yang dilakukannya nampak sangat menghibur dirinya. Arga mengamati dengan senyum geli di depan pintu kamar mandinya. Bayi mungil yang sudah tumbuh itu makin menempel pada Teresia, dan bahkan Teresia juga mulai melupakan Arga sepertinya karena sibuk untuk mengurus Zanna. Arga sempat menawarkan baby sitter agar Teresia tidak lelah untuk menjaga Zanna, namun Teresia menolak, wanita itu tak mau ia kalah populer dibandingkan baby sitter. Teresia mau terus ada di samping bayinya. "Yuk pakai baju, nanti Zanna kedinginan" Teresia mengangkat Zanna dan membawanya ke dalam kamar. Wanita itu sedikit terkejut melihat Arga sudah berada di depan pintu kamar mandi. "Kamu sudah pula
"Kita duduk dulu ya?" Arga nampak khawatir melihat Teresia yang sudah banyak berkeringat namun masih terus menginginkan berjalan. Teresia menolak, dia meminta botol air yang selalu Arga bawa. "Perut aku sakit lagi, ahh bayi kamu aktif banget" bisik Teresia mendesis sakit saat kontraksinya kembali menyerangnya. Arga ikut berkeringat, dirinya sendiri sangat khawatir. "Kamu benar gak mau sesar aja? Aku khawatir banget" ujar Arga mengusap-usap perut Teresia dan ia bisa merasakan bagaimana bayinya yang senantiasa menendangnya. "Apa sakit?" tanya Arga saat mendengar desisan Teresia saat bayi di perutnya menendang ke bawah telapak tangannya. "Lumayan" "Sesar-""Arga stop! Aku udah pembukaan enam! Aku gak mau sesar!!" Teresia mendengus kesal jika setiap kekhawatiran Arga selalu mengusulkan dia untuk operasi sesar. "Aku mau kembali ke kamar! Kamu pegangin aku, ini sakit banget" ujarnya lirih dan mengusap-usap perutnya pelan. ***"Ahh ini sakit banget!!" Teresia benar-benar ingin sekal
"Aku gak mau yang ini! aku mau yang beruang pink itu di tengah" Teresia menunjuk dengan penuh kekesalan pada Arga yang sedari tadi tak mendapatkan apa yang dia inginkan. "Susah Teresia! Kamu aja coba yang ambil!" Arga menyerah dan memberikan mesin capit boneka itu untuk Teresia. Mungkin sudah ada dua jam mereka hanya bermain alat capit demi mendapatkan apa yang Teresia inginkan. Boneka yang Teresia inginkan itu berada di bawah tumpukan boneka lainnya, dan jelas itu mustahil untuk bisa ia dapatkan. "Kamu 'kan bilang mau melakukan apa aja buat aku! Masa ambil boneka yang aku mau aja gak bisa!" Teresia melipat kedua tangannya kesal dan menghentakkan kakinya ke atas tanah. "Aku beli aja ya, aku gak bisa jika harus mengambilnya dari mesin capit ini" Teresia menggeleng menolak "kamu gak mau berjuang buat aku?! Aku jadi ragu sama pernyataan cinta kamu itu! Kamu pasti gak bener cinta sama aku, kalo soal permainan capit ini aja kamu gak mau sedikit berjuang untuk aku!" Kepala Arga bena
Kehamilan Teresia sudah memasuki minggu ke-24. Banyak yang terjadi belakangan hari ini dari seringnya wanita itu terbangun di tengah malam untuk meminta Arga mencarikan makanan-makanan aneh yang Teresia inginkan hanya dari mimpinya. Pernah saat Arga besok paginya harus pergi meeting ke luar kota, namun Teresia membangunkannya memintanya mencarikan ia batangan coklat namun yang terbuat dari stroberi dan bukan coklat. Tengah malam dan Arga harus mencarinya kemana?Lalu saat kembali dan membawakan coklat dengan perisai stroberi, pria itu disalahkan dan hasil akhirnya adalah Teresia akan mengurung dirinya di kamar mandi untuk menangis. Meski saat keluar dari kamar mandi Teresia akan memakan coklat yang Arga berikan. Arga mau marah, dia sangat mengantuk namun dia bisa apa?Teresia sedang hamil anaknya dan tidak mungkin dia bisa marah pada Teresia. Meski setelah makan, Teresia akan kembali dalam mood yang baik dan meminta Arga untuk memeluknya sepanjang malam. Juga saat keesokan hari
"Aku tidak pernah melihatnya bisa tertawa lepas seperti itu" ujar Arga menatap dengan binar bahagia ke arah Teresia yang tertawa lepas dengan teman-teman wanitanya. "Kamu bisa mencari kontak teman-teman Teresia, dari mana kamu mendapatkannya?" tanya Ayahnya yang nampak penasaran bagaimana bisa Arga merencanakan pesta ini dengan sangat mendetail. "Di ponselnya aku melihat hanya ada dua orang temannya dan itu pun mereka jarang sekali mengirim pesan, namun karena aku rasa dia akan senang jika teman sekolahnya hadir di sini jadi aku meminta dua temannya itu menginfokan pada seluruh teman kelasnya untuk datang dan memeriahkan pernikahanku ini" Ayah Romi tertawa dan mengacak rambut Arga dengan perasaan senangnya. "Kamu benar-benar berbakat membuat Teresia bahagia" Arga tersenyum hangat dan pandangannya tak lepas pada Teresia yang masih asik berkumpul dengan teman-teman wanitanya. Pandangan Arga perlahan menyipit tajam saat ada seseorang pria yang mendekati istrinya dan berjabat tangan
Teresia mengerjapkan kedua matanya, dia mendengar banyak orang berisik di dalam kamar, hingga membuatnya membuka kedua matanya. "Akhirnya pengantin wanitanya bangun" Kedua mata Teresia terbuka lebar dan menatap kaget pada beberapa wanita yang ada di dalam kamarnya. "Ka-kalian siapa?" Teresia melirik ke sampingnya di mana tempatnya Arga tidur, namun pria itu sudah tidak ada di sampingnya. "Yuk kita bersihkan tubuhnya, lalu berikan riasan yang sangat memukau seperti yang suaminya pesan" ujar salah satu wanita di antar keempat wanita yang berada di kamarnya namun ucapannya itu diiyakan oleh semuanya membuat Teresia mengerjap makin tak mengerti. "Yuk Mbak!" Teresia menolak saat tangannya ingin ditarik pelan menuju kamar mandi. "Kalian itu siapa?! Kenapa ada di sini?" Teresia waspada, dan merasa takut akan kehadiran para wanita asing di matanya ini. "Kami pegawai salon Mbak, dan mereka penata rias yang akan merias wajah anda" Teresia menggeleng pelan masih belum mampu mencerna ata