Karena apa yang Arga katakan saat di mobil, setelah itu Teresia tak pernah lagi menangapi godaan pria yang ditemuinya di tempat wisata.
Meski keinginannya begitu besar untuk menanggapi mereka namun saat teringat ucapan Arga jika bisa-bisa ia diculik dan dijadikan teman tidurnya membuat Teresia takut.
Jika Teresia bisa berpikir lebih dalam, dia sesungguhnya tak perlu takut berlebih karena dia bisa menolak andai hal itu benar terjadi.
Namun salahkan Arga yang berhasil membuat keraguan di hatinya begitu besar.
Kini sisa satu hari dari liburan mereka yang dihabiskan di Bali. Dan sejak pagi entah kemana sosok Arga pergi dan Teresia hanya bisa berguling malas di atas ranjang tanpa melakukan apapun.
Ciuman Arga makin intens, bahkan wajah keduanya sudah memerah.Hingga Arga harus menyudahi ciumannya ketika ia dan Teresia harus menghirup udara.Arga menjauhkan wajahnya yang memerah dan menatap wajah Teresia yang tak kalah merahnya dengannya, dengan wajah gugupnya."Kenapa kamu cium aku?" bisik Teresia terengah mengambil banyak napas."Karena aku ingin!" jawaban singkatnya, sebelum Arga layangkan bibirnya pada leher jenjang Teresia yang terbuka lebar meminta untuk disinggahi oleh bibirnya.Teresia menggeram pelan dan menekan bahu Arga. Kedua matanya terpejam dengan bibir yang sedikit terbuka.Arga mencium dan menghisap kuat lehernya membuat Teresia memekik sakit namun tak ada niatan gadis itu untuk menyudahi apa yang Arga lakukan. "Tere .." Teresia membuka kedua matanya dan menatap Arga yang ciumannya kini turun ke dadanya dengan tatapan berkabut. Apakah dia salah dengar tadi? Teresia mendengar Arga menyebutkan namanya tadi meski dengan suara lirih, tapi telinganya masih menangku
Arga menarik dirinya dan duduk bersimpuh di depan kedua kaki Teresia yang terbuka lebar. Mendadak keraguan itu datang ke dirinya sendiri saat ia ingin membuka pakaiannya di depan Teresia. Teresia yang masih rebah di depan Arga bisa melihat wajah gugup Arga dan itu memancing rasa penasarannya dengan pria itu. Arga terlihat mencengkram erat ujung kaosnya dan tidak melakukan apapun. Teresia bingung dan kemudian ikut duduk di depan Arga. "Kenapa?" tanyanya dengan napas yang sedikit memburu. Arga melirik Teresia dengan kedua sorot gugupnya itu, pria itu menggeleng dan memilih untuk membuka celana pendeknya saja tanpa menyertakan kaosnya membuat Teresia berkerut bingung. Terlebih saat Arga tidak malu menunjukan miliknya yang sudah berdiri tegak menantang di hadapannya. "Ayo lakukan!" ucap Arga yang suaranya terdengar bergetar di telinga Teresia, entah pria itu benar-benar gugup atau sedang teransang berat. Teresia menahan dada Arga, dia merasa aneh melihat perubahan mimik wajah Arga
Arga tidak tau mengapa efek ciuman yang dimulai dari Teresia bisa terasa dahsyat di tubuhnya. Gairahnya yang sempat padam kini bangkit tiba-tiba membuatnya sangat menginginkan Teresia, terlebih bagaimana Teresia yang menciumnya tidak ahli sama sekali.Arga menahan wajah Teresia saat gadis itu ingin mengangkat wajahnya dan menjauhkan bibirnya, Arga menekan lebih dalam ciumannya dan mengambil alih tentunya dari ciuman Teresia yang amatiran tersebut. Sampai akhirnya ia dan Teresia membutuhkan napas barulah Arga melepas ciuman tersebut, membuat Teresia terengah dan mengambil napas sebanyak mungkin. Arga mengamati Teresia yang duduk tak mengenakan sehelai benangpun di atas tubuhnya. Hanya melihatnya saja kejantanannya di bawah sana sudah begitu tegang dan membuat Arga sangat menginginkan Teresia. "Sial!" makinya pelan, kemudian ia kembali bangkit menjatuhkan Teresia ke sisi ranjang yang lain. "Ayo kita mulai hidangan utamanya!" serak Arga yang kemudian mengambil posisi di depan milik
Sepanjang perjalanan pulang tak ada pembicaraan hangat yang terjadi di antara Teresia dan Arga.Keduanya seolah menjadi asing kembali, padahal Teresia pikir hubungannya dengan Arga akan membaik.Namun dia salah.Arga tetaplah Arga yang sombong dan arrogant.Untunglah ada Tenzo yang menjemput mereka di bandara, dan Teresia bisa bersikap ceria serta menceritakan liburannya pada pria baya itu tanpa mengikut sertakan cerita panasnya dengan Arga yang terjadi.Arga sendiri tak mau ikut campur, pria itu nampak sangat sibuk dengan ponselnya.***"Hai sayang! Bagaimana liburan kalian?"Teresia membalas pelukan Ayah Romi saat pria itu rupanya menyambut dirinya di depan pintu rumah.Teresia tersenyum senang "sangat menyenangkan Ayah! Aku sangat suka!"Arga melintas begitu saja mengabaikan panggilan Ayahnya yang memintanya berhenti untuk berbicara sebentar.Namun Arga memilih melanjutkan langkahnya menuju kamar."Apa dia selalu bersikap begitu saat liburan?'Teresia terdiam sejenak sebelum mengan
"Dia kenapa coba?!" Teresia mendengus sebal melihat Arga yang justru keluar dari dapur dan meninggalkannya bersama Chef Artur. Chef Artur melirik Teresia dan merasa bersalah, sepertinya ia tau mengapa Arga tiba-tiba saja meninggalkan dapur tanpa mengatakan apa-apa. "Nyonya tidak sebaiknya menyusul Tuan Arga?" Teresia mengangkat alisnya bingung, "Kenapa gue harus nyusulin dia?" Chef Artur tersenyum tipis dan menggeleng pelan "sepertinya kedatangan Tuan Arga ingin melihat dan berbicara dengan Nyonya" Teresia tersenyum geli dan menggeleng "buat apa dia cariin gue? Udahlah Chef, biarin aja. Nanti kalau laper juga dia balik lagi" Jauh di dalam hatinya, bukan itu yang ingin Teresia katakan. Menahan perasaan berdebar karena salah tingkah saat Chef Artur berkata kedatangan Arga untuk mencarinya. Apa yang ingin Arga lakukan memang? Apa mereka akan membahas persoalan malam itu? Mengingat itu membuat wajahnya memanas, namun degan segera otaknya menyadari bahwa malam itu tidak berarti ap
Menarik napas kemudian menghembuskannya dengan perlahan melalui mulut. Hal itu sudah Teresia lakukan berulang kali untuk mengurangi rasa bosan yang menerpanya. Teresia bingung ingin melakukan kegiatan apa lagi selain berbelanja dan makan makanan enak. Ternyata menjadi orang kaya ada bosannya juga dan kini Teresia tengah merasakannya. "Astaga gue bosen banget!" Teresia merebahkan tubuhnya di kursi santai di depan kolam renang sembari mendengarkan beriak air yang terasa menenangkan telinganya. "Teresia!" seseorang memanggil namanya dan mencolek pipinya di saat Teresia tengah memejamkan kedua matanya. Ia membuka kedua matanya dan melihat sosok Revo yang berada di samping tubuhnya, memberikan ia senyum yang terlihat manis. "Sedang apa?" Teresia tersenyum tipis dan menggeleng pelan "Sedang tidak melakukan apa-apa. Tumben lo dateng?" Revo mengambil duduk di samping Teresia dan berpikir sejenak untuk bisa ia jadikan alasan."Kenapa memang? Ada masalah jika aku mengunjungi rumah Ayahk
"Mau sampai kapan kamu menjauhi Teresia, Arga?"Arga mengangkat pandanganya dan melihat Ayahnya yang datang ke kantornya. Padahal Arga berniat ingin pulang malam lagi kali ini. "Ayah, kenapa gak bilang mau kesini?" Arga merapihkan kertas-kertas yang berserakan di mejanya dan mengikuti sang Ayah yang sudah duduk di sofa ruang kerjanya. "Ayah khawatir degan hubunganmu dan Teresia. Kalian terlihat saling menjauh. Ada apa Arga?" Ayah Romi sudah merasa ada yang tak beres antara hubungan putranya dengan menantunya tersebut. "Aku tidak tau Ayah. Aku juga tidak tau apa yang aku lakukan ini benar atau tidak! Gadis itu benar-benar mempengaruhiku, dan aku mencoba untuk menjauhinya untuk melihat apakah diriku mampu bertahan untuk tidak melihatnya. Tapi sepertinya aku tidak bisa ... Aku semakin ingin dekat dengannya Ayah" Arga mengusap wajahnya kasar dan terlihat sekali pria itu sedikit frustasi. Ayah Romi sendiri merasakan perasaan terharu atas kejujuran Arga terhadap apa yang pria itu rasak
Di perjalanan pulang, Ayah Romi memeriksa ponselnya dan melihat sebuah pesan yang ditulis Teresia untuknya. Wanita itu izin pergi keluar dengan Revo, mendadak hatinya risau dan tak tenang. Ia menoleh pada putranya yang hanya terduduk diam dengan pandangan lurus ke depan. "Teresia mengirimu pesan?" tanya Ayah Romi pada Arga. Arga dengan segera memeriksa ponselnya dan menggeleng, tak ada pesan apapun dari wanita itu. Ayah Romi mendesah lelah, sikap Teresia dan Arga yang saling berjauhan sungguh membuat Ayah Romi khawatir. "Dia sedang pergi keluar dengan Revo" Wajah Arga nampak datar mendengarnya, pria itu seolah tak peduli mendengar berita tersebut dri Ayahnya. "Oh, yasudah" Ayah Romi memijat kepalanya pusing, baru tadi dia meyakinkan Arga untuk menurunkan sedikit egonya dan bersikap lebih baik untuk mempertahankan Teresia di sisinya, namun melihat respon Arga yang mendapati istrinya pergi dengan pria lain tanpa memberitahunya lebih dulu terlihat biasa saja. "Kamu sungguh-sung
"Kakak kue nya udah datang, ini mau diletakkan di mana?" Arshan mengangkat kue stroberi di tangannya pada Zanna yang tengah menempelkan balon-balon huruf di atas jendela dengan Arhan yang memegangi tangganya."Di atas meja aja Dek, setelah itu kamu lihat ke luar ya. Pastikan Mamah dan Papah belum pulang"Arshan mengangguk dan meletakkan kue tersebut ke atas meja.Ia sempat melihat hasil dekorasi sang Kakak yang menyulap ruang keluarga rumah mereka dengan hiasan yang menurutnya cukup cantik.Hari ini adalah hari ulangtahun pernikahan Teresia dan Arga yang ke dua puluh tahun.Saat ini keduanya tengah pergi ke rumah Kakek mereka dan kesempatan itu Zanna gunakan untuk mengajak kedua adiknya untuk menyulap ruang keluarga mereka untuk memberikan kejutan untuk orangtua mereka."Selesai!!" pekik Zanna merasa senang saat ia selesai menempelkan balon-balon huruf di atas gorden ruang keluarga."Bagus gak Dek?"Arhan ikut melihat dekorasi sang Kakak dan memberikan anggukan kuatnya."Bagus! Kakak
Arga mengerjapkan kedua matanya, dan melihat sekelilingnya.Ia di rumah sakit dan hanya seorang diri.Bangkit dengan kasar, Arga turun dari atas ranjang, dengan linglung ia bergerak menuju ruang operasi.Tak tau berapa lama ia pingsan, namun yang Arga ingat ketika sadar adalah kenyataan pahit yang Dokter katakan tentang keselamatan istrinya. Bahkan Arga belum melihat kedua bayi kembarnya yang amat ia dan Teresia tunggu dengan tak sabar."Suster!! Di mana- di mana pasien wanita yang ada di ruang ini?!" Arga tercekat dengan air mata yang bersiap untuk keluar.Perawat wanita itu nampak terkejut sejenak dan melirik ke belakangnya."Ehm, para petugas baru saja mengirim pasien di kamar ini ke ruang jenazah"Lutut Arga lemas seketika. Dadanya terasa sesak, bahkan keluarganya sudah tak di sini lagi."Bapak baik-baik aja?" perawat tersebut nampak khawatir, ia merasa bersalah karena sudah memberitahu Arga.Arga mengangguk singkat, ia memilih bangkit dan pergi menuju ruang jenazah yang dimaksud
Memasuki usia pernikahan yang ke tiga tahun, membuat hubungan Arga dan Teresia makin erat.Bahkan di saat Zanna yang sudah berusia dua tahun, Teresia kembali hamil dan berhasil hamil anak kembar. Mendengar bahwa ia akan memiliki dua anak sekaligus membuat Teresia dan Arga tak percaya dan bahagia tentunya.Di kehamilan keduanya ini cukup baik Teresia menjalaninya, meski ia sedikit kepayahan karena saat ini ia mengandung dua janin sekaligus.Arga juga menjadi lebih protektif padanya. Bahkan pria itu selalu izin bekerja dari rumah demi bisa menjadi suami yang siap dibutuhkan lapan saja.Dan tentu jadwal bermainnya dengan Zanna menjadi banyak, karena dengan perut besar, Teresia jadi mudah lelah untuk menemani Zanna yang senang sekali berlarian dan memintanya untuk dikejar.Terkadang hal yang menjadi favoritnya adalah saat melihat Zanna dan Arga bermain kejar-kejaran di halaman belakang rumah mereka.Mendengar tawa Zanna dan bagaimana gadis kecil itu berbicara dengan tidak jelasnya kian me
"Kyaa! Baju Mamah basah" Suara tawa balita berusia 7 bulan itu nampak memenuhi ruangan di dalam kamar mandi kamar Teresia dan Arga. Bayi itu kembali menepukan air yang dipakai berendamnya sehingga mencipratkan air mengenai Teresia yang tengah menemaninya mandi. "Yahh basah" balita itu kembali tertawa geli seolah apa yang dilakukannya nampak sangat menghibur dirinya. Arga mengamati dengan senyum geli di depan pintu kamar mandinya. Bayi mungil yang sudah tumbuh itu makin menempel pada Teresia, dan bahkan Teresia juga mulai melupakan Arga sepertinya karena sibuk untuk mengurus Zanna. Arga sempat menawarkan baby sitter agar Teresia tidak lelah untuk menjaga Zanna, namun Teresia menolak, wanita itu tak mau ia kalah populer dibandingkan baby sitter. Teresia mau terus ada di samping bayinya. "Yuk pakai baju, nanti Zanna kedinginan" Teresia mengangkat Zanna dan membawanya ke dalam kamar. Wanita itu sedikit terkejut melihat Arga sudah berada di depan pintu kamar mandi. "Kamu sudah pula
"Kita duduk dulu ya?" Arga nampak khawatir melihat Teresia yang sudah banyak berkeringat namun masih terus menginginkan berjalan. Teresia menolak, dia meminta botol air yang selalu Arga bawa. "Perut aku sakit lagi, ahh bayi kamu aktif banget" bisik Teresia mendesis sakit saat kontraksinya kembali menyerangnya. Arga ikut berkeringat, dirinya sendiri sangat khawatir. "Kamu benar gak mau sesar aja? Aku khawatir banget" ujar Arga mengusap-usap perut Teresia dan ia bisa merasakan bagaimana bayinya yang senantiasa menendangnya. "Apa sakit?" tanya Arga saat mendengar desisan Teresia saat bayi di perutnya menendang ke bawah telapak tangannya. "Lumayan" "Sesar-""Arga stop! Aku udah pembukaan enam! Aku gak mau sesar!!" Teresia mendengus kesal jika setiap kekhawatiran Arga selalu mengusulkan dia untuk operasi sesar. "Aku mau kembali ke kamar! Kamu pegangin aku, ini sakit banget" ujarnya lirih dan mengusap-usap perutnya pelan. ***"Ahh ini sakit banget!!" Teresia benar-benar ingin sekal
"Aku gak mau yang ini! aku mau yang beruang pink itu di tengah" Teresia menunjuk dengan penuh kekesalan pada Arga yang sedari tadi tak mendapatkan apa yang dia inginkan. "Susah Teresia! Kamu aja coba yang ambil!" Arga menyerah dan memberikan mesin capit boneka itu untuk Teresia. Mungkin sudah ada dua jam mereka hanya bermain alat capit demi mendapatkan apa yang Teresia inginkan. Boneka yang Teresia inginkan itu berada di bawah tumpukan boneka lainnya, dan jelas itu mustahil untuk bisa ia dapatkan. "Kamu 'kan bilang mau melakukan apa aja buat aku! Masa ambil boneka yang aku mau aja gak bisa!" Teresia melipat kedua tangannya kesal dan menghentakkan kakinya ke atas tanah. "Aku beli aja ya, aku gak bisa jika harus mengambilnya dari mesin capit ini" Teresia menggeleng menolak "kamu gak mau berjuang buat aku?! Aku jadi ragu sama pernyataan cinta kamu itu! Kamu pasti gak bener cinta sama aku, kalo soal permainan capit ini aja kamu gak mau sedikit berjuang untuk aku!" Kepala Arga bena
Kehamilan Teresia sudah memasuki minggu ke-24. Banyak yang terjadi belakangan hari ini dari seringnya wanita itu terbangun di tengah malam untuk meminta Arga mencarikan makanan-makanan aneh yang Teresia inginkan hanya dari mimpinya. Pernah saat Arga besok paginya harus pergi meeting ke luar kota, namun Teresia membangunkannya memintanya mencarikan ia batangan coklat namun yang terbuat dari stroberi dan bukan coklat. Tengah malam dan Arga harus mencarinya kemana?Lalu saat kembali dan membawakan coklat dengan perisai stroberi, pria itu disalahkan dan hasil akhirnya adalah Teresia akan mengurung dirinya di kamar mandi untuk menangis. Meski saat keluar dari kamar mandi Teresia akan memakan coklat yang Arga berikan. Arga mau marah, dia sangat mengantuk namun dia bisa apa?Teresia sedang hamil anaknya dan tidak mungkin dia bisa marah pada Teresia. Meski setelah makan, Teresia akan kembali dalam mood yang baik dan meminta Arga untuk memeluknya sepanjang malam. Juga saat keesokan hari
"Aku tidak pernah melihatnya bisa tertawa lepas seperti itu" ujar Arga menatap dengan binar bahagia ke arah Teresia yang tertawa lepas dengan teman-teman wanitanya. "Kamu bisa mencari kontak teman-teman Teresia, dari mana kamu mendapatkannya?" tanya Ayahnya yang nampak penasaran bagaimana bisa Arga merencanakan pesta ini dengan sangat mendetail. "Di ponselnya aku melihat hanya ada dua orang temannya dan itu pun mereka jarang sekali mengirim pesan, namun karena aku rasa dia akan senang jika teman sekolahnya hadir di sini jadi aku meminta dua temannya itu menginfokan pada seluruh teman kelasnya untuk datang dan memeriahkan pernikahanku ini" Ayah Romi tertawa dan mengacak rambut Arga dengan perasaan senangnya. "Kamu benar-benar berbakat membuat Teresia bahagia" Arga tersenyum hangat dan pandangannya tak lepas pada Teresia yang masih asik berkumpul dengan teman-teman wanitanya. Pandangan Arga perlahan menyipit tajam saat ada seseorang pria yang mendekati istrinya dan berjabat tangan
Teresia mengerjapkan kedua matanya, dia mendengar banyak orang berisik di dalam kamar, hingga membuatnya membuka kedua matanya. "Akhirnya pengantin wanitanya bangun" Kedua mata Teresia terbuka lebar dan menatap kaget pada beberapa wanita yang ada di dalam kamarnya. "Ka-kalian siapa?" Teresia melirik ke sampingnya di mana tempatnya Arga tidur, namun pria itu sudah tidak ada di sampingnya. "Yuk kita bersihkan tubuhnya, lalu berikan riasan yang sangat memukau seperti yang suaminya pesan" ujar salah satu wanita di antar keempat wanita yang berada di kamarnya namun ucapannya itu diiyakan oleh semuanya membuat Teresia mengerjap makin tak mengerti. "Yuk Mbak!" Teresia menolak saat tangannya ingin ditarik pelan menuju kamar mandi. "Kalian itu siapa?! Kenapa ada di sini?" Teresia waspada, dan merasa takut akan kehadiran para wanita asing di matanya ini. "Kami pegawai salon Mbak, dan mereka penata rias yang akan merias wajah anda" Teresia menggeleng pelan masih belum mampu mencerna ata