"Mama sudah berhasil?" tanya Awan di ujung telepon. Ia baru saja selesai makan malam bersama kakek, nenek, dan adiknya di hotel tempat mereka menginap.
"Bagaimana menurutmu, sayang?" Keyla mendengus kecewa dan kehilangan nafsu makan padahal cacing-cacing di perutnya sedang bergelimpangan kehabisan tenaga.
"Dari suara Mama, pasti gagal," balas Awan sudah menduganya bahwa rencana yang disusun Keyla akan gagal.
"Apa yang harus Mama lakukan sekarang? Apakah Kakek Nenekmu membicarakan soal Papamu?"
"Tidak. Mama tahu kan mereka orang yang tidak banyak bicara?"
"Yayaya ... persis sepertimu dan Papamu."
"Whatever. Ingat, di pinggul sebelah kanan. Tatoo dengan huruf KA. Aku melihatnya saat kami mandi bersama."
"Iya ... iya. Tidurlah, sayang. Sampaikan salamku pada adikmu."
"Hmmmmm."
Keyla menjatuhkan tubuhnya di kasur sete
Tak ada kicauan burung di pagi hari ketika Keyla bangun. Tak ada lagi kesibukannya membersihkan rumah kelinci jika Awan terlalu sibuk membaca tumpukan buku yang ada di meja belajarnya. Akan tetapi, pagi ini tetap indah. Bahkan, lebih indah dari pagi-pagi yang pernah ia jalani.Darrel mengerjapkan matanya. Kepalanya masih terasa pusing dan dia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam.Lelaki itu mengusap wajah menggunakan kedua telapak tangan dan menyadari bahwa dia sedang tidak di rumahnya sendiri. Darrel pun akhirnya sadar jika semalam ia mendatangi rumah Keyla dan memeluk perempuan itu dengan sangat erat. Setelah itu ... ia tak tahu lagi apa yang terjadi padanyaOuhhh, shit! Darrel mengumpat pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mabuk serta membuatnya terlihat menjadi pria tua yang bodoh dan tolol di depan Keyla."Mandilah, aku sedang membuatkan sarapan untukmu." Keyla berkata datar saat menyadari lelaki yang
"Jangan, Steve," elak Keyla begitu bibir Darrel sampai di area perutnya yang memiliki bekas jahitan ketika melahirkan. "Ini memalukan," lanjut Keyla lagi tapi Darrel tak peduli. Ia menyusuri perut mantan istrinya yang masih ramping itu menggunakan lidahnya. Sesekali, Darrel menyesap kulit Keyla dan wanita itu pun mengerang."Uunghhh," desah Keyla ketika bibir lelaki itu telah sampai di pangkal pahanya. "Jangan, Steve."Darr berhenti sejenak dan langsung mengangkat kaki Keyla dan membukanya lebar. "Lihatlah, Key. Bibir dan tubuhmu berkata lain.""Itu karena aku habis mandi," jawab Keyla tergagap dan memiringkan wajahnya ke samping."Oh, benarkah? Mari kita buktikan ini basah karena air atau yang lain," balas Darrel dengan bibir tersungging dan langsung mengelus milik Keyla yang paling sensitif."... Steve ....""Lihatlah bagaimana wajahmu, Key," goda Darr yang m
Cemburu atau egois? Keyla sedang menimbang-nimbang perasaannya sendiri. Ketika mengetik nama Darrel Douglas di mesin pencarian Google, banyak sekali berita tentangnya. Selain tentang buku-bukunya yang laris manis di pasaran, penghargaan buku terbaik, karya yang difilmkan, gosip mengenai hubungannya dengan banyak gadis pun tak kalah ramai."Panggil aku sesukamu, Key," jawab Darrel dengan lembut. Mengeratkan tangannya hingga Keyla bisa merasakan sesuatu yang mengganjal dari bawah. Jantungnya makin berdegup kencang dan perasaannya semakin tidak menentu."Lepaskan aku." Keyla berusaha melepaskan diri."Bagaimana kalau aku tidak mau?" Suara itu terdengar sedang menggoda. Keyla merinding dibuatnya dan merasakan tubuh bagian dalam sedikit bergetar. Sebagai wanita yang lama tidak disentuh pria, Keyla tak dapat memungkirinya. Dia ingin dibelai, diberi cinta dan kasih sayang."Apa kamu sering melakukan ini pad
Keyla tak bisa melepaskan diri dari Darrel. Pria itu sungguh ... bagaimana ya mengatakannya? Nekat dan marah yang berbaur menjadi satu. Itu sebabnya tenaganya besar sekali."Apa kamu sanggup menahan yang ini?" batin Keyla yang pikirannya berubah jadi nakal.Perempuan itu mengelus pundak Darrel yang lebar dan perlahan menuruni dadanya yang terlihat menonjol dibalik kaos putih ketat yang memeperlihatkan bentuk tubuhnya. Jari jemari Keyla memutar tepat di dadanya dan memelintir menggunakan jempol dan jari telunjuk. Di saat yang bersamaan, pria itu pun memekik dan melepaskan bibirnya."Kenapa kau suka menganiayaku di bagian ini?" protes Darrel dan Keyla mengabaikannya begitu saja."Kamu sendiri suka menciumku? Apa aku kekasihmu? Tunanganmu? Istrimu? Kita hanya orang asing Tn. Darrel Douglas!" Keyla beranjak dari sofa dan mengangkat kardus sisa makanan dari atas meja dan membuangnya ke tempat sampah.
Dalam hidup, terkadang ada hal yang tak perlu dikatakan. Cukup dilihat, didengarkan, dan dinikmati. Seperti suara angin yang menyapa aliran sungai Seine serta dihiasi pantulan lampu-lampu dan pucuk menara Eiffel yang seolah bercermin di sungai yang sedang membelah kota Paris menjadi dua bagian.Darrel mengeratkan pelukannya, sementara Keyla menghirup lekat-lekat aroma tubuh pria yang sedang memeluknya. Entah berapa lama dan berapa ribu kali ia merindukan aroma itu. Dekapannya hangat layaknya pelukan seorang ibu yang sedang menimang-nimang anaknya yang menangis karena sedang mengantuk. Hangat, menenangkan, dan merasa aman seperti sedang dilindungi seorang ayah dengan cinta yang sepenuh hati."Apa kau mau pulang sekarang? Kita sudah terlalu lama di sini." Darrel mengawali pembicaraan tanpa melepaskan pelukannya. Rasanya, ia ingin selamanya di posisi sekarang. Parfum Keyla yang manis membaui penciumannya dan mengisi paru-parunya dengan kehangat
"Apa yang kau inginkan untuk makan siang, sayang?" Darrel bertanya dari belakang kemudi setir dan sesekali melihat ke arah Keyla yang menatap lurus ke arah depan."Aku ingin makanan Asia." Keyla menjawab mantab karena lidahnya tak begitu cocok dengan makanan orang barat yang identik dengan roti dan makanan-makanan yang bumbunya--- menurut Keyla tanggung.Tiba-tiba di kepala perempuan itu terlintas bekicot. Atau nama kerennya escargot. Oh, tidak! Keyla tak akan mau memakan hewan dalam cangkang itu! Dia bergidik ngeri. Kulitnya merinding saat membayangkah bekicot itu melata sambil memperlihatkan sungut-sungutnya."Kau akan segera mendapatkan yang diinginkan." Sesegera mungkin Darrel melajukan mobilnya menuju jalan avenue d'lena menuju restoran Asia Shang Palace yang berlokasi di Shangri-La Hotel, Paris, Perancis."Steve?""Hmmm?" jawab Darrel memperlambat laju mobilnya dan melihat
"Kau sudah lama mengenalnya?" Victor bertanya sambil menyesap red wine di tangan kanannya. Ia sedang bersama Bima, seorang teman sekaligus model yang belakangan terkenal karena ketampanan dan bentuk tubuhnya yang bagus.Tak hanya menjadi model majalah, serta brand-brand fashion pria ternama. Ia juga kerap berjalan di atas catwalk dan tak jarang ia juga akan memamerkan otot-otot punggung yang terlihat kuat, serta bagian perut, dada yang akan mampu menyihir wanita-wanita dan tentunya kaum gay. Itu pun jika mereka sedang melihat acara fashion show itu.Sejak Keyla menikah, mereka sama sekali tak pernah bertemu. Pun tak bertukar kabar melalui telepon maupun SMS. Keyla sibuk dengan pernikahannya yang sempat gagal. Bima yang mulai memikirkan masa depan. Ia tak pintar, pun tak memiliki skill, oleh karena itu Bima memutuskan mengikuti ajang pemilihan model sampul di sebuah majalah.Berkat ketampanan dan tubuhnya yang lebih dari
Keyla mengerjapkan matanya, mengedarkan pandangan mencari sosok Darrel yang semalam tidur dengannya. Dia tak ada di ranjang. Tidak ada juga di kursi rotan yang menjadi singgasananya. Laptopnya masih terabai di sana."Sayang ... apa kamu sedang di kamar mandi?" Tak ada jawaban. Keyla memutuskan untuk bangun. Dijuntaikannya kaki ke bawah lalu mulai berjalan menjauh dari tepian ranjang menuju kamar mandi. Tak ada seorang pun di dalam. Keyla menyapu wajahnya dengan air dan mengeringkan menggunakan tisu yang tergantung di sebelah wastafel. Dia memandang dirinya sendiri di cermin, wajahnya cukup segar meski masih sedikit mengantuk. Disisirnya rambut yang tergerai itu menggunakan jari tangan dan membuang rambut-rambut rontok ke dalam tempat sampah.Keyla menuruni tangga dan menangkap sosok Darrel yang tidur di sofa. Perlahan ia mendekat dan berjongkok. Dilihatnya wajah Darrel lekat-lekat, entah kapan terakhir kali pria itu mencukur bulu-bulu di wajahnya. A
Hampir sepuluh menit Keyla dan Darrel duduk di pinggir pantai. Matahari yang mulai meninggi memberi kehangatan di tubuh mereka. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir keduanya. Yang ada hanya Keyla yang duduk di depan Darrel dan diapit kakinya serta pelukan pria itu yang menenggelamkan tubuh Keyla di dalam dadanya."Kau ingin pulang?" tanya Darrel pada Keyla yang masih melihat ke arah laut lepas. Tempat di mana kapal yang dinaiki James perlahan menjauh dan mulai menghilang.Keyla menggeleng pelan. "Bisakah kita di sini lebih lama, Steve?""Oke. Kau aku akan menemanimu di sini. Kau ingin memesan sesuatu?""Tidak untuk sekarang," jawab Keyla sembari memejamkan matanya dan bersandar dengan nyaman di dada suaminya. Dia ingin lebih lama seperti ini dengan orang yang dicintai. Mencium aroma laut, ditemani desiran ombak yang tak begitu besar. Keyla seolah tak ingin waktu terus be
"James akan kembali ke Afrika hari ini," ucap Darrel di sela-sela sarapan mereka. Karena kaget, Keyla pun tersedak. "Kau yakin tidak ingin berbicara dengannya?" Darrel bertanya dengan nada rendah namun penuh penekanan. Dia penasaran apakah istrinya benar-benar tak ingin bicara pada James dan menyelesaikan masalah diantara mereka berdua?Keyla meletakkan roti yang baru ia gigit separo kemudian melihat ke dalam mata suaminya. "Haruskah?" Keyla bertanya ragu.Dia tak yakin apa yang ingin dia bicarakan dengan lelaki yang seharusnya masih berstatus suaminya itu. Setelah Darrel berbicara dengannya semalam, Keyla bisa memahami dan berusaha mengikhlaskan apa yang terjadi. Itu adalah pilihan hidup James, dan bagaimanapun juga, karena James menetap di Afrika dan memalsukan kematiannya lah dia bisa bertemu dan menikah lagi dengan Darrel.Ini adalah takdir, Key. Takdir Tuhan yang tak bisa dicegah atau dihentikan. Ucapnya pada diri s
"Sayang, James sudah pergi. Tolong buka pintunya," pinta Darrel yang sejak tadi mengetuk pintu kamar namun diabaikan oleh Keyla.Keyla tidak membalas. Dia lebih memilih diam karena dia sedang tak ingin bicara. Baik itu pada James atau Darrel. Keyla memang merasa tidak berhak menyalahkan apapun yang menjadi keputusan James. Tapi, tidak bisakah lelaki itu berkata jujur?Seandainya James menceraikan dirinya, Keyla juga tak menolak. Dia akan bisa menerima meski menyakitkan. Setidaknya, Bintang tidak kehilangan sosok ayah. Terlebih lagi, kematian James meninggalkan penyesalan di hati Keyla karena sampai detik-detik kepergiannya ke Afrika, Keyla belum bisa memberikan sepenuh hatinya pada pria itu. Dan itu juga lah yang mendasari penyesalan keyla. Dia sungguh merasa bersalah."Key ... kalau kau ingin marah, marah lah padaku. Kau boleh memukulku. Asalkan jangan diam, Key." Darrel mencoba mengetuk pintu itu sekali lagi. Dadanya n
Tidak ada satu patah kata pun yang yang keluar dari bibir Keyla. Matanya hanya tertuju pada pria yang berdiri di hadapannya. Antara kecewa, marah dan juga bingung. Bagaimana bisa James membohongi dirinya dan keluarganya? Memalsukan kematiannya dan membiarkan dirinya merawat anak-anak mereka seorang diri? Sebegitu berdosakah hingga James ingin menghukum dirinya? Mengkhianati kepercayaan dirinya?Mata Keyla mendadak buram oleh air mata yang ingin tertumpah namun ia tahan. Ia berharap ini bukalah hal nyata."Aku bisa menjelaskan semuanya, Key," ucap James dengan tatapan nanar dan tubuh yang makin mendekat ke arah Keyla. James tak pernah menyangka bahwa dia akan bertemu lagi dengan Keyla.Keyla mengambil langkah mundur. Meskipun dia meyakini itu James, Keyla tetap sulit menerima. Ini semua terlalu mendadak dan dia merasa dikhianati. "Kamu bohong. Kamu bukan James. Suamiku James sudah meninggal beberapa tahun lalu. Kamu pasti
"Selamat datang, Angel. Terima kasih telah meluangkan waktumu," sapa Keyla begitu Angel dan suaminya memasuki pintu rumah."Dengan senang hati, Keyla. Aku juga akan menghabiskan makananmu. Kau tak perlu khawatir!"Kedua wanita itu tertawa renyah sementara Darrel langsung mengundang suami Angel untuk duduk dan meminum wine yang telah disediakan. "Biarkan kedua wanita itu menggosip," ucap Darrel tersenyum ramah."Dan kita para pria membicarakan hobi?""Hahaha. Benar sekali. Karena lelaki tak suka bergosip.""Kecuali dia pria jadi-jadian," timpal suami Angel dengan renyah. Dan Darrel pun dengan cepat menjadi akrab dengannya. Dan memang begitulah pria. Mudah akrab tanpa harus berbasa-basiAcara makan malam yang sederhana dan hangat itu berjalan dengan lancar. Anak-anak sibuk bermain dan menonton film kesukaan mereka, para ayah mengobrol tentang hobi dan juga bisn
Keyla terperangah begitu mobil Darrel berhenti di depan sebuah gedung yang telah dikelilingi oleh wartawan yang terlihat sedang bersiap-siap meliput sebuah berita besar. Lampu flash dari kamera-kamera yang dinyalakan,membuat Keyla merinding. Keyla harap Darrel benar-benar tidak akan masuk ke dalam gedung itu untuk menemui Ammy. Tapi sayangnya, harapan Keyla sirna begitu Darrel mengajaknya untuk keluar."Kau sudah siap sayang?" tanya Darrel mengendurkan dasinya yang berwarna merah tua. Dia persis sekali seperti seorang direktur perusahaan. Jas dari benang woll asli yang terlihat mahal, jam tangan di sebelah kiri yang membuatnya makin terlihat maskulin serta rambut klimis yang mempertegas rahangnya yang kokoh.Keyla menatap mata suaminya. Berharap dia salah dengar. "Apa ini?" tanya Keyla ragu. Inikah alasannya Darrel memesankan gaun terbaik dan juga makeup artist untuk mendandani wajah serta rambutnya? Agar istrinya tak begitu memalukan saat tam
Keyla mengerang ketika merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhnya. Matanya yang berat terpaksa ia buka. Ketika hendak menggerakkan tangan, kedua tangannya sudah ada di atas kepala dengan posisi terikat. Ketika mencoba menggerakkan tangan kembali, suaranya gemerincing. Barulah Keyla sadar bahwa yang melingkar di pergelangan tangannya adalah sebuah borgol."Kau sudah bangun, sayang?" tanya Darrel yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sudah dikeringkan dan di pinggangnya terlilit handuk warna putih. Keyla bisa mencium aroma lelaki itu. Wangi sabun yang seperti embun pagi. Kalau habis mandi seperti itu, Keyla merasa suaminya seperti dewa yang gagah perkasa pada jaman Romawi kuno."Jam berapa sekarang, Steve? Apa yang kamu lakukan pada tanganku? Cepat lepaskan, Steve.""Enam lewat tiga puluh." Darrel membalas santai dan mengabaikan wajah panik Keyla.Mendengar kata enam tiga puluh, Key
"Bin, kau ingin adik perempuan atau laki-laki?" tanya Missy yang baru saja merebahkan diri di ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut tepat di samping Bintang yang berbaring terlebih dahulu."Mana yang lebih lucu?" Bintang langsung memiringkan tubuhnya ke arah Missy.Gadis cilik itu menyipitkan matanya. Menaruh kedua jari telunjuk tepat di pelipis. "Kalau laki-laki, aku takut dia akan seperti Awan. Mmmm ... memang ganteng, tapi tidak lucu."Bintang manggut-manggut. Setuju dengan perkataan Missy. Kakaknya memang tidak lucu meskipun ganteng. Seperti kanebo kering!" ... jika perempuan, maka akan cantik dan lucu sepertimu!" lanjut Missy mencubit pipi Bintang yang lucu dan halus."Kalau begitu, sudah diputuskan. Kau harus meminta perempuan pada Papa dan Mamamu. Oke?"Mata Bintang yang bulat terlihat berkilauan. Ia mengangguk dan mulai membayangkan adik perempuan berambut hita
"Hhmmmmmmph!" Keyla berusaha melepaskan diri dari kegilaan suaminya. Mula-mula hanya melumat bibirnya. Tapi lama kelamaan, tangan kekar suaminya itu mulai meraba dadanya."Ssshhh," Darrel berdesis begitu Keyla menggigit bibirnya. "Kau membuatku semakin bergairah, sayang.""Steve, jagalah sikapmu. Kita sedang ada di jalan raya. Dengarlah suara klakson-klakson itu. Bagaimana kalau kita ditilang?" ucap Keyla kesal. Tapi, suaminya itu justru tersenyum sambil memegangi bibirnya yang sedikit berdarah."Bagaimana kalau kita bikin anak sekarang?" goda Stevan yang tak mempedulikan bunyi klakson dan umpatan dari pengendara lain.Keyla mendorong tubuh lelaki itu dengan gemas. "Steve, kumohon.""Apa, sayang?" Darrel menjilat lidahnya sendiri. Tatapannya terlihat tajam dan menggairahkan."Ya Tuhan! Lelaki ini terlalu sulit ditolak!" ucap Keyla pada dirinya sen