Mita tiba-tiba tersenyum sedih dan hal itu membuat Rayan menatap gadis itu dengan tatapan penuh kebingungan. “Ada apa sih, Mit?” Rayan bertanya dengan penasaran. Mita menoleh ke arah belakang seolah ingin memastikan bila Kirana belum berjalan ke arah mereka. “Mas, Mas itu nggak tahu ya kalau ternyata di minimarket ini tuh banyak yang nggak suka sama Mbak Kirana? Eh … maksudku kalau cowok-cowok itu ya biasa aja cuman ini yang karyawan cewek itu banyak banget yang kayak semacam nggak suka atau bisa dibilang mungkin karena iri,” jelas Mita.Gadis itu mendesah dan kemudian menjelaskan lebih lanjut, “Banyak di antara mereka yang sering banget bergosip tentang Mbak Kirana. Terus nih ada aja orang-orang yang nyindir-nyindir sampai ngomong kurang ajar juga.”“Awalnya aku pikir paling juga beberapa orang aja tapi saat aku lebih lama di sini dan memperhatikan mereka itu ternyata memang jauh lebih banyak yang nggak suka sama Mbak Kirana. Aku tuh sampai heran banget sebenarnya apa sih yang ada
Rayan tiba-tiba menatap ke arah Mita seolah mengisyaratkan bahwa adik sepupunya itu tidak boleh salah berbicara. Mita melihat tatapan mata Rayan tersebut dan seketika mengerti arti dari tatapan itu.Mita pun mendadak jengkel pada Kakak sepupunya itu. Dia tentu saja tahu bahwa dia tidak mungkin bercerita bahwa dia diantar oleh sopir pribadi keluarganya. Hal itu tentu akan membuat Kirana terkejut dan mengira gadis itu gadis aneh. Karena hanya gadis aneh yang berasal dari keluarga kaya yang mau bekerja sebagai seorang karyawan di minimarket yang berukuran tidak terlalu besar. “Aku … biasanya naik ojek, Mbak,” jawab Mita yang langsung membuat Rayan bisa menghela napas lega.Sementara itu, Kirana kembali bertanya pada gadis itu, “Kamu rumahnya agak jauh ya dari sini atau malah dekat?” “Lumayan agak jauh sih Mbak tapi ini ojeknya tuh orang yang dikenal kok jadi ya nggak terlalu mahal juga ongkosnya,” jawab Mita lagi.Kirana manggut manggut dan kemudian dia melihat ke arah luar lalu kemb
Sebelum menjawab pertanyaan dari Serin, Vena malah tertawa cekikikan.Serin yang tidak mengerti dengan tingkah aneh Vena itu hanya menaikkan alisnya karena bingung.Tetapi wanita yang baru saja menikah beberapa bulan yang lalu itu pun kemudian meredakan tawanya lalu meminta temannya tersebut untuk mendekat ke arahnya. “Apaan sih, Ven?” Serin bertanya dengan ekspresi malas karena menurutnya Vena terlihat sok misterius. Vena tersenyum miring lalu menjawab, “Mbak, itu pasti sugar daddy-nya si Mita.”Serin yang mengerti arti kata dari istilah yang disebutkan oleh Mita itu pun melebarkan mata karena kaget. “Kok sugar daddy? Apa hubungannya sama si Mita?” Serin bertanya masih dengan tatapan heran sekaligus tidak mengerti. Vena mendecakkan lidahnya dengan tidak sabar lalu dia berbicara dengan nada terdengar mengejek, “Mbak, Mbak itu memangnya nggak tahu ya orang-orang pada ngomongin apa soal si Mita itu?”Serin hanya mengangkat bahunya karena dia memang tidak terlalu mengerti gosip menge
Seorang karyawan muda yang ditanyai oleh Mita itu pun mengangkat alisnya dan menatap Mita dengan tatapan meremehkan, “Kok kamu ke gr-an sih. Siapa juga yang lihatin kamu?”Mita yang mendapatkan jawaban itu kemudian tersenyum kesal tapi dia kemudian membaca nama di seragam kerja gadis itu lalu berkata, “Ashila.”Ashila mengangkat wajahnya dan menatap Mita yang baru pertama kali memanggil namanya itu. Gadis itu terlihat memasang wajah malas tetapi tetap mendengarkan Mita yang kemudian mulai berbicara kepadanya.“Heh, apa kamu pikir aku ini buta sampai nggak tahu kalau sejak aku datang tadi kamu itu ngeliatin aku terus?” Mita menatap gadis itu tanpa berkedip.Ashila yang ditatap dengan tatapan kesal itu pun malah membalas, “Oh, jadi kamu benar-benar merasa kalau aku sedang lihatin kamu? Wah! Aku nggak nyangka kalau ternyata rasa percaya diri kamu itu tinggi banget ya.”“Nggak perlu ngomongin hal lain. Jawab aja, ngapain kamu ngeliatin aku kayak gitu?” desak Mita.Ashila hampir aja akan m
Namun, rasa keterkejutan Mita itu hanyalah sementara karena setelah itu gadis itu terlihat kembali mendapatkan keberanian luar biasanya. Tanpa rasa takut sedikitpun gadis itu mendorong Serin yang terkejut dengan balasan Mita itu.Dengan ekspresi luar biasa tenang Mita berkaca pinggang lalu kembali menatap karyawan senior itu dengan tatapan galak, “Kalau aku mau sok jagoan memangnya hak kamu itu apa melarang aku?” Serin tentu saja terkejut dengan keberanian gadis itu tetapi dia tetap memasang ekspresi sok kuatnya dan balas berkata, “Tentu aku punya hak. Kamu itu hanya karyawan baru dan aku karyawan senior yang sudah lama kerja di sini. Kamu … itu nggak ada apa-apanya dibandingkan aku. Jadi, jangan sok-sokan berlagak melawan. Kamu itu–” “Halah, ini tuh padahal minimarket biasa ya. Kok bisa sih ada hal-hal kayak gini. Kamu tuh mau jadi preman apa gimana sih, Mbak? Aneh banget deh!” Mita memotong ucapan Serin sambil menggelengkan kepalanya yang memang menurutnya peristiwa semacam itu t
Mita membenarkan letak rambutnya yang tadi sempat berantakan. Oh, dia sungguh tidak menyangka bila hal ini terjadi kepadanya. Seumur hidupnya baru kali ini dia dituduh dengan begitu sangat kejam seperti itu. Tapi, dia tahu mungkin hal ini adalah sebuah ujian baginya dikarenakan dirinya yang telah hidup nyaman selama bertahun-tahun. Maka, dengan masih berusaha menekan rasa kesalnya pada teman-teman kerjanya di minimarket itu, Mita menjawab, “Pekerjaan haram? Kenapa kalian bisa menuduh seperti itu?”“Eh, masih bisa mengelak. Kamu itu sadar nggak sih semua bukti itu ada di sini dan bahkan kamu itu juga membawanya,” kata Vena sambil menunjuk ke arah barang-barang yang masih melekat di tubuh Mita termasuk ponsel mewahnya yang berada di sakunya. Mita menggelengkan kepalanya dengan cukup heran tetapi gadis itu masih tetap berusaha untuk menekan rasa amarahnya. “Nah, udah banyak bukti tapi kamu itu masih nggak mau ngaku kalau kamu itu kerja sebagai sugar baby?” Serin bertanya dengan beg
Kembali lagi Mita menatap ke arah Vena dan Serin secara bergantian. Gadis itu pun kini semakin mengerti mengapa dua wanita itu menjadi yang paling frontal memusuhi Kirana di tempat itu. “Eh, awalnya aku pikir ini mungkin karena kalian berdua itu nggak suka aja ya sama Mbak Kirana,” kata Mita yang tiba-tiba saja teringat akan masalah Kirana. Vena mengerjapkan mata, “Kenapa kamu jadi bahas masalah Mbak Kirana?”“Ini tuh kita lagi bahas kamu ya bukan Mbak Kirana,” tambah Serin.Tetapi, Mita tetap terlihat tidak mau menyerah membahas masalah istri dari kakak sepupunya itu. Gadis muda yang terlihat begitu sangat tenang dan tegar itu pun kemudian berkata, “Karena apa yang kalian lakukan terhadapku itu seolah-olah terhubung dengan apa yang kalian lakukan terhadap Mbak Kirana.”Vena dan Serin saling melirik, terlihat bingung dengan ucapan Mita. Namun, dikarenakan keduanya memiliki keegoisan yang sangat tinggi maka mereka berdua tidak mau bertanya apapun pada Mita.Serin bahkan hanya bert
Sebenarnya Kirana dengan cepat bisa menebak siapa yang bersalah dalam perdebatan itu. Tapi, tentu saja wanita itu tidak bisa langsung menyalahkan salah satu dari mereka karena bagaimanapun juga dia hanyalah seseorang yang baru saja datang ketika semuanya telah terjadi. Maka, karena tidak ingin bermasalah itu menjadi jauh lebih besar daripada sebelumnya dia pun hanya berkata, “Sudahlah, siapapun yang bersalah di sini sebaiknya dihentikan sekarang juga.”“Lho, Mbak. Kok gitu?” Mita berkata terdengar begitu sangat kecewa atas ucapan Kirana. Tapi, kemudian Kirana menambahkan, “Bos sudah tiba jadi akan jauh lebih baik bagi kita untuk tidak melanjutkan perdebatan ini. Kalian … juga pasti tidak inginkan kalau dihukum oleh bos?”Mendengar penjelasan Kirana tersebut, Vena dan Serin tentu saja langsung setuju. “Baiklah, Mbak. Ini bukan berarti aku mengaku kalah ya sama si anak baru ini. Aku menghentikan ini karena nggak mau bos berpikir yang aneh-aneh tentang kami,” kata Serin yang mendapat
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,