Sebenarnya Kirana dengan cepat bisa menebak siapa yang bersalah dalam perdebatan itu. Tapi, tentu saja wanita itu tidak bisa langsung menyalahkan salah satu dari mereka karena bagaimanapun juga dia hanyalah seseorang yang baru saja datang ketika semuanya telah terjadi. Maka, karena tidak ingin bermasalah itu menjadi jauh lebih besar daripada sebelumnya dia pun hanya berkata, “Sudahlah, siapapun yang bersalah di sini sebaiknya dihentikan sekarang juga.”“Lho, Mbak. Kok gitu?” Mita berkata terdengar begitu sangat kecewa atas ucapan Kirana. Tapi, kemudian Kirana menambahkan, “Bos sudah tiba jadi akan jauh lebih baik bagi kita untuk tidak melanjutkan perdebatan ini. Kalian … juga pasti tidak inginkan kalau dihukum oleh bos?”Mendengar penjelasan Kirana tersebut, Vena dan Serin tentu saja langsung setuju. “Baiklah, Mbak. Ini bukan berarti aku mengaku kalah ya sama si anak baru ini. Aku menghentikan ini karena nggak mau bos berpikir yang aneh-aneh tentang kami,” kata Serin yang mendapat
Kirana tersenyum kecil lalu dia pun menoleh ke arah Mita yang sedang menatapnya dengan rasa ingin tahu yang cukup tinggi. “Mita, orang-orang itu hanya bisa melihat dengan mata saja dan mereka hanya bisa menebak-tebak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.”Kirana menggelengkan kepalanya dan kemudian lanjut berkata lagi, “Mereka hanya tahu apa yang ditampakkan di luar dan mereka sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam.”Mita tidak mengerti tentang ucapan Kirana tersebut sehingga gadis itu hanya terdiam saja dan berharap Kirana akan menjelaskannya lebih lanjut. Seolah Kirana memang mengerti bila garis itu belum paham, Kirana pun menjelaskan dengan sabar, “Orang-orang hanya melihat tampak luarnya suamiku aja. Mereka melihat suamiku yang hanya seorang tukang sol sepatu tapi mereka tidak tahu bagaimana perjuangannya selama ini.”“Mereka juga hanya tahu dia bisa mengeluarkan uang dengan jumlah yang sangat besar tanpa mengetahui bagaimana prosesnya dia bisa mendapatkan
“Mas, kamu tuh amnesia atau gimana sih?” Mita giliran membalas dengan nada yang terdengar jengkel. Rayan yang tidak sabar itu pun memijit pelipisnya karena pusing tetapi tetap menanggapi, “Sudah, cepat. Katakan apa yang kamu, Mit. Ada beberapa kerjaan yang harus segera Aku selesaikan.”Mita mendecakkan lidah, “Ih, sok sibuk banget sih jadi orang, Mas.”“Memang sibuk, bukan sok sibuk,” balas Rayan yang kesabarannya sudah begitu sangat menipis menghadapi adik sepupunya yang benar-benar menguji kesabarannya tersebut. Pria muda itu pun menggertakkan giginya dan tetap menahan rasa kesal lalu berkata lagi, “Kamu nggak bicara dalam hitungan 5 detik, telepon ini aku langsung tutup.”Mendengar sebuah ancaman yang terdengar serius itu, Mita cepat-cepat berujar, “Lho, lho, Mas. Kok main tutup aja sih. Ini aku mau ngomong juga.”“Ya udah cepetan ngomongnya dan jangan kelamaan,” kata Rayan.Pria menghela napas panjang dan bahkan telah mulai merapikan rambutnya demi mengatasi rasa jengkelnya. “M
“Halah, kenapa juga kamu tanya-tanya masalah perusahaannya Bagas? Kamu juga nggak bakalan tahu itu perusahaannya di mana,” kata Herni dengan nada terdengar begitu mengejek. Parlan yang tidak menatap ke arah Rayan itu juga ikut berkata, “Iya lagian meskipun kamu dikasih tahu sama Bagas tentang perusahaan tempat Bagas bekerja, kamu juga nggak mungkin tahu. Jadi, ya buat apa kamu tahu?”Kirana yang mulai menilai bila kedua orang tuanya mulai bersikap tidak menyenangkan pada suaminya itu pun menghela napas panjang.Wanita itu juga melihat ke arah Bagas dan Siska yang terlihat bangga akan diri mereka sendiri. Bahkan, dia pun sekarang mulai paham mengapa hanya dirinya dan Rayan yang diundang ke acara tersebut. Adiknya, Nadia dan suaminya tak diundang. Sebenarnya dia sudah merasa aneh ketika perayaan acara syukuran itu diadakan di rumah kedua orang tuanya, bukannya di rumah Siska dan Bagas sendiri. Ternyata hal itu dikarenakan kemungkinan besar Siska dan Bagas tidak yakin bila dirinya da
“Kenapa saya harus malu sama profesi saya? Semua yang saya kerjakan itu halal dan tanpa menipu orang lain,” kata Rayan.Kirana menatap ke arah sang suami yang ketenangannya benar-benar patut untuk diacungi dua jempol. “Dasar aneh! Punya profesi rendah macam kayak gitu kok bisa-bisanya masih kelihatan bangga,” kata Siska yang secara terang-terangan menghina kakak iparnya itu. Rayan tersenyum samar dan menanggapi, “Saya tentu saja bangga karena meskipun posisi saya hanya seorang tukang sol sepatu tapi … saya tidak pernah merepotkan orang lain dan saya mandiri.”Anehnya kata-kata Rayan tersebut membuat Bagas kepanasan. Bahkan, Siska pun sontak melihat ke arah Rayan dengan tatapan penuh kemarahan. “Mandiri? Apanya yang bisa dibilang mandiri? Kamu sama Mbak Kirana aja masih numpang di rumah Bapak dan ibu.” Siska berujar dengan tatapan meremehkan. Wanita itu kemudian menoleh ke arah sang suami, “Coba dong lihat aku sama Mas Bagas. Kami … inilah yang bisa disebut mandiri karena sudah mem
Siska dan Bagas terbungkam ketika mendengar ucapan Kirana seolah sadar bila meskipun sebenarnya mereka tahu Kirana menertawakan mereka tapi mereka tidak bisa membantahnya lagi. Oleh sebab itu, Kirana dengan santainya kembali berkata, “Ya sudah, kami rasanya harus permisi dulu, Pak, Bu.”Tetapi, sebelum Kirana menarik tangan suaminya, sang suami dengan lembut berujar, “Sayang, tunggu dulu. Ada sesuatu yang harus saya beri ke bapak dan ibu.”Parlan dan Herni saling lempar pandang terlihat kebingungan tetapi mereka tidak mau merespon apapun sehingga hanya diam saja. Rayan mengambil tas ranselnya lalu mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih dan kemudian meletakkannya tepat di dekat piring milik bapak mertuanya. “Pak, ini adalah uang yang bapak minta per hari kemarin,” kata Rayan.Herni melotot kaget, sedangkan Parlan melirik amplop itu dengan tatapan terkejut. Sementara Siska dan Bagas hanya melirik sekilas. Namun, Rayan tidak menunggu reaksi kedua mertuanya dan malah langsung bang
Kirana seketika langsung menoleh ke arah Mita yang terlihat begitu sangat terkejut itu, “Ada apa, Mit? Ada masalah?”Mita dengan cepat tersadar melihat keberadaan Kirana yang ternyata tak jauh darinya. Cepat-cepat dia menanggapi panggilan di telepon itu dan segera memutus panggilan tersebut. Kirana menatapnya dengan kening berkerut, “Aku nggak apa-apa, Mbak. Tadi … cuman ada berita yang bikin aku kaget aja tapi nggak apa-apa kok.”“Oh, kirain ada apa tadi aku dengar kamu ngomong masalah ganti-ganti gitu,” kata Kirana yang kini terlihat tidak terlalu khawatir pada teman kerjanya itu. Mita pun berpikir sejenak. Jika dia menjadi seorang pembuka dalam acara anniversary tersebut berarti artinya semua orang akan menyaksikan dirinya berada di atas panggung. Belum lagi masalah mengenai layar yang biasanya akan menangkap wajahnya. Ah, sepertinya dia memang harus membongkar penyamarannya di minimarket tersebut.Percuma saja kalau dia menyimpan rahasianya itu karena dia tidak bisa melakukan
Sebelum Vena membalas ucapan Kirana, wanita muda itu tiba-tiba saja mendengar salah satu teman dekatnya di minimarket tersebut berbicara, “Udahlah, Na. Kita itu kalau udah debat sama Mbak Kirana pasti kita kalah.”Vena mendecakkan lidah tapi kemudian dia mengangguk setuju, “Oh, benar juga sih. Rasa-rasanya memang kita itu nggak pernah menang kalau berdebat sama dia.”“Ya makanya percuma jadi terserah aja deh Mbak Kirana sama nih sekutunya mau ngomong apa,” kata Serin yang setelah itu menarik tangan vena untuk menjauh dari area itu. Mita hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah dua rekan kerjanya itu lalu menghembuskan napas panjang.Gadis itu pun berkomentar, “Heran ya! Segitu nggak sukanya ya mereka sama kamu, Mbak. Aneh banget!” Kirana hanya tertawa kecil menanggapinya dan malah meminta Mita untuk membantunya dengan hal lain sehingga mereka tidak lagi membahas masalah tersebut. Hari itu di mana hari persiapan untuk event yang digelar oleh perusahaan besar itu berakhir dengan
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,