“Ada apa, Pak Rayan?” Miko bertanya dengan penuh keheranan.
Rayan pun langsung bertanya sambil menunjuk ke arah Bagas yang terlihat sedang berbicara dengan dua orang laki-laki, “Dia … apa dia karyawan di perusahaan ini?”
Tentu saja untuk masalah itu Miko sama sekali tidak tahu dan dia menoleh ke arah pemuda yang berdiri di sampingnya, meminta bantuan.
Sehingga yang menjawab adalah Febri yang selalu berada di perusahaan itu sebagai asisten Rayan yang akan melakukan pekerjaan apapun menurut perintahnya, “Seharusnya iya, Pak. Dia memakai kartu tanda pengenal karyawan perusahaan sini.”
Rayan langsung melihat benda yang menggantung leher Bagas yang berwarna biru tua itu dan langsung mengerti.
Febri pun menambahkan, “Warna biru menunjukkan bahwa dia adalah karyawan atau staf, warna hijau menunjukkan dia pegawai di bagian produksi, sedangkan merah untuk pengunjung atau tamu.”
Rayan mengan
“Ke ruang meeting sekarang juga,” kata Rayan dengan nada memerintah yang hampir membuat sebagian staf dan karyawan hampir kehilangan pijakan kakinya.Agatha menelan ludah dengan gugup dan menjawab, “Baik, Pak.”Semua orang di dalam restoran tersebut pun segera memasuki area meeting yang telah disiapkan. Beberapa di antara mereka, tepatnya para staf terlihat menempati tempat duduk yang tersedia, sedangkan para karyawan biasa seperti pelayan dan yang lain berdiri di belakang mereka.“Saya sudah baca semua laporan minggu ini dan secara keseluruhan hasilnya ….”Agatha menahan napas dan beberapa staf pun ikut tidak berani napas. Namun, saat Rayan berkata, “Cukup memuaskan.”Mereka langsung menghela napas penuh kelegaan. Agatha bahkan bisa tersenyum meskipun sangat tipis.Tapi, rupanya hal itu tidak berlangsung lama lantaran setelahnya Rayan berujar, “Tapi … ada beberapa hal yang
Kedua bola mata cantik Agatha yang dilapisi oleh contact lens berwarna abu-abu itu pun melebar dengan sempurna seketika, “Maksud Pak Rayan … apa? Saya tidak mengerti, Pak.”Rayan menghela napas lagi, terlihat begitu lelah. Febri dan beberapa staf yang telah mengenal karakter Rayan dengan cukup baik sadar bahwa saat ini pria super tampan itu sedang menahan rasa kesal luar biasa pada karyawannya tersebut.Rayan hampir saja akan langsung memecat Agatha tetapi, dia adalah seorang pimpinan di restoran bergaya Eropa itu maka dia tidak bisa langsung memberhentikan orang karena alasan yang kurang jelas. Dia pun juga tidak bisa lepas tangan atau malah mengabaikan masalah-masalah kecil yang terjadi.Selain itu, Le Restaurant Jules Verne De R adalah restoran pertama yang dia bangun tanpa ikut campur tangan ayahnya sehingga dia tidak akan pernah rela jika tempat itu memiliki citra buruk.“Feb,” panggil Rayan.Febri pun bergegas menyodorkan sebuah laptop pada Agatha. Gadis itu dengan cepat meng
Agatha tentu saja tidak mungkin bisa membantah. Terlebih lagi dengan nada suara dingin dan datar yang Rayan gunakan tadi.Dengan terpaksa dia pun hanya bisa berkata, “Adil, Pak.”“Saya … berterima kasih kepada Bapak karena telah memberi kesempatan bagi saya untuk memperbaiki semuanya. Saya janji saya tidak akan pernah mengulangi perbuatan saya lagi. Saya pun tidak akan pernah-”“Tunggu dulu!” ucap Rayan secara tiba-tiba, membuat Agatha berhenti berbicara.Rayan mengernyitkan dahi, “Saya belum mengembalikan posisi kamu. Teman-teman kamu bahkan belum melakukan pemungutan suara. Jadi, kamu … tidak perlu berterima kasih kepada saya.”Agatha mengangguk paham.Selanjutnya gadis itu pun menggerakkan kepala dan seketika dia terlihat memiliki kepercayaan diri yang tinggi lagi.Dia bahkan tidak ragu menatap satu per satu karyawan itu dan memasang senyum terbaiknya.
Yanti mengibaskan tangan dengan tidak sabar, “Itu nggak mungkin.”“Kok nggak mungkin?” balas Desi dengan nada yang jauh lebih pelan dari sebelumnya. Yanti mendengus, “Astaga, Des! Kamu ini kan tahu banyak yang nggak suka sama nenek lampir satu itu. Ini nih malah jadi kesempatan buat kita buat ngusir manajer gila macam dia.”Desi terlihat masih ragu sehingga Yanti berkata lagi, “Udah, tenang aja! Yakin aja kalau lebih banyak yang milih dia mundur daripada yang mau dia tetap di sini.”Setelah pemungutan suara berakhir, Febri mulai membacakan hasil dari jumlah suara tersebut. Beberapa orang terlihat memasang wajah tegang, tapi tidak termasuk Agatha yang terlihat santai seakan dia yakin bila orang-orang di dalam ruangan itu akan memilih dirinya.Sayangnya, kenyataan tidak seindah yang dia harapkan. Hasil itu menyatakan bahwa tidak satu pun karyawan dan staf yang menginginkan keberadaannya di restoran milik Rayan Antara tersebut.“Baik, hasilnya sudah jelas ya. Karena seluruh karyawan dan
“Tidak,” kata Rayan yang telah melangkah satu langkah.Bibir Agatha bergetar ketika membalas, “Anda tidak berbohong, Pak?”Rayan menghela napas, “Pernahkah saya berbohong?”Memang tidak. Semua orang tahu bila bos mereka selalu mengatakan hal yang sebenarnya dan tidak pernah mengingkari janjinya jika dirinya telah menjanjikan sesuatu.Sebelum pergi, Rayan berujar, “Dan untuk pengganti Agatha, kita akan membahasnya tiga hari lagi. Untuk sementara, semua tugas Agatha akan di-handle oleh Febri.”Febri yang seperti sudah menduga bila bosnya akan berbicara seperti itu dan menunjuk dirinya pun hanya membalas dengan sebuah anggukan.Setelah menyelesaikan urusannya di restoran Perancis itu, Rayan segera pergi ke Solo Paragon. Pria muda itu menghadiri meeting selama hampir dua jam di tempat itu. Dia tak merasa jenuh sedikitpun, seolah memang telah terbiasa dengan rutinitasnya sebagai seorang pebisnis muda.Memang, dia adalah seorang pewaris utama Pt. Antara Shoes, tapi dirinya juga memiliki bi
Febri pun tersenyum kikuk, “Iya bukan kaya gitu juga sih, Pak.”Pada akhirnya Rayan memutuskan untuk tetap membeli bunga hidup untuk sang istri tercinta. Selanjutnya, pria itu segera turun ke lantai dasar. Febri telah meminta Miko untuk segera membawa mobil mereka ke tempat terdekat. Sementara menunggu Miko tiba, Rayan mengirim sebuah pesan singkat pada Kirana yang langsung dijawab hanya dalam beberapa detik saja.Senyumnya kembali mengembang dengan sempurna ketika membaca pesan balasan istrinya yang hanya berisi dua kata, “Iya, Sayang.”Febri hampir ikut tersenyum saat melihat betapa bahagianya bosnya semenjak menikahi gadis dari kalangan biasa itu. Tetapi, senyumnya itu urung dia lakukan ketika dia melihat seorang wanita berpenampilan elegan dengan blazer merah menyala dan riasan paripurna berjalan mendekat ke arah mereka.“Pak,” panggil Febri dengan cepat-cepat.Rayan yang perhatiannya sedang terpusat pada ponselnya itu menjawab, “Apa, Feb?”“Itu, Pak,” jawab Febri seraya masih me
Gadis itu pun tidak berhenti sampai di sana saja. Dia segera melangkah mendekat ke arah Rayan yang hampir saja akan naik ke dalam mobilnya.Rayan sontak mundur ke belakang. Sayangnya, Queen selangkah lebih maju dari lelaki tampan itu dan dengan secepat kilat dia menghadang pintu itu dengan tangannya.Rayan mendesah jengkel, tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis muda itu. “Jawab, Yan! Mengapa kamu masih menyembunyikan identitas istrimu itu?” Queen mendesak Rayan yang kini berdiri beberapa langkah darinya dengan Febri yang terlihat mulai cemas.“Untuk apa saya menjawabnya?” balas Rayan dengan gigi terkatup lantaran hampir kehilangan kontrol dirinya.Queen mencibir, “Oh, ayolah. Jangan berputar-putar! Kamu itu tinggal jawab mengapa kamu tidak memperkenalkan dia di hadapan publik.”“Bahkan, Aric mengatakan dia tidak tahu apapun tentang gadis yang kamu nikahi itu. Bukankah itu sangat aneh?” tambah Queen dengan dahi mengerut.Saat nama itu disebut, sudah tentu Rayan tidak lagi bisa me
Seolah telah tertangkap basah, Queen tidak sanggup menjawabnya. Gadis itu hanya mampu menggigit bibir tanpa berani mengeluarkan suara sedikitpun.Rayan langsung berkata, “Saya harap ini terakhir kalinya kamu melakukan ini, Queen.”“Ta-tapi, Yang. Aku masih-”“Saya sudah menikah dan sampai kapanpun saya tidak akan pernah meninggalkan dia demi siapapun. Paham?” kata Rayan dingin.Jika saja Queen tidak mengenal Rayan dengan sangat baik, maka gadis itu sudah tentu akan menggigil karena ketakutan saat mendengarkan nada suara Rayan yang menakutkan itu. Tapi, dia telah mengenal Rayan sejak lama sehingga dia sedikit agak terbiasa dengan sikap datar dan dingin Rayan. Satu hal yang membuatnya agak takut yakni tatapan mata pria itu yang sangat menusuk seolah memang memberi sebuah peringatan kepadanya bahwa dia tidak ingin didekati lagi. Rayan tidak menoleh sedikitpun ketika memerintah, “Jalan, Miko!”“Baik, Pak,” kata Miko.Febri cepat-cepat meminta berpamitan sekaligus meminta maaf pada Quee
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,