Dikarenakan Serin ataupun teman-temannya yang lain hanya bengong dan tidak menjawab perkataannya, Kirana pun berkata dengan tidak sabar, "Lho, ayo! Siapa saja boleh kok ikut aku ke kamar mandi buat lihat aku beneran lagi haid atau cuman bohong aja."Ditantang seperti itu, salah seorang dari karyawan itu pun akhirnya merespon, "Jijik banget deh, Mbak! Ngapain sampai segitunya.""Nah, bener. Kayanya ini akal-akalannya Mbak Na aja deh. Mbak Na sudah tahu kalau semua orang pasti jijik, makanya percaya diri aja ngomong begitu. Soalnya udah pasti enggak ada yang mau ikut Mbak Na ke toilet," sahut temannya yang lain.Kirana menghela napas, mulai lelah menanggapi orang-orang yang memang tidak menyukainya itu.Tetapi, dia tetap tidak mau dituduh atas hal yang tidak dia lakukan. Dirinya bahkan masih suci sampai detik itu dan dia akan membela dirinya sampai dia dinyatakan tidak bersalah. "Oh, masih ada cara lain sih," kata Serin secara tiba-tiba.Vena langsung bertanya, "Apa caranya, Mbak?"Ser
"Menurutmu ke mana?" Kirana bertanya balik.Sang karyawan yang berusia lebih muda satu tahun dari Kirana itu pun membalas dengan tergagap, "A-apa maksud Mbak? Kok malah tanya aku?"Serin memang terkejut, tapi dia berusaha untuk tetap berani dan kemudian bergerak membela temannya. "Lapor ke Bos? Mana mungkin Bos akan percaya?" tanya Serin dengan senyum setengah mengejek.Kirana mengangguk, seakan paham maksud Serin, "Bos memang enggak akan mungkin membelaku, makanya aku enggak kan laporin ke Bos.""Lha terus ke mana?" sahut Serin dengan dagu terangkat."Polisi. Kebetulan enggak terlalu jauh dari sini ada polsek deh," kata Kirana.Serin membelalakkan mata, sementara temannya yang lain itu sudah semakin pucat. "Mbak bercanda kan?""Enggak. Kalian nuduh seperti tadi juga bukan sebuah candaan kan?" balas Kirana yang kini sudah lelah terus menerus mengalah.Tiba-tiba semuanya terdiam, mulai takut bila Kirana akan benar-benar melakukan apa yang dia katakan.Dikarenakan tak mau berurusan den
Kirana lagi-lagi hanya bisa mendesah pelan. Dia pun mencoba untuk menahan diri mati-matian dan kemudian menyimpan semua pertanyaan-pertanyaan liar yang muncul di dalam kepalanya itu.Dia tidak bisa bisa menemukan kalimat yang tepat mengenai suaminya. Yang jelas, menurutnya suaminya itu terlalu misterius.Sejak awal Rayan memang aneh. Melamarnya tanpa persiapan yang matang, menikahinya secara mendadak dan juga bahkan ketika hari pernikahan mereka digelar, tak ada satu pun anggota keluarganya yang datang.Untuk masalah itu, dia sangat ingin bertanya pada suaminya. Namun, dia takut malah rasa penasarannya akan menyinggung suaminya.Tapi, ini sudah hampir satu minggu dan suaminya itu terlihat belum mau mengungkap hal-hal yang masih dia tidak ketahui.Di samping itu, masalah uang yang selalu membuat Kirana terheran-heran. Suaminya jelas-jelasa adalah seorang tukang sol sepatu. Dia sudah melihatnya sendiri. Dia sudah menyaksikan suaminya memperbaiki sepatu pelanggannya.Akan tetapi, uang ya
"Kirana," panggil sang suami dengan nada yang cukup lembut. Kirana tergagap, "I-iya, Mas." "Jadi, gimana? Kamu suka yang mana?" Rayan bertanya sambil menunjuk ke arah kalung indah dengan liontin berbentuk hati. Karena tak mau membuat suaminya menunggu, akhirnya Kirana pun berkata, "Mas aja yang pilihin. Apapun aku pasti suka." Mendengar itu Rayan pun tersenyum. "Ya udah, kamu duduk dulu ya, Mas yang pilihin." "Iya, Mas." Selanjutnya, Kirana melihat suaminya memilih beberapa macam perhiasan yang saat kasir menyebutkan total harganya, Kirana hanya bisa melongo. Tapi, yang membuat Kirana agak heran, Rayan menggunakan uang tunai untuk membayarnya. "Udah, sekarang kita cari baju buat kita sama beberapa perlengkapan lain," ajak Rayan. Kirana menelan ludah dengan susah payah tapi dia tetap menurut mengikuti Rayan. Dia penasaran tentang uang suaminya yang menurutnya terlalu banyak itu, tapi dia tak akan mengkonfrontasi Rayan saat ini. Hampir dua jam lamanya mereka menghabiskan wak
Kirana meringis ketika dia mendengar ucapan suaminya itu, seolah Rayan bisa membaca apa yang sedang dia pikirkan. Wanita itu pun dengan ragu-ragu berkata, "Kalau boleh jujur, sebenarnya aku agak heran sih, Mas. Mas kerjanya jadi tukang sol sepatu tapi ... kayanya uang Mas kok banyak banget ya."Kirana membasahi bibir, mulai gugup. Apalagi Rayan kini sedang menatapnya dengan tanpa berkedip, dia pun menjadi lebih gugup lagi. Tapi, dia tak ingin membuat suaminya tersinggung sehingga dia menambahkan, "Maaf, Mas. Bukannya aku menghina pekerjaan Mas. Sama sekali nggak kaya gitu. Cuman, masa iya Mas itu bisa dapat uang segitu banyak dari hasil memperbaiki sepatu?""Mas enggak ada tambahan kerjaan lain gitu?" tambah Kirana dengan nada yang terdengar sangat berhati-hati.Rayan pun menanggapinya dengan senyuman hangat, "Pekerjaan saya itu ya seperti yang kamu lihat, Kirana.""Kan kamu juga udah tahu saya kerjanya benerin sepatu. Kamu bahkan pernah melihat saya bekerja secara langsung kan?" K
"Nanti kamu juga akan tahu. Sekarang, kamu siap-siap dulu ya!" ucap Rayan yang lagi-lagi terdengar misterius di telinga Kirana.Rayan menggelengkan kepala"Jangan lupa sama dicek ulang ya, jangan sampai ada yang ketinggalan!" tambah Rayan.Kirana ingin bertanya lagi, tapi dia mencoba menahan diri dan segera menata perlengkapan miliknya dan sang suami.Rayan sendiri terlihat mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. Kirana tidak bertanya dan hanya memeriksa kembali barang-barang mereka.Setelah yakin semuanya sudah siap, Kirana berkata, "Mas, udah siap nih."Rayan mengangguk dan tersenyum pada istrinya itu, "Ayo, kita langsung ke teras.""Loh, memang kita naik taksi online-nya dari depan rumah, Mas?" tanya Kirana dengan tatapan kaget."Iya, biar kamu enggak banyak jalan," jawab Rayan yang sebelum Kirana bertanya lagi, dirinya sudah digandeng oleh sang suami untuk berjalan keluar dari kamar.Ketika sampai di depan teras rumah, dua orang tua mereka yang terlihat duduk bersantai d
Sang sopir pun menoleh lalu menjawab setelah tersenyum, "Benar, Bu."Kirana menelan ludah, untuk pertama kalinya agak kaget karena dipanggil "Bu". Seketika dia langsung menoleh ke arah suaminya yang sedang menatapnya dengan dahi mengerut. "Kenapa, Kirana?""Aku terlihat tua ya, Mas?" tanya Kirana dalam nada suara berupa bisikan.Hal itu membuat Rayan malah semakin terkejut. Dia pun membalas dengan nada keheranan, "Memang kenapa kamu bisa bilang begitu?""Kamu memang nggak denger, Mas? Tadi bapak sopirnya manggil aku 'Bu'," jelas Kirana.Tawa renyah pun tak terhindarkan. Rayan sampai menyentuh rambut istrinya karena gemas. "Kok malah ketawa sih, Mas?" ucap Kirana lagi-lagi kembali cemberut.Rayan menggelengkan kepala dan segera menyentuh tangan istrinya lalu menggenggamnya, "Terima kasih, Kirana. Terima kasih.""Terima kasih untuk apa?" kini Kirana yang menatap suaminya dengan alis terangkat karena bingung.Rayan mengusap punggung tangan sang istri dengan lembut dan berkata, "Sudah ma
Kirana dibimbing menuju ke sebuah ruangan di mana untuk pertama kali dalam hidupnya dia mendapatkan perawatan singkat di salon, baru kemudian dia dibawa ke sebuah ruangan lain.Di sana gaun dan aksesoris yang dibelikan oleh suaminya sudah tertata rapi di bagian kanan. "Silakan, Bu!" ucap karyawan wanita yang kali ini masih berusia sangat muda.Akan tetapi, selama dia didandani olehnya Kirana benar-benar sangat kagum. Selain berhati-hati, wanita itu terlihat teliti. Sekitar empat puluh menit kemudian, seperti waktu yang telah diperkirakan oleh Rayan mengenai treatment itu selesai, sang karyawan berkata, "Sudah selesai, Bu."Kirana yang telah memakai gaun berwarna merah muda lembut berlengan panjang pun mematut dirinya di depan cermin besar. Betapa terkejutnya dia ketika melihat dirinya yang sangat jauh berbeda.Dia bahkan menyentuh rambut panjangnya yang dibiarkan terurai tapi dipasangi hiasan indah tapi tidak gelamor. Kalung dan gelang yang dipakainya juga turut membuat penampilanny
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,