Home / Romansa / Suamiku Bukan Petani Teh Biasa / 55. Perang Urat Syaraf.

Share

55. Perang Urat Syaraf.

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2023-05-05 11:47:50

"Hebat kamu ya, sudah berani mengundang dokter Priya ke sini?" tuduh Bagas kesal. Ia sudah jengkel memikirkan Lara yang menerima pekerjaan dari Aris tanpa mempertimbangkan pendapatnya. Kini ditambah lagi dengan kedatangan Priya. Semua orang seperti kompak mengeroyoknya.

"Mengapa kamu tidak menjawab pertanyaan saya? Kamu tiba-tiba terserang penyakit bisu atau bagaimana?" sindir Bagas ketus.

"Apa yang harus saya jawab, Mas? Bukannya Mas sudah menjawabnya sendiri?" sahut Lara datar.

"Apa maksudmu? Jangan menjawab pertanyaan saya dengan pertanyaan!" Nada suara Bagas meninggi. Ternyata prediksinya salah. Bagas mengira dengan terbongkarnya status asli Lara, ia akan menciut ketakutan. Namun apa lacur, Lara malah semakin berani. Tidak tanggung-tanggung, Lara langsung tebar pesona pada Aris dan Priya.

"Mas tadi bilang saya hebat karena sudah berani mengundang Mas Priya ke sini. Jadi untuk apa saya jawab. Mas sudah memilihkan saya jawaban yang sesuai dengan prasangka Mas bukan?" pungkas Lara
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
priya cari lain aja
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   56. Memilih Membahagiakan Diri Sendiri.

    "Tidak bisa." Alih-alih Lara, Bagaslah yang menjawab pertanyaan Priya. Lara diam saja. Bukannya ia takut pada Bagas. Tetapi ia memang tidak ingin berbicara lagi dengan Priya. Seperti yang katakan pada Bagas tadi. Apa yang telah usai, tidak akan ia buka-buka lagi."Jangan serakah, Gas. Kamu sudah punya satu. Begitu juga aku. Ambilah bagian yang menjadi milik kita. Jangan menggenggam dua. Nanti kamu malah kehilangan kedua-duanya," sindir Priya sinis. Mendengar sindiran Priya, Bagas menjinjitkan alisnya. Priya ingin perang urat syaraf dengannya ternyata."Begini ya, Pri. Hidup ini dinamis. Tidak ada yang kekal di dalamnya. Termasuk hubungan percintaan. Ada kondisi tertentu yang membuat hubungan berubah. Dari yang dulunya berpasangan, menjadi bukan siapa-siapa di masa mendatang. Seperti hubunganmu dengan Lara misalnya. Kisah kalian telah usai. Lara sekarang adalah ibu dari calon anakku. Terima kenyataan itu, Pri." Bagas langsung menembak pada sasaran. "Begitu juga denganmu, Ni. Hubungan

    Last Updated : 2023-05-05
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   57. Keegoisan Bagas.

    "Jadi bagaimana keputusan akhirmu? Bersedia atau menolak tawaran Aris?" Bagas mencecar Lara setelah bayangan Priya menghilang dibalik pintu."Tetap menerima, Mas. Saya memang tidak punya rencana untuk menolak," pungkas Lara tegas. Lara kemudian mengeluarkan ponsel. Ia berniat memberitahu Aris kalau dirinya setuju untuk bekerja. Lara takut kalau Aris memberikan pekerjaan itu kepada orang lain.Mendengar jawaban Lara, air Muka Bagas berubah. Lara ternyata sangat keras kepala."Kemarikan ponselmu." Bagas merebut ponsel Lara."Lho, kenapa Mas mengambil ponsel saya tanpa izin. Kembalikan!" Lara berusaha merebut kembali ponselnya dari tangan Bagas. Sayangnya Bagas segera mengangkat ponselnya tinggi-tinggi. Akibatnya Lara tidak bisa menjangkaunya."Kembalikan, Mas!" bentak Lara gusar. Tingkah Bagas semakin lama semakin tidak benar. Bagas mendikte tanpa memberinya ruang sama sekali."Nanti," janji Bagas. Bagas kemudian menekan kontak nama Aris. Setelah panggilan tersambung, Bagas pun mulai be

    Last Updated : 2023-05-06
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   58. Munculnya Bu Jujuk.

    "Mau jalan-jalan saja, San. Kamu dari mana?" Lara berbasa basi."Dari mengantar Dek Wulan ke pabrik teh, Mbak." Mata Ahsan berbinar saat menyebut nama Wulan. Lara tersenyum kecil. Cinta memang aneh. Tatapan Ahsan jelas memuja Wulan. Namun di mata Wulan hanya melihat Bagas seorang. "Oh, sekarang kamu mau ke mana?" tanya Lara lagi. "Rencananya ingin mengembalikan mobil ke rumah utama, terus dengan motor saya ingin mengecek warung.""Warung?" Lara menjinjitkan alisnya. "Iya, Mbak. Warung kecil-kecilan yang menjual makanan dan minuman untuk para wisatawan yang mau berwisata ke kebun teh Nglinggo. Tapi, ya masih kecil-kecilan lah, Mbak. Malu saya." Ahsan menggaruk-garuk kepalanya karena salah tingkah."Dari kecil-kecilan nanti insyaallah bisa jadi besar-besaran lho, San." Lara menyemangati Ahsan."Mudah-mudahan, Mbak. Saya ingin bermodal dulu baru mencoba melamar Wulan. Eh saya ngomong apa sih ini?" Ahsan menepuk mulutnya sendiri. Setiap kali membahas usaha, bayangannya adalah untuk mem

    Last Updated : 2023-05-06
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   59. Kemunculan Bagas.

    Angin semilir menggigilkan Lara yang duduk dalam boncengan Ahsan. Lara menaikkan kelepak jaketnya yang melorot. Udara dingin semakin bertambah dingin karena terpaan angin selama bermotor."Mbak kita berhenti sebentar ya? Saya mau menyapa Bu Jujuk dulu." Ahsan melambatkan kendaraan. Ia menghampiri seorang ibu yang berjalan di sisi jalan. Ibu-ibu aneh yang tadi, batin Lara."Selamat pagi, Bu Jujuk. Baru pulang dari Jakarta ya? Kok Ibu jalan kaki ke rumah?"Ibu ini bernama Jujuk rupanya."Tadi Ibu di jemput Fuad. Tapi motornya malah mogok. Ya sudah Ibu jalan kaki saja sekalian olah raga." "Oh. Pantesan. Ibu akan berlebaran di sini ya ?" tebak Ahsan. "Iya. Wawan dan Ria berkali-kali menelepon Ibu agar berlebaran di sini. Kangen nenek katanya. Kamu--" Bu Jujuk tiba-tiba menghentikan pembicaraan. Seperti tadi, Bu Jujuk melihat Lara seperti melihat hantu. Bu Jujuk tampak gelisah dan ketakutan. "Iya, Bu. Kenapa?" Ahsan heran karena Bu Jujuk tiba-tiba berhenti bicara."Nggak apa-apa, San.

    Last Updated : 2023-05-07
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   60. Perseteruan Tiada Akhir.

    "Kenalkan, saya Bagas, suami mbak ini." Bagas menunjuk Lara dengan dagunya.Krik... krik... krik...Suasana seketika sunyi. Sang pemuda berikut teman-temannya saling memandang rikuh. Mereka menyadari kesalahan sang pemuda."Saya minta maaf, Mas Ba--Bagas. Saya tidak tahu kalau mbak ini sudah bersuami. Saya benar-benar minta maaf." Sang pemuda yang menyadari kesalahannya meminta maaf dengan wajah pias. "Hm," Bagas mendengkus. Ia tidak menanggapi permintaan maaf sang pemuda. Fokusnya kini adalah Lara. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Lara sekeras kepala ini."Ayo kita pulang." Bagas mengeja kalimatnya lamat-lamat. Ia sengaja memberi penekanan pada tiap suku katanya agar Lara tidak membantah."Nanti saja, Mas. Saya akan pulang agak sorean." Lara memberi bungkusan peyek dan keripik yang langsung diterima oleh sang pemuda. "Saya bilang pulang sekarang." Bagas mengeja kalimatnya satu persatu. Tiap kalimatnya mengandung ancaman."Saya--""Mbak Lara pulang saja dulu. Mengenai pembicaraa

    Last Updated : 2023-05-07
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   Chapter 61. Perseteruan Di Pagi Hari.

    Pagi yang buruk. Lara mengalami morning sickness sejak baru bangun tadi. Perutnya seperti dikocok-kocok sehingga ia muntah sepanjang pagi. Sedari bangun tidur tadi, Lara terus membungkuk di atas closet. Ia memuntahkan semua isi perutnya hingga tak bersisa. Saat ini yang ia muntahkan hanya cairan asam lambungnya sendiri.Lara berdiri dengan susah payah. Ia memegangi closet untuk bisa berdiri tegak. Kakinya kram karena terlalu lama dalam posisi setengah bersujud dan jongkok. "Iya... sebentar." Dengan suara serak, Lara menjawab saat pintu kamarnya diketuk. Dengan berpegangan pada dinding, Lara membuka pintu. Tinah berdiri di ambang pintu dengan air muka gelisah. "Mbak Lara disuruh Mas Bagas sarapan," kata Tinah. "Iya, Nah. Saya akan segera ke sana. Tumben kamu yang memanggil saya? Biasanya 'kan, Mbok Sum?" "Mbok Sum sedang pergi, Mbak," ucap Tinah canggung. Lara merasa ada yang aneh. Tinah yang biasanya rame dan ceplas-ceplos, pagi ini tampak seperti menjaga jarak darinya. "Mbok Su

    Last Updated : 2023-05-08
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   62. Keusilan Bagas.

    "Dan kamu, Gas. Jaga lidahmu. Jangan memancing emosi Lara. Wanita hamil itu hormonnya naik turun. Jangan membuatnya stress. Nanti berpengaruh pada tumbuh kembang bayi. Mengerti kamu, Gas." Bagas tidak menjawab, namun ia mengangguk kecil. Ayahnya benar."Satu hal lagi yang ingin Ayah ingatkan. Kalian berdua ini sudah dewasa. Untuk itu bersikaplah seperti dua orang dewasa apabila kalian sedang berselisih paham. Mengerti, Ra, Bagas?" "Mengerti, Yah," sahut Lara dan Bagas bersamaan. "Baik. Ayah harap ke depannya kalian bisa saling bekerjasama sampai anak kalian lahir. Bagaimana setelahnya, baru kita pikir bersama-sama demi kebaikan semua pihak." Lara dan Bagas kembali menggangguk."Oh ya, Gas, Pak Warso tadi menelepon Ayah. Katanya ia izin mengantar Wulan dan Mbok Sum ke rumah adiknya. Katanya mulai hari ini Wulan akan tinggal di sana. Kenapa tiba-tiba Wulan pindah ya, Gas?" ucap Pak Jaya sembari menyuap nasi."Aku yang meminta Wulan pindah dari sini, Yah?" aku Bagas. "Heh, kenapa? Wul

    Last Updated : 2023-05-08
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   63. Kedatangan Sesil.

    "Iya, bestie. Tapi tenang aja. Setelah aku melahirkan, aku akan kembali menggapai cita-cita seperti tujuanku dulu. Kalian bantuin aku ya?"Kadung ketahuan, Lara melanjutkan sandiwara Bagas. "Walau sebenarnya sayang karena kamu tinggal menyusun skripsi, tapi termaafkan deh, Ra. Suamimu begini." Siska dan Wanda mengacungkan jempolnya. Lara tersenyum. Seperti inilah sahabat-sahabatnya. Selalu berpikiran positif dan tidak menghakimi. Di tengah video call, sebuah wajah jenaka muncul. Putra, kakak tingkatnya yang gokil. "Oi, Dekku? Mengapa kau menghilang dari kampus biru ini? Abang jadi tidak bersemangat ke kampus karena ketiadaanmu." Lara terbahak melihat gaya deklamasi konyol Putra. Memang segila inilah kakak tingkatnya. Tingkah jenakanya sudah terkenal di seantero kampus."Sabar ya, Bang? Tidak lama lagi Adek akan pulang. Adek-- apaan sih, Mas? Saya belum selesai berbicara dengan Bang Putra." Lara kaget saat Bagas tiba-tiba saja merebut ponselnya. Bukan itu saja. Bagas juga memutuska

    Last Updated : 2023-05-09

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   110. Akhir Bahagia ( END)

    Tini yang sebenarnya sudah berdiri cukup lama di koridor, segera meletakkan kopi di meja. Tini mendapat kesempatan yang tepat untuk melaksanakan tugasnya. Tadi ia sungkan mengganggu kemesraan Lara dan Bagas."Ini kopinya, Mas." Tini pamit setelah mendapat ucapan terima kasih dari Bagas. Ia tidak mau mengganggu kemesraan sepasang suami istri tersebut."Ya, Sil. Ada apa? Pak Yono baik-baik saja kan?" Lara dengan cepat mengangkat ponsel. Benaknya membayangkan yang tidak-tidak setiap kali ada telepon dari Jakarta."Ayah nggak apa-apa, Ra. Makin sehat malahan. Gue nelpon cuma mau bilang kalo gue nggak jadi ke tempat lo minggu depan. Gue ada objekan nyupirin buah-buahan Pak Renggo ke pasar. Lain kali aja gue ke tempat lo ya?"Ya sudah kalau kamu ada kerjaan. Eh kamu ada di mana ini, Sil? Kok banyak sekali orang berbicara? Ada suara musik lagi. Kamu dugem ya?" Lara khawatir kalau Sesil kembali pada kehidupan lamanya."Dugem? Astaga, boro-boro dugem, Ra. Gue lagi ngebabu di rumah Sakti ini."

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108. Penghakiman Di Dunia.

    "Temani saja Mas Bagas menonton televisi, Mbak. Piring-piring kotor ini biar Mbok dan Tini yang membereskan." Mbok Sum menahan lengan Lara yang bermaksud meraih peralatan makan. "Ya sudah. Kalau begitu saya akan membuat kopi saja untuk Mas Bagas.""Tidak usah juga, Mbak. Biar si Tini saja yang mengurus masalah kopi. Perut Mbak Lara sudah sebesar ini. Sebaiknya Mbak istirahat saja. Temani Mas Bagas." Mbok Sum menasehati Lara. Majikan mudanya ini memang tidak bisa diam. Ada saja yang mau ia kerjakan. "Baiklah, Mbok. Nanti kopi Mas Bagas bawa ke depan saja ya?" pinta Lara."Tenang saja, Mbak. Pokoknya semua beres." Tini yang menjawab seraya menjentikkan tangannya. "Terima kasih ya, Tini?" Lara menepuk bahu Tini sekilas. Tini memang remaja yang cekatan dan ceria. Lara melanjutkan langkah ke ruang keluarga. Di mana Bagas sedang santai menonton televisi."Duduk sini, Ra. Kedatanganmu pas sekali saat pembacaan vonis yang dijatuhkan hakim pada Pak Sasongko." Bagas menepuk-nepuk sofa di sam

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108..Berani Berbuat, Berani Bertanggung Jawab.

    "Wah... wah... wah... pembalasan dendam jilid dua ini sepertinya." Bagas berdecak. Sesil akan menuai badai setelah ia kerap menabur angin."Sepertinya sih, Mas," ucap Lara sambil terus mengintip."Eh ada tuan putri, ups salah. Putri babu maksudnya. Apa kabar, tuan putri babu?" Bertha menyapa Sesil dengan air muka mengejek. Satu... dua... tiga...Lara berhitung dalam hati. Biasanya Sesil akan meledak dan mengejek tak kalah pedas."Kabar gue kurang baik, Tha. Ayah gue masuk rumah sakit."Alhamdullilah. Lara tersenyum haru. Sesil sudah mulai bisa mengontrol emosinya. Sesil menjawab pertanyaan Bertha dengan santun walaupun Berta sedang mengejeknya. "Oh sekarang lo udah ngaku kalo Pak Yono bokap lo ya? Pak Yono sial amat ya punya anak nggak berguna kayak lo." Kali ini Maira yang bersuara. "Kalian berdua boleh ngatain gue apa aja. Gue terima. Gue tau dulu gue banyak salah pada kalian berdua. Tapi tolong, kalian jangan ngata-ngatain ayah gue. Ayah gue baru selesai dan sedang berada di ru

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   107. Menjalani Sisa Takdir.

    "Ra, bangun. Dokter sudah keluar dari dari ruang operasi." Bagas mengecup ubun-ubun Lara yang tertidur di bahunya."Mana, Mas?" Lara sontak terbangun. Mengerjap-ngerjapkan mata sejenak, Lara memindai pintu ruang operasi. Tampak seorang dokter paruh baya bermasker dan berpakaian hijau-hijau sedang berbicara pada Sesil dan Pak Amat."Jadi gue eh saya belum bisa menjenguk ayah saya ya, Dok?" Lara mendengar Sesil berbicara pada dokter."Pak Yono baik-baik saja kan, Dokter?" Lara ikut bertanya. Ia ingin memastikan kalau Pak Yono baik-baik saja."Saya jawab satu-satu ya? Pasien baik-baik saja saat ini," ujar sang dokter sabar."Alhamdullilah." Lara, Sesil, Bagas dan Pak Amat menarik napas lega."Tapi bagaimana ke depannya, saya belum tahu. Pasien juga belum boleh dijenguk, karena akan dipindahkan ke ruang recovery untuk pemulihan.""Berapa lama ayah saya di ruang recovery, Dokter?" Sesil kembali mengajukan pertanyaan."Biasanya selama dua jam.Setelah dua jam nanti kalau keadaan pasien dian

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   106. Kebahagiaan Lara.

    "Kamu ini memang tidak ada kapok-kapoknya ya, Sil? Baru saja mencuri uang atasanmu, kini kamu mencoba kembali mencuri dompet Lara. Bagaimana ayahmu tidak sakit-sakitan melihat ulahmu?!" Pak Amat yang memang ingin melihat keadaan Pak Yono merebut dompet dari tangan Sesil kasar."Nggak, Pak. Gue hanya ingin memasukkan dompet ini ke dalam tas Lara. Tadi barang-barangnya berjatuhan karena Lara tertidur." Sesil menjelaskan dengan sabar maksud baiknya pada Pak Amat."Halah, banyak omong kamu. Sekalinya maling yo tetap maling. Yono sial sekali punya anak maling seperti kamu!" Pak Amat tidak percaya pada penjelasan Sesil. Akan halnya Lara, ia membuka mata karena mendengar suara ribut-ribut. Pak Amat dan Sesil sedang bertengkar rupanya. Pak Amat terlihat menunjuk-nunjuk Sesil geram."Gue nggak bohong, Pak. Gue cuma mau bantuin Lara. Gue sama sekali nggak berniat mencuri dompet Lara." Dengan suara tertahan karena sadar sedang berada di rumah sakit, Sesil membantah tuduhan Pak Amat. Lara tidak

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   105. Mencicil Takdir.

    "Sak, bisa kita bicara sebentar?" Bagas menghampiri Sakti. Ada permohonan tidak terucap di matanya. "Oke." Sakti mengalah. Ia sadar aksi balas dendamnya memang keterlaluan karena telah memakan korban. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ayah Sesil lah yang menerima akibatnya. Pembalasan dendamnya salah kaprah. "Saya akan menebus kesalahan saya, Pak. Jangan khawatir. Apa yang ucapkan harus saya pertanggungjawabkan. Itulah pesan terakhir dari ayah saya sebelum ia pingsan. Saya akan belajar untuk mematuhi perintahnya," tukas Sesil lirih. "Bagus. Kalau begitu persiapkan dirimu. Karena saya tidak meminta kamu langsung melunasi semua kejahatan-kejahatanmu. Saya ingin kamu mencicilnya. Berikut bunga-bunganya." Setelah membalas ucapan Sesil, Sakti pun berlalu. Sesil tertunduk lesu setelah bayangan Sakti menghilang di ujung lorong rumah sakit. Melihat kehadiran Sakti membuatnya teringat akan segala perbuatan kejinya di masa lalu. Mempunyai banyak pendukung membuatnya dulu merasa hebat. Ia

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   104. Berdamai Dengan Masa Lalu.

    Bagas yang duduk diam di kursi tunggu, seketika menegakkan punggungnya. Ia mendengar nama Sakti Alamsyah disebut-sebut. Kecurigaannya saat melihat sikap kaku antara Sakti dan Lara dulu ternyata benar. Ada sesuatu di antara mereka pada masa lalu. Hanya saja rupanya Sakti salah orang. Yang Sakti kira Sesil adalah Lara. Wajar mengingat mereka semua dulu bertemu sewaktu SD. Dalam diam Bagas mempertajam pendengarannya."Akhirnya kamu mengerti bagaimana sakitnya difitnah bukan? Itu baru sekali. Saya merasakannya hampir seumur hidup saya." Lara menengadah. Menatap langit-langit rumah sakit dengan senyum pahit."Gue nggak akan minta maaf pada lo, Ra." Sesil menggeleng."Karena gue tahu, kesalahan gue terhadap lo terlalu banyak. Gue nggak layak dimaafkan." Sesil menunduk pasrah. Ia sekarang sadar bahwa tingkah lakunya selama ini memang keterlaluan. Dirinya sangat egois karena tidak bisa melihat orang lain lebih darinya. Lara dulu lebih cantik, lebih pintar, lebih populer dari dirinya. Padaha

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   103. Kembali Ke Jakarta.

    "Pelan-pelan jalannya, Ra. Nanti kamu jatuh." Bagas menahan langkah Lara, agar yang bersangkutan memperlambat laju langkahnya. Bagas ngeri melihat Lara yang seperti tidak ada capeknya padahal sedang berbadan dua. Berada dalam pesawat selama hampir satu setengah jam, yang dilanjutkan dengan berkendara dari bandara hingga rumah sakit, Lara tidak terlihat lelah sedikit pun. Rasa khawatirnya pada Pak Yono mengalahkan kelelahan fisiknya. Saat ini mereka telah tiba di gerbang rumah sakit. Selanjutnya mereka berjalan ke bagian Nurse Station untuk menanyakan ruangan Pak Yono."Selamat siang, Suster. Kami kerabat Pak Suryono yang tadi menelepon untuk deposit biaya operasi Pak Suryono tadi." Lara langsung menyatakan keperluannya pada sang perawat."Oh, ibu dan bapak Bagas Antareja ya? Ibu dan Bapak sudah ditunggu di ruang UGD oleh dokter Gani. Kalau Pak Suryono sendiri, beliau saat ini telah berada di ruang operasi. Pak Suryono akan segera di operasi. Silakan langsung temui beliau di sana saj

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   102. Musibah Baru.

    "Karena saya takut Mas mengira saya tidak bisa moved on dari Mas Priya. Makanya saya pikir, saya matikan saja," kata Lara terus terang."Mengenai mengapa saya menonton persidangan, itu karena semua stasiun televisi menayangkan berita yang sama. Jadi saya tidak spesifik memilih chanel tadi," lanjut Lara lagi. Ia mengatakan hal sesuai fakta."Penjelasanmu masuk akal. Sini, lebih dekat pada, Mas, Ra." Lara celingukan sejenak sebelum merapatkan diri pada Bagas. Tidak enak juga duduk seintim ini di siang bolong. "Ra, Mas percaya padamu. Bahwa kamu tidak punya perasaan apapun lagi pada Priya. Dulu memang Mas cemburu pada Priya. Sebelum Mas tahu kalau Priya itu bukan anak kandung Om Bastian pun, Mas masih cemburu. Padahal waktu itu status Priya adalah sepupumu bukan? Yang artinya ia tidak boleh menikahimu." "Lantas sekarang Mas tidak cemburu lagi? Padahal Mas Priya terbukti bukan sepupu saya? Kok rasanya aneh, Mas?" Lara tidak mengerti jalan pikiran Bagas."Tidak aneh karena sekarang Mas

DMCA.com Protection Status