Home / Romansa / Suami yang Kuperjuangkan / Bab 4 Kembali nyablon

Share

Bab 4 Kembali nyablon

last update Last Updated: 2023-04-13 10:31:04

"Adit ke mana Dek?" tanya mas Bagas menyusulku ke dapur. 

"Di ajak Andi main futsal," ucapku acuh. 

"Kamu kenapa Dek, jutek amat."

"Kamu yang kenapa Mas, pulang malam mabok juga, sejak kapan kamu jadi suka mabok-mabokan gitu," ucapku emosi. 

"Pusing banget Dek, narik seharian gak dapat duit,malah Santo ngajakin hiburan jadi aku ngikut,” ucapnya santai sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. 

“Maaf Dek gak lagi-lagi deh," lanjutnya tanpa dosa. 

"Daripada pusing mending pacaran ya Mas?" sindirku sinis. 

"Pacaran apaan aku sama Santo kok Dek,"

"Liat ini! sini!" bentakku sambil menariknya kedepan cermin. 

"Apa ini Mas!?" ucapku emosi sambil menunjuk bekas merah di lehernya kasar. 

"Aku gak tau Dek, beneran, aku gak ngapa-ngapain, semalam aku cuma bertiga sama Santo dan Aris,” kata Mas Bagas ngotot. 

“Kamu juga kenal mereka kan coba deh kamu telpon mereka dan pastikan." 

Mas Bagas tampak menghubungi seseorang dan mengaktifkan loudspeaker. 

"Halo Gas sudah sadar kamu?"

"Ceritakan yang terjadi semalam cepat!"

"Memangnya apa yang terjadi." Terdengar suara tawa dari sana. 

"Santo! Lo masih nganggep gue temen gak!" bentak mas Bagas. 

"Ok ok sabar bro, jadi semalam Anita ke sini trus ngasih kita duit dan nyuruh gue sama Aris pergi,” suaranya terjeda.

“Gue butuh duit buat setoran jadi gue terpaksa ikuti maunya, gue bener-bener minta maaf,"

"Emang lo bener-bener gak ingat kejadian semalam?"

"Kayaknya dia pake obat tidur atau apalah itu makanya lo sampe gak sadar, bahkan pulangnya kan gue anterin abis sampe gue langung pulang bonceng Aris."

"Gue mau bantuin lo masuk tapi gue liat istri sama anak lo keluar gue jadi takut diomelin,keliatannya dia marah banget soalnya."

Mas Bagas langsung memutuskan panggilannya. Aku masih diam tanpa komentar. 

"Maafkan mas Dek, ini di luar kendaliku," ucap Mas Bagas memelas. 

"Sudah ku bilang mana ada hubungan laki-laki dan perempuan cuma duduk-duduk ngobrol Mas, gak masuk akal!" bentakku. 

"Tapi dari awal Mas sudah bilang padanya Mas sudah punya istri dan gak akan bisa macam-macam, dan dia bilang dia cuma butuh teman ngobrol sebagai hiburan dari penatnya pekerjaannya."

"Terserah!" potongku sambil berlalu ke kamar. 

"Dek sabar Dek, ingat janin di perutmu, kamu gak boleh marah-marah begitu.”

Aku tak bisa menjawab apa-apa hanya bisa menangis.

"Maaf Dek maaf, ini bukan kemauanku,lagipula akukan gak sadar pasti aku gak lakuin yang tidak-tidak." Mas Bagas mencoba terus membujukku. 

"Mungkin tanda ini sengaja dibuatnya biar kita ribut, tapi aku yakin aku gak melakukannya kan aku gak sadar Dek, mana bisa melakukannya dalam keadaan tidur begitu," lanjutnya. 

"Tolong jangan diam begini Dek, pukul aku bentak aku caci maki aku asal jangan diamkan aku begini Dek," ucap mas Bagas sambil berlutut di depanku seraya menangis. 

"Kalau aku bilang Mas berhenti dari pekerjaan ini  bisa!" ucapku tegas. 

"Kalau itu bisa buat Adek merasa lebih baik akan mas lakukan, mas akan coba mulai nyablon lagi."

"Mas minta maaf ya Dek," ucap mas Bagas sambil memelukku. 

Aku rasa aku harus memberinya kesempatan lagipula selama ini mas Bagas tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal.

"Aku mau Mas berhenti narik angkot berhenti berhubungan dengan siapapun yang berhubungan dengan angkot kemarin," teriakku dengan penuh emosi. 

"Iya iya Dek akan mas lakukan, Adek jangan marah-marah lagi, takutnya nanti ada apa-apa dengan janin di perutmu Dek."

"Mas janji gak akan lakuin hal-hal kaya gini lagi, aku gak masalah Mas jadi kuli angkat barang ato kuli bangunan, yang penting jangan seperi ini," teriakku penuh emosi. 

"Iya iya mas janji, besok mas langsung kembalikan angkotnya."

Esok harinya mas Bagas mengembalikan angkotnya, dan kembali ke aktifitas sebelumnya menyibukan diri dengan pekerjaan sablon.

Related chapters

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 5 Bayar hutang dengan jual rumah

    Hampir 3 tahun sudah Mas Bagas kembali menyibukan diri dengan pekerjaan sablonnya. Sampai sekarang belum ada kemajuan dan masih sering kekuarangan. "Jadi jual rumah ini aja ya Dek, daripada pusing tiap hari didatangi orang nagih,” ucap mas Bagas pasrah. “Kamu juga takut kan kalo mas lagi gak di rumah dan datang orang nagih?" lanjutnya. "Trus kita nanti tinggal di mana Mas?" tanyaku lesu. "Nanti hasil penjualan rumah ini buat nutup semua utang kita, trus kita cari rumah di pinggiran kota aja," terangnya. "Jangan cari di komplek perumahan biar lebih murah, sisanya buat modal usaha sablon,” ujar mas Bagas. “ Kalo masih ada sisa kita buka warung kecil-kecilan di rumah, gimana menurut kamu Dek?" lanjutnya penuh harap. "Sepertinya tidak buruk juga Mas, daripada tiap hari dikata-katain sama Penagih, sakit ati aku Mas," ujarku mendukung usulan mas Bagas."Tapi...apa mungkin Ibu akan setuju Mas? " tanyaku ragu. “mas akan bicarakan sama Ibu,mudah-mudahan Ibu ngerti keadaan kita,” jawab

    Last Updated : 2023-04-13
  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 6 Rumahku bukan milikku

    Dari pesan mas Bagas terahir, pemeriksaan sudah selesai tinggal menunggu antrian obat,kemungkinan sebentar lagi sampai. "Assalamu'alaikum.... "ucap mas Bagas dan Ibu berbarengan.“Wa'alaikumsalam.. “Aku langsung bangkit dari sofa mendekat ke pintu utama dan mencium punggung tangan Ibu dan mas Bagas. "Mari Bu langsung makan saja mumpung masih anget, Sari masak kesukaan Ibu ini lho." Aku mempersilahkan Ibu langsung ke meja makan.“Kebetulan ini sudah siap semua,” lanjutku sambil menarik kursi untuk Ibu. Sementara mas Bagas membawa tas Ibu ke kamar. Selesai makan kami duduk di ruang tengah sambil menikmati cemilan.Aku dan mas Bagas saling pandang dan menganggukan kepala berniat melancarkan rencana. "Bu, Bagas mau bicara Bu," ucap mas Bagas dengan pelan. "Ya bicara aja Gas, kenapa pake pamit, ada apa?" tanya Ibu terlihat penasaran. "Ibu kan tahu hutang Bagas banyak, Bagas bingung mau gimana nutupnya, Bagas sudah mencoba berbagai upaya tapi nyatanya masih belum ketutup juga." "

    Last Updated : 2023-04-13
  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 7 Sisa yang di bagi rata

    “Sekarang kamu bikin banner buat di pasang di depan rumah biar orang-orang tau rumah ini mau dijual!” perintah ibu tidak sabar. “Jangan lupa kamu foto rumah ini dan unggah di sosial mediamu biar lebih cepat laku,” lanjutnya lagi. Kami masih diam mematung. “Ayok cepat lakukan, malah diam,mau cepet lunas utang-utangmu gak?” ucap Ibu agak keras. “Iya Bu,” jawab mas Bagas sembari bangkit dari duduknya dan meraih hpnya untuk mengambil foto rumah ini. "Iklannya di sosmed ajalah Bu, gak usah bikin banner segala, masa rumah masih ditinggali mau ditulis dijual," ucap mas Bagas tak terima."Lha terus mau kamu gimana? kamu mau pindah dulu baru rumahnya dijual, lha terus pindahnya mau pake apa, duit aja gak punya kok!" ucap Ibu ketus. "Iya iya terserah Ibu aja lah," jawab mas Bagas sambil ke luar rumah hendak mengambil foto. **"Dek, apa kita ngontrak rumah aja nanti, kalo buat beli kayaknya uangnya belum cukup deh, kita juga harus punya modal buat usaha kan?" ujar mas Bagas ketika kami se

    Last Updated : 2023-04-13
  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 8 Sodara ya sodara hutang ya hutang

    "Jadi ini pas masing-masing mendapat 75 juta ya, trus hutang-hutang mas Bagas ke Nisa selama ini Nisa hitung-hitung ada 10 juta ya Mas." Anisa adik bungsu mas Bagas menimpali. "Jadi ini bagian Mas, Nisa ambil 10 juta dan utangmu sama Nisa lunas ya Mas." Nisa lanjut berujar.Aku memandang ke arah mas Bagas berharap dia mengajukan keberatannya karena kami harus cari tempat tinggal juga, dan ditanggapi baik oleh mas Bagas. "Jangan sekaranglah Nis, maskan butuh uang buat modal juga,atau setengahnya dulu aja, gimana?" mas Bagas coba bernegosiasi. "Mau kapan lagi Mas, ini aja udah utang dari taun kapan coba, inikan mumpung Mas Bagas ada uang," jawab Nisa tak mau kalah."Habis ini jadi tenang udah gak punya utang lagi sama Nisa, besok-besok kalau butuh pinjeman lagi juga pasti larinya sama Nisa juga kan Mas?" Nisa berucap dengan sombongnya. "Yang ke Tuti gak lupa kan Mas, yang 5 juta." Hastuti adik ke dua mas Bagas tak mau kalah ikut juga angkat suara. "Dibayar sekalian ya Mas, bener ka

    Last Updated : 2023-04-13
  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 9 Utangnya selesai uangnya selesai

    Aku dan mas Bagas masih duduk di ruang tamu tanpa ada obrolan apapun, sedang yang lain sudah pulang ke rumah masing-masing. "Gimana Dek menurut kamu, seandainya tinggal bareng Ibu kamu keberatan gak?" ucap mas Bagas di sela keheningan. "Masalahnya bukan keberatan atau enggak, kalau kita bisa tinggal sendiri ya akan lebih baik jika kita gak bareng Ibukan Mas?" jawabku datar. "Mas juga maunya begitu, tapi... untuk saat ini mungkin akan sulit,kalau untuk sementara aja gak papa Dek?" ucap mas Bagas ragu. "Mending Mas bayarin utang-utangnya dulu deh nanti liat ada sisa uang berapa," ucapku masih kesal. "Aku kawatir utangnya jadi dua kali lipat ke Bu Rahayu kalo makin kelamaan gak dibayar," jawabku seraya menarik nafas dalam. Bu Rahayu adalah rentenir di komplek sebelah yang kami pinjam uangnya."Kalau dihitung-hitung total utang kita dari pinjol dan Bu Rahayu akan sampai 30 jutaan ya Mas?" ucapku menerawang. "Ya kurang lebih sekitar itu Dek setelah ditambah pembengkakan karena mulur

    Last Updated : 2023-04-13
  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 10 Berkemas-kemas

    Pagi ini adalah hari pertamaku terbebas dari semua hutang. Rasanya sedikit lega,yah hanya sedikit karena aku bukan hanya tak punya uang tapi juga tak punya rumah. "Kita tinggal di rumah Ibu aja dulu ya Dek, setidaknya di sana mungkin uang kita gak keluar banyak, kamu mau Dek? " pinta mas Bagas dengan hati-hati. "Jadi kalau nanti mas dapat orderan pendapatannya bisa difokuskan untuk tambahan buat beli mesin sablonnya," lanjutnya. "Gimana menurutmu Dek?" tanya mas Bagas lembut. Aku tak punya alasan lagi untuk menolak, ahirnya akupun menyetujui permintaan mas Bagas dengan menganggukan kepala."Iya Mas, seperti tujuan awal kita, bisa beli mesin baru," kataku menyemangati. Mas Bagas memeluku erat dan mencium pucuk kepalaku."Maafkan mas ya belum bisa berikan yang terbaik buat Adek,""Adek bisa liat usaha Mas selama ini,bagi adek semua itu terbaik Mas," ucapku seraya membalas erat pelukannya. "Ya sudah kita mulai bereskan barang-barang kita ya Dek, kita cuma dikasih waktu seminggu bua

    Last Updated : 2023-04-13
  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 11 Aku akan berjuang

    "Makan dulu yuk, papah beli nasi goreng kesukaanmu tuh, ayok kita makan ayok Mah," ucap mas Bagas sambil menggandeng tangan Adit keluar kamar. Aku menyiapkan piring untuk nasi goreng yang barusan dibeli mas Bagas, dan menatanya di meja makan. "Mas udah cerita sama Ibu, kalau kita mau tinggal di sana?" tanyaku disela makan. "Udah kok, mas udah telepon Ibu," jawab mas Bagas. "Ibu bilang apa Mas?" tanyaku penasaran. "Ya gak bilang apa-apa, memang Ibu pengin kita tinggal di sana kan?" jawab mas Bagas santai. "Adit udah tahukan kita akan tinggal di rumah Eyang?" tanya mas Bagas seraya menatap Adit. "Kalau misalnya nanti di sana Adit gak betah boleh gak kita pindah Pah?" tanya Adit tampak ragu. "Gak betahnya kenapa Dit?" tanya mas Bagas pelan. Aku menatap mata Adit seraya menggelengkan kepala pelan, berharap Adit tidak mengatakan apapun tentang Nisa, untungnya Adit paham. "Ya itukan misalnya saja Pah, entah karena jarak ke sekolah jadi jauh atau mungkin..." Adit menjeda kalimatnya

    Last Updated : 2023-04-14
  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 12 Nasi bungkus diambil juga

    "Assalamu'alaikum... " ucapan kami serempak sambil melangkah masuk ke dalam rumah Ibu. "Wa'alaikumussalam.... " jawab Ibu juga Anisa dari dalam. Mereka menyambut ke depan dan kami saling bersalaman. Beberapa orang mengangkut barang dan memasukannya ke dalam rumah. "Barang-barang ini masukan ke gudang sebelah pojok sana ya Pak," ucap Anisa sambil menunjuk alat kerja mas Bagas.Bapak-bapak pengangkut barang nurut saja. "Silahkan menikmati es teh buatan sheff Mamah," ucap Adit pada semua orang di ruang tivi sambil membawa nampan berisi es teh yang aku buat. "Dan silahkan menikmati camilan keripik pisang buatan tetangga lamaku," ucapku mengikuti gaya Adit yang ditanggapi dengan tawa dari kami semua. Sebenernya perutku sudah keroncongan minta di isi tapi tak enak mau makan belum dipersilahkan, sampai akhirnya Adit buka suara. "Mah.. laper nih..," lirih Adit tapi masih cukup bisa didengar semua orang di ruangan ini sambil mengelus perutnya. "Goreng telur aja sana ada tuh di kulkas,"

    Last Updated : 2023-04-14

Latest chapter

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 149 Ayah gak pernah maksa

    "Alhamdulillah sekarang Rehan udah bisa pulang," ucapku seraya memeluk Rehan. "Ayah mana Bun? katanya mau jemput Rehan?" tanya Rehan seraya memandang arah pintu. "Mungkin sebentar lagi datang, atau sepertinya Ayah akan langsung menyusul ke rumah," jawabku menyemangati Rehan. "Tapi Rehan takut Ayah gak datang," ucap Rehan dengan tertunduk lesu. "Bunda telepon Ayah sekarang yah," ucapku seraya meraih hpku di tas. "Iya Bunda, telepon sekarang cepat, Rehan mau pulang sama Ayah," ucap Rehan begitu semangat. "Rehan mau pulang ke tempat Ayah?" tanyaku cemas. "Iya, kan kemarin Bunda bilang, kalau Rehan udah sembuh Rehan boleh ikut Ayah," jawabnya dengan mata berkaca. Aku seperti tak mau merelakan, tapi juga tak kuasa merusak kebahagiaan Rehan yang baru sembuh dari sakitnya. "Bunda akan tepati janji Bunda kan," ucap Rehan menyadarkanku. "Iya Iyah, tentu saja," jawabku gugup. "Kalo gitu Bunda telepon Ayah sekarang, Rehan pengin mainan sama Ayah cepet," ucap Rehan seraya menggoyang-go

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 148 Rehan akan ikut Ayah

    "Mbak Sari aku minta nasehatnya aku minta sarannya aku lagi bingung banget Mbak," rengekku pada mbak Sari. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, sudah serahkan saja pada dokter tugas kamu sekarang tinggal berdo'a," jawab mbak Sari bijak. "Masalahnya sudah tiga hari panasnya belum turun juga, dan Rehan terus saja memanggil Ayahnya, dokter juga menyarankan untuk segera memanggil Ayahnya," ucapku ragu. "Apa gak sebaiknya kamu beritahu Bayu tentang keadaan Rehan sekarang," ucap mbak Sari memberi saran. "Itu dia masalahnya Mbak, aku sempat berfikir jika Rehan bisa melewati masa ini maka Rehan akan benar-benar bisa lepas dari Bayu," ucapku penuh harap. "Jika Rehan sudah bisa lepas dari Bayu maka aku akan segera mengajukan permohonan cerai,” ucapku ragu. “Tapi keadaan Rehan sekarang membuatku bingung juga, baiknya gimana ya Mbak," lanjutku dengan putus asa. "Aku tau ini hal yang berat untukmu, tapi ini juga berat buat Rehan, mungkin untuk saat ini, kamu ngalah dulu aja ya, biarkan Rehan

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 147 Kita perbaiki semuanya

    "Tania mau mampir dulu gak?" tanya Niar ketika sampai di rumah tantenya Niar. "Udah malam ya, besok-besok aja, udah main seharian mau istirahat dulu ya Tan," ucapku menolak. "Apa kita mampir dulu sebentar Yah, sebentar aja," rayu Tania padaku. "Kan udah main seharian ini, besok juga ketemu lagi sama tantenya," bujukku. "Sebentar aja, sebentaaaaar banget Yah," Tania terus saja merengek. "Ya sudah tapi bentaran aja," ucapku menyerah. "Oke, makasih Ayah," ucap Tania seraya ke luar mobil. Aku pun menepikan mobilku kemudian turun dari mobil. "Kayaknya ada tamu di dalam?" tanyaku seraya berjalan ke dalam. "Kayaknya si iya," jawab Niar dengan terus melanjutkan langkahnya. "Assalamu'alaikum," ucap kami serempak di depan pintu. "Wa'alaikumsalam.. " jawab serempak orang-orang dari dalam. Kemudian Niar membuka pintu dan masuk rumah, aku dan Tania lekas mengikutinya. "Niar ini Halim sudah lama nungguin kamu," ucap tantenya Niar. Aku mendekat menyalami semua orang di dalam tak lupa T

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 146 Tak ada yang tidak ku ketahui

    "Tunggu-tunggu, kok Mbak Niar bisa kenal juga sama suaminya Bening, dan berarti Bening masih punya suami?" ucap Nisa terlihat bingung. "Kan sudah ku bilang, gak ada yang gak aku ketahui," jawab Niar dengan khas sombongnya. "Tadi kebetulan kami lihat mereka di rumah makan yang kami datangi," jawabnya lagi menjelaskan. "Dia kayaknya masih berstatus istri orang tapi kemungkinan besar dia akan menceraikan suaminya, karena di lihat tadi dia sudah gak mau lagi peduli sama suaminya," ucap Niar yakin. Sekarang aku tau kenapa Niar begitu tertarik ingin tau masalah Bayu tadi, ternyata benar dia ingin membantu Nisa, aku yang kakanya bahkan tak ada usaha apapun untuk membantunya. "Terus untuk Rehan gimana Mbak, gimana kalau Bayu menuntut hak asuh anak juga," ucap Nisa khawatir. "Sebernarnya kalau Bayu terbukti dengan kuat dia selingkuh maka hak asuh anak akan jatuh padamu Nis," ucapku meyakinkan. "Tapi, percuma juga Rehan bersamaku kalau dia terus-terusan maunya sama ayahnya," keluh Nisa.

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 145 Sekarang jadi Bunda Niar

    "Assalamu'alaikum.. " ucapku seraya mengetuk pintu rumah Nisa. "Wa'alaikumsalam.. Oh Om Ardi Rehan kira Ayah yang pulang," ucap Rehan sambil membuka pintu rumah.“Siapa yang datang Re?” tanya Nisa dari dalam. “Tania Bun,” jawab Rehan. "Eh Mas Ardi kok sama mbak Niar, ada Tania juga sini masuk," ucap Nisa mempersilahkan kami masuk. "Duduk Mas, Mbak aku ambil minum dulu ya," ucap Nisa seraya berjalan ke belakang. "Kopi ya Nis," ucap Niar sedikit berteriak. "Iya Mbak,Mas Ardi juga kopi?" ucap Nisa juga berteriak. "Ya boleh," jawabku. "Rehan kok sedih, Rehan gak suka ya aku datang ke sini?" tanya Tania murung. "Suka kok, aku cuma kangen Ayah, Ayah sudah lama gak pulang," ucap Rehan sedih. "Kamu telepon aja, vidio call sama Ayahmu," ucap Tania memberi saran. "Bunda sudah mencoba, tapi Ayah gak bisa di hubungi," jawab Rehan putus asa. "Pakai ponsel Ayahku aja sini," ucap Tania seraya menggandeng tangan Rehan mendekat padaku. "Ayah coba telepon Ayahnya Rehan Yah," pinta Tania pa

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 144 Dia ini anakku

    "Akhirnya bisa jalan-jalan dan makan di luar sama tante Niar, Tania seneng banget deh," ucap Tania semangat. "Jalan-jalannya memang udah tapi makannya belum, jangan bilang udah makan, tante lapar ini," ucap Niar seraya mengusap perutnya dengan ekspresi memelas. Niar nih lucu banget bersamanya bener-bener rame dan gak ada bosennya. "Oh iya kita baru mau makan ya, Tante jangan nangis dong yuk kita makan makanan kesukaan Tante," ucap Tania seraya menggandeng Niar ke dalam. "Mereka terlihat begitu kompak, Niar benar-benar memposisikan diri seperti teman bagi Tania," batinku. "Ayah kenapa senyum-senyum sendiri, ayo cepat masuk ini tante sudah kelaparan," ucap Tania mengagetkan dari lamunanku. "Aduh aw," teriak Niar karena tertabrak oleh orang tak di kenal. Untung saja aku sudah berada di dekatnya sehingga aku bisa menopang tubuhnya agar tidak jatuh. "Heh punya mata gak si, main tabrak aja!" teriak Niar. "Kamu gak papa?" tanyaku khawatir seraya membantunya berdiri tegak. "Heh berh

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 143 Gak akan bertemu lagi

    "Assalamu'alaikum mbak Sari gimana keadaanmu?" tanya Ardi masuk ruangan. "Wa'alaikumsalam Alhamdulillah baik Di, mas Bagas kasih tau kamu kalau aku di rumah sakit?" tanya mbak Sari. "Nggak Mbak, Tania merengek minta ke rumah Mbak Sari katanya pengin main sama tante Niar, waktu aku datang sepi, kata art nya Mbak lagi di rawat jadi aku langsung ke sini aja," jawabku jujur. "Tapi kalau di rumah sakit kan gak mungkin main, entar bisa di semprot sama pasien sebelah," jawab Niar sambil tertawa. "Ya gak papa gak main dulu nanti mainnya kalau tante Sari sudah sehat dan sudah di rumah," jawab Tania dengan logat lucunya. "Ini aku bawakan makanan buat mbak Sari buat Niar juga," ucapku seraya menyodorkan kantong makanan. "Aku sudah makan, makanan dari rumah sakit tadi Di, kalian aja makan kebetulan mbak Niar belum makan tuh," ucap mbak Sari. "Tapi kamu makan buahnya ya Sar, ini sudah aku kupasin," ucap Niar seraya menyodorkan buah yang sudah dipotong di piring. "Iya Mbak, ya sudah kalian

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 142 Lebih baik jika taka ada teman

    "Kok bayi si, Mbak Sari hamil lagi?" tanyaku tak percaya. "Iya Nis aku lagi hamil," jawab mbak Sari dengan tersenyum. "Kalau dia gak sedang hamil mana mungkin dia bertahan dengan kakamu yang kurang ajar itu," ucap mbak Niar emosi. "Jaga omonganmu Mbak, bagaimanapun mas Bagas itu suamiku, aku tetap gak terima kamu ngatain dia begitu," ucap mbak Sari terlihat emosi. "Iya Sar, maaf maaf, suasananya benar-benar membuatku gak bisa nahan emosi nih," jawab mbak Niar seraya cengengesan. "Alesan aja kamu Mbak, pokonya aku gak mau ya, denger kamu ngatain mas Bagas lagi," ucap mbak Sari tegas. "Iya Sari aku janji," jawab mbak Niar seraya nyengir. "Apakah Mbak Sari juga berniat untuk cerai sama mas Bagas?" tanyaku memastikan. "Ya waktu itu memang sempat terfikir untuk cerai, wanita mana yang tahan dimadu Nis," jawab mbak Sari dengan tertunduk."Tapi aku kan gak boleh egois, aku juga harus memikirkan bayiku ini, jadi aku coba berdamai dengan keadaan aku akan coba menerima takdir ini," ucap

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 141 Perempuan seperti apa mainannya

    "Apa kamu sungguh bisa bantu aku Mbak?" tanyaku tak sabar. "Yah kamu gimana udah pernah ngajuin buat cerai belum?" tanya mbak Niar seperti menuntutku. "Yah gimana, aku belum bisa cerai karena Bayu terus saja mempengaruhi anakku," keluhku. "Katanya sekarang sudah hampir sebulan gak pulang?" tanya mbak Niar menegaskan. "Iyah tapi pengaruhnya Bayu yang dulukan masih ada sampe sekarang, kalau aku cerai maka aku yang di salahkan sama Rehan dan bisa-bisa Rehan gak mau lagi sama aku," keluhku. "Eh kamu cari perempuan buat godain suamimu, kalau dia udah jatuh cinta suruh cewe itu buat rayu suamimu agar menceraikanmu dan meninggalkan anakmu," ucap mbak Niar."Kasih aja perempuan itu semua hartamu, perempuan macam itu pasti bakal seneng banget," lanjutnya yakin. "Nanti kamu tunjukkan ke anakmu kalau suamimu yang ngusir kamu, kasih liat dia kalau dia juga gak butuh anakmu, biar anakmu tau siapa yang salah," ucap mbak Niar mantab. "Tapi selama ini Bayu tuh gak pernah naruh hati sama peremp

DMCA.com Protection Status