"Hari ini mas kerja di proyek bangunan rumah sakit, bayarannya harian jadi lumayan buat beli makanan," ucap mas Bagas bersemangat. "Adit mana, panggil ajak makan sekalian, makan di kamar aja biar gak bikin ribut," ucapnya lagi. "Aditkan biasa jam segini ngaji di masjid Mas," jawabku. "Ya udah mas mandi dulu,kamu siapin dulu makanannya," ucap mas Bagas sambil menyambar handuk ke luar kamar. Waktu aku keluar kamar ku dengar Ibu memanggil.Jadi ku putuskan untuk menengok Ibu di kamarnya. Meski kata-kata Ibu menyakitkan tapi kadang aku merasa Ibu menyayangiku, entahlah, yang jelas aku tak tega membiarkan Ibu. "Iya Bu, Ibu butuh sesuatu?" tanyaku seraya mendekat ke ranjang Ibu. "Badan Ibu terasa dingin tolong buatkan Ibu minuman jahe ya Sar," ucap Ibu sambil mengusap-usap lengannya. "Iya Bu tunggu sebentar Sari buatkan," ucapku sambil bangun dari duduk. Aku ke dapur dan menyiapkan minuman jahe. Ketika sedang merebus bahan-bahannya, terdengar tangisan Rafif. Aku langsung mematikan
"Sudah tidur Dek?" ucap mas Bagas membangunkanku. "Eh, Mas udah pulang, gimana Mas?" tanyaku sambil bangun dan memposisikan untuk duduk. "Alhamdulillah... ada, yang ini agak murah gak sampai 10 juta setahun," ucap mas Bagas antusias. "Di mana Mas? Kok bisa lebih murah?" tanyaku tak sabar. "Dekat proyek bangunan tempat mas kerja tadi siang, dikasih tau sama yang ngajakin mas kerja," jelas mas Bagas. "Jadi rumah itu sudah agak lama kosong karena yang ambil perumahan itu pindah entah ke mana dan kreditnya juga berhenti," lanjutnya. "Mungkin kita perlu tenaga ekstra buat membersihkannya, karena penjaga rumahnya cuma nyalain lampu teras ketika sore dan matiin di pagi harinya," kata mas Bagas menjelaskan. "Siap Mas, gak masalah cuma buat bersih-bersih si udah biasa," ucapku sambil mensejajarkan telapak tanganku di pelipis. "Kalo gitu kita bayar sewanya ke siapa Mas?" tanyaku bingung. "Ke bagian pemasaran, jadi rumah itu sebelahan sama rumah teman yang ngasih kerjaan di proyek bangu
Di pagi hari seperti biasa mas Bagas membuka warung Nisa membereskan rak dan etalase kemudian menyapu dan mengepel lantainya. Akupun sibuk masak untuk sarapan kemudian mencuci dan bersih - bersih rumah, setelah dirasa semua tugas sudah beres mas Bagas menghubungi mobil pick up. "Nisa itu ada mobil pick up di luar, kok kosong emang mau ngangkut apa?" tanya Ibu dari arah depan. "Nisa gak panggil mobil pick up Bu," jawab Nisa dari meja makan. "Lha itu ngapain mobil berhenti di luar atau salah alamat mungkin, coba tanyain sana!" perintah Ibu pada Nisa. Aku dan mas Bagas masih sibuk di kamar. Nisa ke depan menemui pak sopir. "Pak cari siapa?" tanya Nisa pada pak sopir. "Pak Bagas mbak, sudah siap belum?" tanya pak sopir. "Siap apanya, mas Bagas yang pesan mobil pak?" tanya Nisa lagi. "Iya Nis, mas yang pesen," ucap mas Bagas yang baru saja keluar. "Tolong pak bantuin saya angkat barang," ucap mas Bagas pada pak sopir dengan sopan. "Ada apa ini Gas,kenapa kamu bawa barang-baran
Kami mulai masuk rumah baru dengan tak lupa kami lafalkan doa semoga rumah ini membawa berkah bagi kami yang menempatinya. Semua barang sudah masuk rumah dan selesai ditata dengan cepat, selain barang-barang yang memang sedikit juga karena di bantu Mas halim dan mbak niar tetangga sebelah. Setelah selesai mas Bagas ke kantor pemasaran di temani mas Halim untuk menyerahkan uang sewa, sedangkan aku di temani mbak Niar ke warung sayur dekat perumahan kemudian aku masak ala kadarnya dibantu mbak Niar. Sesampainya mas Bagas pulang masakan pun sudah beres ahirnya kita berempat makan bersama. "Ternyata istrimu pinter masak juga ya Gas, masakannya enak," puji mas Halim. "Mbak Niar pasti lebih pinter masak dong, ini juga aku tadi dibantu mbak Niar," jawabku merendah. "Iya masakan Niar tentu saja enak ni buktinya," ucap mas Halim sambil menepuk perutnya yang buncit. Kamipun tertawa lepas. "Gas, kalau kamu mau istrimu jual nasi bungkus aja, nanti dijual sama pekerja bangunan,” ucap mas Ha
"Adit mamah titip Rafif ya, nanti kalo bangun bikinin susu aja pasti anteng," kataku mendekat ke Adit yang sedang mebereskan buku-buku di kamar barunya. "Siap Mah, serahkan sama Adit," jawab Adit segera. Aku segera ke kamar ambil tas dan langsung berangkat. Ketika sampai di pagar rumah ternyata mbak Niar ada di depan. "Mau kemana Mbak Sari?" tanya mbak Niar dari depan rumahnya. "Mau ke pasar, belanja buat nasi bungkus besok, kami ikuti saran mas Halim Mbak," ucapku setengah berteriak. "Oh bagus itu niat baik harus disegerakan, eh Rafif mana?" tanya mbak Niar sambil berjalan mendekat ke arahku. "Sedang tidur Mbak, ada Adit di dalam," ucapku sambil menunjuk arah rumah. "Pinter Adit jagain adiknya?" tanya mbak Niar. "Insha Allah bisa Mbak udah biasa," jawabku. "Ooh ya udah nanti aku liat ke rumah barangkali Adit butuh bantuan," ucap mbak Niar dengan mengulas senyum. "Ya Mbak makasih ya,kami berangkat dulu keburu ujan," ucapku sambil naik ke motor. Sepulang dari pasar
Esoknya Aku masak dengan jumlah yang diminta mas Bagas. "Gas istrimu bisa gak antar makan siang ke hotel Mawar, di sana ada pertemuan bos bos kita, masakan istrimu sedep Gas," kata pak Anto mandor di proyek ini."Daripada cari di tempat lain yang belum jelas rasanya,kalau kamu mau mending pesen ke kamu saja sekalian," ucap pak Anto sambil mulutnya penuh makanan. "Untuk kapan pak? nanti saya cerita dulu sama istri, kira-kira sanggup gak kalau pagi masak siang masak juga," jawabku sopan. "Buat besok,gak banyak kok Gas cuma 20 orang saja, tapi nanti jangan di bungkus pake kertas gini ya," ucap pak Anto sambil menenteng kertas bekas bungkus nasinya yang sudah habis. "Pake boks nasi biar kesannya lebih menarik meskipun yang lebih penting isinya tapi tampilan juga kan perlu," kata pak Anto memberi masukan. "Gak papa Gas trima aja kesempatan buat promosi, nanti biar Niar aku suruh bantuin istri kamu yang penting jangan lupa komisinya," ucap mas Halim sambil tertawa. "Ya nanti saya bi
Sehabis maghrib mbak Niar datang. "Assalamualaikum.. " ucap mbak Niar dan mas Halim dari depan. "Wa'alaikumsalam.." ucapku sambil membuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk. "Aku dengar dari mas Halim katanya kalian dapat orderan baru yah," kata mbak Niar sambil mendekat ke arah mas Bagas. Mbak Niar dan mas Halim langsung ikut duduk di lantai untuk membantu mas Bagas mengerjakan boks yang akan di pakai besok. "Waduh kalau gini keluar uang banyak aku, harus bayar 2 asisten sekaligus," ucap mas Bagas dengan gelak tawanya. Di sambut gelak tawa juga oleh mas Halim, sedang mbak Niar hanya tersenyum menyaksikan tawa kedua laki-laki di depannya. "Mbak Niar ngopi juga gak, atau mau teh aja?" tawarku pada mbak Niar. "Teh aja mbak,, jangan banyak-banyak ya gulanya sudah tua aku, harus jaga kadar gula," ucapnya sambil nyengir. "Ngakunya udah tua kok panggil aku mbak si, panggil nama aja ngapa, aku juga gak nyaman di panggil mbak," ucapku manyun. "Yakan baru kenal gak enak lan
Setelah mas Bagas berangkat Aku langsung menyiapkan untuk masak pesanan ke 2,aku gak mau mengecewakan atasan mas Bagas. Aku juga mau cari pelanggan sebanyak-banyaknya. "Assalamu'alaikum.. Sari nih buat Rafif," mbak Niar datang dengan membawa puding coklat. Mbak Niar langsung masuk karena memang pintu depan tidak di kunci, mbak Niar sudah biasa saja masuk ke sini gak perlu basa basi. "Wa’alaikumsalam... Apaan nih Mbak pake bawa-bawa ginian," ucapku sambil menerima puding dari mbak Niar. "Makasih banget ini lho, tamu kok bawa suguhan sendiri ini gimana, bikin gak enak aja mbak Niar nih," ucapku tulus. "Ini buat Rafif kok, kemarin anak-anak minta puding coklat, aku buat aja banyak sekalian,Rafif juga mungkin akan suka," kata mbak Niar. "Ya pasti suka banget, puding, coklat lagi, mantap," ucapku sambil mengacungkan jempol. "Ya udah sekarang aku bantuin apa nih Sar?" tanya mbak Niar sambil ngambil pisau dan talenan. " Nah itu udah tau, tinggal potong-potong perbumbuan saja, sudah d