"Dek,, Ibu kan sedang sakit, jadi kita ngalah dulu ya, biarlah Ibu bicara apa, kita iyakan saja," ucap mas Bagas ketika kami sudah di kamar. Aku hanya menganggukan kepala, bingung mau jawab apa. Niat hati ingin mengajak mas Bagas pindah dari rumah Ibu, malah semakin susah karena Ibu sakit. "Adek sudah berusaha melakukan yang terbaik yang adek bisa Mas, tapi kenyataanya tidak semua orang bisa menerimanya dengan baik," kataku ragu.“Mas bisa lihat itu semua, karena itu mas sampaikan hal itu tadi,” ucap mas Bagas seraya menunjukan senyum terbaiknya. “ya udah mas kembali ke warung ya, banyak yang harus di bereskan di warung,” ucap mas Bagas sambil melangkah keluar kamar. "Mas,, kalau bantu-bantu di warung di kasih upah berapa?" tanyaku ragu. Mas Bagas menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ku. Mas Bagas tampak berfikir."Mas cuma melakukan hal kecil Dek, cuma sebatas bantu yang mas bisa, belum bisa jadi karyawan beneran," jawab mas Bagas pun ragu. Melihat keraguan mas Bagas
"Ibu coba lihat dari kedua sisi, apa yang buat Nisa marah, siapa yang sebenarnya salah," ujar mas Bagas. "Ternyata benar kata Nisa ya,Sari memang membawa pengaruh buruk untuk kamu Gas," ucap Ibu. "Justru Bagas menjadi jauh lebih baik setelah bersama Sari Bu,” bela mas Bagas. “Bagas mulai mementingkan sholat, dulu Ibu bahkan gak pernah tegur Bagas untuk sholat," ucap mas Bagas terus membela diri. "Nah ini ni, sekarang kamu bukan cuma membangkang tapi juga menyalah-nyalahkan Ibu,kamu mau bilang Ibu itu orang tua yang buruk begitu," ucap Ibu emosi. "Apa saja yang Nisa bilang sama Ibu, sampai Ibu menajadi seperti Ini," tanya mas Bagas mulai tak sabar. "Mas gak usah nyalahin Nisa atas kesalahan istri Mas, Ibu cukup bisa melihat siapa yang salah siapa yang benar Mas," ucap Nisa tiba-tiba dari arah pintu. Mas Bagas yang sudah tidak sabar akhirnya keluar dari kamar Ibu tanpa berkata apa-apa lagi.“Lihat Bu, bahkan sekarang mas Bagas gak menghargai Ibu sama sekali, orang belum selesai b
Seperti biasa kegiatanku setiap pagi nyuci pakaian orang serumah, masak, bersih - bersih. Mas Bagas pun membuka warung dan menata barang-barang di rak dan etalase, tak sampai di situ menyapu lantai warung pun mas Bagas lakukan. "Dek sarapan dulu." Mas Bagas mendekat ke tempatku menjemur sambil membawa piring berisi nasi dan lauk. "Kenapa makan di sini Mas?" tanyaku sambil menggantung pakaian di jemuran. "Ayo makan dulu, dari kemarin makanmu gak teratur, jangan- jangan dari kemarin kamu gak pernah sarapan ya?" tanyanya sambil hendak menyuapiku. Aku membuka mulutku menerima suapannya seraya menggeleng dan tersenyum."Mas gak usah berlebihan,tiap hari adek makan kok," kataku sambil meraih piring dari tangan mas Bagas. "Mas udah makan?" tanyaku sambil membawa piring nasi ke tempat duduk. "Mas pengin makan sepiring berdua sama Adek," katanya sambil tersenyum dan mengikutiku duduk. "Gak ah, males nanti gak kenyang," ujarku sambil menggelengkan kepala. "Ooh gitu, ya udah mas ke dep
"Hari ini mas kerja di proyek bangunan rumah sakit, bayarannya harian jadi lumayan buat beli makanan," ucap mas Bagas bersemangat. "Adit mana, panggil ajak makan sekalian, makan di kamar aja biar gak bikin ribut," ucapnya lagi. "Aditkan biasa jam segini ngaji di masjid Mas," jawabku. "Ya udah mas mandi dulu,kamu siapin dulu makanannya," ucap mas Bagas sambil menyambar handuk ke luar kamar. Waktu aku keluar kamar ku dengar Ibu memanggil.Jadi ku putuskan untuk menengok Ibu di kamarnya. Meski kata-kata Ibu menyakitkan tapi kadang aku merasa Ibu menyayangiku, entahlah, yang jelas aku tak tega membiarkan Ibu. "Iya Bu, Ibu butuh sesuatu?" tanyaku seraya mendekat ke ranjang Ibu. "Badan Ibu terasa dingin tolong buatkan Ibu minuman jahe ya Sar," ucap Ibu sambil mengusap-usap lengannya. "Iya Bu tunggu sebentar Sari buatkan," ucapku sambil bangun dari duduk. Aku ke dapur dan menyiapkan minuman jahe. Ketika sedang merebus bahan-bahannya, terdengar tangisan Rafif. Aku langsung mematikan
"Sudah tidur Dek?" ucap mas Bagas membangunkanku. "Eh, Mas udah pulang, gimana Mas?" tanyaku sambil bangun dan memposisikan untuk duduk. "Alhamdulillah... ada, yang ini agak murah gak sampai 10 juta setahun," ucap mas Bagas antusias. "Di mana Mas? Kok bisa lebih murah?" tanyaku tak sabar. "Dekat proyek bangunan tempat mas kerja tadi siang, dikasih tau sama yang ngajakin mas kerja," jelas mas Bagas. "Jadi rumah itu sudah agak lama kosong karena yang ambil perumahan itu pindah entah ke mana dan kreditnya juga berhenti," lanjutnya. "Mungkin kita perlu tenaga ekstra buat membersihkannya, karena penjaga rumahnya cuma nyalain lampu teras ketika sore dan matiin di pagi harinya," kata mas Bagas menjelaskan. "Siap Mas, gak masalah cuma buat bersih-bersih si udah biasa," ucapku sambil mensejajarkan telapak tanganku di pelipis. "Kalo gitu kita bayar sewanya ke siapa Mas?" tanyaku bingung. "Ke bagian pemasaran, jadi rumah itu sebelahan sama rumah teman yang ngasih kerjaan di proyek bangu
Di pagi hari seperti biasa mas Bagas membuka warung Nisa membereskan rak dan etalase kemudian menyapu dan mengepel lantainya. Akupun sibuk masak untuk sarapan kemudian mencuci dan bersih - bersih rumah, setelah dirasa semua tugas sudah beres mas Bagas menghubungi mobil pick up. "Nisa itu ada mobil pick up di luar, kok kosong emang mau ngangkut apa?" tanya Ibu dari arah depan. "Nisa gak panggil mobil pick up Bu," jawab Nisa dari meja makan. "Lha itu ngapain mobil berhenti di luar atau salah alamat mungkin, coba tanyain sana!" perintah Ibu pada Nisa. Aku dan mas Bagas masih sibuk di kamar. Nisa ke depan menemui pak sopir. "Pak cari siapa?" tanya Nisa pada pak sopir. "Pak Bagas mbak, sudah siap belum?" tanya pak sopir. "Siap apanya, mas Bagas yang pesan mobil pak?" tanya Nisa lagi. "Iya Nis, mas yang pesen," ucap mas Bagas yang baru saja keluar. "Tolong pak bantuin saya angkat barang," ucap mas Bagas pada pak sopir dengan sopan. "Ada apa ini Gas,kenapa kamu bawa barang-baran
Kami mulai masuk rumah baru dengan tak lupa kami lafalkan doa semoga rumah ini membawa berkah bagi kami yang menempatinya. Semua barang sudah masuk rumah dan selesai ditata dengan cepat, selain barang-barang yang memang sedikit juga karena di bantu Mas halim dan mbak niar tetangga sebelah. Setelah selesai mas Bagas ke kantor pemasaran di temani mas Halim untuk menyerahkan uang sewa, sedangkan aku di temani mbak Niar ke warung sayur dekat perumahan kemudian aku masak ala kadarnya dibantu mbak Niar. Sesampainya mas Bagas pulang masakan pun sudah beres ahirnya kita berempat makan bersama. "Ternyata istrimu pinter masak juga ya Gas, masakannya enak," puji mas Halim. "Mbak Niar pasti lebih pinter masak dong, ini juga aku tadi dibantu mbak Niar," jawabku merendah. "Iya masakan Niar tentu saja enak ni buktinya," ucap mas Halim sambil menepuk perutnya yang buncit. Kamipun tertawa lepas. "Gas, kalau kamu mau istrimu jual nasi bungkus aja, nanti dijual sama pekerja bangunan,” ucap mas Ha
"Adit mamah titip Rafif ya, nanti kalo bangun bikinin susu aja pasti anteng," kataku mendekat ke Adit yang sedang mebereskan buku-buku di kamar barunya. "Siap Mah, serahkan sama Adit," jawab Adit segera. Aku segera ke kamar ambil tas dan langsung berangkat. Ketika sampai di pagar rumah ternyata mbak Niar ada di depan. "Mau kemana Mbak Sari?" tanya mbak Niar dari depan rumahnya. "Mau ke pasar, belanja buat nasi bungkus besok, kami ikuti saran mas Halim Mbak," ucapku setengah berteriak. "Oh bagus itu niat baik harus disegerakan, eh Rafif mana?" tanya mbak Niar sambil berjalan mendekat ke arahku. "Sedang tidur Mbak, ada Adit di dalam," ucapku sambil menunjuk arah rumah. "Pinter Adit jagain adiknya?" tanya mbak Niar. "Insha Allah bisa Mbak udah biasa," jawabku. "Ooh ya udah nanti aku liat ke rumah barangkali Adit butuh bantuan," ucap mbak Niar dengan mengulas senyum. "Ya Mbak makasih ya,kami berangkat dulu keburu ujan," ucapku sambil naik ke motor. Sepulang dari pasar
"Alhamdulillah sekarang Rehan udah bisa pulang," ucapku seraya memeluk Rehan. "Ayah mana Bun? katanya mau jemput Rehan?" tanya Rehan seraya memandang arah pintu. "Mungkin sebentar lagi datang, atau sepertinya Ayah akan langsung menyusul ke rumah," jawabku menyemangati Rehan. "Tapi Rehan takut Ayah gak datang," ucap Rehan dengan tertunduk lesu. "Bunda telepon Ayah sekarang yah," ucapku seraya meraih hpku di tas. "Iya Bunda, telepon sekarang cepat, Rehan mau pulang sama Ayah," ucap Rehan begitu semangat. "Rehan mau pulang ke tempat Ayah?" tanyaku cemas. "Iya, kan kemarin Bunda bilang, kalau Rehan udah sembuh Rehan boleh ikut Ayah," jawabnya dengan mata berkaca. Aku seperti tak mau merelakan, tapi juga tak kuasa merusak kebahagiaan Rehan yang baru sembuh dari sakitnya. "Bunda akan tepati janji Bunda kan," ucap Rehan menyadarkanku. "Iya Iyah, tentu saja," jawabku gugup. "Kalo gitu Bunda telepon Ayah sekarang, Rehan pengin mainan sama Ayah cepet," ucap Rehan seraya menggoyang-go
"Mbak Sari aku minta nasehatnya aku minta sarannya aku lagi bingung banget Mbak," rengekku pada mbak Sari. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, sudah serahkan saja pada dokter tugas kamu sekarang tinggal berdo'a," jawab mbak Sari bijak. "Masalahnya sudah tiga hari panasnya belum turun juga, dan Rehan terus saja memanggil Ayahnya, dokter juga menyarankan untuk segera memanggil Ayahnya," ucapku ragu. "Apa gak sebaiknya kamu beritahu Bayu tentang keadaan Rehan sekarang," ucap mbak Sari memberi saran. "Itu dia masalahnya Mbak, aku sempat berfikir jika Rehan bisa melewati masa ini maka Rehan akan benar-benar bisa lepas dari Bayu," ucapku penuh harap. "Jika Rehan sudah bisa lepas dari Bayu maka aku akan segera mengajukan permohonan cerai,” ucapku ragu. “Tapi keadaan Rehan sekarang membuatku bingung juga, baiknya gimana ya Mbak," lanjutku dengan putus asa. "Aku tau ini hal yang berat untukmu, tapi ini juga berat buat Rehan, mungkin untuk saat ini, kamu ngalah dulu aja ya, biarkan Rehan
"Tania mau mampir dulu gak?" tanya Niar ketika sampai di rumah tantenya Niar. "Udah malam ya, besok-besok aja, udah main seharian mau istirahat dulu ya Tan," ucapku menolak. "Apa kita mampir dulu sebentar Yah, sebentar aja," rayu Tania padaku. "Kan udah main seharian ini, besok juga ketemu lagi sama tantenya," bujukku. "Sebentar aja, sebentaaaaar banget Yah," Tania terus saja merengek. "Ya sudah tapi bentaran aja," ucapku menyerah. "Oke, makasih Ayah," ucap Tania seraya ke luar mobil. Aku pun menepikan mobilku kemudian turun dari mobil. "Kayaknya ada tamu di dalam?" tanyaku seraya berjalan ke dalam. "Kayaknya si iya," jawab Niar dengan terus melanjutkan langkahnya. "Assalamu'alaikum," ucap kami serempak di depan pintu. "Wa'alaikumsalam.. " jawab serempak orang-orang dari dalam. Kemudian Niar membuka pintu dan masuk rumah, aku dan Tania lekas mengikutinya. "Niar ini Halim sudah lama nungguin kamu," ucap tantenya Niar. Aku mendekat menyalami semua orang di dalam tak lupa T
"Tunggu-tunggu, kok Mbak Niar bisa kenal juga sama suaminya Bening, dan berarti Bening masih punya suami?" ucap Nisa terlihat bingung. "Kan sudah ku bilang, gak ada yang gak aku ketahui," jawab Niar dengan khas sombongnya. "Tadi kebetulan kami lihat mereka di rumah makan yang kami datangi," jawabnya lagi menjelaskan. "Dia kayaknya masih berstatus istri orang tapi kemungkinan besar dia akan menceraikan suaminya, karena di lihat tadi dia sudah gak mau lagi peduli sama suaminya," ucap Niar yakin. Sekarang aku tau kenapa Niar begitu tertarik ingin tau masalah Bayu tadi, ternyata benar dia ingin membantu Nisa, aku yang kakanya bahkan tak ada usaha apapun untuk membantunya. "Terus untuk Rehan gimana Mbak, gimana kalau Bayu menuntut hak asuh anak juga," ucap Nisa khawatir. "Sebernarnya kalau Bayu terbukti dengan kuat dia selingkuh maka hak asuh anak akan jatuh padamu Nis," ucapku meyakinkan. "Tapi, percuma juga Rehan bersamaku kalau dia terus-terusan maunya sama ayahnya," keluh Nisa.
"Assalamu'alaikum.. " ucapku seraya mengetuk pintu rumah Nisa. "Wa'alaikumsalam.. Oh Om Ardi Rehan kira Ayah yang pulang," ucap Rehan sambil membuka pintu rumah.“Siapa yang datang Re?” tanya Nisa dari dalam. “Tania Bun,” jawab Rehan. "Eh Mas Ardi kok sama mbak Niar, ada Tania juga sini masuk," ucap Nisa mempersilahkan kami masuk. "Duduk Mas, Mbak aku ambil minum dulu ya," ucap Nisa seraya berjalan ke belakang. "Kopi ya Nis," ucap Niar sedikit berteriak. "Iya Mbak,Mas Ardi juga kopi?" ucap Nisa juga berteriak. "Ya boleh," jawabku. "Rehan kok sedih, Rehan gak suka ya aku datang ke sini?" tanya Tania murung. "Suka kok, aku cuma kangen Ayah, Ayah sudah lama gak pulang," ucap Rehan sedih. "Kamu telepon aja, vidio call sama Ayahmu," ucap Tania memberi saran. "Bunda sudah mencoba, tapi Ayah gak bisa di hubungi," jawab Rehan putus asa. "Pakai ponsel Ayahku aja sini," ucap Tania seraya menggandeng tangan Rehan mendekat padaku. "Ayah coba telepon Ayahnya Rehan Yah," pinta Tania pa
"Akhirnya bisa jalan-jalan dan makan di luar sama tante Niar, Tania seneng banget deh," ucap Tania semangat. "Jalan-jalannya memang udah tapi makannya belum, jangan bilang udah makan, tante lapar ini," ucap Niar seraya mengusap perutnya dengan ekspresi memelas. Niar nih lucu banget bersamanya bener-bener rame dan gak ada bosennya. "Oh iya kita baru mau makan ya, Tante jangan nangis dong yuk kita makan makanan kesukaan Tante," ucap Tania seraya menggandeng Niar ke dalam. "Mereka terlihat begitu kompak, Niar benar-benar memposisikan diri seperti teman bagi Tania," batinku. "Ayah kenapa senyum-senyum sendiri, ayo cepat masuk ini tante sudah kelaparan," ucap Tania mengagetkan dari lamunanku. "Aduh aw," teriak Niar karena tertabrak oleh orang tak di kenal. Untung saja aku sudah berada di dekatnya sehingga aku bisa menopang tubuhnya agar tidak jatuh. "Heh punya mata gak si, main tabrak aja!" teriak Niar. "Kamu gak papa?" tanyaku khawatir seraya membantunya berdiri tegak. "Heh berh
"Assalamu'alaikum mbak Sari gimana keadaanmu?" tanya Ardi masuk ruangan. "Wa'alaikumsalam Alhamdulillah baik Di, mas Bagas kasih tau kamu kalau aku di rumah sakit?" tanya mbak Sari. "Nggak Mbak, Tania merengek minta ke rumah Mbak Sari katanya pengin main sama tante Niar, waktu aku datang sepi, kata art nya Mbak lagi di rawat jadi aku langsung ke sini aja," jawabku jujur. "Tapi kalau di rumah sakit kan gak mungkin main, entar bisa di semprot sama pasien sebelah," jawab Niar sambil tertawa. "Ya gak papa gak main dulu nanti mainnya kalau tante Sari sudah sehat dan sudah di rumah," jawab Tania dengan logat lucunya. "Ini aku bawakan makanan buat mbak Sari buat Niar juga," ucapku seraya menyodorkan kantong makanan. "Aku sudah makan, makanan dari rumah sakit tadi Di, kalian aja makan kebetulan mbak Niar belum makan tuh," ucap mbak Sari. "Tapi kamu makan buahnya ya Sar, ini sudah aku kupasin," ucap Niar seraya menyodorkan buah yang sudah dipotong di piring. "Iya Mbak, ya sudah kalian
"Kok bayi si, Mbak Sari hamil lagi?" tanyaku tak percaya. "Iya Nis aku lagi hamil," jawab mbak Sari dengan tersenyum. "Kalau dia gak sedang hamil mana mungkin dia bertahan dengan kakamu yang kurang ajar itu," ucap mbak Niar emosi. "Jaga omonganmu Mbak, bagaimanapun mas Bagas itu suamiku, aku tetap gak terima kamu ngatain dia begitu," ucap mbak Sari terlihat emosi. "Iya Sar, maaf maaf, suasananya benar-benar membuatku gak bisa nahan emosi nih," jawab mbak Niar seraya cengengesan. "Alesan aja kamu Mbak, pokonya aku gak mau ya, denger kamu ngatain mas Bagas lagi," ucap mbak Sari tegas. "Iya Sari aku janji," jawab mbak Niar seraya nyengir. "Apakah Mbak Sari juga berniat untuk cerai sama mas Bagas?" tanyaku memastikan. "Ya waktu itu memang sempat terfikir untuk cerai, wanita mana yang tahan dimadu Nis," jawab mbak Sari dengan tertunduk."Tapi aku kan gak boleh egois, aku juga harus memikirkan bayiku ini, jadi aku coba berdamai dengan keadaan aku akan coba menerima takdir ini," ucap
"Apa kamu sungguh bisa bantu aku Mbak?" tanyaku tak sabar. "Yah kamu gimana udah pernah ngajuin buat cerai belum?" tanya mbak Niar seperti menuntutku. "Yah gimana, aku belum bisa cerai karena Bayu terus saja mempengaruhi anakku," keluhku. "Katanya sekarang sudah hampir sebulan gak pulang?" tanya mbak Niar menegaskan. "Iyah tapi pengaruhnya Bayu yang dulukan masih ada sampe sekarang, kalau aku cerai maka aku yang di salahkan sama Rehan dan bisa-bisa Rehan gak mau lagi sama aku," keluhku. "Eh kamu cari perempuan buat godain suamimu, kalau dia udah jatuh cinta suruh cewe itu buat rayu suamimu agar menceraikanmu dan meninggalkan anakmu," ucap mbak Niar."Kasih aja perempuan itu semua hartamu, perempuan macam itu pasti bakal seneng banget," lanjutnya yakin. "Nanti kamu tunjukkan ke anakmu kalau suamimu yang ngusir kamu, kasih liat dia kalau dia juga gak butuh anakmu, biar anakmu tau siapa yang salah," ucap mbak Niar mantab. "Tapi selama ini Bayu tuh gak pernah naruh hati sama peremp