Elly tertawa saat wanita yang memperkenalkan diri dengan nama Vivi itu mengatakan calon suaminya adalah seorang boss. Namun, segera ia menguasai diri. Rizal memang boss bagi wanita yang bertugas merias dirinya itu karena dia yang akan membayar atas kerja kerasnya hari ini, bukan? Vivi meminta asistennya untuk menyiapkan semua alat yang dibutuhkan. Vivi hanya bisa tepok jidat saat Elly bilang belum mandi. "Saya pikir habis mandi langsung ganti baju dan mekap lima menit, beres. Mas Rizal tidak pernah bilang kalau saya harus mekap sebelum akad." Elly nyengir. "Iya, Pak Rizal bilang ini kejutan karena dia pikir akad nikah lebih penting dari pesta itu sendiri. Karena itu dia ingin sang pengantin tampil istimewa sehingga terlihat sempurna saat difoto," kata Vivi. Gadis yang kesehariannya selalu memakai kerudung instan sehingga sering dibilang tidak gaul dan dibilang mirip emak-emak oleh Mia itu bergegas ke kamar mandi. Hanya berselang sepuluh menit, Elly sudah selesai mandi sehingga me
Dengan percaya diri, Mia menuju rumah Elly untuk tebar pesona, tetapi di ruang tamu masih sepi. Yang ramai hanya di bagian dapur oleh ibu-ibu yang sedang menyiapkan makanan untuk para tamu yang akan datang sebentar lagi. Karena masih sepi, Mia memutuskan untuk pulang dulu. Hana dan Daris dapat bernapas lega setelah memastikan semua makanan sudah siap. Sementara itu, Elly masih berada di kamar untuk mekap yang akan selesai tidak lama lagi. "Masya Allah, benarkah ini aku?" kata Elly setelah selesai dandan dan Vivi memintanya untuk bercermin. "Saya tidak bohong, kan, kalau akan membuat semua orang pangling? Bahkan Mbak sendiri pun hampir tidak mengenali wajah sendiri. Gimana? Suka nggak dengan hasil kreasi tangan saya?" tanya Vivi mata berbinar. Elly mengusap pipinya dan kembali menatap ke cermin. "Iya, Mbak. Saya suka." Vivi bernapas lega. "Saya jamin Pak Rizal akan semakin cinta dengan Nona Elly.""Elly." Elly meralat. "Iya, Elly. Saya lupa, padahal tadi sudah panggil mbak." Viv
Mia terus menatap Elly yang bergandengan tangan dengan Rizal saat memasuki mobil. Bibirnya mengerucut. Rasa kesal dan iri terus merajai hatinya. Berulang kali Lasmi menggerakkan tangan di depan wajah Elly yang tidak berkedip dari tadi. "Seharusnya aku yang di sana bukan Elly." Mia bergumam sendiri. Dilema melanda hati Mia kala semua orang termasuk ayah dan ibunya siap berangkat mengikuti acara resepsi pernikahan Elly dan Rizal yang akan diadakan di hotel berbintang itu. Ingin ikut, tetapi gengsi. Tidak ikut, tetapi penasaran. Bagaimana itu? "Ayo, Mi. Yang lain sudah pada siap berangkat itu?" Lasmi menunjuk mobil-mobil yang berbaris di jalan depan rumah Elly sampai depan rumahnya. Rizal tidak membatasi siapa saja yang akan ikut ke pesta pernikahannya. Ia memberi kebebasan pada mertuanya untuk mengajak serta keluarga besarnya. Ia juga yang mengizinkan bagi tetangga Elly yang punya mobil untuk ikut dan nanti dia yang akan mengganti uang bensin. Mendengar uang bensin dapat ganti, P
Natasya uring-uringan begitu sampai di rumah. Bayangan lelaki yang tadi tersenyum bahagia di pelaminan terus terbayang di pelupuk matanya. "Kenapa Papa tidak bilang kalau anak Om Elang itu dia?" tanya Natasya pada papanya."Memangnya kenapa? Kamu sendiri yang bilang kalau sekarang bukan zamannya lagi main jodoh-jodohan. Lagi pula kamu yang bilang kalau sudah punya pilihan sendiri, kan? Kenapa harus marah?" jawab Adrian santai. Wanita cantik berjilbab ungu itu mengusap matanya yang sudah basah oleh air mata. "Seharusnya Papa bilang ke aku kalau dia itu tampan. Setidaknya kasih lihat fotonya agar aku tidak meradang kayak gini?" Natasya menjatuhkan bobotnya di sofa empuk lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Lagi dan lagi senyum Rizal yang sangat manis kembali hadir begitu saja. Adrian mengusap pundak sang putri yang tengah menyembunyikan wajahnya itu. "Sudahlah.Tidak ada gunanya menyesal. Lelaki pilihan Papa itu sudah bahagia dengan pilihannya sendiri. Sekarang kasih tahu ke
"Boleh aku bantu?" tanya Rizal seraya mengulurkan tangan siap membantu Elly melepas kerudung dan perintilannya yang menghias di kepala. Kepala yang tadinya tertutup jilbab kini telah terbuka menampakkan rambut Elly yang panjang sepinggang berwarna hitam. Ini untuk pertama kalinya Rizal melihat Elly tanpa penutup kepala. Rizal terkagum-kagum melihatnya. "Ternyata kamu lebih cantik jika tidak memakai jilbab. Aku sangat beruntung bisa melihat wajah aslimu, Sayang." Tangan kanan Rizal membelai pipi Elly sementara tangan kirinya menyentuh punggung hingga membuat tubuh istrinya itu semakin mendekat padanyaRizal dan Elly kini berdiri berhadapan dalam jarak yang begitu dekat. Rizal menunduk dan men ci um kening Elly dengan bibirnya lalu turun ke hidung hingga bibir. Tubuh Elly seperti tersengat aliran listrik saat bibir Rizal menyapu bibirnya yang ranum seperti buah ceri itu. Ia membiarkan bibir keduanya menyatu beberapa saat lamanya. Namun, sebelum jantungnya semakin menggila, Elly me
"Hu kum menikah dengan sepupu." Mia mengetik kalimat itu di pencarian google pada ponselnya karena baik Lasmi maupun Geri tidak memberikan jawaban yang memuaskan saat ditanya. Betapa girangnya Mia saat tidak lama kemudian dia menemukan jawaban yang memuaskan bahwa sepupu bukankah salah satu mahram sehingga boleh dinikahi. Wanita yang saat ini belum berganti pakaian sejak pulang dari acara pernikahan Elly itu berdiri dan menari berputar-putar setelah posisi sebelumnya bertelungkup di atas ranjang sambil memegang ponselnya. "Untung saja ada Mbak Gugel yang bisa menjawab semua pertanyaan." Mia tersenyum sendiri. Mia membuka akun fa ce book dan stalking akun sepupunya yang baru saja datang dari kota itu. Senyum mengembang di bibirnya saat menemukan foto-foto yang diposting Alvin di akun sosial medianya. "Aku bilang juga apa. Aku dan Alvin memang cocok. Aku cantik dan dia tampan. Kalau bersanding di pelaminan pasti akan memukau banyak orang dan banyak yang iri karena kami begitu seras
"Kenapa tiba-tiba Mia sama marah sama kamu, Ven?" tanya Alvin setelah Mia pergi dengan menghentak-hentakkan kaki ke lantai. "Dasar cewek g1la!" Venny menggerutu seraya memegang kepalanya yang terasa sakit akibat perbuatan Mia yang brutal. "Iya, kenapa dia bilang kalau kamu penipu!" Alvin penasaran. "Tau, ah. Sebel aku sama sepupu Mas Alvin itu." Venny mengerucutkan bibir seraya bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan kakaknya. "Hei, dia sepupumu juga!" seru Alvin. Lelaki itu menggelengkan kepala. "Dasar perempuan! Mereka berdua pasti sedang rebutan lelaki." Sementara itu Mia pulang dengan tergesa dan tidak lupa membawa kembali rantang berisi makanan yang katanya membuat neneknya alergi itu. "Hari ini waktuku terbuang percuma gara-gara Venny. Awas kamu, Ven, bukan Mia namanya kalau nggak bisa balas perbuatanmu hari ini." Mia berkata sendiri dengan gigi gemeletuk. Dadanya panas dan siap memuntahkan lahar. Dahi Lasmi berkerut melihat anak kesayangan pulang-pulang dengan wajah
Di sebuah kafe, dua orang wanita tengah menikmati milk shake. Salah satu dari mereka sedang curhat sambil berurai air mata. Dia adalah Natasya bersama sahabatnya. "Apa? Jadi, pangeran berkuda putih yang selama ini kamu nantikan itu adalah orang yang sama dengan orang yang akan dijodohkan denganmu waktu itu?" tanya Inka setelah Natasya selesai bercerita. Natasya mengangguk lemah. Air matanya meluncur bebas tanpa permisi. Iya, selemah itu ia sekarang. Sedikit-sedikit menangis. "Oh my God, demi dia kamu bahkan menolak Farel yang tampan padahal dia begitu mengejar-ngejar kamu." Gadis yang pembawaannya selalu riang dan ceplas-ceplos itu berdecak keheranan."Kalau aku tahu anak Om Elang itu Rizal, pasti aku mau nikah sama dia. Kalau udah kayak gini siapa yang salah, coba?" Natasya mengerucutkan bibir. Minuman di depannya terus ia aduk dan sama sekali tidak ingin menikmatinya. Inka menyeruput miumannya "Ternyata dunia ini memang sempit, ya? Sesempit telapak tangan. Terus sekarang apa y
Tangan Andra gemetar saat menanda tangani berkas persetujuan bahwa istrinya harus dilakukan tindakan operasi caesar saat akan melahirkan. Lelaki itu sebenarnya keberatan Mia dioperasi karena dia tahu biayanya lebih mahal dibandingkan dengan lahiran normal. Namun, demi keselamatan istri dan calon anaknya dia tetap tanda tangan juga. Perkara uang, bisa dipikir nanti. Dia memang sudah punya tabungan, tetapi hanya cukup untuk digunakan jika Mia lahiran normal sedangkan dia tidak berani minta pada mertuanya meski dia tahu orang tua Mia punya banyak uang. Dia tahu, mertuanya terutama sang ibu tidak menyukainya sebagai menantu karena dia hanya anak pembantu. Andra takut ibu istrinya itu tidak mau membantunya. Dan yang paling membuatnya takut adalah mertuanya mau memberi bantuan asalkan dia mau berpisah dengan Mia. Tidak. Apa pun alasannya, Andra tidak mau berpisah dengan Mia terlebih setelah adanya buah hati di antara mereka. Setelah menunggu hampir satu jam lamanya, akhirnya operasi ca
"Akhirnya kamu ketemu jodohnya juga, Vin. Ibu bilang juga apa? Lelaki tampan dan sukses seperti kamu pasti akan mendapat jodoh wanita yang cantik dan sukses juga," kata Irma seraya mengusap pucuk kepala anak lelakinya itu. Besok adalah hari pernikahan Alvin dengan seorang wanita pilihan neneknya yang masih ada hubungan kekerabatan dengan keluarga mereka. "Ibu senang kamu mau menikah dengan pilihan Nenek yang sudah pasti jelas asal usulnya. Jelas bibit bebet dan bobotnya. Cantiknya sungguhan dan kekayaannya juga bukan bohongan." Irma sengaja meninggikan suaranya agar orang-orang yang sedang berada di dapur itu mendengar ucapannya termasuk Lasmi. Di dapur sedang banyak orang yang sedang membantu memasak untuk acara esok hari. Lasmi yang sedang mengulek cabai di dapur untuk membuat sambal goreng hanya melengos mendengar ucapan Irma. Kakak iparnyanya itu sedang memuji anaknya, tetapi terdengar menyebalkan baginya. Bagaimana tidak? Lasmi merasa seolah sang kakak ipar sedang menyindir
"Minum dulu, Bu." Mia membantu Lasmi duduk setelah beberapa saat yang lalu siuman dari pingsan. Wanita itu tidak sadarkan diri setelah mengetahui fakta yang sebenarnya kalau besannya hanya seorang pembantu di rumah mewah itu. Ucapan Venny kembali terngiang di kepalanya. Ternyata keponakannya itu tidak bohong. Mau ditaruh di mana mukanya nanti saat bertemu gadis yang sudah pernah memberi tahu siapa Andra yang sebenarnya, tetapi dia malah tidak percaya. Segelas teh yang masih mengepulkan asap diangsurkan Mia pada sang ibu.Lasmi enggan menerima minuman itu dan membiarkannya tetap berada di tangan Mia. Kenyataan bahwa anak gadisnya hanya bersuamikan seorang anak pembantu membuatnya tidak berselera meski hanya minum saja. Geri mengambil alih minuman itu dari tangan Mia lalu memberikan pada sang istri. "Minum dulu agar tubuhmu sedikit bertenaga. Kulihat wajahmu begitu pucat." Akhirnya Lasmi mau minum. Dia menatap Mia seraya menyeruput sedikit demi sedikit minuman manis itu. Rasa hang
"Kenapa, Mas? Kok kayak lagi banyak pikiran gitu?" tanya Elly saat berada di meja makan dan melihat suaminya seperti tidak selera makan. "Ah, enggak. Aku nggak apa-apa, kok." Lelaki bermata teduh itu hanya membolak-balik makanan di hadapannya. Nasi di piringnya belum berkurang separuhnya padahal punya Elly sudah mulai habis. Elly menghela napas perlahan. Dia berdiri lalu mengambil piring milik Rizal. "Masakanku nggak enak, ya? Aku ganti aja, ya? Mau minta dimasakin apa? Atau mau pesan online aja." Rizal tersenyum. Diambilnya kembali piring miliknya dari tangan sang istri. "Nggak usah. Makanan ini enak. Rasanya pas di lidah. Apalagi ini juga makanan favorit aku." Lelaki itu mengambil sebiji udang goreng tepung lalu mencocolnya dengan saus dan menggigitnya. "Tetapi kenapa kayak nggak enak gitu? Tuh, lihat makanan aku sudah hampir habis sedangkan kamu masih banyak." Elly menunjuk piring Rizal. "Kalau memang ada masalah, cerita sama aku, Mas. Apa mungkin ada masalah di toko?" Lel
Andra mengumpat dalam hati. 'Siapa sebenarnya wanita itu? Kenapa dia bisa tahu aku? Si@l. Kenapa orang-orang sepertinya tidak suka melihat aku bahagia sedikit saja.'"Katakan padaku, Mas. Kalau yang dibilang Venny itu tidak benar." Mia mengulangi pertanyaannya.Andra mendongak. Ditatapnya Mia yang terlihat sangat cantik sempurna di matanya. "Iya, Mia, aku__Tangan Mia terulur. Jarinya mendarat di bibir Andra. "Ssstt. Aku percaya seratus persen sama kamu karena aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri. Sepupuku itu memang begitu, dia paling nggak suka melihat aku bahagia. Dari dulu kami memang nggak pernah akur. Selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Namun, sekarang akulah pemenangnya. Dia pasti iri." Mia berkata sambil melirik Venny yang duduk diapit Alvin dan ibunya. Venny melotot. Dia tidak terima dengan ucapan Mia. "Eh, siapa bilang aku iri? Yang kukatakan ini be__Venny tidak melanjutkan ucapannya karena mulutnya dibekap oleh Alvin lalu mengajaknya berdiri dan menarik
"Kalau bukan Rizal yang memberi tahu pada Mia, lalu siapa? Rizal nggak mungkin berani bersumpah atas nama Tuhan.Mungkinkah ada seseorang yang tahu siapa aku sebenarnya dan orang itu kenal dengan Mia?" Andra berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Sebuah kamar berada dekat dapur yang luasnya tentu saja tidak seluas punya sang majikan. Iya, dia memang diperbolehkan pinjam barang termasuk pakaian milik Ferdi, tetapi untuk fasilitas kamar tidur tetap menempati kamar pembantu dan sama sekali tidak diperkenankan tidur di kamar majikan. Pikiran Andra gelisah. Sesekali ia mengacak rambutnya karena frustrasi. Lelaki bertubuh tinggi itu berjalan menuju jendela. Tatapan matanya tertuju pada pohon-pohon di samping rumah yang rimbun Berharap hatinya tenang jika pandangannya teralihkan. Alih-alih tenang, lelaki itu justru semakin gelisah. Lalu ia berjalan kembali menuju ranjang dan menjatuhkan bobotnya di sana dengan kasar. "Aduh, aku jadi takut Mia membatalkan pernikahan ini jika tahu siap
"Dikasih tahu tapi nggak percaya, ya, udah." Venny pulang ke rumahnya dengan menghentakkan kaki dan terus menggerutu. "Padahal di sini terlihat siapa Andra yang sebenarnya." Venny menatap video yang ia rekam di ponselnya beberapa hari yang lalu.Waktu itu Venny sedang jalan-jalan dan tanpa sengaja melewati depan rumah Andra. Dia melihat calon suami sepupunya itu sedang mengepel lantai sambil sesekali mengusap keringatnya yang bercucuran di pelipis. Dahi Venny berkerut melihat pemandangan yang tak lazim baginya itu. Wanita itu kagum dengan Andra. Jarang-jarang ada orang kaya yang mau melakukan pekerjaan rumahnya sendiri apalagi mengepel lantai yang sangat melelahkan dan membuat pinggang encok. Akan tetapi, rasa kagum itu berubah menjadi heran saat di lain kesempatan ia melihat Andra yang turun dari mobil dengan tergesa-gesa lalu berlari memutar menuju pintu mobil untuk membukanya. Saat seorang wanita tua turun dari mobil, Andra menaruh hormat dengan membungkukkan badannya. "Siapa w
"Ada apa, Mas? Mas kenal dengan calon suami Mia?" tanya Elly saat keduanya dalam perjalanan pulang dari rumah Mia. Rizal menarik tangan sang istri. "Kita bicara di dalam saja." Rizal menghela napas besar. "Sebenarnya ini rahasia. Sangat rahasia," ucap lelaki tampan berbaju batik itu setelah keduanya duduk di ranjang yang dulu menjadi kamar Elly. "Rahasia?" tanya Elly dengan dahi berkerut. "Yupz, tetapi aku sudah janji di antara kita tidak akan ada rahasia lagi, kan?" "Sebenarnya ini ada apa, Mas? Katakan saja agar aku tidak penasaran." Akhirnya Rizal menceritakan semuanya tentang siapa Andra--calon suami sepupu istrinya itu. "Hah? Maksudnya si Andra itu sebenarnya bukan orang kaya seperti yang Mia kira?" tanya Elly. Rizal mengangguk. Wanita itu ingat dengan ucapan Mia kemarin yang mengatakan kalau dirinya akan dilamar secara resmi oleh orang tampan dan kaya tujuh turunan. Punya rumah bagus dan mobil mewah. "Kalau begitu aku harus menemui Mia untuk memberitahukan ini. Sebelum
"Serius si Mia sudah ada yang mau ngelamar?" tanya Venny saat Lasmi datang mengundang keluarganya untuk datang ke rumah menyaksikan lamaran adik sepupunya itu. Lasmi tersenyum. "Tentu saja. Mia akan dilamar orang kaya yang tampan dan punya rumah mewah. Pokoknya setelah ini Mia bakal jadi ratu." Venny mencibir. Hatinya merasa terbakar. Sepupu yang selalu dia anggap sebagai rival itu menikah lebih dulu meski sebenarnya usianya memang lebih tua Mia dua tahun. Mia sudah selesai kuliah dan dirinya masih berjuang membuat skripsi. "Aku nggak percaya Mia dapat orang kaya apalagi yang tampan." Venny mendengkus. Tidak rela rasanya jika Mia mendapatkan lelaki sesuai harapan. Lasmi tersenyum sinis. "Aku nggak memaksa kamu untuk percaya, tapi yang jelas dia lebih segalanya daripada Alvin. Kakakmu itu pasti akan menyesal telah menolak Mia pada waktu itu jika pada akhirnya anakku mendapat yang terbaik." Muka Lasmi memerah. Darahnya menggelegak saat ingat penolakan Alvin atas Mia yang menaruh h