Share

Bab 51

Author: Dazzling Michii
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pilihan wanita itu jatuh pada sebuah dress berwarna putih gading di atas lutut. Baju yang sopan dan tidak terlalu terbuka. Tidak terlalu ketat juga. Hanna menggerai rambut yang panjangnya lima sentimeter di bawah bahu. Tak lupa dia mengoleskan make up tipis dan menyemprotkan parfum.

Sepatu high heels berwarna hitam dan juga tas tangan yang berwarna senada, Hanna kenakan. Penampilannya begitu elegan. Tak lupa kalung berlian bermata indah di lehernya yang dibanderol dengan harga puluhan juta.

Hanna mematut diri kembali di depan cermin. Langkah berat untuk menghadiri. Namun, dia tidak mau mengecewakan papanya lagi. Merasa penampilan sudah baik, Hanna pergi ke acara gathering sang papa seorang diri.

Sebuah mobil berwarna hitam, tiba di sebuah gedung tempat berlangsungnya gathering. Sudah banyak mobil yang terparkir di sana. Hanna cukup kesulitan mencari lahan yang kosong. Dia pun hanya mengikuti ar

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Suami di Atas Kertas   Bab 52

    "Kita perlu bicara. Kamu akan kabur kalau aku lepaskan. Kita sudah lama tidak bertemu, tidakkah kamu rindu? Aku rindu sekali, terlebih dengan lekukan tubuh kamu," balas Robby.Hanna naik pitam. Merasa terhina dengan perkataan Robby barusan. Refleks telapak tangan mendarat di pipi Robby. Tamparan yang tak seberapa sebab dia menggunakan tangan kiri. Mungkin akan lebih sakit jika menggunakan tangan kanan, tetapi masih dipegang erat oleh Robby.Robby cukup terkejut, tetapi kemudian dia tertawa kecil."Terima kasih atas tamparannya, aku anggap itu salam pembuka dari kamu. Itu tidak ada sakit-sakitnya, tangan kamu sangat lembut. Masih sama saat kamu membelai aku dulu," ucap Robby, mengerlingkan sebelah mata."Kau gila, Robby. Psikopat!" teriak Hanna penuh emosi."Aku memang gila. Gila karena kamu." Robby menjulurkan tangan, hendak menyentuh pipi Hanna, tetapi dengan sigap langsung dite

  • Suami di Atas Kertas   Bab 53

    "Paman sama papa kamu sangat khawatir. Syukurlah kalau kamu baik-baik saja," ujar Sean.Hanna tersenyum getir. Hatinya tersentuh saat tahu kalau papanya mengkhawatirkan dirinya."Papa khawatir karena takut kalau aku bertemu dengan Robby?" batin Hanna bertanya-tanya."Jangan khawatir, Paman. Aku baik-baik saja," ucap Hanna menenangkan.Hanna dibawa Sean menjumpai papanya. Saat Matthew bertemu dengan Hanna, Matthew refleks memeluk sang anak."Kamu ke mana saja?" tanya Matthew.Hanna pun menjawab dengan kalimat yang sama, saat dia menjawab pertanyaan Sean.Matthew yang sebenarnya curiga dengan sang anak. Tidak mau menyinggung soal Robby kepada Hanna."Jangan khawatir, Pa. Aku tidak apa-apa. Terima kasih Papa masih peduli dengan aku," ungkap Hanna yang tak bisa m

  • Suami di Atas Kertas   Bab 54

    Robby geram dengan sikap Asep. Berlari ke arahnya lalu mencengkeram kaos Asep. Tarikan kuat dari Robby, membuat dia bangkit dari tanah."Kau tidak tahu atau pura-pura, hah?" tanya Robby membentak.Asep masih tidak tahu apa kesalahannya."Kenapa Hanna bisa lepas? Kau tidak menyekapnya dengan benar. Percuma aku membayar kau mahal. Dasar tidak berguna," sungut Robby.Asep baru mengingatnya sekarang. Pasti Robby berjumpa dengan Hanna."Maafkan saya, Bos. Aku sudah berusaha menyekapnya dengan baik, tapi dia bisa lolos. Aku kira dia diselamatkan oleh orang lain," ujar Asep."Siapa dia?" tanya Robby."Aku tidak tahu, Bos. Pokoknya begitu aku datang setelah menerima bayaran dari Bos waktu itu, Hanna sudah tidak ada lagi di tempatnya," jawab Asep. Berkata jujur."Apa pun alasan kau, aku tidak terima!" Robby ikut menghajar Asep

  • Suami di Atas Kertas   Bab 55

    Bagus kelelahan, terduduk di lantai sambil menyandarkan punggungnya ke dinding rumah bercat putih itu. Sebuah mobil muncul di hadapan Bagus. Dengan sigap dia pun segera bangkit. Sang pengemudi keluar dari kendaraannya, sosok yang sudah ditunggu Bagus sejak tadi."Wah, ada apa gerangan, sosok kurir pengantar makanan datang ke sini? Apakah aku ada memesan sesuatu?" tanyanya. Pandai menyembunyikan keterkejutan akan kehadiran Bagus di depan rumah. Hanna kembali ke rumah karena ada sesuatu yang harus dia ambil."Hanna Rihanna Kumalasari." Bagus menyebutkan nama wamita tersebut dengan mantap."Ya?" tanya Hanna. Alisnya terangkat sebelah. Bingung kenapa Bagus bisa ada di sini.Bagus menarik napas dalam-dalam. Ada rasa bimbang, tetapi dia mencoba memantapkan hati. Tidak ada pilihan lain, demi kesembuhan sang ayah."Aku mau menikah kontrak dengan kamu," ucap Bagus. Penuh keyakinan.

  • Suami di Atas Kertas   Bab 56

    Hanna berkata pedas, didorongnya tubuh Bagus yang menghalangi jalannya masuk. Berdiri di depan pintu.Bagus ingin marah saat Hanna seperti tengah mendoakan ayahnya cepat mati. Namun, Bagus mencoba menahan diri sekuat mungkin. Dari pada makin emosi saat bersama dengan Hanna, Bagus memilih pergi saja tanpa sepatah kata dari kediaman wanita itu dengan tangan kosong.Hanna tersenyum lebar saat melihat punggung Bagus yang perlahan menjauh. Begitu masuk ke rumah, tawanya langsung lepas seketika. Hanna merasa sangat bahagia. Dia tertawa di atas penderitaan orang lain.Begitulah Hanna. Sesungguhnya adalah dia bisa saja menerima Bagus untuk menandatangani surat pernikahan kontrak mereka. Namun, pikiran Hanna berkata sebaliknya. Dia menolak dengan alasan pembalasan dendam."Aku tidak suka penolakan. Ketika dia menolakku maka dia harus merasakan hal yang sama. Sekarang dia tahu rasa! Bagaimana perihnya aku tola

  • Suami di Atas Kertas   Bab 57

    Ashari mengacak-ngacak rambutnya. "Tidak ada yang lebih penting bagi aku, selain uang," ucapnya lalu berjalan kembali menjauhi keponakannya itu.Ketika Ashari baru saja beranjak satu langkah, Bagus sudah tiga langkah ke depan. Menghalangi jalan pamannya. Membuat rasa jengkel Ashari kian membesar."Minggir, Bodoh! Kau mau aku hajar di sini? Jangan menggangguku. Aku tidak ada waktu untuk meladeni semua kata-kata kau!" bentak Ashari. Satu kepalan tangan sudah hampir mendarat di wajah keponakannya. Namun, dia urungkan sebab tidak mau memancing keributan di tempat umum.Bagus yang mengira kalau pamannya sungguhan mau mencelakainya, lelaki itu sudah memasang posisi menghindar. Memundurkan wajahnya, kedua netra itu juga sempat terpejam selang beberapa saat. Ketika merasa tidak ada apa pun yang terjadi, dia menatap sang paman dan berujar dengan lembut."Aku mohon, Paman. Dengarkan aku sekali ini saja," pinta

  • Suami di Atas Kertas   Bab 58

    "Aku mohon Paman menyisihkan sebagian rezeki untuk membantu ayah dan juga beritahu keluarga lain, supaya kita bisa mengumpulkan uangnya bersama-sama," jawab Bagus."Aku tidak akan memberitahu mereka. Biarlah itu menjadi urusan kalian. Lagian juga kami tidak bisa membantu apa pun. Se peser pun kami tidak akan mau mengeluarkan uang. Meskipun pada akhirnya dia mati karena tak bisa dioperasi, ya, itu memang sudah ajalnya," balas Ashari enteng."Cukup, Paman! Jangan mendoakan ayah aku mati. Ayah itu masih anggota keluarga kita. Kalau saja aku tidak kepepet, aku tidak akan meminta seperti ini. Tapi kebetulan sekali bertemu dengan Paman. Anggota keluarga seharusnya saling membantu saat yang lain dalam kesulitan," ucap Bagus. Merasa geram dengan tingkah pamannya. Jika tidak membantu, setidaknya jangan menghina.Ashari mengendikkan bahu, bersikap cuek. "Kenapa kau marah? Perkataan aku itu benar. Kau tidak perlu meminta bantuan ke

  • Suami di Atas Kertas   Bab 59

    Ketika Ashari menatap ke arah anak tersebut, tiba-tiba saja anak kecil itu berlari ke arah seorang wanita berambut panjang yang Ashari duga adalah ibunya."Kenapa anak itu lari? Apa dia mengira aku hantu?" Ashari bertanya-tanya, merasa jengkel. Tatapan Ashari memang tajam dan ekspresi wajahnya sungguh tidak enak dilihat. Hanya satu yang menggambarkan wajah Ashari, yaitu menyeramkan.Jarang tersenyum, mata setajam pisau, rahang tegas, rambut acak-acakan, kulit hitam, hidung agak mancung, dan kedua alis yang menekuk. Badan kurus kering, penampilan biasa saja. Raut wajahnya tak pernah membawa aura positif. Aura kegelapan yang ada.Ashari hanya bisa memandang anak kecil dan ibunya tersebut dari kejauhan. Anak kecil itu mengarahkan jari telunjuknya ke Ashari sambil melirik-lirik kecil, seperti masih ada rasa takut. Sementara sang ibu, hanya menatap Ashari sekilas lalu mencoba menenangkan anaknya. Mengelus lembut rambutnya.

Latest chapter

  • Suami di Atas Kertas   Bab 80

    Banyak yang menoleh. Nada bicara yang sopan, membuat mereka heran."Ya, ada apa?" tanya salah seorang dari mereka. Lelaki berbaju hitam."Saya ingin bertemu dengan pemilik atau manager di kafe ini. Katanya di sini ada lowongan pekerjaan, apakah itu benar?" tanya Bagus."Oh, benar. Sebentar, aku panggil beliau dulu. Duduk saja," jawab lelaki tersebut.Bagus celingak-celinguk. Tak tahu harus duduk di mana. Banyak para wanita yang menguasai sofa dan melirik nakal ke arah Bagus. Membuatnya risi. Sementara bergabung dengan para lelaki di hadapannya, tatapan mereka tampak tak bersahabat."Kamu yang mau bertemu denganku?"Seorang pria dengan suara yang berat, menghampiri Bagus."Iya, benar, Pak," jawab Bagus."Aku Steven. HRD di kelab ini, katanya kamu mau bekerja di sini?" tanya sang HRD, bernama Steven.

  • Suami di Atas Kertas   Bab 79

    Hanna mengeluarkan sebuah dompet dari dalam tas lalu memberikan kartu ATM kepada sang pegawai.Penjaga toko itu hanya menggesek saja lalu mengatakan terima kasih karena sudah membeli di tempat tersebut dan sering-sering berlangganan.Bagus menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Dia tahu benda itu namanya ATM. Cara kerjanya sangat praktis, berbelanja memakai itu, tinggal gesek sudah beres. Bagus tak bisa menebak berapa banyak uang yang Hanna miliki."Ayo, kita pulang!" ajak Hanna setengah berbisik.Bagus lagi-lagi hanya bisa mengikuti dari belakang."Cincin ini, aku saja yang pegang. Urusannya sebentar, kan? Kamu bahkan tak perlu mengeluarkan uang se peser pun. Kamu tak akan sanggup membelinya," ledek Hanna."Ya. Memang aku tak punya uang untuk membelinya. Aku tak mampu menyamai atau menandingi kehidupan mewah kamu. Sedikit saja aku tidak mampu," balas B

  • Suami di Atas Kertas   Bab 78

    "Tidak ada yang salah. Karena aku akan menikahi kamu mahar itu sebagai pemberian aku untukmu," jawab Bagus."Sekarang aku tanya, kamu punya apa? Uang sepuluh miliar, tiket liburan ke sepuluh negara, mobil Alphard, rumah mewah, apartemen, vila, saham?" tanya Hanna.Bagus tengah disindir. Dia sadar kalau dia tidak punya itu semua."Memang tidak ada. Aku bukanlah orang kaya. Aku akan berusaha memberikan mahar yang kamu inginkan," ujar Bagus."Nggak usah terlalu serius dengan pernikahan ini. Cuma sebatas kertas saja. Kalau aku akan minta yang mewah, kamu tidak akan sanggup. Sadar diri sajalah! Rumah kamu kumuh, handphone tak punya, makan saja susah, kerjaan seadanya, mau menuruti kemauan aku, memberi mahar? Jangan mimpi!" ledek Hanna.Bagus menipiskan bibir. Kejam sekali perkataan Hanna menghinanya tanpa rasa kemanusiaan."Aku tahu ini adalah pernikahan

  • Suami di Atas Kertas   Bab 77

    "Harusnya nanya, dong. Gitu saja mesti dikasih tahu!" bentak Hanna. Melipat kedua tangan di depan dada.Hanya saat dalam keadaan duka saja mereka saling kalem. Sekarang, sudah kembali ke setelan pabrik."Berisik, Kakak ini. Kalau mau jumpa dengan Kak Bagus, tunggu saja di sini!" hardik Tyas."Ya, memang mau nunggu di sini!" Nada bicara Hanna tidak santai.Tyas memiringkan bibirnya. Mengejek Hanna.Hanna malas duduk bersebelahan dengan gadis tersebut meski sebenarnya dia merasa lelah. Dia hanya menyandarkan punggung ke dinding. Tyas bersikap biasa saja. Dia kembali membaca buku pelajaran."Berdirilah terus sampai pegel kaki! Padahal ada kursi kosong. Makan saja gengsi sampai mati," batin Tyas."Bagaimana keadaan ayah kamu?" tanya Hanna basa-basi. Mencairkan suasana yang menegang."Baik," jawab Tyas singkat tanpa berpal

  • Suami di Atas Kertas   Bab 76

    Awalnya, Hanna ragu apakah ini rumah Bagus atau bukan sebab dia lupa-lupa ingat. Bagus memang pernah menyebutkan alamatnya rumahnya. Di Jalan Pukat nomor tujuh. Dia pernah menginjakkan kaki di situ karena ditolong Bagus dari kasus penculikan. Karena dalam kondisi terpuruk, tidak banyak yang Hanna ingat.Kasus penculikan? Jantung Hanna berdegup kencang."Kakak aku yang menyelamatkan kamu dari orang yang menyekapmu di samping rumah ini."Kalimat tersebut terngiang kembali di ingatan Hanna. Siapa yang bisa lupa kasus penculikan yang begitu mengerikan?"Astaga, rumah penculiknya, kan, ada di …."Hanna menggantungkan ucapannya. Kedua mata melirik ke samping kiri rumah Bagus. Sebuah rumah yang tidak bagus-bagus amat, tetapi jauh lebih baik dari rumah Bagus, itu adalah rumah penculiknya Hanna.Seketika wanita itu berlari memasuki mobilnya dan melaju dengan ce

  • Suami di Atas Kertas   Bab 75

    "Untuk 1000 orang saja," jawah Hanna."Ummm, oke. Konsepnya mau bagaimana?" tanya Sisi."Kalau soal itu, terserah kamu saja. Yang penting pestanya bagus dan mewah, oke," jawab Hanna."Oke. Catering mau makanan apa? Souvenir mau apa? Surat undangan mau model yang bagaimana?" tanya Sisi."Sisi, kalau soal itu, aku serahkan ke kamu, ya. Aku hanya bagian feeting baju pengantin dan mahar saja," jawah Hanna."Baiklah. Jadi, kapan kamu akan melaksanakan pesta pernikahan itu?" tanya Sisi."Dua Minggu lagi."Jawaban dari Hanna, membuat Sisi terkejut bukan main. "Apa? Secepat itu? Gila! Lama nggak berjumpa, nggak berkabar apa pun, sekalinya komunikasi langsung bilang nikah saja, ya," cerocos Sisi."Nggak usah berlebihan. Aku minta kau rahasiakan dulu soal pernikahanku," ucap Hanna."Ciee,

  • Suami di Atas Kertas   Bab 74

    "Kamu bisa tanya ke bagian administrasi, ya," jawab Dokter Frans."Baik, Dok. Terima kasih," balas Bagus.Karena sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Bagus pamit dari ruangan tersebut. Dokter Frans memberikan semangat untuk Bagus. Begitu keluar, Bagus langsung bertolak menuju bagian administrasi."Bu, berapa biaya pengobatan ayah saya bernama Yanto?" tanya Bagus.Salah seorang pekerja tampak memainkan jarinya di keyboard, menatap layar. Mencari data yang ditanyakan oleh Bagus."Totalnya dua juta rupiah, Pak," jawab seorang pekerja di bagian administrasi.Bagus mengucapkan terima kasih dengan nada rendah. Dia berbalik badan, alangkah lemasnya. Kepala sesekali menunduk. Kondisi rumah sakit saat ini tampak ramai, seramai isi kepala Bagus saat ini.Selintas wajah Hanna di pikirannya. Perjanjian itu tertera kalau Hanna akan me

  • Suami di Atas Kertas   Bab 73

    "Aku makan di kursi, nggak mungkin makan di sini," ucap Tyas. Dia mengambil plastik berisi beberapa bungkus roti yang terletak di atas meja.Ketika dia sudah berada di luar, Tyas melihat seorang dokter dan suster berjalan mendekat. Suster itu melewati Tyas, masuk ke ruang rawat ayahnya. Sementara dokter tersebut mengajak Tyas berbincang."Di mana kakak kamu?" tanya Dokter."Kakak saya sedang bekerja, Dok. Memangnya kenapa?" jawab Tyas lalu bertanya."Dokter, kondisi pasien stabil." Seorang suster keluar dari dalam ruangan Yanto, bergabung dengan pembicaraan mereka.Dokter mengangguk kecil. "Oh, begitu. Baiklah, nanti tolong Suster beri obat rutin kepada pasien, ya," balasnya."Baik, Dok," kata Suster patuh."Obat apa, ya, Dok?" tanya Tyas. Menyangkut tentang ayahnya, dia ingin tahu."Pasien harus diberi obat yang baru

  • Suami di Atas Kertas   Bab 72

    Melihat Bagus yang diam, membuat Hanna khawatir. "Kenapa? Aku harap kamu tidak membatalkan kesepakatan ini. Jika iya, kamu harus menggantikan uang yang sudah aku keluarkan, saat ini juga." Hanna menekannya.Bagus sulit menelan saliva. Memang dia tidak ada niat untuk lari dari perjanjian. Dia hanya tidak bisa membayangkan, pernikahan sakral yang hanya sekali seumur hidup, dia permainkan seperti ini. Menikah dengan seorang wanita yang tidak Bagus cintai."Kamu tidak perlu takut. Aku akan tandatangani ini. Tapi sebelum itu, aku mau bertanya satu hal," ucap Bagus.Hanna menaikkan satu alisnya. "Apa?" tanyanya."Kamu benar-benar bersedia ingin membayar juga biaya perawatan ayahku setelah operasi?" tanya Bagus."Tentu saja. Tidak hanya itu, aku akan membiayai kehidupan kamu dan adikmu. Tenang saja," jawab Hanna."Oke, satu pertanyaan lagi. Jika aku mampu mengembali

DMCA.com Protection Status