Setelah tahu suaminya adalah CEO di kantornya, Zea merasa sedikit sungkan. Seperti halnya saat ini, mereka bersiap pulang. Biasanya Zea selalu bersikap biasa-biasa saja kepada suaminya saat dulu mengetahui jika Gio hanyalah seorang pekerja biasa, tetapi saat dirinya mengetahui yang sebenarnya membuat ia benar-benar merasa begitu sangat bingung sekali. Dahulu apapun yang ingin Ia katakan kepada suaminya langsung ia katakan tanda kuma berbeda dengan sekarang apapun yang akan ia katakan selalu dipikirkan terlebih dahulu, ia belum terbiasa dengan suaminya yang saat ini. Entahlah jika dikatakan nyaman dirinya lebih nyaman dengan suaminya yang bertompel dan juga miskin dibandingkan dengan suaminya yang sekarang ini.Setelah dari luar, Gio kembali ke kamar dan langsung meminta Zea jangan lama. "Ayo, sudah malam. Rombongan kantor sudah pulang sejak tadi," Ujar Gio. Lagi dan Lagi apa yang dikatakan oleh Gio itu seperti perintah yang tidak boleh dibantah oleh Zea. Dirinya seorang istri tapi
Hampir saja Sella menampar Gio jika Zea tak menampar Sella duluan.Zea benar-benar tidak terlibat dengan apa yang dilakukan oleh keluarganya itu. Menurutnya bu Layla dan juga anaknya itu sangatlah keterlaluan tanda kurma apa yang sedang mereka lakukan memang sudah di luar batas, padahal selama ini dia juga tidak pernah ikut campur urusan mereka, selama ini dia dijadikan sapi perah oleh mereka semua."Jangan pernah ada yang menyetuh suamiku. Kalian. Tidak tahu jika dia lebih berharga dari siapa pun. Lebih baik urusin urusan. Kalian."Zea kali ini benar-benar melakukan pembelaan untuk Gio. Dia tidak akan pernah mau membiarkan ada orang lain yang menghinanya. Lagipula mereka berdua tidak ada hak untuk menghakimi Gio, batas kesabarannya sudah melampaui apapun itu. Iya benar-benar sangat tidak mau jika mereka berdua semakin semena-mena kepadanya. Menurutnya mau bagaimanapun suaminya, dia akan tetap membelanya. Walaupun mereka berdua saling berkonflik apalagi Ia baru mengetahui soal Gio ya
"Yakin mau keluar dari rumah ini?" tanya Gio. Lelaki itu merasa heran dengan keputusan yang diambil oleh istrinya itu. Bukankah tadi istrinya yang berkata tidak mau untuk ikut pergi bersamanya dan memikirkan apa tanggapan mereka semua, lalu sekarang tiba-tiba istrinya mengatakan hal tersebut dengan begitu sangat yakin. Apakah istrinya hanya menggertak mereka saja ataukah memang Zea benar-benar serius dengan ucapannya itu. Gio tidak mau mati dengan rasa penasaran maka dari itu dirinya pun langsung saja bertanya kepada sang istri mengenai kebenaran yang ada."Kalau aku enggak yakin mana mungkin aku bicara seperti tadi." Dia sangat kesal sekali mengapa mulut mereka semua benar-benar tidak sekolah. Dia merasa begitu sangat sebal. Karena mereka semua sejak dahulu tidak ada bedanya, tidak pernah mau berubah. Zea benar-benar kali ini serius dengan ucapannya. Dia tidak pernah main-main dengan ucapannya. Saat ia kesal seperti ini, mengapa suaminya justru bertanya. Benar-benar hal yang sangat
Suasana kantor sepertinya sedang tidak bersahabat lagi. Apalagi santer terdengar Zea yang memanfaatkan fasilitas kantor untuk bulan madu. Hal itu tidak benar dan sangat disayangkan beberapa oknum. Zea merasa kesal, kalau saja bukan suaminya yang muncul dan membuat gaduh, pastinya tidak akan terjadi seperti ini. Zea duduk di mejanya, Aleta muncul dengan wajah datar. "Kamu masih bisa santai mendegar gosip tentang kami?" tanya Leta. "Aku harus bagaimana?" tanya Zea menaikan bahu. "Enggak takut di pecat?" tanya Aleta. "Kalau aku dipecat pun aku masih bisa makan. Punya suami, enggak kaya kamu ngejar suami orang!" Zea bangkit dan membawa beberapa berkas menuju ruangan sang suami. "Suami orang? Heh Zea, maksud kamu apa?" Aleta mencoba mengejar Zea yang sudah masuk ke dalam ruangan Gior, sang bos. Aleta mematung saat pintu langsung tertutup. Dia tahu jika pak bos nya tak suka dengan orang yang datang saat dirinya sedang ada tamu. Terpaksa Aleta kembali ke ruangannya. Sementara, Zea su
"Pak Mansyur?" Gior kaget saat Zea muncul bersama dengan ayahnya. Sungguh pemandangan yang sangat langka saat ini. Tidak seperti biasanya keduanya sangat jarang terlihat bersama di rumah. Namun, kini malah keduanya bersama di lantai ini."Pak Gior," sapa Pak Mansyur. "Eh iya, Pak Mansyur. Kok bisa bareng sama Zea?" tanyanya pura-pura tidak tahu. Pak Mansyur menatap Zea, lalu tersenyum pada Gior. "Zea ini anak saya," ujarnya. Sebuah keajaiban yang di dengar Gior saat ini. Wajahnya terlihat bingung dan sesekali melirik ke arah Zea berharap akan mendapatkan jawaban dari keanehan yang sedang terjadi. Bukan aneh, tapi jarang bahkan pka Mansyur mengakui jika Zea adalah anaknya. "Oh, anak Pak Mansyur." Ketegangan di antara mereka terhenti saat Pak Abdullah datang. Arga mempersilahkan mereka masuk ke ruangan Gior karena ada hal yang akan di bicarakan oleh Pak Abdullah. Pak Mansyur duduk di sofa bersama Pak Abdullah. Ayah dari menantu Pka Mansyur itu datang karena pembatalan sepihak. "
"Anak kurang ajar!"Wajah Farhat menjadi sasaran saat pak Abdullah sadar. Pria tua itu sangat mengutuk perilaku anaknya hingga membuatnya kehilangan kontrak yang sangat besar. Bagaimanapun, dia membela Farhat dan memohon padanya tetap saja dia tak bisa merubah semuanya. Dirinya sangat kesal sekali, di usia tua seperti ini seharusnya menikmati kekayaan dengan tenang atas jerih payahnya semasa muda justru sekarang ia Tengah meratapi nasib buruknya. Bagaimana bisa justru saat melakukan semua itu dan titik iya benar-benar tidak menyangka dengan apa yang terjadi kepada dirinya bahkan atas apa yang sudah dilakukan oleh putranya itu. Kesalahan apa yang sudah dilakukan anaknya sampai-sampai justru mereka kehilangan kontrak yang begitu sangat besar. Dirinya benar-benar tidak menyangka dengan apa yang terjadi kepada anaknya itu. Sudah berusaha mati-matian pun ia tidak bisa melakukannya titik-titik mendapatkan kontrak yaitu terasa begitu sangat berat sekali. Ia benar-benar begitu sangat pusing
"Saya harus ikut campur karena ini urusan istri saya. Sejak awal saya tekankan jangan pernah menggangu Zea atau kalian saya buat hidup susah!" Suara barintan itu begitu sangat menggelegar yang sejak tadi menatapnya benar-benar bukan seperti Gio yang menikahinya. Namun, seperti bosnya yang sangat menyebalkan itu, seandainya saja ia belum mengetahui semua kenyataan tersebut mungkin ia akan menganggap itulah sisi di balik suaminya tersebut. Namun, sekarang dirinya sudah mengetahui semua itu dan ia hanya bisa menyaksikan semuanya saja.Gio benar-benar merasa begitu sangat murka dengan apa yang dilakukan oleh mereka semua menurutnya kali ini mereka semua tidak berhak untuk ikut campur dan juga mengatur kehidupan dari Zea. Apalagi sekarang status dia sudah memiliki suami, maka dari itu dirinyalah yang lebih berhak mengurus istrinya dibandingkan mereka orang-orang toxic itu."Cih, orang miskin kayak kamu bisa apa hah?" Masih angkuh Bu Layla menghina Gio. Bu Layla benar-benar merasa begitu
Akhirnya mereka semua keluar dari rumah pak Mansyur. Hari itu sang ayah memang tak di rumah karena sedang ada kerjaan di luar kota. Namun, pria tua itu sudah memberikan kunci rumah sewaan yang diberikan pada Zea. "Cukup bagus selera ayahmu," ujar Gio saat memasuki halaman rumah. Dirinya tidak menyangka jika ayah mertuanya itu memiliki selera yang bagus juga. Ia kira akan dicarikan rumah sewaan yang kumuh ataupun jelek, ternyata dirinya yang terlalu berpikir negatif tentang Pak Mansyur, buktinya saja Pak Mansyur mencarikan rumah sewaan yang cukup bagus dan baik sekali."Ayah memang seleranya bagus. Walau hanya rumah sewaan, tapi lumayan kan dari pada tinggal di rumah megah kamu." Zea melirik ke arah sang suami. "Coba kamu bawa koper itu aku tidak bisa membawanya."Gio benar-benar merasa begitu sangat senang, walaupun ia memang tidak terbiasa melakukan pekerjaan itu tanda kumat tetapi diminta tolong oleh istrinya benar-benar membuat ia merasa begitu sangat senang. "Kan enak coba dar