“Bu-bukan, aku bukan pembunuh!” teriak Katarina dengan menutup kedua telinganya.Deruan napas panjang yang kian cepat berangsur pada tubuhnya, Rafka memicingkan matanya ke arah Pramana. Kini Pramana ditarik paksa oleh Elegi, gadis itu membawa Pramana yang masih babak belur itu pergi.“Kak, Ayah aku bawa pulang, sekalian urus izin bawa jenazah Kak Atalas ke Surabaya,” pamitnya.“Terima kasih, El.” Rafka hanya bisa mengulas senyum tipis.Kini Rafka hanya fokus pada Katarina, melihat istrinya sangat kacau membuat hatinya teriris. Bingung yang ia rasakan mendalam, ditemani oleh Rengga yang setia menemani Rafka.“Gimana ceritanya?” tanya Rengga menyelidik.“Panjang, Reng. Bingung aku mau kasih penjelasan dari mana dulu,” jawab Rafka dengan pasrah.Ia menghela nafas panjang, tatapan Katarina yang kosong membuat Rafka semakin tertekan. Keputusan polisi masih menunggu jawaban Pramana. Semua ini membuat Rafka semakin pusing.“Bapak Rafka, boleh saya berbicara sebentar,” ujar seorang polisi.Ra
“Ada apa sih, Raf?” tanya Rengga bertanya-tanya.“Lihat!” Rafka menunjukkan sebuah berita yang ia baca beberapa waktu lalu.Mata Rengga memicing kaget saat melihat apa yang Rafka tunjukkan, ia mulai kesal dengan penulis berita itu. Entah dapat dari mana informasi yang cukup membuat Katarina trauma itu.“Tenang, aku akan cari infonya, temani saja Katarina. Nanti aku kabari lagi,” ucap Rengga beranjak meninggalkan Rafka sendirian.Rafka hanya bisa diam dengan menahan emosi yang sudah di ubun-ubun, ia hanya bisa diam dan bernapas panjang. Langkahnya menemui Katarina yang kini hanya diam menatap jalanan depan komplek.“Oh itu ya yang bunuh saudara iparnya, kok jahat sekali ya,” ucap seorang tetangga Rafka.“Aaa, aku bukan pembunuh!” teriak Katarina keras.Rafka yang awalnya mengawasi Katarina dari jauh itu berlari, dengan sigap ia memeluk erat tubuh Katarina yang kini gemetaran.“Kata, tenang aku ada di sini,” ucap Rafka pelan.Katarina sempat meronta dilepaskan, namun dengan sekuat tenag
“Satu pelajaran biar kamu gak ngelunjak!” pekik Pramana keras.Elegi hanya bisa mengusap pelan pipi kanannya, perih yang ia rasakan mungkin bagi Pramana adalah hal kecil.Elegi : Kak, biarkan Kak Kata istirahat dulu, tidak perlu diganggu tidurnya. Temani saja dia sampai dia bangun.Pesan itu terkirim ke Rafka, pikirannya ikut melayang ke keadaan Katarina. Matanya menyipit menatap jalanan yang ramai, perjalanan pulang yang sangat lama. Tanpa ia sadari ia terlelap sejenak.“Elegi, bangun!” matanya mengerjap beberapa kali.***“Kata mau apa? Ayo makan dulu, mau makan di luar sekalian pesan matcha?” tanya Rafka pelan.Katarina hanya menggelengkan kepalanya berulang, ia beranjak dari ranjang berjalan pelan ke arah balkon. Matanya menatap lekat ke arah balkon kamar, nanar tatapannya melihat mobil itu masuk area rumah keluarga Zavier.“Elegi pulang ya, Mas?” tanya Katarina lirih.“Iya sayang, Elegi pulang dari Surabaya,” jawab Rafka menatap ke arah yang sama dengan Katarina.Lama Katarina me
“Kata!” teriak Rafka keras.Beberapa menit yang lalu ia mengerjapkan matanya berulang, terbangun dari tidur singkatnya di sofa kamar. Matanya menelisik ke sekeliling dan Katarina yang tidak ia temukan. Kepalanya masih sedikit pusing karena bangun secara langsung.“Kata, kamu di mana, sayang?” tanya Rafka keras.Bahkan tidak ada jawaban apa pun dari Katarina, matanya menatap lekat ke jam dinding kamar pukul 2.15 dini hari. Pintu balkon yang terbuka lebar, tanpa basa-basi Rafka berlari ke balkon.“Katarina, kamu kenapa melamun di sini? Aku panggil beberapa kali kenapa gak menyahut?” berondong tanya dari Rafka yang hanya dibalas tatapan oleh Katarina.“Aku tidak bisa tidur lagi, aku lihat mas Rafka sangat lelah. Jadi, aku tidak ingin mengganggu mas istirahat, aku ke sini saja tadi. Aku juga tidak dengar mas Rafka berteriak, maaf,” jelas Katarina panjang lebar.“Sayang, maaf, sepertinya aku tidur terlalu lelah ya. Masuk kamar lagi yuk, di luar dingin,” Rafka merangkul tubuh Katarina erat.
“Aaa,” teriak Katarina keras.Sebuah kecelakaan terjadi tepat di depan mobil yang dikendarai Katarina dan Rafka. Antok yang reflek mengerem mendadak itu cukup shock.“Maaf, Pak, Bu,” ucapnya bergetar.Rafka masih memeluk erat tubuh Katarina, badannya bergetar hebat seperti penuh dengan ketakutan. Elegi hanya menatap ke arah tempat kecelakaan, ia masih terkejut dengan tapi tidak bisa berkata apa-apa.“Putar balik, Pak Antok. Aku gak bisa lama-lama,” titah Elegi.Antok hanya menganggukkan kepalanya, ia menatap sekeliling jalanan yang sepi itu. Kecelakaan yang sudah ramai dengan banyak mobil polisi yang berlalu lalang.“Maaf ya, Pak,” ucap Antok lirih.***“Selamat pagi, Nona Katarina,” sapa seorang dokter yang duduk di hadapan Katarina.Dokter itu hanya diam menatap Katarina dan Rafka, setelah melihat secara langsung kecelakaan yang terjadi. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya, enggan menatap dokter wanita yang duduk di hadapannya.“Dokter Raisa, sebelumnya mohon maaf, Kata tadi sempat
“Kak, itu apa?” tanya Elegi lagi.“Em, bukan apa-apa kok, hanya surat dari dokter,” jelas Rafka.Katarina terlihat bingung dengan dua orang yang saat ini saling menatap aneh itu. Rafka hanya mengulas senyum tipis.“Ayo pulang, kakakmu sudah lelah sepertinya,” lanjut Rafka.Kini tiga orang itu berjalan meninggalkan lobi rumah sakit, Katarina hanya mengikuti langkah Rafka. Tangannya yang digenggam erat oleh laki-laki itu membuatnya merasa lebih aman. Senang yang ia rasakan membuatnya lebih tenang.“Makan siang dulu ya, Kak,” ujar Elegi.“Iya, ikut aja deh.” Rafka hanya menganggukkan kepalanya.Katarina yang hanya mengulas senyum tanpa memberikan pendapatnya, matanya masih tertuju pada jalanan yang mulai ramai. Jam makan siang membuat jalanan ramai, banyak para pekerja berlalu-lalang.“Mas, katanya ....” ucapan Katarina terhenti.“Katanya apa sayang?” tanya Rafka saat menoleh dan melihat wanita di sampingnya kebingungan.“Tidak ada,” sergahnya segera.Mendadak Katarina kehilangan kata ya
“El, temani kakakmu!” gertak Rafka.“Kakak, aku perlu tahu ya keadaan Kak Kata, kenapa kakak gak bilang? Jadi amplop yang kakak bawa tadi hasil vonis dokter?” berondong tanya dari Elegi.Rafka hanya bisa diam, ia tidak memberikan jawaban apa pun. Hanya menatap singkat Elegi dan meninggalkannya begitu saja.“Kak, apa sih!” teriak Elegi keras.“Pulang,” gertak Rafka keras.Kini ia melangkah menjauh dari Elegi yang masih mematung di sebelah Rengga. Beberapa kali Rafka menoleh ke belakang, melihat adiknya yang masih mematung.“Pulang, ngapain masih berdiri di situ?” gertak Rafka keras.***“Kata, kamu istirahat dulu ya,” ucap Rafka saat sampai di kamar.“Mas, ada apa?” tanya Katarina.“Ada apa? Tidak ada apa-apa, Kata.” Rafka melepas kemejanya dan beranjak ke kamar mandi.Langkahnya samar-samar dilihat Katarina, enta
‘Dia terbangun?’ batin Rafka dalam benaknya.Matanya mengedar ke sebelahnya, ditatapnya Katarina masih terpejam. Rafka mengelus dadanya pelan. Ia berniat menggendong Katarina masuk ke kamar, dengan bersusah payah ia menggendong tubuh mungil Katarina.“Cepat sembuh, Kata. Nanti kita jalani hidup dengan lebih bahagia bersama,” ucap Rafka lirih.Mata Rafka tidak beralih dari wajah cantik Katarina yang masih terpejam, rapat senyum Rafka yang tipis terulas di bibir. Usapan pelan pada puncak kepala Katarina, ia yang bersandar di sandaran ranjang.“Aku ingin kamu mengetahui aku mulai mencintaimu, ayo kita buat keluarga yang hangat seperti kemauanmu,” ucap Rafka lirih.“Aku senang berbicara denganmu, Kata. Ayo bertahan lebih lama, lawan rasa takutmu atas apa yang terjadi. Aku menyayangimu, sungguh!” bisik Rafka pada telinga Katarina.Tanpa disadari Rafka, secara tiba-tiba Katarina memeluk erat tubuh Rafka. Tanpa membuka matanya sama sekali. Dekapan hangat itu membuat Rafka ikut terlelap dalam
"Sudahlah, Ayah. Sekarang keadaan sudah lebih baik, ayah juga sekarang memiliki cucu yang lucu dan menggemaskan. Tidak perlu mengingat masalalu yang sudah-sudah," jelas Rafka panjang. "Benar juga!" Pramana menepuk pundak Rafka dengan terkekeh. Dua pria itu kini berjalan keluar dari ruangan bayi, menemui Elegi untuk bertanya ruang inap Katarina. Sepanjang koridor Rafka merasa senang sekaligus terharu. "Raf, kamu sudah mengabari Rengga? Ayah rasa dia sangat cemas denganmu yang selama beberapa jam ini sibuk menemani Katarina di ruang bersalin," ujar Pramana. Rafka hanya mengangguk, sudah beberapa jam ponsel itu tidak ia sentuh. Beberapa pesan dan telepon masuk dari Rengga. "Ayah duluan saja, ini Rengga mau telepon," ucapnya. Tidak berselang lama ponsel itu bersering, notifikasi telepon masuk dari Rengga. "Halo, ke mana aja?!" tanya Rengga dengan keras dari seberang. "Katarina lahiran, ada apa? telepon banyak banget, tadi ponselnya mati," jelas Rafka tanpa di minta. "Wah aku jadi
"Aku mau hidup sama kamu seumur hidup aku," bisik Rafka dengan memeluk tubuh istrinya. Katarina hanya pasrah dalam dekapan Rafka, ia menitikkan air matanya. Ucapan Rafka membuat hati Katarina tersentuh dalam. Jarang sekali Rafka mengatakan kalimat magic tersebut. "Mas, aku juga ingin bersamamu seumur hidupku, jangan lagi menjadi dingin seperti es batu, ya!" tegas Katarina terisak. Keduanya saling menguatkan satu sama lain, enggan melepas pelukan satu sama lain. Malam itu semua hal terasa sangat menguras air mata, namun dalam hati Katarina paling dalam ia ingin bahagia bersama Rafka. "Kita jaga anak ini sama-sama, dan kita akan menjadi orang tua kebanggaan mereka!" ucap Rafka dengan antusias. "Iya, mereka akan sangat bangga dengan kita, Mas!" ujar Katarina keras. *** Tiga bulan setelah perubahan Pramana, laki-laki paruh baya itu mempersiapkan semua kebutuhan acara tujuh bulanan Katarina. Dan hari ini adalah waktu acaranya, seluruh rumah didekorasi dengan sangat cantik dan Elegan
"Ayah, ada apa?" tanya Rafka dengan penasaran saat Pramana diam tidak melanjutkan ucapannya. "Em, Ayah sudah memikirkan sesuatu tentang ... anak kalian," ucap Pramana dengan ragu. Rafka dan Katarina berakhir saling menatap, keduanya tidak percaya akan ucapan Pramana. Sejak di awal kehamilan Katarina, Pramana terlihat acuh dan tidak peduli sama sekali. "Maksud ayah apa?"" tanya Katarina lirih. "Acara tujuh bulanan anak kembar kalian biar ayah yang persiapkan. Terus ayah juga kepikiran menyumbang nama untuk anak kalian nanti," jelas Pramana dengan antusias. "Hah! ini ayah serius?" tanya Rafka dengan penuh keraguan. Matanya masih memicing ke arah Pramana yang kini duduk di hadapannya. Laki-laki yang dulunya sangat menentang keras hubungan keduanya kini luluh karena kabar bayi kembar? "Iya, ayah sudah mencari vendor yang bagus untuk acara tujuh bulanan anak kalian. Terus ayah sudah memikirkan nama anak yang sangat lucu, sayangnya kita belum tahu ya jenis kelaminnya," keluh Pramana
"Hm," singkat jawaban Pramana beranjak meninggalkan Rafka begitu saja. 'Ada apa dengan ayah? kenapa dia tidak suka aku punya anak, bukannya ini hal baik ya dia akan menimang cucu dari anak sulungnya,' gumam Rafka dalam batinnya. Rafka hanya menghela napas panjang, ia berjalan masuk ke dalam rumah. Melihat tingkah Pramana yang seolah biasa saja, membuat perasaan Rafka sedikit kacau dan takut. "Tapi ayah tidak akan berbuat yang macam-macam pada Katarina, em lagian semua asetnya sudah aku kembalikan sesuai janji. Kalau ayah masih nekat mencelakai Katarina, seharusnya dia tahu apa akibatnya," ucap Rafka sepanjang langkah ke kamar. "Kak!" seru Elegi keras. Rafka menoleh, "Ada apa, El?" tanya Rafka dengan ketus."Gak apa-apa, cuma manggil aja. Kak Kata di mana, Kak?" tanya Elegi lagi. "Kamar," singkat jawaban Rafka lalu beranjak meninggalkan adiknya. *** Saat tiba di kamar, Rafka melihat Katarina sudah bangun dari tidurnya. Hanya saja ia hanya duduk diam di ranjang, matanya menatap
"Raf, maaf ganggu. Ini ada meeting yang kamu harus datang," ucap Rengga di telepon. "Emang gak bisa diwakili? biasanya juga kamu yang wakili," tanya Rafka sedikit berbisik."Enggak bisa, client pengennya kamu yang presentasi. Udah sempet aku rayu tapi tetep gak mau," jelas Rengga. "Siapa sih, Reng?" tanya Rafka dengan tegas. Rengga sejenak diam, ditelpon Rafka sudah menunggu jawaban dengan penuh tanda tanya. "Andini," singkat jawaban Rengga membuat Rafka bungkam. "Duh, aku lagi gak bisa ninggal Katarina sendirian di rumah. Reng, Katarina hamil, badannya masih belum kuat banget trimester pertama," jelas Rafka dengan antusias. "Terus ini gimana? Andini tetep minta kamu," tegas Rengga. Sejenak Rafka menghela napasnya, berpikir panjang apakah ia bisa meninggalkan Katarina 1-3 jam saja. "Gimana? aku butuh jawaban," tegas Rengga di telepon. "Bentar aku mikir!" gertak Rafka. Rafka mempertimbangkan banyak hal, meeting hanya 1-3 jam. Akan tetapi, keselamatan Katarina selama 1-3 jam i
"Kak!" teriak Elegi keras dari luar kamar.Mata Katarina dan Rafka kini tertuju pada pintu, percakapan itu terhenti begitu saja. Rafka segera beranjak ke pintu, menemui Elegi yang secara tiba-tiba mengetuk pintu dan berteriak sangat keras. "Ada apa?" tanya Rafka setelah membuka pintu. "Em, itu, ayah aneh banget!" gerutunya. "Terus? kamu ngapain malem-malem ke sini?" tanya Rafka dengan sedikit keras."Gak apa-apa sih, cuma pengen iseng aja," Elegi terkekeh lalu berlari ke kamarnya. Rafka hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah adiknya yang sangat aneh itu. Kini ia hanya memijit pelan pelipisnya yang terasa sakit. "Mas, ada apa?" tanya Katarina lirih. "Adik iparmu, cari ribut mulu," jawab Rafka terkekeh."Apa katanya?" Katarina berbalik tanya dengan melihat tangan Rafka yang memijit pelipisnya. pria itu hanya menggelengkan kepalanya, merebahkan tubuhnya di dekat Katarina. secara tiba-tiba Katarina ikut memijat pelipis Rafka, tanpa permisi dan basa-basi. "Pusing ya? kamu k
“Raf, apa ini tidak berlebihan?” tanya Pramana dengan tatapan sendu.‘Ada masalah apa dia mengatakan ini berlebihan? Bukannya dia sendiri yang membuat ulah hingga kejadiannya seperti saat ini,’ batin Rafka bertanya-tanya.“Bagiku ini sudah tepat, ayah!” tegas Rafka.Matanya melihat Pramana yang sibuk memainkan tangannya berulang, laki-laki paruh baya itu terlihat ragu. Rafka yang tidak ada ampun mendesak ayahnya untuk memberi jawaban.“Gimana? Apakah ayah sudah memiliki jawaban?” tanya Rafka dengan suara sedikit mendesak. [“Raf … berikan ayah waktu untuk berpikir dan mempertimbangkannya sedikit lagi. Sepertinya waktu setengah jam masih kurang,” jawabnya dengan menghindari pandangan Rafka.“Tidak, ayo berikan jawaban ayah sekarang, aku tidak punya banyak waktu!” ujar Rafka dengan tegas.Pramana kini duduk menghadap Rafka, helaan napas panjang yang sempat terlihat oleh Rafka. Pria paruh baya itu hanya menunduk pilu, terlihat keresahan yang ada dalam dirinya.“Bagaimana ayah? Apa ayah m
“Loh, Ra ....” Belum sempat Pramana melanjutkan ucapannya Rafka sudah menyangkal perkataan laki-laki paruh baya itu. “Bubar kalian semua!” teriak Rafka keras. Rafka saat itu hanya memijit pelipisnya pelan, tangan kanannya kini mempersilakan Katarina dan Elegi untuk masuk ke kamar. Meja ruang tamu yang kini berisi berbagai minuman dengan bau sangat menyengat. “Pamit dulu, Pram,” ujar seorang teman dengan membawa beberapa temannya. Mata Rafka hanya menatap nyalang ke arah Pramana, ia sudah keheranan dengan tingkah ayahnya yang tidak henti-hentinya berulah. “Ikut aku!” ujar Rafka dengan berjalan ke ruang kerjanya. Rafka menghela napas panjang, matanya masih tertuju pada laki-laki yang kini berdiri dengan wajah biasa saja. Pramana hanya mengulas senyum tipis tanpa banyak bicara. “Ada apa?” tanya Pramana tanpa berdosa. “Masih bisa tanya ada apa? Ayah, apa yang kamu lakukan beberapa hari setelah aku berangkat ke Yogyakarta? Pantas begitu!” dengan suara keras Rafka membentak
“Jadi selama aku tidak pulang ke rumah ayah berbuat ulah ya, Kak. Seharusnya aku tidak meninggalkan rumah dan menjaga ayah,” ucap Elegi dengan suara purau.Usapan pelan pada pundak kiri Elegi dari Edgar membuatnya menoleh. Rafka yang menedengar ucapan ELegi semakin banyak beban di kepalanya.“Enggak apa-apa, semuanya sudah terjadi,” ujar Rafka.“Aku tidak paham lagi dengan maksud ayah, tapi kalau kakak butuh bantuan untuk ngobrol sama ayah aku bantu,” tegas Elegi dengan antusias.“El, terima kasih ya sudah mau membantu kakak menyelesaikan semua ini,” ucap Rafka dengan senyum yang terulas di bibirnya.Katarina hanya mendengarkan percakapan adik dan suaminya, ia merapal doa untuk apa pun yang mereka lakukan. Ia masih merasa sangat bersalah dengan apa yang sudah terjadi, mungkin jika Atalas masih hidup semua kejadian yang terjadi sekarang tidak akan terjadi.“Em, Mas, El. Maafkan aku ya, akibat dari kejadian yang bermula dari aku semuanya jadi seperti saat ini,” ungkap Katarina dengan m