“Mas, stop! Aku gak ada tenaga buat bertengkar sama kamu,” ucapnya pasrah.Katarina memilih tidur dan membiarkan Rafka yang masih berdiri tegak, lambat laun lelaki itu memilih diam menatap istrinya yang kini memejamkan matanya. Lampu kamar Yang sengaja ia matikan tiba-tiba,‘Selamat tidur, Katarina,' ucap Rafka dalam batinnya lirih untuk menutup hari ini.Malam semakin larut, mata Rafka hanya terpejam namun tidak tertidur. Katarina yang sudah terlihat lelap dalam tidurnya. Hening lama, hanya ada suara hewan malam yang menyeruak keras hingga telinga Rafka.‘Katarina, harusnya aku yang menemanimu bertemu dengan kakek. Rasanya aku berdosa sekali kali ini, meski perbuatanmu juga tidak bisa dibenarkan. Tapi, meninggalkan kamu sendirian juga sebuah kesalahan. Ah, Katarina! Mengapa kamu sangat egois saat itu, entah aku atau kamu yang egois. Yang pasti kita yang sama-sama memberi makan ego yang tinggi ini!’ gumam Rafka dalam batinnya.Rafka beranjak dari sofa, meregangkan ototnya dengan pelan
“Bukannya apa? Apa kamu lupa kalau pernikahan kita ini hanya untuk menuruti wasiat kakek? Aku tidak akan menyentuhmu, Katarina!” suara lantang nan tegas dari Rafka itu sungguh menusuk hati Katarina.Rafka berjalan mencari pakaiannya, bersiap untuk kembali bekerja dan menikmati suasana pagi hari ini. Katarina masih diam menatap sosok laki-laki yang berdiri tidak jauh dari almari.“Benar ya yang kamu bilang, Mas. Pernikahan kita hanya sebatas memenuhi permintaan kakek,” ujarnya lirih.“Maksudmu?” Rafka membalikkan badannya pelan menatap Katarina.Tangan kanan Katarina menunjuk sebuah foto yang dibingkai sangat besar yang ada di kamar, foto keduanya sedang melangsungkan akad nikah di rumah sakit Bhayangkara senyum keduanya terulas secara paksa.“Bukankah dari awal pernikahan ini memang begitu, Katarina. Kita hanya diminta menikah dan menjaga warisan kakek. Itu saja, sudahlah bersiaplah turun dan sarapan bersama,” tukas Rafka tanpa membiarkan Katarina mengungkapkan maunya.“Iya, Mas.” Kat
“Deal!” dengan mantap Pramana menjabat tangan kanan Atalas.Keduanya tertawa terbahak-bahak, dengan asik Pramana dan Atalas berjalan ke taman belakang rumah. Duduk santai dengan menikmati kopi buatan Bibi, percakapan santai sampai serius keduanya bahas.“Katarina!” teriak Pramana keras.Senyum licik terulas dibibir Pramana sangat tipis, pada awalnya tidak ada niat yang terselubung. Namun, Pramana memang sangat suka membuat menantunya itu merasa tertekan atas perlakuannya.“Tolong belikan buah mangga di supermarket,” dua lembar uang seratus ribu diberikan pada Katarina.“Ayah ....” Suara Katarina tercekat.“Ada apa? Gak mau dimintai tolong?” berondong pertanyaan dari Pramana membuat Katarina kikuk.‘Salah lagi kamu, Kata!’ betin Katarina memakai dirinya sendiri.“Ayo!” ajak Atalas dengan menarik tangan Katarina pelan.Tangan Atalas dengan sengaja menggandeng tangan Katarina, mata Elegi memicing melihat pemandangan itu. Kakak iparnya yang bilang akan mengambil minum malah pergi berhitu
“Diem!” pekik Rafka keras menatap Katarina berboncengan dengan Atalas.“Raf, kendaliin emosimu!” ujar Rengga dengan menepuk pelan pundak kanan Rafka.Rafka hanya menundukkan kepalanya, meredam emosi yang ada dalam dirinya kuat-kuat. Rasa kesal dan cemburu membuncak pada dirinya, dalam hingga ingin membanting barang yang ada di sekitarnya. Kepalan tangan kanan yang membuat ia susah mengendalikan diri.“Tahan emosimu, Raf. Inget apa yang kita pikirin beberapa waktu lalu,” ucap Rengga lirih.“Iya, makasih udah ingetin.” Rafka kembali fokus ke jalan yang sesekali ia tatap berulang.“Kita ke mana?” tanya Rengga singkat.“Kantor aja,” singkat jawaban Rafka.Mobil itu kembali melaju dengan kecepatan sedang, ramai jalanan siang itu membuat keduanya malas. Hening diantara tiga orang yang ada di dalam mobil, Rafka kali ini memilih diam dan sibuk dengan pikirannya sendiri.‘Emang harus kaya gitu ya, Kata?’ gumamnya penuh tanya pada batinnya.***“Lama banget kamu beli buah mangga! Beli di mana k
“Kamu salah dengar, Katarina. Ingat tujuan kita menikah!” tegur Rafka tegas.Laki-laki itu kemudian beranjak dari kursi yang ada di balkon, pergi meninggalkan Katarina yang masih berdiri mematung. Hatinya memastikan apa yang ia dengar itu benar, nyatanya ia benar-benar tidak salah dengar. Suara lirih Rafka yang membuatnya terbangun, namun kata Rafka itu hanyalah kesalahan dalam pendengaran?‘Aku tidak salah dengar, aku mendengar kamu mengatakan aku mencintaimu. Akan tetapi, mengapa kamu harus berbohong atas itu? Memangnya dalam pernikahan itu selalu tentang pembohong ya?’ gumam Katarina bertanya-tanya.“Kata, ngapain masih di situ? Pergilah mandi terus makan malam,” seru Rafka yang baru saja keluar kamar mandi itu.“Mas, jawab jujur kali ini saja,” pinta Katarina lirih.“Maksudmu aku berbohong? Aku sudah jujur padamu, Katarina. Kamu yang salah dengar, sudah tidak usah dibahas lagi. Segeralah mandi dan aku tunggu di ruang makan,” tutur Rafka dengan tegas.Helaan napas panjang Katarina
“Rafka, jaga ucapanmu!” teriak Pramana keras.Rafka hanya diam menatap Pramana, tanpa kata ia hanya menatap nyalang ke arah Atalas. Lelaki yang ditatap itu hanya diam, asik menikmati makannya dengan menjentik-jentikkan jarinya di meja. Senyumnya terulas tipis di wajah tegasnya.“Memangnya kenapa, Raf? Takut istrimu nyangkut ke aku?” tanya Atalas seolah meledek.Katarina membelalakkan matanya lebar mendengar ucapan Atalas, sontak ia menarik lengan Rafka begitu saja. Penolakan dari Rafka tidak membuatnya jera, ia tetap menarik lengan Rafka dan mengajaknya beranjak dari ruang makan.‘Bisa bahaya kalau bahasannya udah begini, aku tau Mas Rafka pasti bisa menahan diri. Tetapi, aku sangat takut dia tersulut emosi, lebih baik aku bawa pergi saja.’ Gumam Katarina sembari menarik lengan Rafka tanpa basa-basi.Tibalah mereka di kamar dengan nuansa biru, Katarina melepaskan tangan Rafka begitu saja. Katarina hanya diam dan
“Mas,” panggil Katarina lirih.“Teman kantor,” ucapnya lirih dan beranjak meninggalkan kamar.Langkahnya terburu-buru, masih dengan telepon yang menempel di telinga. Rafka berjalan keluar dengan langkah cepatnya. Katarina hanya mengikutinya pelan di belakang, jauh menatap punggung suaminya perlahan menghilang. Mobil itu melaju dengan cepat tanpa basa-basi, entah ke mana tujuan suaminya itu malam ini.“Harusnya aku menahan dia untuk tetap di sini, tapi ya sudah terlambat,” ucap Katarina menatap pintu utama yang kembali tertutup itu.Ia berjalan pelan, menaiki satu persatu anak tangga menuju kamar. Tubuhnya rebah di atas ranjang, pikirannya tidak tenang. Bayangan Rafka asik ditelepon masih tercetak jelas di pikirannya. Banyak tanya yang belum terjawab kali ini, siapa lawan bicaranya?Eldito : Dito, bapak ada jadwal rapat tidak? Atau ada jadwal meeting mendadak?Satu pesan yang dikirimkan Katarina pada Eldito sekretaris Rafka, matanya masih menatap layar ponselnya. Menunggu pesan itu cek
‘Mas Rafka ganteng banget kalau begini, gak sia-sia tadi pura-pura sakit biar dia pulang,' gumam Katarina dalam batinnya.Lama Katarina menatap suaminya itu tanpa jeda, jarak antara wajah keduanya hanya dua jengkal. Katarina merasa sangat senang saat itu. Berbeda dengan tatapan Rafka yang seolah biasa saja.“Minum obatnya, Kata!” gertak Rafka sekali lagi.“Eh, iya, Mas.” Katarina tergugup mengambil gelas yang ada ditangan Rafka.Sengaja ia minum obat yang diberikan Rafka, tidak lucu jika ia menolak obat itu. Alasannya terlalu beresiko kali ini, bisa saja ia tiba-tiba mengantuk parah gara-gara obat demam itu. Tidak peduli apa yang akan terjadi setelah ini. Katarina masih menatap mata Rafka lekat, jarang sekali keduanya terlihat intens seperti ini.‘Es batu ini bisa cair gak ya?’ tanya Katarina yang masih menyelidik mata Rafka.“Kamu ngapain!” gertak Rafka berulang kali.Katarina ber
"Sudahlah, Ayah. Sekarang keadaan sudah lebih baik, ayah juga sekarang memiliki cucu yang lucu dan menggemaskan. Tidak perlu mengingat masalalu yang sudah-sudah," jelas Rafka panjang. "Benar juga!" Pramana menepuk pundak Rafka dengan terkekeh. Dua pria itu kini berjalan keluar dari ruangan bayi, menemui Elegi untuk bertanya ruang inap Katarina. Sepanjang koridor Rafka merasa senang sekaligus terharu. "Raf, kamu sudah mengabari Rengga? Ayah rasa dia sangat cemas denganmu yang selama beberapa jam ini sibuk menemani Katarina di ruang bersalin," ujar Pramana. Rafka hanya mengangguk, sudah beberapa jam ponsel itu tidak ia sentuh. Beberapa pesan dan telepon masuk dari Rengga. "Ayah duluan saja, ini Rengga mau telepon," ucapnya. Tidak berselang lama ponsel itu bersering, notifikasi telepon masuk dari Rengga. "Halo, ke mana aja?!" tanya Rengga dengan keras dari seberang. "Katarina lahiran, ada apa? telepon banyak banget, tadi ponselnya mati," jelas Rafka tanpa di minta. "Wah aku jadi
"Aku mau hidup sama kamu seumur hidup aku," bisik Rafka dengan memeluk tubuh istrinya. Katarina hanya pasrah dalam dekapan Rafka, ia menitikkan air matanya. Ucapan Rafka membuat hati Katarina tersentuh dalam. Jarang sekali Rafka mengatakan kalimat magic tersebut. "Mas, aku juga ingin bersamamu seumur hidupku, jangan lagi menjadi dingin seperti es batu, ya!" tegas Katarina terisak. Keduanya saling menguatkan satu sama lain, enggan melepas pelukan satu sama lain. Malam itu semua hal terasa sangat menguras air mata, namun dalam hati Katarina paling dalam ia ingin bahagia bersama Rafka. "Kita jaga anak ini sama-sama, dan kita akan menjadi orang tua kebanggaan mereka!" ucap Rafka dengan antusias. "Iya, mereka akan sangat bangga dengan kita, Mas!" ujar Katarina keras. *** Tiga bulan setelah perubahan Pramana, laki-laki paruh baya itu mempersiapkan semua kebutuhan acara tujuh bulanan Katarina. Dan hari ini adalah waktu acaranya, seluruh rumah didekorasi dengan sangat cantik dan Elegan
"Ayah, ada apa?" tanya Rafka dengan penasaran saat Pramana diam tidak melanjutkan ucapannya. "Em, Ayah sudah memikirkan sesuatu tentang ... anak kalian," ucap Pramana dengan ragu. Rafka dan Katarina berakhir saling menatap, keduanya tidak percaya akan ucapan Pramana. Sejak di awal kehamilan Katarina, Pramana terlihat acuh dan tidak peduli sama sekali. "Maksud ayah apa?"" tanya Katarina lirih. "Acara tujuh bulanan anak kembar kalian biar ayah yang persiapkan. Terus ayah juga kepikiran menyumbang nama untuk anak kalian nanti," jelas Pramana dengan antusias. "Hah! ini ayah serius?" tanya Rafka dengan penuh keraguan. Matanya masih memicing ke arah Pramana yang kini duduk di hadapannya. Laki-laki yang dulunya sangat menentang keras hubungan keduanya kini luluh karena kabar bayi kembar? "Iya, ayah sudah mencari vendor yang bagus untuk acara tujuh bulanan anak kalian. Terus ayah sudah memikirkan nama anak yang sangat lucu, sayangnya kita belum tahu ya jenis kelaminnya," keluh Pramana
"Hm," singkat jawaban Pramana beranjak meninggalkan Rafka begitu saja. 'Ada apa dengan ayah? kenapa dia tidak suka aku punya anak, bukannya ini hal baik ya dia akan menimang cucu dari anak sulungnya,' gumam Rafka dalam batinnya. Rafka hanya menghela napas panjang, ia berjalan masuk ke dalam rumah. Melihat tingkah Pramana yang seolah biasa saja, membuat perasaan Rafka sedikit kacau dan takut. "Tapi ayah tidak akan berbuat yang macam-macam pada Katarina, em lagian semua asetnya sudah aku kembalikan sesuai janji. Kalau ayah masih nekat mencelakai Katarina, seharusnya dia tahu apa akibatnya," ucap Rafka sepanjang langkah ke kamar. "Kak!" seru Elegi keras. Rafka menoleh, "Ada apa, El?" tanya Rafka dengan ketus."Gak apa-apa, cuma manggil aja. Kak Kata di mana, Kak?" tanya Elegi lagi. "Kamar," singkat jawaban Rafka lalu beranjak meninggalkan adiknya. *** Saat tiba di kamar, Rafka melihat Katarina sudah bangun dari tidurnya. Hanya saja ia hanya duduk diam di ranjang, matanya menatap
"Raf, maaf ganggu. Ini ada meeting yang kamu harus datang," ucap Rengga di telepon. "Emang gak bisa diwakili? biasanya juga kamu yang wakili," tanya Rafka sedikit berbisik."Enggak bisa, client pengennya kamu yang presentasi. Udah sempet aku rayu tapi tetep gak mau," jelas Rengga. "Siapa sih, Reng?" tanya Rafka dengan tegas. Rengga sejenak diam, ditelpon Rafka sudah menunggu jawaban dengan penuh tanda tanya. "Andini," singkat jawaban Rengga membuat Rafka bungkam. "Duh, aku lagi gak bisa ninggal Katarina sendirian di rumah. Reng, Katarina hamil, badannya masih belum kuat banget trimester pertama," jelas Rafka dengan antusias. "Terus ini gimana? Andini tetep minta kamu," tegas Rengga. Sejenak Rafka menghela napasnya, berpikir panjang apakah ia bisa meninggalkan Katarina 1-3 jam saja. "Gimana? aku butuh jawaban," tegas Rengga di telepon. "Bentar aku mikir!" gertak Rafka. Rafka mempertimbangkan banyak hal, meeting hanya 1-3 jam. Akan tetapi, keselamatan Katarina selama 1-3 jam i
"Kak!" teriak Elegi keras dari luar kamar.Mata Katarina dan Rafka kini tertuju pada pintu, percakapan itu terhenti begitu saja. Rafka segera beranjak ke pintu, menemui Elegi yang secara tiba-tiba mengetuk pintu dan berteriak sangat keras. "Ada apa?" tanya Rafka setelah membuka pintu. "Em, itu, ayah aneh banget!" gerutunya. "Terus? kamu ngapain malem-malem ke sini?" tanya Rafka dengan sedikit keras."Gak apa-apa sih, cuma pengen iseng aja," Elegi terkekeh lalu berlari ke kamarnya. Rafka hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah adiknya yang sangat aneh itu. Kini ia hanya memijit pelan pelipisnya yang terasa sakit. "Mas, ada apa?" tanya Katarina lirih. "Adik iparmu, cari ribut mulu," jawab Rafka terkekeh."Apa katanya?" Katarina berbalik tanya dengan melihat tangan Rafka yang memijit pelipisnya. pria itu hanya menggelengkan kepalanya, merebahkan tubuhnya di dekat Katarina. secara tiba-tiba Katarina ikut memijat pelipis Rafka, tanpa permisi dan basa-basi. "Pusing ya? kamu k
“Raf, apa ini tidak berlebihan?” tanya Pramana dengan tatapan sendu.‘Ada masalah apa dia mengatakan ini berlebihan? Bukannya dia sendiri yang membuat ulah hingga kejadiannya seperti saat ini,’ batin Rafka bertanya-tanya.“Bagiku ini sudah tepat, ayah!” tegas Rafka.Matanya melihat Pramana yang sibuk memainkan tangannya berulang, laki-laki paruh baya itu terlihat ragu. Rafka yang tidak ada ampun mendesak ayahnya untuk memberi jawaban.“Gimana? Apakah ayah sudah memiliki jawaban?” tanya Rafka dengan suara sedikit mendesak. [“Raf … berikan ayah waktu untuk berpikir dan mempertimbangkannya sedikit lagi. Sepertinya waktu setengah jam masih kurang,” jawabnya dengan menghindari pandangan Rafka.“Tidak, ayo berikan jawaban ayah sekarang, aku tidak punya banyak waktu!” ujar Rafka dengan tegas.Pramana kini duduk menghadap Rafka, helaan napas panjang yang sempat terlihat oleh Rafka. Pria paruh baya itu hanya menunduk pilu, terlihat keresahan yang ada dalam dirinya.“Bagaimana ayah? Apa ayah m
“Loh, Ra ....” Belum sempat Pramana melanjutkan ucapannya Rafka sudah menyangkal perkataan laki-laki paruh baya itu. “Bubar kalian semua!” teriak Rafka keras. Rafka saat itu hanya memijit pelipisnya pelan, tangan kanannya kini mempersilakan Katarina dan Elegi untuk masuk ke kamar. Meja ruang tamu yang kini berisi berbagai minuman dengan bau sangat menyengat. “Pamit dulu, Pram,” ujar seorang teman dengan membawa beberapa temannya. Mata Rafka hanya menatap nyalang ke arah Pramana, ia sudah keheranan dengan tingkah ayahnya yang tidak henti-hentinya berulah. “Ikut aku!” ujar Rafka dengan berjalan ke ruang kerjanya. Rafka menghela napas panjang, matanya masih tertuju pada laki-laki yang kini berdiri dengan wajah biasa saja. Pramana hanya mengulas senyum tipis tanpa banyak bicara. “Ada apa?” tanya Pramana tanpa berdosa. “Masih bisa tanya ada apa? Ayah, apa yang kamu lakukan beberapa hari setelah aku berangkat ke Yogyakarta? Pantas begitu!” dengan suara keras Rafka membentak
“Jadi selama aku tidak pulang ke rumah ayah berbuat ulah ya, Kak. Seharusnya aku tidak meninggalkan rumah dan menjaga ayah,” ucap Elegi dengan suara purau.Usapan pelan pada pundak kiri Elegi dari Edgar membuatnya menoleh. Rafka yang menedengar ucapan ELegi semakin banyak beban di kepalanya.“Enggak apa-apa, semuanya sudah terjadi,” ujar Rafka.“Aku tidak paham lagi dengan maksud ayah, tapi kalau kakak butuh bantuan untuk ngobrol sama ayah aku bantu,” tegas Elegi dengan antusias.“El, terima kasih ya sudah mau membantu kakak menyelesaikan semua ini,” ucap Rafka dengan senyum yang terulas di bibirnya.Katarina hanya mendengarkan percakapan adik dan suaminya, ia merapal doa untuk apa pun yang mereka lakukan. Ia masih merasa sangat bersalah dengan apa yang sudah terjadi, mungkin jika Atalas masih hidup semua kejadian yang terjadi sekarang tidak akan terjadi.“Em, Mas, El. Maafkan aku ya, akibat dari kejadian yang bermula dari aku semuanya jadi seperti saat ini,” ungkap Katarina dengan m