Share

Bab 7

Author: Aqeera Danish
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dea menggeleng keras. “Gak mau, Mas!” tolaknya.

Fajri terdiam sesaat. Meski keduanya telah membina rumah tangga nyaris delapan belas tahun, laki-laki itu tetap tak dapat memahami sang istri, cinta, dan bahkan hatinya sendiri. Pernikahan mereka berjalan tanpa berlandaskan karsa selaras. Terkadang, Fajri pun kebingungan terhadap apa yang membuat ikatan sakralnya bersama Dea langgeng selama belasan tahun.

“Ayo kita pulang sekarang. Keburu malem. Kasian anak-anak di rumah,” ajak Fajri.

Dea tersenyum semringah mendengar keputusan sang suami. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia begitu hampa mendapati kenyataan Fajri masih saja dingin terhadapnya. Jangankan berusaha membujuk, laki-laki itu bahkan belum mau membuka hati untuknya meski perannya sebagai suami dan ayah terlaksana teramat baik. Dan Dea sangat bersyukur untuk hal tersebut.

Fajri sigap membereskan barang-barang lalu menarik wheelchair yang teronggok manis di sudut ruangan. Ia menggendong tubuh Dea hati-hati ala bridal styl
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Suami Titipan   Bab 8

    ********************Seusai sesi makan malam, Charlotte pastinya membantu Dea dan Kinara membereskan sisa-sisa jamuan mereka. Berbeda dari saat di meja makan tadi, remaja putri berusia jelang delapan belas tahun itu justru enggan melihat Charlotte. Ia seakan menghindari interaksi apapun dengan mantan santriwati ayahnya itu. Mereka melakukan aktivitas masing-masing dalam diam. “Aduh, Ibu duduk sebentar, ya Nak,” ujar Dea mendudukkan diri di atas kursi plastik. Tangan kirinya terulur ke belakang, menekan pinggang. Sementara tangan kanannya mengelus perut yang menggembung. “Dua minggu lagi kempes, nih. Dedek sehat-sehat, ya,” gumamnya.Charlotte memerhatikan ibu hamil itu dengan seulas senyum. Hatinya menghangat setiap kali melihat rona kebahagiaan dari calon orang tua. Ia bahkan sering mengunjungi rumah sakit atau klinik Ibu dan Anak hanya untuk melihat aura positif ibu hamil ataupun kelahiran. Apakah orang tuanya seperti itu dulu? Lantas, mengapa dirinya belum pernah bertem

  • Suami Titipan   Bab 8

    ********************Seusai sesi makan malam, Charlotte pastinya membantu Dea dan Kinara membereskan sisa-sisa jamuan mereka. Berbeda dari saat di meja makan tadi, remaja putri berusia jelang delapan belas tahun itu justru enggan melihat Charlotte. Ia seakan menghindari interaksi apapun dengan mantan santriwati ayahnya itu. Mereka melakukan aktivitas masing-masing dalam diam. “Aduh, Ibu duduk sebentar, ya Nak,” ujar Dea mendudukkan diri di atas kursi plastik. Tangan kirinya terulur ke belakang, menekan pinggang. Sementara tangan kanannya mengelus perut yang menggembung. “Dua minggu lagi kempes, nih. Dedek sehat-sehat, ya,” gumamnya.Charlotte memerhatikan ibu hamil itu dengan seulas senyum. Hatinya menghangat setiap kali melihat rona kebahagiaan dari calon orang tua. Ia bahkan sering mengunjungi rumah sakit atau klinik Ibu dan Anak hanya untuk melihat aura positif ibu hamil ataupun kelahiran. Apakah orang tuanya seperti itu dulu? Lantas, mengapa dirinya belum pernah bertem

  • Suami Titipan   Bab 9

    Lagi-lagi, Dea mengulum senyum. “Gini, Nak, Kinara mau ikut tes IELTS. Katanya pengen lanjut kuliah ke Eropa. Tapi belum apa-apa udah loyo gini,” terang Dea melirik sang putri. “Ustadzah Charlotte pinter banget bahasa Inggrisnya. Di Ma’had, belum ada yang ngalahin skor beliau di segala jenis tes bahasa Inggris sampe sekarang. Ayah Fajri aja kalah. Mumpung di sini, Mbak Nara minta tolong diajarin sama Ustadzah Charlotte,” lanjut Dea.Tampak sekali Kinara sedang menimbang sesuatu. Detik berikutnya, ia mengangguk “Ok, kapan Ustadzah bisa ngajarin saya?” tanyanya menatap Charlotte lurus-lurus.Charlotte menaikkan kedua alisnya tak percaya. Ini adalah kali pertama Kinara berbicara padanya. “Sekarang juga boleh,” sahut Charlotte mantap. “Deal,” balas Kinara tak kalah antusias. “Ya, udah, Mbak Nara boleh belajar sama Ustadzah Charlotte. Tapi sebentar aja. Kasian Ustadzah kecapean ngurus Ibu seharian di rumah sakit.” Dea berucap seraya bangkit dari duduknya

  • Suami Titipan   Bab 10

    “Oh, ya, aku ngubungin kamu dari tadi, mau ngasih tau sesuatu. Kamu mau sekalian aku pesenin tiket kereta ke Bandung, gak?” tanya Avicenna.Sesaat, Charlotte diam membisu. Kendati telah mengumbar janji, nyatanya ia masih saja meragu.Ia belum siap menghadapi segala sesuatu yang ada di kota bergelar Paris Van Java tersebut. Dan sejujurnya, ‘siap’ itu mungkin tak akan pernah terjadi. Bukan rasa takut yang menghantuinya. Melainkan rasa malu yang teramat sangat. Kemana wajahnya akan ia surukkan di sana?Avicenna berdeham kecil di seberang telepon. “Char? Kamu denger, ‘kan? Gak ketiduran?”Charlotte terperanjat. Ia meneguk ludahnya kelat. “Ehm, iya, Sen... Keluargamu di Solo apa kabar? Sehat-sehat semua, ‘kan?” tanya sutradara film ‘Hope & Miracle’ itu terbata-bata.Terdengar helaan napas berat dari Avicenna. “Please, Char, work with me... You can’t dodge this situation just like that. It’s neither a game, nor finger snapping. You ought to face it! Menghindari sesuatu yang bahk

  • Suami Titipan   Bab 11

    “Oh, mau berangkat sekarang, Mbak. Kalo gitu, hati-hati, yaa. Semoga selamat sampai tujuan. Fii amanillah,” sahut Charlotte kaku tapi matanya bergerak liar memindai sekitar. “Mbak cuma pergi sama Zidane dan Zayn. Naik bis dari depan Ma’had. Ustadz gak bisa ikut karena nguji kelas enam. Nara sibuk ujian, udah berangkat tadi pagi,” ucap Dea gamblang seolah mengerti kebingungan gadis yang terlihat manis dalam balutan mukena putih itu.Sekali lagi, dua manik Charlotte membola mendengar penuturan Dea. “Mbak mau saya anter ke Kediri? Kebetulan saya gak ada kegiatan, Senna belum balik dari Solo,” tawarnya tulus.Dea spontan menggeleng. “Gak apa-apa, Mbak udah biasa,” tuturnya getir. “Justru, selain pamitan, Mbak mau nitip Nara sama kamu, Char? Boleh?” Dea memohon penuh harap. “Jaga dan bimbing dia selama Mbak gak ada. Anggap Nara adik atau anak kamu sekalian.”Deg!Jantung Charlotte berdetak amat keras di dalam. Kenapa Dea tak henti-henti memintanya menjaga serta memb

  • Suami Titipan   Bab 12

    Aaaaaaaaaa... “Astaga! Senna! Ngagetin aja! Kirain apaan,” pekik Charlotte dengan jantung berdegup kencang. “Ish, lagian kamu pake ngacungin sikat WC segala! Emang aku mirip feses apa,” sungut Avicenna tak kalah keras. “Yaa, lagian, kamu gak ketuk atau salam gitu. Main masuk aja!” debat Charlotte tak mau kalah. “Udah kali, Mbaakkk... Sampe serak, tapi gak dibuka-buka. Lagian aku juga pegang kunci sendiri, ‘kan? Terus, kenapa kamu kaget kalo aku tiba-tiba masuk sendiri?”Charlotte menggaruk pelipis yang tidak gatal menggunakan jari telunjuk. “Kaget, lhaa... Sebelum masuk kamar mandi sendirian, eh pas mau keluar ada suara ribut-ribut di kamar.” “Ooo, pantes, aku gedor-gedor gak dibuka. Pasti lagi semedi, ya?” tebak Avicenna yang hanya ditanggapi kekehan oleh Charlotte. “Ntar dilanjut ngobrolnya, aku kebelet.”Avicenna segera berlalu ke kamar mandi. Sementara Charlotte menunaikan salat Dzuhur. “Char, udah makan siang

  • Suami Titipan   Bab 13

    “Jadi pengen tinggal di sini lagi, ya?” terka Avicenna lirih. Charlotte hanya membisu. “Cari ustadz kader, Char. Biar bisa tinggal di Ma’had,” celetuknya kembali tanpa disaring.Charlotte tergelak mendengar kelakar Avicenna. “Kalo ada, sih, mau-mau aja. Sayangnya, gak ada yang mau kayaknya sama aku. Mereka pasti milih-milih, harus yang perfect lahir dan batin. Soalnya jadi istri kader itu gak mudah,” sahut Charlotte tanpa mengalihkan pandang dari taman.Avicenna mengerutkan dahi. “Kok, jadi serius gini obrolan kita,” ucapnya bingung. “Eh, sebentar... Jadi, kalo dikasih kesempatan, kamu mau jadi madamat di Ma’had?” tanyanya.Charlotte tertawa cukup kencang. Ia meletakkan tusukan bambu bekas pentol ke dalam plastik terpisah. “Kamu tadi bercanda, ‘kan? Jadi aku ngimbangin,” balas Charlotte sekenanya. “Ihh, aku serius, Char. Kamu mau apa gak? Eh, tapi... Sayang karier kamu di sana.” “Masalah terbesarnya, ada yang mau apa, gak? Ada yang bisa nerima kondi

  • Suami Titipan   Bab 14

    Charlotte menatap nanar sekitar. Ternyata, begitu cepat setiap peristiwa dalam kehidupan terjadi. Begitu mudah setiap keadaan di muka bumi berganti. Kemarin malam, ruangan tempatnya berpijak ini riuh oleh senyum manis Dea beserta celotehan anak-anaknya dalam sesi makan malam penuh kehangatan. Namun sekarang, tampak muram dengan luka dan duka yang kelam.Sepasang iris hazelnya beralih ke titik pusat perkumpulan. Di tengah-tengah sana, tiga insan diam membisu dibalik kain putih yang menutupi seluruh tubuh polos mereka masing-masing. Tepat di samping tiga sosok tak bernyawa itu, sepasang ayah dan putri menatap kosong ke arah ketiganya. Terlihat bibir sang Ayah bergumam melantunkan doa tanpa suara dan ekspresi.Seolah diberi komando, setiap wajah yang hadir di ruangan ini memasang wajah sendu yang membuat malam kian suram. Tak terkecuali Charlotte dan Avicenna. Keduanya yang terbiasa penuh canda, kini hanya terpaku dengan wajah pilu. Di sudut ruangan, seorang ibu lanjut usia pasrah bersan

Latest chapter

  • Suami Titipan   Bab 45

    “Ruby seneng, bisa balik ke rumah ini, ke kamar Ruby dulu. Makasih Uwak,” sahutnya dengan suara bergetar. Ada debaran gila ketika akhirnya ia dapat menyebut nama keramat itu lagi.Lilis menaik-turunkan kepala dan mengulas senyum haru. “Uwak yang harus bilang makasih ke Neng. Neng Ruby udah mau pulang lagi ke sini, gak lupa sama Uwak, sama Eyang. Padahal, Neng udah sukses di luar negeri. Tapi, gak malu punya keluarga di Pangalengan.” Kini, sebelah tangannya menangkup pipi sementara tangan lain menggenggam tangan sang Keponakan.Astaga! Charlotte tidak pernah memiliki pemikiran seperti itu. Bagaimana pun, Indonesia merupakan identitasnya, separuh bagian dari keutuhan dirinya. Indonesia adalah kampung halamannya. Ia sempat sengaja menampik itu semua karena perasaan malu yang tak berdasar. Ya, malu karena tindakan cerobohnya di masa lalu. Padahal, di sini semuanya baik-baik saja.Tanpa sadar, setetes bulir bening lolos dari pelupuk mata Charlotte. “Kenapa harus malu? Padahal Ruby yang udah

  • Suami Titipan   Bab 44

    “Char, kamu gak apa-apa... kalau aku tinggal sendiri? Kalau kamu belum siap, ikut pulang lagi, yuk! Bilang aja ke Uwak kamu kita ada acara Ma’had,” ujar Avicenna memastikan.Charlotte tersenyum manis untuk meredakan kekhawatiran yang terpancar jelas dari wajah dan perkataan Avicenna. “Kamu tenang aja, aku bakalan baik-baik di sini,” jawabnya tenang.Avicenna menatap Charlotte intens. Lalu, perhatiannya beralih ke dalam toko di mana paman sahabatnya tengah serius meladeni pembeli. “Kalau ada apa-apa, cepet kabari aku, ya?” pintanya. “Pasti!” Charlotte mengangguk mantap. “Tenang aja, kamu ninggalin aku di rumah keluarga sendiri. Bukan di kandang harimau!” kelakar perempuan bermanik hazel tersebut. “Iya, sih. Tapi... aku tetep khawatir,” aku Avicenna jujur pada akhirnya. “Everything’s gonna be ok. Kamu cepetan pulang. Mau ke rumah Ibu, kan? Berangkat sana, takut kemaleman. Bahaya!” ujar Charlotte dengan nada risau yang teramat kentara.Avicenna hendak m

  • Suami Titipan   Bab 43

    “Wow, that’s a huge crowd,” gumam Charlotte demi melihat keramaian di depan sana.Avicenna memasukkan kunci mobil ke dalam saku celana. “Woah, kalau aku tinggal di sini, dan doyan protein hewani, bisa sehat wal afiat, nih!” Perempuan itu berkata heboh tanpa berkedip.Dahi Charlotte mengkerut dalam menanggapi tingkah sang Sahabat. Bukan kesal apalagi malu. Sampai saat ini, setelah lebih dari lima belas tahun bersama, ia selalu terkaget-kaget dengan ke-random-an Avicenna. Perempuan manis itu hobi sekali melakukan hal tak terduga nan lucu. “Jadi, kita mau masuk atau... diem aja di pinggir jalan kayak gini?” tanya Avicenna.Charlotte menoleh ke kanan, ke arah sahabatnya tersebut. Rupanya, Avicenna tengah menatapnya dengan senyum dan sorot hangat. Avicenna seolah ingin menyalurkan kekuatan kepada Charlotte. “Yuk, masuk,” ajak Charlotte seraya membalas senyuman tulus Avicenna.Avicenna mengangguk mantap. Ia menggamit pergelangan tangan Charlotte. “Aku belum pernah ke

  • Suami Titipan   Bab 42

    “Oh, iya, Char, alamat lengkap rumah Eyang kamu dimana? Kita udah masuk desa Cikalong, nih!” tanya Avicenna datar namun mampu membuat Charlotte membeku. Perempuan bermanik hazel itu mengerjap. Dan benar, mereka baru saja melewati tugu selamat datang. “Char... Char... Char,” panggil Avicenna sekali lagi setelah beberapa saat Charlotte tak menyahut. Avicenna bahkan menyentuh pergelangan tangan Charlotte dengan tangan kirinya. “Hah!” Charlotte tersentak. “Ya, Sen?” tanyanya tergeragap. “Alamat rumah Eyang kamu dimana?” tanya Avicenna sekali lagi, kali ini lebih mendesak. Sesekali, ia memutar sepasang bola matanya liar ke sebelah kiri dan kanan jalan. “Itu...” tukas Charlotte gugup. “Kamu belum tahu rumah Eyangku, ya?”Dahi Avicenna mengernyit dalam. Selama mengenal Charlotte, belum pernah sekali pun ia mengunjungi rumah sang Sahabat di Indonesia. Bahkan selepas nenek Charlotte wafat, perempuan bermanik hazel itu justru ikut bers

  • Suami Titipan   Bab 41

    “Wah, aromanya enak banget!” Telapak kaki kanan Avicenna baru saja menyentuh anak tangga terakhir lantai satu. Tetapi indera penciumannya sudah disapa oleh aroma lezat dari arah dapur yang sekaligus berfungsi sebagai ruang makan. Lewat jarak tak lebih dari dua meter, ia dapat melihat meja kitchen island mungil rumahnya dipenuhi pelbagai sajian mengunggah.Charlotte mengangkat kepala, lalu menyunggingkan senyum simpul. “Ayo makan, mumpung masakannya masih hangat,” ucapnya lembut sembari menata peralatan makan ke atas meja.Avicenna menurut dan menarik sebuah stool chair. “Kamu pinter masak, keliatan enak banget!” “Mana ada! Aku gak jamin kamu bakal selamat setelah makan ini.” Charlotte terkikik. “Aku serius! Dari aroma sama tampilannya aja udah keliatan enak banget. Kamu masak apa aja, nih?” Avicenna meneliti setiap menu yang dimasak oleh Charlotte dengan saksama. “Cuma Lancashire Hotpot, Bubble and Squeak, terus ada Eton Mess di kulkas,”

  • Suami Titipan   Bab 40

    “Halo, Assalamu’alaikum,” sapa Charlotte ramah dengan intonasi setenang mungkin. “Wa’alaikumussalam,” balas suara di seberang. “Mbak Char! Udah sampe Bandung belum? Kok gak ngabari aku.” Suara perempuan dalam sambungan terdengar menggerutu.Charlotte terkekeh kecil. “Maaf, Mbak belum sempat buka HP. Alhamdulillah, Mbak sama Teh Senna sampai ke rumah jam delapan tadi malam,” jawabnya lugas. “Kamu gak sekolah?” “Sekolah, tapi cuma setengah hari. Aku juga baru sampe rumah, Mbak.”Charlotte mengangguk pelan kendati lawan bicaranya tak dapat melihat pergerakannya. “Gimana kabar kamu sama keluarga, sehat? Adek masih suka nangis, gak Nara?” tanyanya mengawang.Terdengar helaan napas lelah Kinara. “Masih. Kayaknya kangen, deh sama Mbak,” kekehnya.Charlotte ikut tergelak. “Masa, ah! Kayaknya Adek belum terbiasa aja di rumah,” elaknya. “Mungkin, iya. Mungkin juga kangen sama Mbak,” ujar Kinara keukeuh.Charlotte dan Kinara sama-sama tertawa. Untu

  • Suami Titipan   Bab 39

    Trang Tek PrangTrang Tek PrangTrang Tek PrangSuara gaduh seperti permukaan besi yang dipukul-pukul konstan perlahan memanggil kesadaran Charlotte yang tengah dibuai mimpi. Perempuan bersurai golden brown itu mengerjap beberapa kali. Untuk sepersekian detik, dahinya mengernyit kebingungan menatap keremangan sekitar. Dari arah luar, keriuhan yang berhasil membangunkannya kian jelas terdengar oleh rungu. “Astaga, aku lupa, aku di rumah Senna,” gumamnya pada diri sendiri.Setelah nyawanya terkumpul, Charlotte beringsut turun dari pembaringan. Tujuan langkah pertamanya di pagi buta ini adalah kamar mandi untuk sekedar buang air kecil, cuci muka, dan gosok gigi. Perempuan berhidung bangir itu lekas keluar dari kamar yang ditidurinya semalam.Baru saja membuka pintu kamar, aroma lezat dari bumbu yang digoreng membelai manja indera penciuman Charlotte. Dari ambang pintu, perempuan jelita itu dapat menangkap siluet punggung seseorang yang tengah serius menekuni sesuatu di depan

  • Suami Titipan   Bab 38

    Kinara menggeleng pelan. “Ini, dari Mbah Uti buat Mbak Char sama Ustadzah Avicenna.” Gadis itu menyerahkan bungkusan yang sedari tadi digenggamnya erat. “Sarapan sama sedikit bekel.”Charlotte menerima tas kain berwarna merah itu dengan perasaan rikuh yang teramat sangat. “Duh, kita jadi ngerepotin,” ujar Avicenna tak kalah sungkan.Kinara tersenyum lebar. “Gak apa-apa Ustadzah. Mbah Uti juga seneng, kok,” tukasnya. “Tunggu!” Avicenna memekik tajam. “Kamu panggil Charlotte ‘Mbak’, kok aku masih dipangil Ustadzah?” Perempuan separuh Sunda itu protes tak terima.Charlotte dan Kinara terkikik geli. “Nara, kamu panggil Ustadzah Avicenna pakai ‘Ateu Senna’ atau ‘Ateu Gemoy’ aja, kayak keponakan-keponakan dia,” seloroh Charlotte sengaja menggoda. “Kalau Khalisa sama Aisyah pantes. Kalau Nara kegedean buat jadi keponakanku,” ketus Avicenna. Ia merebut bungkusan yang dibawa Kinara dari tangan Charlotte. “Buka, ya?” “Eh, malah lupa. Padahal ada m

  • Suami Titipan   Bab 37

    “Char! Char! Hellooo,” seru Avicenna memanggil Charlotte. Namun, sosok yang disebutkan tidak bergeming sama sekali. Ia terpaku dalam duduknya dengan dua alis menyatu. “Charlotte Eleanor Ruby Heinberg!” Avicenna menepuk sebelah bahu Charlotte.Charlotte tersentak. Rasanya seperti ada petir baru saja menyambar. “Gosh!” pekiknya terkejut. “Ya Allah, Char, dipanggilin dari tadi, gak nyaut-nyaut. Kamu kenapa subuh-subuh udah ngelamun?” Avicenna menggerakkan ibu jari dan jari telunjuknya membentuk sebuah capit di udara. Ia lalu mengurai tautan alis Charlotte yang tidak henti-hentinya melekat sedari tadi. “Gak apa-apa,” balas Charlotte ambigu. Perempuan bermanik hazel itu kembali memasukkan barang-barang ke dalam koper. Sementara khayalnya masih mengawang tinggi. “Saya pamit, Bu, Nara. Maturnuwun udah diterima dan dijamu dengan baik.” Charlotte tersenyum tulus lalu menyalami Simbah dan Kinara. Tiga perempuan lintas generasi itu saling berpeluka

DMCA.com Protection Status