Share

Bab 35

Author: Melodi Kasih Sukma
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Kepala Mas Gagan terangkat. Indera penglihatannya membeliak. Terperanjat dia menatap ekspresi Pinto.

"Ja-di be-gini, Pak Pinto ...," Mas Gagan gugup menenangkan Pinto. Ia mengusap keringat di dahi. "Kami akan memberitahukan usul berharga kepada Pak Pinto saat kami dan Pak Pinto tiba di Jakarta. Kami tidak memberitahukannya sekarang karena situasinya belum pas. Sekarang kami dan Pak Pinto sedang sibuk mengikuti reses kedua. Kalau kami memberitahukannya sekarang, fokus Pak Pinto bisa pecah," lidahnya mengalirkan maksud pengungkapan Mas Ondi.

Rona merah di wajah Pinto memudar. Menandakan bahwa gumpalan kemarahan di dadanya hancur.

"Oh, itu maksudnya. Saya kira, Mas Ondi malas memberitahukan usul berharga ke saya," Pinto terbangun dari kesalahpahamannya. "Untung saya belum pecat Mas Ondi," kelakarnya sembarangan.

Ketakutan yang menekan sekaligus mengerikan Mas Gagan sirna. Napas kelegaannnya berembus kencang. Sementara Mas Ondi terkekeh keras.

Mereka bertiga b
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 36

    Pinto mengeluarkan telepon selulernya dari dalam saku celana. Membuktikan kebenaran bisikan wanita tersebut. Ternyata, bisikan wanita tersebut tepat. Telepon selulernya dalam keadaan non-aktif. "Bilang ke Mas Nawaaf, kalau saya bakal hubungi dia," suruh Pinto kepada wanita tersebut yang merupakan Staf Administrasinya. Wanita tersebut melakukan suruhan Pinto. Jemarinya membalas pesan WA yang baru saja ia baca. Setengah menit berselang, ia meninggalkan ruang kerja Pinto. Berpindah ke ruang kerjanya. Perbincangan antara Pinto dan kedua TA tambahannya hidup lagi. Hingga jam dinding di ruang kerja Pinto memperlihatkan pukul enam petang. ***** Pinto baru pulang dari Gedung DPR. Sejenak dia melepas lelah di kamar tidur. Menyelonjorkan kaki di atas kasur sambil memainkan ponselnya. Tak lama ponselnya menyambung ke HP Nawaaf. "Halo, Mas Pinto!" terdengar suara cempreng Nawaaf di ujung sana. "Iya, halo," timpal Pinto. "Tadi Mas Nawaaf kirim WA ke Staf Admin

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 37

    Dalam keadaan berdiri, Pinto dan pria itu berbincang akrab. Di sela perbincangan, pria itu mengirimkan sebaris senyuman dan sepotong lambaian tangan kepada Nawaaf. Sehabis perbincangan, pria itu angkat kaki. Pintu ruangan yang ditempati Pinto dan Nawaaf tertutup rapat lagi. Pinto kembali duduk di samping Nawaaf. "Kenapa Mas Nawaaf bengong waktu bapak saya datang?" tanya Pinto menyelisik. Nawaaf menggaruk kepala. "Ya ... saya bingung aja. Soalnya dari berita yang saya baca, Pak Presiden lagi menghadiri konferensi di Tiongkok selama tiga hari. Tapi kok, Pak Presiden ada di sini?" "Bapak saya terpaksa nggak ikut konferensi hari ini. Dia ada acara mendadak di Tangerang," Pinto memberi tahu. Ia membubuhkan keterangan tambahan, "Bapak saya udah mengutus Menteri Luar Negeri sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia pada konferensi hari ini. Jadi, Pemerintah Indonesia tetap mengikuti konferensi hari ini." "Oh, gitu ...," gumam Nawaaf. Kekagetannya musnah. Selepas ke

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 38

    Hanya segelintir orang yang mengetahui profesi rahasia Pinto. Selain menjadi "wakil rakyat", Pinto juga menjadi pemegang saham sekaligus Komisaris Mieshdrink. Mieshdrink ialah perusahaan fast moving consumer goods. Mieshdrink memproduksi minuman kopi, coklat, dan cereal dalam kemasan botol. Penetapan Pinto sebagai pemegang saham sekaligus Komisaris Mieshdrink semata-mata karena statusnya, yakni anak Presiden Indonesia. Pendiri Mieshdrink mengukuhkan Pinto sebagai "tameng" alias pelindung sekaligus pelancar bisnisnya. Pendiri Mieshdrink selalu menghubungi Pinto ketika bersengketa dengan pengusaha-pengusaha lain. Berkat andil Pinto, pendiri Mieshdrink memenangi seluruh sengketa itu. Pabrik Mieshdrink berkedudukan di Cikarang, Jawa Barat. Tepatnya di bagian belakang kawasan industri Jababeka. Sekitar 35 kilometer arah timur Jakarta. Lokasinya cukup strategis. Dibandingkan dengan pabrik-pabrik lain di kawasan tersebut, pabrik Mieshdrink tampak istimewa. Pagarnya sangat

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 39

    Ujaran Louis mengenai pernikahan Pinto dengan anak Khalim Mansyur pada tempo hari telah lewat dari pikiran Pinto. Keadaan Pinto berputar balik ke sedia kala. Tiada perenungan hebat mengenai Saroh, Caca Yunita, Feni Kinantya, dan Monik Okky. Pinto mampu menuangkan segenap konsentrasi ke dalam pekerjaannya. Penggarapan tugas di ruang kerjanya beres. Keikutsertaannya di ruang rapat tergenapi. Keadaan Pinto di tempat lain pun sewarna. Di ruang kerja Wahid, Pinto, Wahid, dan Bisma berdiskusi ringan bersama. Diselingi oleh seloroh. Berlangsung mengasyikkan. Di rumah Ardan, Pinto dan Ardan mengobrolkan makna cinta sejati. Diselingi oleh kelakar. Berlangsung seru. Di rumah dinasnya, Pinto bercengkerama dengan satpam dan beberapa Paspampres. Diselingi oleh canda. Berlangsung rileks. Seperti saat ini, Pinto tengah bercengkerama dengan seorang Paspampres yang rutin mengawalnya. "Jadi, Letkol Irwan udah sebelas tahun berumah tangga?" tanya Pinto di ruang tengah ruma

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 40

    Sebuah kabar tentang Musyawarah Tingkat Nasional (Mutingnas) Apwimesia bertengger di deretan berita populer di seluruh media daring. Seorang anak pejabat tinggi negara terpilih sebagai Ketua Umum BPP Apwimesia. Dia menundukkan dua pesaingnya hanya dengan satu putaran. Dua pesaingnya bukan anak pejabat maupun taipan. Cuma pengusaha muda biasa. Menurut sumber terpercaya, sang anak pejabat tinggi negara menerapkan praktik jual beli suara dalam Mutingnas Apwimesia. Dia menyuap pemilik suara, yaitu para Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Apwimesia yang tersebar di berbagai provinsi. Uang suap berasal dari kas internal beberapa BUMN. Para pemilik suara mengantongi uang suap setelah Mutingnas usai, satu jam sebelum mereka pulang ke daerah masing-masing. Para pemilik suara bersedia menerima uang suap karena kondisi bisnisnya belum mapan. Penghasilan mereka masih berproses. Sulit membuktikan keberadaan praktik jual beli suara tersebut. Karena transfer uang dan kwitansi pembayaran ti

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 41

    Malam menggelap pekat. Pinto mempercepat langkah kakinya. Buru-buru keluar dari Gedung DPR RI. Bergegas meluncur ke kediaman pribadi orang tuanya. Ia ingin menemui Woro Supriyanto dan Yeni Supriyanto. Memanfaatkan waktu senggang keduanya. Yang jarang tersedia untuk Pinto. Sesudah bersusah-payah menerobos kemacetan, mobil dinas Pinto akhirnya mencapai halaman kediaman pribadi Woro Supriyanto. Pinto masuk ke dalam rumah. Langsung menghampiri lantai dua. "Udah pulang?" sapa Yeni Supriyanto ketika Pinto baru menginjakkan kaki di ruang keluarga. "Udah," balas Pinto. Pinto berjalan ke arah sofa panjang berwarna merah. Duduk di samping Yeni Supriyanto. Di hadapan mereka, berdiri sofa panjang berwarna putih yang ditempati Woro Supriyanto. Pandangan Pinto bertaut pada Woro Supriyanto. “Serius sekali Bapak bacanya ...," ia mencandai Woro Supriyanto. Bibir Woro Supriyanto melukiskan senyum tipis. “Bapak sedang baca jurnal penelitian. Isinya menarik ,” timpalnya

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 42

    Perintah Woro Supriyanto mengusik ketenteraman Pinto. Semisal hantu yang terus menghantui Pinto. Ke manapun raga Pinto bergerak, perintah Woro Supriyanto tetap membayangi Pinto. Di dalam keramaian, Pinto merasakan kesepian. Sendirian merenungkan perintah Woro Supriyanto. Selain itu, perintah Woro Supriyanto mengaduk-aduk benak Pinto. Membuat Pinto berkecamuk sekaligus pusing tujuh keliling. Pinto bingung, tindakan apa yang mesti diambil. Ia enggan menangisi kekhilafan yang diperbuat. Takut terhadap kesalahan yang mengacaukan kehidupannya. Terlebih, perintah Woro Supriyanto menentukan masa depan asmaranya. Pinto sukar menilai apakah perintah Woro Supriyanto tepat atau keliru. Dia bukan pakarnya. Yang jelas, Pinto memikul kegalauan. Sekiranya dibiarkan, kegalauan tersebut mungkin menjelma menjadi kekalutan. Memang, Woro Supriyanto telah membeberkan alasan di balik perintahnya kepada Pinto. Ditambah celotehan Yeni Supriyanto yang menepatkan alasan Woro Supriyanto. Namun,

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 43

    Kendaraan Pinto menjauhi rumah Ardan. Melaju secara kencang. Melintasi jalan-jalan yang tadi dilewati. Pinto dan kendaraan yang mengangkutnya balik ke komplek perumahan dinas anggota DPR RI. "Woooiii ... Mas Pinto!" pekik Bisma ketika mendapati siluet Pinto di beranda depan rumah dinasnya. Pinto menoleh ke Bisma. "Tumben kamu dateng ke sini malem-malem," Bisma berbasa-basi. "Iya. Maaf ya, Mas. Saya mengganggu jam kelonan Mas Bisma," canda Pinto dengan muka kuyu. Bisma mengakak. "Nggak usah minta maaf. Orang kamu nggak salah," tepis Bisma. "Jam segini saya belum kelonan sama istri saya. Lagian, istri saya tidur di rumah pribadi saya," sambungnya menegaskan. Ia menyilakan, "Ayo, kita masuk ke dalem." Dia menggapai bahu Pinto dan merangkulnya. Mereka melangkahkan kaki bersama ke ruang tamu. Di ruang tamu, Pinto melakukan hal yang sama persis dengan hal yang dilakukannya di rumah Ardan. Dia menceritakan perintah Woro Supriyanto, alasan di balik pe

Latest chapter

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 89

    Hari ini bukan untuk kesuraman pada kemarin. Perjalanan waktu sepatutnya menuju kebahagiaan. Jikalau kesenduan kita masih bersemayam di dalam sanubari, kita mesti lekas-lekas mengenyahkannya. Jangan sampai mengendap dan menjelma menjadi duka nestapa. Lebih baik kita bersiap menghadapi esok. Begitulah pendapat Pinto berbunyi. Pendapat Pinto berlaku untuk kejadian semalam. Tindakan Caca Yunita sudah ia lupakan. Sekalipun diterpa oleh kata-kata negatif Caca Yunita, ia masih dapat meledakkan gelak. Luka sulit menghampiri hati Pinto. Pinto mampu menangkis beruntai-untai kepedihan dan berjuntai-juntai keperihan. Sekarang, Pinto tengah menikmati Minggu pagi. Menghirup udara segar sambil berlayar di dunia maya. Saat layar laptop menampilkan portal berita, dering telepon seluler Pinto meraung-raung. Dia menyambar alat komunikasi itu. “Lagi ada di mana, Bro Pinto?” terdengar suara Ardan di ujung sana. “Di rumah dinas.” Pinto menutup layar laptopnya. “Tumben, lu telepon gua

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 88

    Sepuluh menit berselang. Sesosok perempuan bertubuh langsing mendekati keberadaan Pinto, Norma, dan Ardan. Tisu ada pada genggamannya. “Kamu habis dari mana, Sar?” tanya Pinto kepadanya secara serius. Saroh menduduki kursinya. “Dari toilet.” Langsung terembus napas kelegaan dari hidung Pinto. Degup jantungnya yang semula kencang, kini kembali normal. Dugaannya nyata-nyata keliru. “Biasa, Mas Pinto …,” Norma menyambar. “Saroh lagi ngadepin urusan cewek. Tempatnya di toilet,” selorohnya ringan. “Sis Saroh,” panggil Ardan pelan. Orang yang dipanggil Ardan menoleh ke arah Ardan. “Tadi, Bro Pinto minta Sis Saroh ceritain kisah asmara Sis Saroh,” Ardan mengingatkan Saroh. Saroh mengangguk mengerti. Dia masih ingat dengan permintaan Pinto. Seperempat menit dia berpikir. “Aku mau ceritain tuntutan papa aku.” Pikiran Pinto menajam. Diucapkannya sebuah kata yang menggugah keingintahuannya, “Tuntutan?” Saroh mengiakan sebuah kata tersebut. “Tuntu

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 87

    Ujung waktu menjemput Rapat Intern Komisi VI DPR. Pinto berpacu ke tempat awal. Ia membereskan berkas-berkas yang berserakan di ruang kerjanya. Alat tulis kantor tertata indah di atas meja kerja milik DPR. Tumpukan kertas tersusun rapi di dalam lemari yang dimiliki DPR. Komputer yang disediakan DPR sudah dalam keadaan mati. Agenda Pinto berikutnya adalah pertemuan dengan Wahid dan Bisma. Lokasi pertemuan dekat dari ruang kerja Pinto. "Selamat sore, Mas Pinto,” sapa Wahid kepada Pinto yang baru datang di ruang kerjanya. Dia memandangi baju batik yang menempel pada fisik Pinto. “Tumben, Mas Pinto pakai kemeja batik lengan panjang pada hari Senin. Biasanya, Mas Pinto pakai kemeja biasa lengan panjang.” "Ini bukan sembarang batik. Ini batik spesial. Saya beli ini di Dapil saya waktu menjalani masa reses," Pinto menerangkan. "Hai Mas Pinto! Apa kabar?" panggil Bisma disertai senyuman. Pandangan Pinto membelok ke paras campuran Bisma. "Kabar saya baik." Bisma m

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 86

    Hari ini bukan untuk kesuraman pada kemarin. Perjalanan waktu sepatutnya menuju kebahagiaan. Jikalau kesenduan kita masih bersemayam di dalam sanubari, kita mesti lekas-lekas mengenyahkannya. Jangan sampai mengendap dan menjelma menjadi duka nestapa. Lebih baik kita bersiap menghadapi esok. Begitulah pendapat Pinto berbunyi. Pendapat Pinto berlaku untuk kejadian semalam. Tindakan Caca Yunita sudah ia lupakan. Sekalipun diterpa oleh kata-kata negatif Caca Yunita, ia masih dapat meledakkan gelak. Luka sulit menghampiri hati Pinto. Pinto mampu menangkis beruntai-untai kepedihan dan berjuntai-juntai keperihan. Sekarang, Pinto tengah menikmati Minggu pagi. Menghirup udara segar sambil berlayar di dunia maya. Saat layar laptop menampilkan portal berita, dering telepon seluler Pinto meraung-raung. Dia menyambar alat komunikasi itu. “Lagi ada di mana, Bro Pinto?” terdengar suara Ardan di ujung sana. “Di rumah dinas.” Pinto menutup layar laptopnya. “Tumben, lu telepon gua

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 85

    Malam menggelap pekat. Pinto mempercepat langkah kakinya. Buru-buru keluar dari Gedung DPR RI. Bergegas meluncur ke kediaman pribadi orang tuanya. Ia ingin menemui Woro Supriyanto dan Yeni Supriyanto. Memanfaatkan waktu senggang keduanya. Yang jarang tersedia untuk Pinto. Sesudah bersusah-payah menerobos kemacetan, mobil dinas Pinto akhirnya mencapai halaman kediaman pribadi Woro Supriyanto. Pinto masuk ke dalam rumah. Langsung menghampiri lantai dua. "Udah pulang?" sapa Yeni Supriyanto ketika Pinto baru menginjakkan kaki di ruang keluarga. "Udah," balas Pinto. Pinto berjalan ke arah sofa panjang berwarna merah. Duduk di samping Yeni Supriyanto. Di hadapan mereka, berdiri sofa panjang berwarna putih yang ditempati Woro Supriyanto. Pandangan Pinto bertaut pada Woro Supriyanto. “Serius sekali Bapak bacanya ...," ia mencandai Woro Supriyanto. Bibir Woro Supriyanto melukiskan senyum tipis. “Bapak sedang baca jurnal penelitian. Isinya menarik ,” timpalnya sera

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 84

    Televisi yang ada di depan Pinto menyala. Layarnya memperlihatkan seorang pesohor bernama Feni Kinantya. Feni Kinantya bertutur bahwa dirinya sedang menekuni bisnis kuliner. Pinto tercengang menonton tayangan bincang-bincang itu. Dia baru mengetahui bisnis kuliner Feni Kinantya. Feni Kinantya tidak pernah menceritakan bisnis kulinernya kepada Pinto. Saat cengangan Pinto belum surut, ponselnya berceloteh. Dia meraih HP-nya. Mencermati bagian depan gawai tersebut. Ternyata, orang yang meneleponnya ialah Feni Kinantya. “Halo, Mas Pinto. Apa kabar?” sapa Feni Kinantya hangat. Pinto menyambar remote televisi. Dia mengurangi volume suaranya. “Kabar saya baik,” ujar Pinto singkat. “Gimana kabar kamu?” dia balik bertanya. “Baik dan sehat, Mas Pinto,” Feni Kinantya menyampaikan keadaannya. Mereka berdua saling menanyakan kondisi kesehatan orang tua lawan bicaranya. Pinto menanyakan kondisi kesehatan orang tua Feni Kinantya. Begitu juga dengan Feni Kinantya, m

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 83

    Ruang Rapat Fraksi Kebijaksanaan Nasional (Kesan) berangsur senyap. Segala suara menguap. Para peserta rapat berganti kegiatan. Tak terkecuali Pinto, Wahid, dan Bisma. Bisma sibuk menggarap tugasnya. Pinto dan Wahid baru sampai di ruang kerja Wahid. “Saya sudah bertemu dengan dua peneliti sekaligus konsultan sosial yang nantinya akan menjadi TA tambahan Mas Pinto. Saya juga sudah mewawancarai mereka,” Wahid membuka pembicaraan. Sungguh Pinto tidak mengira begitu lekasnya bantuan Wahid. Tanpa sangsi, dia memuji setengah mati bantuan Wahid. Wahid merendah. Ia menolak anggapan Pinto. Bagi Wahid, bantuannya untuk Pinto tergolong biasa. Sekadar pertolongan untuk sahabat. “Mereka cocok untuk membantu Mas Pinto,” nilai Wahid serius. “Cocok bagaimana, Mas? Bisa dijelaskan, nggak?” “Mereka merupakan peneliti di sebuah lembaga riset sosiologi di Jakarta. Mereka bergelar PhD,” Wahid menyingkap latar belakang pekerjaan dan pendidikan dua calon TA tambahan Pinto.

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 82

    Perintah Woro Supriyanto mengusik ketenteraman Pinto. Semisal hantu yang terus menghantui Pinto. Ke manapun raga Pinto bergerak, perintah Woro Supriyanto tetap membayangi Pinto. Di dalam keramaian, Pinto merasakan kesepian. Sendirian merenungkan perintah Woro Supriyanto. Selain itu, perintah Woro Supriyanto mengaduk-aduk benak Pinto. Membuat Pinto berkecamuk sekaligus pusing tujuh keliling. Pinto bingung, tindakan apa yang mesti diambil. Ia enggan menangisi kekhilafan yang diperbuat. Takut terhadap kesalahan yang mengacaukan kehidupannya. Terlebih, perintah Woro Supriyanto menentukan masa depan asmaranya. Pinto sukar menilai apakah perintah Woro Supriyanto tepat atau keliru. Dia bukan pakarnya. Yang jelas, Pinto memikul kegalauan. Sekiranya dibiarkan, kegalauan tersebut mungkin menjelma menjadi kekalutan. Memang, Woro Supriyanto telah membeberkan alasan di balik perintahnya kepada Pinto. Ditambah celotehan Yeni Supriyanto yang menepatkan alasan Woro Supriyanto. Namun, P

  • Suami Tampan Tidak Menghasilkan Keturunan    Bab 81

    Kendaraan Pinto menjauhi rumah Ardan. Melaju secara kencang. Melintasi jalan-jalan yang tadi dilewati. Pinto dan kendaraan yang mengangkutnya balik ke komplek perumahan dinas anggota DPR RI. "Woooiii ... Mas Pinto!" pekik Bisma ketika mendapati siluet Pinto di beranda depan rumah dinasnya. Pinto menoleh ke Bisma. "Tumben kamu dateng ke sini malem-malem," Bisma berbasa-basi. "Iya. Maaf ya, Mas. Saya mengganggu jam kelonan Mas Bisma," canda Pinto dengan muka kuyu. Bisma mengakak. "Nggak usah minta maaf. Orang kamu nggak salah," tepis Bisma. "Jam segini saya belum kelonan sama istri saya. Lagian, istri saya tidur di rumah pribadi saya," sambungnya menegaskan. Ia menyilakan, "Ayo, kita masuk ke dalem." Dia menggapai bahu Pinto dan merangkulnya. Mereka melangkahkan kaki bersama ke ruang tamu. Di ruang tamu, Pinto melakukan hal yang sama persis dengan hal yang dilakukannya di rumah Ardan. Diamenceritakan perintah Woro Supriyanto, alasan di balik perintah

DMCA.com Protection Status