"Bu, kata Kak Green kita tidak akan lama lagi tinggal di sini. Kak Green bilang kita akan tinggal di tempat yang jauh lebih nyaman setelah nanti jati diri Kak Green diumumkan!" Rafa bercerita dengan penuh semangat.
Tadi Rafa baru saja bertelepon dengan Green. Sayangnya Mirna dan Budi sedang tidak ada di rumah, dan baru pulang sekarang.
Mirna tersenyum lembut mengusap kepala putranya. "Kita tidak pindah pun, ibu tetap bahagia karena kakakmu ternyata baik-baik saja," ucap Mirna dengan tulus.
Sebelumnya hati Mirna begitu hancur saat waktu itu mengetahui bahwa Green mengalami kecelakaan dan sedang dalam pencarian. Tetapi keesokan harinya Green meneleponnya. Syukur sekali Green meneleponnya. Rasa duka langsung seketika berubah 180 derajat menjadi rasa sukacita.
"Rafa, kamu harus ingat ya pesan Kakek Reyhans bahwa keberadaan Kak Green masih harus dirahasiakan untuk sementara waktu," ucap Budi mengi
Selamat malam, Readers. Maaf ya, babnya agak pendek. Besok lebih dipanjangin ya. Mudah-mudahan bisa double up juga. ^^
Saat ini Hana dan Marcell duduk berdampingan di dalam mobil yang melaju menuju Williams University 21. Marcell yang mengendarai langsung mobil itu. "Marcell, kenapa kamu tidak bilang akan menjemputku?" tanya Hana dengan suara rendah. "Kalau aku bilang, memangnya kamu mau aku jemput?" Hana diam. Tentu saja dia akan menolak. Tadi pun sebenarnya dia ingin menolak, tetapi Anton mengatakan bahwa menolak seperti itu kesannya kasar karena Marcell sudah berada di rumah mereka. "Ini hari pertama kita masuk kampus. Kan tidak salah kita berangkat bersama?" ucap Marcell. Hana menoleh menatap Marcell. Fitur samping Marcell terlihat mirip sekali dengan Green, Apalagi tulang hidungnya yang tinggi dengan bentuk rahang yang sempurna. "Marcell, sebenarnya wajahmu mirip dengan Green," ucap Hana tiba-tiba dengan tatapan penuh kerinduan, membuat Marcell menaikkan alis
Julia yang baru saja turun dari mobil langsung menarik semua perhatian di area parkir."Siapa dia?""Wah, cantik sekali..!""Jangan-jangan artis?""Anak pejabat kali, lihat mobilnya! Wusshhh mataku silau!"Gumaman-gumaman memuja sama sekali tak dihiraukannya. Julia melangkah dengan bersemangat layaknya gadis belia menuju ke lapangan satu, tempat junior berkumpul sesuai jurusan yang dia ambil.Semua keramaian yang ada di lapangan satu terpesona melihat Julia yang begitu cemerlang. Dia imut dan penampilannya benar-benar segar."Oh ternyata perempuan itu di situ," ucap Julia di dalam hati ketika matanya melihat sosok Hana. "Wow, dia bersama Marcell! Apa ini akan menjadi kabar baik untukku? Kasihan, tuan muda pasti kecewa melihat perempuan itu."Begitu dia sampai, banyak orang datang menghampirinya dan mengajaknya berkena
Mereka berjarak delapan langkah saat ini. Hana ingin segera melompat padanya, memastikan benarkah dia Green? Benarkah dia suaminya, lelaki yang sangat dia cintai dan rindukan itu? Sesuatu meletup-letup dalam diri Hana! Dia merasakan harapan kegembiraan yang luar biasa, yang membuatnya segera melangkah ke arahnya. Tetapi kejadian ini begitu mengejutkan, hingga membuat kaki Hana melemas dan kemudian ia terhuyung! Nyaris saja Hana terjatuh kalau saja Marcell tidak dengan sigap memeganginya. Mata Green melebar saat dia menyadari ada Marcell di sisi Hana. Tampak Marcell memeluk tubuh Hana yang ringkih. Green segera memalingkan wajahnya dengan sedih. Tiba-tiba terdengar seruan seseorang. "Wow, Green, kau beneran Green ternyata!" Green segera menoleh pada sumber suara dan matanya seketika terbelalak. "Baron!" teriak Green di dalam hati. Wajahnya pucat. Mulutnya terkatup dan tu
Melihat Hana berlari dan memeluk Green, Marcell hanya membisu. Dia sangat cemburu dan hatinya terasa sakit. Veronika juga terus menatap Hana dan Green dengan rasa ingin tahu. Sementara itu, perhatian semua orang yang ada di sana, masih sibuk dengan persoalan Julia dan Baron sehingga selama beberapa waktu, mereka tidak memperhatikan pertunjukan Hana dan Green. Hana memeluk Green dengan erat. "Green, ini benar kamu....ini benar kamu! Ternyata kamu memang masih hidup!" Suara Hana terdengar rendah dan serak. "Tuhan, terima kasih," ucap Hana tulus dengan wajah haru penuh dengan air mata. Setelah memeluk Green dengan erat, dia baru yakin bahwa ini adalah nyata, bukan mimpi. Green-nya ternyata memang masih hidup! Banyak pertanyaan yang ada di benak Hana, tetapi saat ini dia hanya ingin memeluk Green! Green bisa merasakan tubuh Hana bergetar. Dan saat dia menyentuh tangan Hana,
Green dan Hana terus berjalan tanpa menyadari bahwa Jack mengikuti mereka. Jack terkadang bisa seperti hantu, memantau tanpa terlihat, sama seperti ketika Green melakukan perjalanan ke daerah Wisata Barat bersama teman sekelasnya waktu itu. Hana terlihat memeluk erat lengan Green saat mereka terus berjalan menjauhi lapangan satu. Rasa hangat perlahan mengalir di hati Green. Dia mengingat kejadian yang baru saja terjadi di lapangan satu. Lapangan itu begitu ramai dengan orang, bahkan Marcell berada di sana, tetapi Hana tanpa ragu sedikit pun mengatakan dengan lantang di hadapan semua orang yang ada di sana bahwa dia adalah suaminya. Senyuman kecil pun terukir di wajah Green. Dia jelas sedang berbunga-bunga. Tetapi langkah Hana terkesan terburu-buru, hal ini membuat Green sedikit terganggu untuk menikmati banyak bunga yang sedang bermekaran di hatinya. "Hana, kita akan ke mana?" tanya Green ingin tahu karena dia juga
Green tampak berpikir, apa yang harus dia katakan sekarang?"Bukankah Hana sudah menerimaku sebagai suami tanpa penyesalan di kemudian hari? Hana juga mengatakan bahwa dia mencintaiku. Apa aku masih harus menutupi jati diriku padanya atau menceritakan saja semua kebenarannya?" Green sungguh bingung di dalam hati.Kemudian dia menjawab, "Hana, sewaktu bus itu jatuh, aku langsung tidak sadarkan diri. Begitu aku bangun, aku sudah ada di sebuah kamar, berbaring di ranjang. Bahkan kakiku yang cedera juga sudah diobati. Ternyata aku ditolong oleh seorang pria bernama Jack! Jack bercerita bahwa dia melihatku tersangkut batu di aliran sungai deras dalam keadaan pingsan, lalu dia menolongku dan membawaku ke paviliun majikannya.""Jadi seperti itu! Syukurlah ada orang yang melihatmu, Green," lirih Hana penuh dengan rasa syukur. "Lalu Jack? Siapa dia? Apa dia laki-laki yang ada di sampingmu di lapangan tadi?" Hana samar-samar mengi
"Jangan-jangan kamu terlalu betah dekat dengannya sampai-sampai kamu begitu tahan untuk tidak menghubungiku selama dua bulan lebih lamanya!" seru Hana kemudian dengan nada kesal. Green terkejut mendengar itu. Dia tahu Hana merasa cemburu tetapi dia tidak menyangka bahwa Hana akan langsung menyerangnya seperti itu! Bukankah tadi Hana begitu sedih karena waktu itu berpikir dia sudah tiada, dan berubah menjadi sangat bahagia ketika mendapati dia baik-baik saja? Tetapi sekarang, kenapa Hana dengan mudahnya menjadi marah padanya? Green menjadi bingung harus menjawab apa. Dia menjadi agak cemas, dan seketika langsung merasa menyesal karena dengan berani mencoba membuat Hana cemburu. Green tidak tahu jika perempuan sudah cemburu, itu akan menjadi sangat seram. "I-itu aku bukan betah pada Julia, Hana. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Julia," sangkal Green dengan cepat. "Aku tidak menghubungimu karena....karena kamu
Jack bukanlah orang yang mudah bosan saat bekerja. Dia akan terus mewanti-wanti keadaan. Contohnya saja sekarang. Bos kecil dan nyonya muda sedang berada di dalam apartemen. Walaupun tempat itu relatif aman tetapi bukan berarti dia hanya akan duduk tenang saja sambil menanti mereka berdua. Demi memastikan keselamatan Green saat tidak berada di dekatnya, Jack memasang alat penyadap pada bos kecilnya itu. Selang beberapa waktu, Jack memutuskan untuk mengaktifkan alat itu. Dia bukannya ingin menguping pembicaraan, dia hanya ingin memastikan keadaan Green karena itu adalah tanggung jawabnya. Nantinya setelah mendengar sebentar, dia akan menonaktifkannya kembali. Lalu selang beberapa waktu lagi, ia akan mengaktifkannya lagi sebentar. Begitulah terus berulang-ulang selama Green tidak ada di pandangan matanya. Jika terjadi hal berbahaya, Jack tidak akan segan-segan menerobos masuk bagaimanapun caranya. Bip! Terdengar buny
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be