Hana terbawa perasaan. Ia membiarkan Green menciumnya, bahkan perlahan dia membalas ciuman manis itu. Setelah Green melepas pagutannya, barulah Hana sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan lagi. Tidak seharusnya dia membalas ciuman Green. Hana menatap Green dengan perasaan bersalah.
'Hanya menjadi pilihan kedua, tetapi Green begitu senang. Kenapa Green begitu senang padahal hanya menjadi pilihan kedua, dan selain itu bukankah posisi itu adalah sesuatu yang tidak pasti?' Memikirkan hal ini, Hana semakin kasihan pada Green.
"Aku akan kembali ke kamarku. Aku harus belajar giat karena besok masih ujian!" ucap Green bersemangat.
"Kembalilah ke kamarmu," sahut Hana tersenyum lembut.
Green tetap memasang wajah gembira di hadapan Hana, tetapi ketika ia keluar dari kamar itu, senyum Green memudar. Wajahnya berubah menjadi serius.
Jika ditanya, apa Green benar-benar merasa gembi
Saya update lebih cepat ya! ^^ Semoga Readers pada suka! ^^ ❤️
Hana diam terpaku melihat hasil poin Green di dinding. Melihat Hana diam, Green semakin sedih. Dia sudah mengecewakan Hana.Sartika mengusap sisi bahu Green. "Tidak apa-apa. Ini cuma latihan. Yang terpenting Ujian Sekolah dan Ujian Nasional nanti."Green mengangguk lemah. Andai Hana yang berkata begitu padanya tetapi malah Sartika.Sementara itu pikiran Hana sedang mengembara. "Padahal Green sudah bersemangat belajar selama ini tetapi tetap gagal." Hana mendesah."Hana, kenapa melamun? Ayo kembali ke kelas." Sartika menarik tangan Hana. Mereka bertiga berbalik menuju kelas."Hana, maafkan aku. Aku tidak lulus." Green berucap lirih."Green, kamu harus lebih rajin lagi belajar karena US dan UN sudah di depan mata. Aku tidak ingin kamu gagal seperti sekarang," tanggap Hana dengan wajah serius.Green menelan ludahnya dengan rasa sedih. Dia ta
Mata Sartika dan Hana cukup fokus ketika melihat spanduk besar bertuliskan Kejuaraan Touring Car Championship. Memasuki area sirkuit, Hana dan Sartika segera mengambil tempat duduk dan mulai memperhatikan para penonton yang sudah asyik menikmati pertandingan yang sedari tadi berlangsung. "Ramai juga ya! Aku tidak menyangka kita telat. Maafkan aku sedikit lambat karena sakit perut," ucap Sartika tidak enak hati. "Tidak apa-apa. Aku juga bukannya suka melihat pertandingan seperti ini," sahut Hana agar Sartika tidak merasa bersalah. Sartika terkekeh. "Aku tahu, ini semua demi Marcell." "Iya. Makanya aku harus mendapat hasil. Aku tidak mau waktuku terbuang percuma, Sartika. Apalagi karena demi hadir di sini, aku jadi meninggalkan Green di rumah. Dia pasti kesepian di hari libur yang membosankan," lirih Hana. "Um? Aku merasa kamu agak lebay, Hana. Eksp
"Aku sudah dengar sih, toko itu memang menjual barang branded original. Benar-benar bagus banget!" Sartika terpukau menceritakan kejadian ketika mereka memasuki sebuah toko mewah yang terkenal di kota itu. "Terima kasih ya, Hana. Aku suka banget dress-nya. Mahal lagi harganya. Bikin merinding." Hana terkekeh. Sebenarnya Hanalah yang memaksa Sartika untuk memilih barang yang dia suka, karena sedari tadi Sartika hanya mengekori dirinya yang sibuk memilih barang belanjaan. Kalau tidak dipaksa, Sartika tidak akan mengambilnya. Dia memilih sebuah gaun biru selutut yang cantik seharga satu juta. Sartika melirik tas belanja berisi jaket hoodie berwarna hitam dengan motif mata kucing putih, juga sneakers bercorak hitam dan putih. Dari sekian belanjaan Hana, cuma tas belanjaan ini yang berada di dekatnya. Yang lain ada di bagasi mobil. "Hana, apa itu untuk Marcell?" tebak Sartika karena dia sudah meli
"Ada apa?" Green menoleh pada Hana yang mendongak padanya. "Tolong jangan berwajah seperti itu. Kamu sering murung dan itu membuatku tak nyaman," ucap Hana dengan wajah sendu. "Kamu sendiri tahu kenapa aku seperti ini. Haruskah aku selalu memasang senyum seolah tidak ada yang terjadi? Kamu istriku tetapi bukan milikku. Kamu bahkan akan segera menjadi milik pria lain. Haruskah aku bersikap riang?" lirih Green. Hana dengan cepat berkata, "Aku tidak bisa membalas perasaanmu tapi aku bisa membuatmu lebih baik dan tentunya juga akan bahagia dengan membantumu untuk meningkatkan kualitas hidup. Aku sudah memilih universitas yang bagus untukmu nanti. Mudah-mudahan kamu bisa lulus." Hana terlihat kikuk. "Hana, bersikaplah seperti di awal kita bertemu. Tolong jangan kaku dan menjaga jarak dariku. Kalau kamu seperti itu aku akan merasa kehilangan," pinta Green padanya. Hana tampak
Hana langsung menoleh ke belakang dan terkejut bahwa yang berada di belakang mereka adalah Veronika. Wajah Veronika memerah dan sebentar lagi ia pasti akan meletus dan memuntahkan lahar panas. 'Jika itu terjadi, hancurlah semua rencanaku, begitu pula nama baikku! Hana, kau benar-benar bodoh! Kenapa kau selalu menunda persoalan ini? Kalau sudah seperti ini bagaimana lagi jadinya?' Hana mengutuki diri di dalam hati. Cepat-cepat Hana membalikkan badannya. "Veronika, ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Tolong, tolong jangan berteriak. Aku bisa menjelaskannya padamu," ucap Hana pelan dengan nada panik. Kali ini dia sungguh takut. Sementara Marcell tampak diam mengamati. "Apa kau pikir aku orang jahat?!" ucap Veronika dengan suara mulai tinggi. "Veronika, percaya padaku, aku tidak menggoda Marcell," lirih Hana dengan suara cepat. "Diam kau, Hana. Jan
"Bisakah kita bicara berdua saja?" ucap Hana sambil melirik Veronika yang berlinang air mata.Marcell kembali menatap Veronika. "Pergilah. Tinggalkan kami berdua," usirnya. "Dan satu lagi, jangan sampai status Hana tersebar. Kalau tersebar, aku akan menuntut pertanggungjawaban darimu dan keluargamu."Veronika hanya mengangguk lemah, dan segera meninggalkan tempat itu. Hatinya telah hancur saat ini."Sampai kapan pun Marcell tidak akan bisa menjadi milikku. Dia bahkan sangat membenciku," lirihnya dengan air mata yang kembali mengalir.Setelah kepergian Veronika. Hana kembali memulai percakapan."Marcell, a-aku akan melakukan proses cerai setelah Ujian Nasional," ucap Hana gugup.'Aku tidak boleh menyinggung masalah perceraian pada Green sampai ujian berakhir, kalau tidak, Green pasti akan kepikiran lalu ujiannya bisa gagal.'Marcell menyip
Hana menghembuskan napas berat saat dia sedang berendam di bathtub. "Persoalan terberat dalam hidupku baru saja selesai dengan tuntas. Bahkan persoalan ini selesai dengan cara yang sangat mudah dan hasilnya sesuai dengan harapanku, juga keluargaku. Tapi dadaku malah terasa lebih sesak.." "Tuhan.. Sebenarnya apa yang membuatku seperti ini? Aku bahkan tidak merasa senang sedikit pun," lirih Hana di dalam hati. Hana memejamkan matanya. "Sebenarnya aku tahu jawabannya. Mungkin karena aku merasa bersalah pada Green. Aku yang sudah menggodanya duluan hingga akhirnya dia mencintaiku. Dan sekarang, aku malah membuatnya terluka. Aku tidak bisa menutup mata akan hal ini." "Aku akan menebusnya, Green. Aku akan membantumu untuk sukses dan mandiri, juga sehat kembali. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu." Tekadnya di dalam hati. Selesai berendam, H
"Saat tadi aku mengatakan pada Green bahwa kami akan bercerai, Green mengatakan padaku bahwa ia akan keluar dari rumah ini. Jadi, bisakah Papa membujuknya agar tetap tinggal bersama kita? Selama ini Papa dan Mama selalu bersikap dingin dan ketus padanya. Wajar saja dia tidak betah tinggal di sini. Jika Papa dan Mama membujuknya untuk tinggal dan bersikap ramah padanya, mungkin dia akan melunak dan mau tinggal bersama kita!"Anton mengangkat sebelah alisnya. "Apa Papa tidak salah mendengar? Kamu meminta Papa untuk membujuknya tinggal? Bukankah seharusnya saat ini dia yang merasa cemas takut diusir karena sudah tidak berguna bagi keluarga kita? Kenapa malah posisinya terbalik?"Kening Hana mengerut. "Apa yang sedang Papa katakan? Green tidak pernah takut meninggalkan rumah ini. Bahkan belakangan ini dia selalu mengeluh ingin kembali ke keluarga Assa karena perlakuan keluarga Winata yang begitu membencinya. Kalau bukan karena demi melindungiku
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be