Lagi, terdengar suara ketukan pintu. Echa meremas-remas tangannya–emosi. Kali ini dia enggan membukakan pintu.“Echa!” teriak Hesti dari luar. “katanya suamimu punya 300 ribu. Di transfer ya ke rekening Mama. Malam ini juga.”Echa tak menjawab. Dia hanya menahan kesedihan dalam hati.“Mama pulang. Awas loh, beneran ditransfer.”Echa berhambur ke pelukan Niko. Dia memeluk suaminya dengan erat.“Aku nggak habis pikir dengan Mama. Kenapa dia sangat membencimu, Mas?” Echa berusaha menahan tangisnya.Niko merengkuh tubuh istrinya. Dia mengelus punggungnya dengan lembut, “Tidak usah dipikirkan. Aku biasa aja.”Tak ingin istrinya berlarut-larut memikirkan ini, Niko membisikkan sesuatu, “Katanya mau bertempur?”Perlahan senyuman merekah terbit di bibir Echa, “Mau bertempur pakai strategi apa?”“Pakai semua strategi yang ada,” jawab Niko, dan keduanya saling melemparkan senyuman menggoda.***Pagi hari yang cerah, tapi suasananya tidak secerah harinya. Bagaimana tidak, Hesti kembali datang men
“Echa, ngapain kamu pungut lagi sampah itu?” Hesti melarangnya. “Nggak jijik kamu?”Echa mengangkat pandangannya. Dia menatap Hesti dengan wajah marah, “Aku capek ngadepin Mama.” Air mata tumpah dari kedua sudut matanya. “Mama pulang, Echa nggak mau lihat Mama lagi.” berulang kali dia sekuat tenaga menahan emosinya.“Ya mana uangnya buat ongkos? Mana uangnya buat Mama makan?” Masih detik ini, Hesti sedikitpun tidak merasa bersalah.Echa berdiri sambil menghapus air matanya. Dia menghela napas dalam-dalam.“Gini ya, Ma. Kalau Mama nggak mau pulang, dengan terpaksa Echa manggil satpam di perumahan ini untuk ngusir Mama.”“Echa?” Hesti terperanjat. “kamu mau–”“Maaf, Ma. Echa sudah capek,” potong Echa terlihat begitu frustasi. “Mama, jangan temui Echa lagi. Anggap saja Echa sudah mati.”Hesti terdiam sejenak, merasa kalimat ini adalah sebuah ancaman yang nyata.“Aku punya uang 100 ribu,” sahut Niko sambil melangkah masuk ke ruang tengah dan menghampiri Hesti.“Ini cukup untuk ongkos dan
Saat Sarah dan Tessa hendak beranjak masuk, kedua petugas keamanan menghalangi jalannya.“Maaf, apa kalian sudah janjian dengan Pak Niko sebelumnya?”Sarah mendengus, “Nggak, ngapain harus janjian dulu? Nggak perlu.” “Maaf, kalau begitu kalian tidak diperkenankan untuk masuk,” tegas si petugas keamanan.Sarah mengepalkan kedua tangannya–kesal. Dia masih tidak terima Niko sudah menjadi orang besar. Bertemu dengan orang itu saja kini harus membuat janji terlebih dahulu.“Istrinya itu ponakanku. Jadi aku tinggal menemuinya kapan pun.”“Maaf, peraturan tetaplah peraturan.”Tessa yang melihat Sarah emosi, lantas mendekatkan diri ke telinga Mamanya.“Ma, jangan bikin keributan. Nanti kita malah diusir. Lebih baik kita telpon saja Niko,” bisiknya.Tessa benar, sementara waktu Sarah harus menyingkirkan ego dan gengsinya. Masalah bisnis keluarganya sudah sangat darurat. “Kamu punya nomor teleponnya?” tanya Sarah, dan Tessa menggeleng. Dia pun menoleh kepada petugas keamanan. “hubungi Niko.”
Kekehan kecil terdengar dari mulut Echa. Dia tahu suaminya hanya bercanda. Dia meyakini ada masalah yang memberatkan Herman sehingga WARA Corp tak kunjung mengirimkan produk-produknya kembali.“Dipikir-pikir kasihan juga ya, Mas. Kira-kira sampai kapan, ya?” tanya Echa.“Sampai mereka mohon-mohon sama kamu. Ini juga momen yang pas untuk balas dendam, ‘kan?” jawab Niko sambil terkekeh.“Hishh.” Echa masih menganggap Niko sedang bercanda. “nggak boleh ngomong gitu.”Sementara di depan kantor ….Sarah tampak begitu kesal. Hingga siang hari tidak ada kejelasan dari Niko. Ini membuatnya semakin yakin kalau lelaki itu sedang mempermainkan dirinya.“Sialan! Mana si Niko ini?” Sarah mondar-mandir di tempat. Sarah berjanji akan membuat perhitungan kepada Niko kelak. Ini pertama kali dalam hidupnya ada dalam situasi seperti ini. Harga dirinya merasa diinjak-injak oleh bekas seorang pembantu.“Apa kita pulang dulu ya, Ma?” Tessa pun tidak sabar menunggu.“Mama yakin dia nggak bakalan menemui ki
“Aku kasihan sama Niko. Dia menjadi korbanmu.” Tessa semakin bersemangat menyerang psikis Echa. “laki-laki baik seperti Niko seharusnya mendapatkan istri yang baik, bukan istri macam kamu.”Begitu juga dengan Sarah. Dia mulai ikut menekan Echa.“Kamu tuh lebih jahat dari seorang pelakor. Kamu–” kalimat Sarah terpotong oleh suara bariton milik Niko.“Bisakah kalian diam?”Karena tidak sesuai rencana, Niko keluar dan berjalan melindungi istrinya. Melihat kedatangan lelaki itu, seketika Tessa bersikap manis, “Hai, Niko. Aku cuma ingin menyampaikan fakta bahwa–”“Kalau Echa tidak mencintaiku, Echa tidak akan hamil anakku,” potong Niko sambil mendekati Echa dan memegang perutnya.Sontak Tessa dan Sarah tercengang.“Echa hamil?” Tessa tidak percaya.Kehamilan Echa adalah bencana bagi Tessa yang berusaha memisahkan pasangan suami-istri itu. Kehamilan sepupunya itu akan menjadi batu sandungannya untuk merebut Niko.Dengan bangga Echa mengakui, “Iya, aku sedang hamil anaknya Mas Niko.”Dia jug
Lagi, sudut bibir Hesti terangkat. Ini adalah kesempatan emas untuk memeras Sarah.“Cuma satu miliar?” Ekspresi Hesti mengisyaratkan kalau nilai yang ditawarkan masih terlalu kecil.Sekilas Sarah mengepalkan kedua tangannya.“Baiklah aku tambahin 100 juta,” ucap Sarah.Hesti memalingkan muka sambil mendengus, menandakan dia masih belum puas.“Berapa yang kamu mau, Hesti?” tanya Sarah.Hesti menatap Sarah dengan senyuman miring dan berkata, “Tiga miliar. Aku mau tiga miliar. Dan perjanjian ini harus ditandangani di atas materai.”Hesti tidak bodoh. Dia tahu bagaimana caranya menghadapi Sarah yang sama-sama liciknya dengannya.Sementara, Echa yang berdiam diri berulangkali melihat Tessa sedang menatap Niko dengan tatapan seperti orang yang sedang jatuh cinta. “Hesti, kamu mau memerasku? Jangan gila kamu, Hesti.” Sarah tampak begitu geram.“Tante jangan keterlaluan. Jumlah yang diminta Tante nggak masuk akal,” sahut Tessa. Nada bicaranya terdengar santun.Hesti menanggapinya dengan begi
“Terima kasih pengertiannya. Kalau gitu kalian pulang sekarang,” sahut Niko tiba-tiba, membuat Hesti dan Sarah kesal.Harapan Hesti adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Jika dia tidak bisa mendepak Niko dari kehidupan Echa, setidaknya lelaki itu bisa dia manfaatkan.Saat ini Sarah dilema. Tindakan anaknya yang berusaha mengambil hati Niko bisa merugikan keluarganya sendiri. Di sisi lain dia harus segera membujuk Niko untuk menyelamatkan bisnis keluarganya.“A–” Baru Hesti membuka mulutnya, suara Niko terdengar terlebih dahulu.“Mama juga pulang.” Mata Hesti seketika melotot, “Kamu juga mengusirku?! Aku ini Mama kandungnya Echa.”Niko cukup menjawabnya dengan merogoh ponsel di saku celananya. Dia menghubungi petugas keamanan perumahan.“Pak, tolong ke sini.”Hesti dan Sarah menatap Niko. Sikap tegas lelaki itu membuat mereka sedikit takut.“Aku nggak mau pulang. Aku masih ada perlunya sama anakku,” tolak Hesti geram.“Echa sudah mengirim uang 5 juta ke rekening Mama. Jadi ngg
“Nita?” gumam Echa. “Nita siapa, Mas?” tanyanya kemudian.Niko sama sekali tidak terlihat panik.“Ehmm Nita adalah seorang ahli IT … seorang hacker yang membantuku mengurus permasalahan yang sedang dihadapi WARA Corp,” jawab Niko sambil mengambil ponsel miliknya.Echa mengangguk-angguk percaya.Dalam hal ini Niko berkata jujur, tapi masih belum bisa memberitahu keseluruhannya.Niko segera mengangkat telepon itu dan sengaja mengecilkan suara volume telepon agar Echa tidak mendengar suara lawan bicaranya.“Ada temuan baru lagi?”“Nggak, Kak. Aku–”“Baiklah. Besok pagi kita rapatkan bersama dengan petinggi WARA Corp,” potong Niko dan memutus sambungan setelahnya.Di seberang sana, Nita kesal suaranya dipotong dan teleponnya diputus sepihak. Padahal dia ingin menyampaikan kalau satu bulan lagi adalah hari ulang tahun sang Kakek yang ke 71 tahun. Tapi Nita mengerti, mungkin malam ini Niko sedang bersama istrinya. Lantas dia pun mengirim sebuah pesan.[Sebulan lagi adalah hari ulang tahun