"Dia bawahan Mas Arka di kantor, Bu," ucap Hanan pada ibunda Nabila kemudian langsung mengambil paper bag yang dibawa Salma. Ia kemudian mendorong pundak Salma dengan perlahan untuk keluar dari rumah kakaknya itu."Makasih, ya, Mbak, udah antarin kami makanan. Bilangin Mas Arka, makasih juga," ucap Hanan sembari mengantar Salma keluar rumah. Begitu Salma berada di luar pintu, Hanan langsung menutup pintu itu rapat-rapat.Hanan menghela napas lega. "Ada-ada aja!" batin Hanan. Ia memang sama sekali tidak menyangka kalau kehidupan kakaknya sekarang seperti ini. Padahal terakhir dia datang, semua baik-baik saja. Tepatnya saat posisi Arka masih karyawan biasa."Arka memang selalu seperhatian ini sama orang tua," ucap Bu Wardani sembari membuka paper bag yang dibawa Salma. Ia tidak tahu kalau makanan itu bukan dari Arka, tetapi inisiatif Salma sendiri dengan niat ingin membuka hubungannya dengan Arka pada orang tua Nabila.Hanan tersenyum masam mendengar itu. Kakaknya memang pandai mencari
"Maksud kamu apa, Arka? Kenapa kamu ngomong kayak gitu? Kami yang membesarkan Nabila, kami tahu anak kami seperti apa! Enggak mungkin Nabila melakukan hal serendah itu!" bantah Bu Wardani dengan berapi-api. "Katakan! Apa yang sebenarnya terjadi? Kemana Nabila pergi?"Ketidakpercayaan Bu Wardani terhadap perkataan Arka membuat Hanan lega. Ia juga sangat terkejut dengan pengakuan palsu kakaknya itu. Hanan sampai merasa tidak mengenal sosok Arka yang sekarang. Rasanya Arka yang saat ini sedang duduk bersamanya di sofa, bukanlah Arka yang selama ini Hanan kenal."Aku juga enggak percaya, Bu ...." Arka masih berusaha meyakinkan Bu Wardani. "Aku juga enggak percaya awalnya kalau Nabila sampai selingkuh dengan laki-laki lain. Apalagi selama ini aku selalu berusaha untuk jadi suami yang baik. Tapi ternyata ... kesibukanku bekerja mencari nafkah untuk Nabila, dia jadikan alasan untuk berhubungan dengan laki-laki lain, Bu. Nabila bilang kalau dia kesepian sehingga bermain api di belakangku. Dan
Arka mengumpat kasar setelah puas mengamuk di rumahnya. Ia kemudian menyusul mertuanya ke rumah sakit. Karena tidak mungkin ia berdiam diri di rumah sementara Hanan menemani mertuanya di rumah sakit."Hanan sialan!" maki Arka sembari mengemudikan mobilnya.Sejak dulu sebenarnya Arka memang sangat tidak suka dengan Hanan. Ia selalu iri dengan apapun yang berhubungan dengan Hanan. Entah itu fisik Hanan, apapun yang dimiliki Hanan, teman-teman Hanan, sikap orang-orang terhadap Hanan, dan segala hal yang menyangkut soal Hanan. Di mata Arka kehidupan teramat sempurna dan ia tidak suka dengan itu.Fisiknya yang sangat berbeda dengan Hanan selalu dijadikan bahan perbandingan orang-orang. Hanan yang tampan dan Arka yang dekil. Padahal Arka tahu kalau orang tua mereka tidak pernah membeda-bedakan dalam hal apapun mengenai mereka berdua. Namun, entah mengapa Hanan tumbuh dengan fisik yang sempurna sementara Arka, untuk mencari istri saja harus dibantu ibunya.Itu sebabnya dulu saat orang tua me
"Kamu kenapa, Mas? Belakangan ini penampilan kamu berantakan gitu?" tanya Salma saat menemui Arka di ruang kerjanya.Wanita itu menatap lekat kekasih gelapnya itu yang sedang menatap lurus ke layar laptop di depannya "Kantung mata kamu sampe hitam gitu, kamu enggak tidur?" tanya Salma lagi.Arka menghela napas panjang, kemudian menutup laptop tersebut. "Aku pusing, Sal. Nabila masih belum pulang. Semua berantakan." Arka menatap Salma dengan sorot mata layu. Perkiraannya jauh meleset. Ia pikir hidupnya akan lebih bebas, lebih nyaman, dan lebih baik saat tidak ada Nabila. Namun, ternyata semua yang terjadi adalah kebalikannya."Apa kamu butuh bantuanku?" tanya Salma dengan suara menggoda. "Kamu tahu, aku bisa gantiin istri udik kamu berlipat-lipat jauh lebih baik." Salma mendekati Arka lalu memijat bahu Arka dengan sentuhan menggoda. "Kamu yakin?" tanya Arka sembari menikmati sentuhan selingkuhannya itu."Yakin, dong. Nanti pulang kerja kita mampir ke kosku, biar aku ambil barang-bara
"Ayah, sudah, Yah! Sudah!" Bu Septi berusaha menghentikan Pak Danang yang mengamuk Arka. Anak lelaki mereka itu bahkan sudah berdarah-darah karena tidak melawan amukan ayahnya."Sudah, Pak! Sudah ...." Bu Septi memeluk tubuh suaminya beberapa saat kemudian mengajaknya keluar."Cepat pakai baju kalian! Kami tunggu di luar!" titah Bu Septi dengan tegas pada Arka dan Salma.Tanpa ada yang bicara, mereka semua menunggu Arka dan Salma di ruang tamu.Nabila sangat terpukul dengan peristiwa ini. Ia tidak menyangka kalau Arka akan melakukan hal sejauh itu di rumah mereka. Padahal belum ada satu minggu ia pergi dari rumah. Itu artinya, kepergiannya memang hal yang Arka harapkan.Arka dan Salma keluar dari kamar dengan kepala tertunduk dan kedua jemari mereka masing-masing saling bertaut. Arka berjalan di depan dan Salma dua langkah di belakangku Arka."Duduk!" titah Pak Danang sembari menatap penuh kebencian kepada putranya itu. Begitu juga Salma. Wanita itu tidak luput dari tatapan mengerikan
"Siapa kamu?" tanya Bu Septi pada Salma dengan sorot mata penuh kebencian."Sa-saya ... sekretaris Pak Arka," jawab Salma tanpa berani menatap Bu Septi."Oh, waow! Kamu selingkuh sama sekretarismu sendiri, Ar? Luar biasa! Kamu pikir hidup kamu ini sinetron?" hardik Bu Septi.Arka tidak berani menjawab."Kamu tahu, kalau dia sudah menikah?" Bu Septi kembali bertanya kepada Salma.Salma mengangguk."Ck!" Bu Septi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu sendiri udah nikah?"Giliran Salma yang menggeleng."Luar biasa. Kamu masih muda, cantik, punya pekerjaan yang mapan, lalu milih jadi selingkuhan suami orang? Bodoh!" hardik Bu Septi. "Sia-sia sekali orang tua kamu nyekolahin kamu tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya kamu jadi pelakor. Jadi gundik. Astaghfirullah ...." Bu Septi tertawa miris. "Segitu inginnya kamu hidup enak dengan instan?" Bu Septi menatap Salma sinis. "Ingat, sesuatu yang instan itu biasa enggak baik dan enggak akan tahan lama!"Bu Septi kemudahan meninggalkan Arka dan Salm
Arka dan Salma langsung berlari mengejar Pieter. Mereka menghadang langkah atasannya itu dengan berlutut di depannya."Pak, saya mohon, jangan pecat saya, Pak! Saya janji tidak akan melakukan hal seperti itu lagi. Saya janji, Pak!" Arka dengan sungguh-sungguh meyakinkan atasannya itu.Namun, laki-laki yang sebenarnya usianya di bawah Arka itu bergeming. Menatap Arka pun tidak. Ia terlanjur kecewa dengan Arka. Terlebih kenaikan jabatan Arka, dirinyalah yang mengusulkan. Ia pikir, Arka yang ulet dan pekerja keras, tidak akan sampai melakukan hal serendah itu. Ternyata penilaiannya salah besar."Minggir!" titah Pieter. "Pak, saya mohon, jangan pecat saya! Saya benar-benar menyesal. Saya janji, Pak, saya tidak akan seperti itu lagi!" Arka terus memohon kepada Pieter.Pieter menghela napas panjang kemudian melangkah pergi meninggalkan Arka melalui sisa ruang yang tersisa di sisi Arka dan Salma."Sial! Kita sekarang harus gimana?" geram Arka setelah tubuh Pieter tidak terlihat lagi."Ya gi
Kedua orang tua Nabila sudah tidak mau berurusan apapun lagi dengan keluarga Arka. Termasuk dengan Hanan. Bagi orang tua Nabila, seluruh keluarga Arka sudah sangat mengecewakannya."Pak Handoko, tolong izinkan kami untuk menyampaikan permohonan maaf kami, Pak," pinta Pak Danang. Arka memang datang bersama seluruh keluarganya. Mulai dari orang tuanya dan juga Hanan sebagai pemegang uang hasil penjualan rumah Arka."Mau ribuan bahkan jutaan kali kalian meminta maaf, kami sudah tidak mau lagi berurusan dengan kalian. Tolong, pergi dari sini. Kita bertemu di pengadilan nanti!" tegas Pak Handoko. Lelaki itu sangat kecewa dengan Pak Danang karena sudah tidak jujur dengan status Arka saat awal perjodohan."Iya, Pak. Saya sangat mengerti. Saya juga menerima kalau Pak Handoko ingin anak-anak kita bercerai. Saya tidak keberatan, hanya saja, saya mohon, beri saya kesempatan setidaknya untuk menebus kesalahan yang sudah saya lakukan pada Pak Handoko dan keluarga." Pak Danang berusaha meyakinkan a