Arka mengacak-acak rambutnya. "Astaga! Gimana ini? Apa yang harus aku katakan sama orang tua Nabila? Kenapa bisa kebetulan gini? Apa jangan-jangan Nabila telpon orang tuanya dan cerita masalah kami sehingga mereka langsung ke sini? Ah, tapi mana mungkin. Jarak dari sini ke kampung kan lebih dari setengah hari."Saat melihat kedua orang tuanya Nabila turun dari mobil, Arka semakin salah tingkah. Rasanya ia ingin berlari sekencang mungkin meninggalkan rumahnya. Namun, hal itu tak mungkin ia lakukan."Assalamualaikum!" Kedua orang tua Nabila mengucap salam sembari tersenyum lebar, begitu sudah berada di depan Arka yang sedang sibuk menutupi kegundahan hatinya."Wa-waalaikumsalam," jawab Arka sembari memaksakan diri untuk membalas senyum mertuanya. Laki-laki itu hanya berdiri, kebingungan harus berkata dan berbuat apa. Bahkan kedua mertuanya itu tidak dipersilakan masuk, sampai ibunda dari Nabila menanyakan keberadaan putrinya."Nak Arka tumben jam segini sudah pulang kerja? Nabilanya man
"Dia bawahan Mas Arka di kantor, Bu," ucap Hanan pada ibunda Nabila kemudian langsung mengambil paper bag yang dibawa Salma. Ia kemudian mendorong pundak Salma dengan perlahan untuk keluar dari rumah kakaknya itu."Makasih, ya, Mbak, udah antarin kami makanan. Bilangin Mas Arka, makasih juga," ucap Hanan sembari mengantar Salma keluar rumah. Begitu Salma berada di luar pintu, Hanan langsung menutup pintu itu rapat-rapat.Hanan menghela napas lega. "Ada-ada aja!" batin Hanan. Ia memang sama sekali tidak menyangka kalau kehidupan kakaknya sekarang seperti ini. Padahal terakhir dia datang, semua baik-baik saja. Tepatnya saat posisi Arka masih karyawan biasa."Arka memang selalu seperhatian ini sama orang tua," ucap Bu Wardani sembari membuka paper bag yang dibawa Salma. Ia tidak tahu kalau makanan itu bukan dari Arka, tetapi inisiatif Salma sendiri dengan niat ingin membuka hubungannya dengan Arka pada orang tua Nabila.Hanan tersenyum masam mendengar itu. Kakaknya memang pandai mencari
"Maksud kamu apa, Arka? Kenapa kamu ngomong kayak gitu? Kami yang membesarkan Nabila, kami tahu anak kami seperti apa! Enggak mungkin Nabila melakukan hal serendah itu!" bantah Bu Wardani dengan berapi-api. "Katakan! Apa yang sebenarnya terjadi? Kemana Nabila pergi?"Ketidakpercayaan Bu Wardani terhadap perkataan Arka membuat Hanan lega. Ia juga sangat terkejut dengan pengakuan palsu kakaknya itu. Hanan sampai merasa tidak mengenal sosok Arka yang sekarang. Rasanya Arka yang saat ini sedang duduk bersamanya di sofa, bukanlah Arka yang selama ini Hanan kenal."Aku juga enggak percaya, Bu ...." Arka masih berusaha meyakinkan Bu Wardani. "Aku juga enggak percaya awalnya kalau Nabila sampai selingkuh dengan laki-laki lain. Apalagi selama ini aku selalu berusaha untuk jadi suami yang baik. Tapi ternyata ... kesibukanku bekerja mencari nafkah untuk Nabila, dia jadikan alasan untuk berhubungan dengan laki-laki lain, Bu. Nabila bilang kalau dia kesepian sehingga bermain api di belakangku. Dan
Arka mengumpat kasar setelah puas mengamuk di rumahnya. Ia kemudian menyusul mertuanya ke rumah sakit. Karena tidak mungkin ia berdiam diri di rumah sementara Hanan menemani mertuanya di rumah sakit."Hanan sialan!" maki Arka sembari mengemudikan mobilnya.Sejak dulu sebenarnya Arka memang sangat tidak suka dengan Hanan. Ia selalu iri dengan apapun yang berhubungan dengan Hanan. Entah itu fisik Hanan, apapun yang dimiliki Hanan, teman-teman Hanan, sikap orang-orang terhadap Hanan, dan segala hal yang menyangkut soal Hanan. Di mata Arka kehidupan teramat sempurna dan ia tidak suka dengan itu.Fisiknya yang sangat berbeda dengan Hanan selalu dijadikan bahan perbandingan orang-orang. Hanan yang tampan dan Arka yang dekil. Padahal Arka tahu kalau orang tua mereka tidak pernah membeda-bedakan dalam hal apapun mengenai mereka berdua. Namun, entah mengapa Hanan tumbuh dengan fisik yang sempurna sementara Arka, untuk mencari istri saja harus dibantu ibunya.Itu sebabnya dulu saat orang tua me
"Kamu kenapa, Mas? Belakangan ini penampilan kamu berantakan gitu?" tanya Salma saat menemui Arka di ruang kerjanya.Wanita itu menatap lekat kekasih gelapnya itu yang sedang menatap lurus ke layar laptop di depannya "Kantung mata kamu sampe hitam gitu, kamu enggak tidur?" tanya Salma lagi.Arka menghela napas panjang, kemudian menutup laptop tersebut. "Aku pusing, Sal. Nabila masih belum pulang. Semua berantakan." Arka menatap Salma dengan sorot mata layu. Perkiraannya jauh meleset. Ia pikir hidupnya akan lebih bebas, lebih nyaman, dan lebih baik saat tidak ada Nabila. Namun, ternyata semua yang terjadi adalah kebalikannya."Apa kamu butuh bantuanku?" tanya Salma dengan suara menggoda. "Kamu tahu, aku bisa gantiin istri udik kamu berlipat-lipat jauh lebih baik." Salma mendekati Arka lalu memijat bahu Arka dengan sentuhan menggoda. "Kamu yakin?" tanya Arka sembari menikmati sentuhan selingkuhannya itu."Yakin, dong. Nanti pulang kerja kita mampir ke kosku, biar aku ambil barang-bara
"Ayah, sudah, Yah! Sudah!" Bu Septi berusaha menghentikan Pak Danang yang mengamuk Arka. Anak lelaki mereka itu bahkan sudah berdarah-darah karena tidak melawan amukan ayahnya."Sudah, Pak! Sudah ...." Bu Septi memeluk tubuh suaminya beberapa saat kemudian mengajaknya keluar."Cepat pakai baju kalian! Kami tunggu di luar!" titah Bu Septi dengan tegas pada Arka dan Salma.Tanpa ada yang bicara, mereka semua menunggu Arka dan Salma di ruang tamu.Nabila sangat terpukul dengan peristiwa ini. Ia tidak menyangka kalau Arka akan melakukan hal sejauh itu di rumah mereka. Padahal belum ada satu minggu ia pergi dari rumah. Itu artinya, kepergiannya memang hal yang Arka harapkan.Arka dan Salma keluar dari kamar dengan kepala tertunduk dan kedua jemari mereka masing-masing saling bertaut. Arka berjalan di depan dan Salma dua langkah di belakangku Arka."Duduk!" titah Pak Danang sembari menatap penuh kebencian kepada putranya itu. Begitu juga Salma. Wanita itu tidak luput dari tatapan mengerikan
"Siapa kamu?" tanya Bu Septi pada Salma dengan sorot mata penuh kebencian."Sa-saya ... sekretaris Pak Arka," jawab Salma tanpa berani menatap Bu Septi."Oh, waow! Kamu selingkuh sama sekretarismu sendiri, Ar? Luar biasa! Kamu pikir hidup kamu ini sinetron?" hardik Bu Septi.Arka tidak berani menjawab."Kamu tahu, kalau dia sudah menikah?" Bu Septi kembali bertanya kepada Salma.Salma mengangguk."Ck!" Bu Septi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu sendiri udah nikah?"Giliran Salma yang menggeleng."Luar biasa. Kamu masih muda, cantik, punya pekerjaan yang mapan, lalu milih jadi selingkuhan suami orang? Bodoh!" hardik Bu Septi. "Sia-sia sekali orang tua kamu nyekolahin kamu tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya kamu jadi pelakor. Jadi gundik. Astaghfirullah ...." Bu Septi tertawa miris. "Segitu inginnya kamu hidup enak dengan instan?" Bu Septi menatap Salma sinis. "Ingat, sesuatu yang instan itu biasa enggak baik dan enggak akan tahan lama!"Bu Septi kemudahan meninggalkan Arka dan Salm
Arka dan Salma langsung berlari mengejar Pieter. Mereka menghadang langkah atasannya itu dengan berlutut di depannya."Pak, saya mohon, jangan pecat saya, Pak! Saya janji tidak akan melakukan hal seperti itu lagi. Saya janji, Pak!" Arka dengan sungguh-sungguh meyakinkan atasannya itu.Namun, laki-laki yang sebenarnya usianya di bawah Arka itu bergeming. Menatap Arka pun tidak. Ia terlanjur kecewa dengan Arka. Terlebih kenaikan jabatan Arka, dirinyalah yang mengusulkan. Ia pikir, Arka yang ulet dan pekerja keras, tidak akan sampai melakukan hal serendah itu. Ternyata penilaiannya salah besar."Minggir!" titah Pieter. "Pak, saya mohon, jangan pecat saya! Saya benar-benar menyesal. Saya janji, Pak, saya tidak akan seperti itu lagi!" Arka terus memohon kepada Pieter.Pieter menghela napas panjang kemudian melangkah pergi meninggalkan Arka melalui sisa ruang yang tersisa di sisi Arka dan Salma."Sial! Kita sekarang harus gimana?" geram Arka setelah tubuh Pieter tidak terlihat lagi."Ya gi
Pak Handoko dan Bu Wardani langsung membawa Nabila ke rumah sakit. Kondisi Nabila demam tinggi dan tidak sadarkan diri membuat sepasang suami istri itu panik. Beberapa tetangga yang pagi itu kebetulan lewat depan rumah Pak Handoko pun ikut membantu menaikkan Nabila ke mobil. Hingga kabar tentang kondisi Nabila menyebar ke penjuru kampung.Tiba di rumah sakit, Nabila langsung dibawa ke IGD. Serangkaian pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kondisi Nabila. Beberapa saat setelah hasil pemeriksaan keluar, dokter menyatakan kalau kondisi Nabila koma."Apa? Koma, Dok? Gimana bisa? Semalam putri saya baik-baik saja?" protes Bu Wardani yang sangat takut mendengar apa yang menimpa Nabila.Begitu juga Pak Handoko. Ia sangat takut putri semata wayangnya kenapa-kenapa. "Betul, Dok. Semalam kami masih makan malam bersama. Masih ngobrol-ngobrol seperti biasa.""Dari hasil pemeriksaan, pasien sepertinya mengalami stress berat, sehingga memicu hipertensi dan kejang arteri koroner. Mungkin kondisi pa
"Tapi, Lis ...." Radit berusaha mencegah Lisa, tetapi Lisa langsung memotongnya."Kenapa? Kamu takut aku ganggu acara kamu sama calon istri kamu itu?" sinis Lisa. "Tenang aja, aku enggak akan ganggu, Dit. Lagian harusnya kamu bilang sama aku dari awal kalau mau bawa Manda sama pacar baru kamu. Manda perlu diberi pengertian. Aku enggak mau dia kebingungan nantinya!""Udah, Mas, enggak apa-apa." Nabila menengahi Radit dan mantan istrinya itu. Karena jika melihat karakter Lisa, Nabila paham kalau mantan istri Radit itu bukan tipe perempuan yang gampang mengalah.Radit menatap Nabila lama. Ia tidak enak pada Nabila. Karena harusnya hari ini ia habiskan waktu bersama Nabila dan Amanda, tetapi Lisa justru merecokinya.Karena tidak mau berdebat di depan Amanda dan Nabila juga menyetujui, akhirnya Radit membiarkan Lisa untuk ikut."Ya udah, ayo, berangkat!" ajak Radit.Radit hendak menuntun Amanda, tetapi Lisa tidak melepaskan tangan putrinya itu. Karena tidak mau menggandeng Amanda bersama-s
"Terus kamu mau balikan sama dia?" tanya Nabila dengan jantung tergores luka. Nabila memang tidak mencintai Radit, tetapi saat ini mereka telah berkomitmen untuk menikah. Meski bukan pernikahan impian Nabila, tetap saja apa yang dilakukan Radit malam ini membuat Nabila terluka. Terlebih jika Radit memilih kembali kepada mantan istrinya dan membatalkan rencana pernikahan mereka, meski itu yang Nabila harapkan, tetapi tetap saja hal itu akan melukainya. Radit menatap Nabila lama. Cukup lama. Kemudian Radit menggeleng, "Enggak. Aku udah punya kamu." Radit tersenyum hangat. "Aku enggak bisa kembali sama perempuan yang sudah bermain api dengan laki-laki lain."Nabila sudah tahu kisah masa lalu Radit dari orang tuanya. Kabarnya dulu mantan istri Radit ketahuan berselingkuh. Meski hanya berselingkuh di facebook. Katanya mereka hanya chating, tidak sampai bertemu. Sayangnya, riwayat chat pasangan selingkuh itu terbaca oleh Radit dan Radit sangat marah hingga akhirnya menceraikan istrinya.D
"Ajak Nabila makan di luar aja, Dit!" titah Pak Handoko terhadap calon menantunya.Dengan senang hati Radit mengajak Nabila. Namun, Nabila menolak karena merasa tidak enak badan dan juga tidak ingin pergi dengan Radit. Ia cuma ingin sendiri, menuliskan semua yang sedang ia rasakan saat ini ke dalam novelnya."Kalau kamu gini terus, bisa-bisa kamu sakit, Na!" kesal Bu Wardani. Ia sebenarnya frustasi menghadapi anak dan suaminya yang sama-sama keras kepala."Nabila baik-baik aja, Bu," ucap Nabila menenangkan sang ibu. "Nabila cuma lagi enggak ingin kemana-mana.""Ya udah kalau gitu. Ayo, Dit, makan bersama!" ajak Pak Handoko.Sembari makan malam, Pak Handoko menanyakan tentang pekerjaan Radit dan segala sesuatu yang terlihat membanggakan agar Nabila semakin tertarik. Namun, karena Nabila tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Radit, semua yang di mata ayahnya tampak begitu membanggakan, di matanya terlihat biasa-biasa saja.Mungkin bagi orang lain, Radit adalah sosok yang sempurna den
"Lancang kamu, Han!" desis Nabila. Meski tadi ia sempat terlena, tetapi mendengar perkataan Hanan, membuat harga dirinya terluka. Nabila merasa dilecehkan."Aku tahu," jawab Hanan dengan tenang. Ia memang sengaja melakukan itu. Karena Hanan tahu, jika ia melakukan hal itu, tentu Nabila akan marah kepadanya. Hanan tidak mau merusak rencana pernikahan Nabila. Apalagi dibanding dengan dirinya, calon suami Nabila jauh lebih segala-galanya."Tapi aku enggak akan minta maaf," lanjut Hanan. "Aku cuma ingin kamu tahu kayak gimana perasaanku sama kamu."Nabila membuang muka. Ia tidak suka dengan sikap Hanan. Baru kali ini ia melihat sikap Hanan yang tidak ia sukai. Padahal sebelumnya Hanan laksana malaikat bagi dirinya."Aku enggak ingin kamu gimana-gimana walaupun sekarang kamu sudah tahu perasaanku. Lanjutkan aja rencana pernikahanmu! Aku enggak akan ganggu kamu." Tanpa berkata-kata lagi, Hanan kemudian pergi dari rumah Shela. Hanan bertekad untuk menghilang dari kehidupan Nabila. Rasanya t
Hanan menatap Nabila dengan sorot mata terluka. Tumpukan pikiran positif yang sejak tadi ia susun di tengah berbagai prasangka yang menyerang pikirannya, runtuh seketika. Bahu Hanan terkulai lemas, kemudian bibirnya tersenyum getir. "Selamat ya, Na, semoga semuanya dilancarkan."Nabila ingin sekali membantah. Berkata kalau itu semua tidak benar. Namun, sorot mata ayahnya membuatnya menjadi pecundang. Mulutnya terkunci dan matanya berkaca-kaca, sampai akhirnya genangan itu tumpah dan Nabila membuang muka. Ia tidak ingin menjual kesedihannya."Ayo, masuk, Han!" ajak Pak Handoko dengan ramah. "Biar sekalian kenal dan ngobrol sama calon suami Nabila. Radit itu dokter, loh. Kamu bisa tanya-tanya tentang kesehatan sama dia," ucap Pak Handoko dengan bangga. Pak Handoko melakukan itu karena ingin Hanan tidak lagi mendekati Nabila. Meski sebenarnya ia suka pada Hanan, tetapi ia tidak bisa menerimanya karena Hanan adalah adik Arka dan juga anak Pak Danang. Pak Handoko sudah terlanjur kecewa pa
[Han, kamu yakin mau sama bekas istriku?]Hanan mengernyit saat membuka pesan dari Arka. Kata-kata yang dipilih Arka terasa menusuk dadanya. Jika Arka bukan kakaknya, Hanan pasti akan membalas dengan kata-kata tak kalah menusuk.Tak lama sebuah foto juga Arka kirim pada Hanan. Melihat orang yang ada di foto itu, rasa panas menjalar di rongga dada Hanan. Tenggorokan Hanan sampai tercekat melihat Nabila tampak sedang berjalan bersisian dalam posisi cukup dekat dengan seorang laki-laki. Hanan memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Ia tidak mau terpancing oleh Arka. Hanan berusaha berpikir positif meski perasaannya tidak baik-baik saja."Dia pasti saudara Nabila. Enggak mungkin Nabila jalan sama laki-laki lain," gumam Hanan meyakinkan dirinya sendiri.Hanan yang hari itu sedang tidak ada jadwal kerja di siang hari, kemudian merebahkan diri di atas ranjang. Niatnya untuk keluar makan siang pun ia lupakan karena pikirannya terganggu dengan pesan Arka.Berkali-kali Hanan menarik nap
[Na, kenapa dari pagi pesanku belum dibaca? Kamu sehat, kan? Kamu baik-baik saja, kan?]Setelah pulang kerja, Hanan kembali mengirim pesan pada Nabila. Tidak biasanya Nabila mengabaikan pesannya. Ia takut kalau ternyata Nabila tidak baik-baik saja.Hanan sampai melupakan makan malamnya. Berkali-kali ia hanya mengecek ponsel sembari mengedit hasil jepretannya tadi. Rasa lapar yang tadi menyerangnya seperti tsunami, lenyap begitu saja saat tidak mendapati satu pesan pun dari Nabila. Jangankan pesan dari Nabila, pesan yang sejak tadi dikirimnya pun tidak kunjung Nabila baca."Apa Nabila sakit?" gumam Hanan lalu melepas mouse-nya. Tangan lelaki itu kini bertaut di belakang kepalanya diikuti tubuhnya yang bersandar pada sandaran kursi kerja. Pikirannya tak bisa lepas dari Nabila membuat otaknya tidak fokus mengedit foto dan video di layar komputernya. Tak biasanya Nabila bersikap seperti ini. Padahal semalam semua biasa saja. Ia masih berkirim pesan dengan Nabila membahas novel Nabila yan
Sepulang dari kondangan, Arka masih sangat marah. Ia sampai mendiamkan Salma yang sebenarnya tidak salah apa-apa. Begitu memasuki kamar kos, Arka langsung berbaring di tempat tidur dan menutup tubuhnya dengan selimut. Ia bahkan tidak melepas kemeja dan juga celana kainnya. Pikirannya masih penuh dengan Hanan dan Nabila. Terlebih tadi ia melihat Hanan mengendarai sebuah mobil."Sok kaya sekali Hanan!" umpat Arka di dalam hati. Dadanya benar-benar mendidih. Ingin ia menghancurkan karir Hanan, agar adiknya itu sama hancurnya seperti dirinya. Namun, Arka tidak tahu harus berbuat apa. Otaknya saat ini benar-benar tumpul."Kamu kenapa, sih, Mas?" protes Salma yang tidak suka didiamkan oleh Arka. "Gara-gara ketemu Nabila?"Arka tidak menyahut. Tentu Salma semakin geram. Wanita itu lantas menyingkap selimut yang menutupi tubuh suaminya. "Kamu kenapa, sih?""Apa, sih, Sal?" Arka malas meladeni Salma. "Kamu nyesal cerai sama istri yang dulu kamu bilang udik itu?"Lagi-lagi Arka tidak menanggap