***“Mama, mau ke Paris?” tanya MaximilianSelene mengangguk. “Mama merindukan bibimu. Celine belum sempat pulang ke New York. Pamanmu pun mau ke sana sekalian menemani Anastasia.”“Bagaimana kalau aku mengantar Mama ke sana?” tawar Maximilan.Selene menatap Maximilian dengan mata terbelalak. Ia benar-benar tak menyangka ketika Maximilian tiba-tiba menawarkan diri untuk mengantarkannya ke Paris. Sesaat, dia pikir itu hanya gurauan, tetapi nada serius dalam suara Maximilian membuatnya terdiam.“Kamu serius ingin mengantar Mama ke Paris?” tanya Selene sambil mengerutkan kening, merasa sedikit bingung dengan tawaran itu.Maximilian mengangguk sambil meneguk kopinya. "Ya, aku sedang survei untuk proyek baru di sana. Selain itu, aku juga mendapat undangan dari Paman Christian."Selene semakin bingung. Dia tahu bahwa Maximilian selalu sibuk dengan urusan bisnisnya, tetapi apa yang membuatnya tertarik dengan Paris kali ini? Apalagi anaknya itu benci dengan hiruk pikuk dunia ramai.“Kamu mau
***Maximilian membuka pintu apartemennya perlahan. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Udara dingin malam itu terasa menusuk kulitnya, namun pikirannya hanya tertuju pada satu hal—Anastasia. Ia seharusnya masih berada di kantor, menyelesaikan beberapa laporan yang tertunda, tapi dorongan untuk melihat wajah Anastasia begitu kuat. Ia membutuhkan energi itu, sesuatu yang hanya bisa ia dapatkan dari senyumannya, bahkan meski hanya sejenak.Setelah menutup pintu, langkahnya terhenti ketika melihat lampu ruang tamu masih menyala. "Ana?" panggilnya lirih, berharap Anastasia sudah tertidur. Namun betapa terkejutnya dia ketika mendapati Anastasia duduk di sofa, masih terjaga."Max," Anastasia menoleh dengan lembut. Senyumnya mengembang meski terlihat ada sedikit kelelahan di wajahnya. "Kamu pulang."Maximilian menatap Anastasia penuh tanya. "Ana, kenapa kamu belum tidur? Apakah kamu bermimpi buruk lagi?" tanyanya, nada suaranya penuh kekhawatiran.Anastasia menggelengkan ke
***Anastasia dan Lyra berjalan cepat menuju pintu gerbang keberangkatan di Bandara New York. Suasana bandara pagi itu ramai, tapi kepala Anastasia dipenuhi oleh pikiran tentang perjalanan mereka ke Paris. Paris Fashion Week, undangan eksklusif dari Coeur de Luxe, dan kesempatan besar yang seharusnya membuatnya merasa senang—tetapi tidak hari ini.Langkah kaki Anastasia tiba-tiba terhenti. Matanya terpaku pada satu sosok yang sangat dikenalnya. Di antara kerumunan penumpang yang lewat, dia melihat sosok pria yang telah lama dia rindukan tetapi juga membuat hatinya terluka lebih dalam—ayahnya, Rhett Noire.Rhett berdiri di sana, tersenyum hangat, tapi bukan untuknya. Pelukannya erat, penuh kasih, tetapi bukan untuk putrinya. Elora, anak tirinya, menerima semua perhatian itu, dengan senyuman puas terlukis di wajahnya. Seperti belati yang menusuk perlahan, hati Anastasia terasa hancur.Air mata hampir jatuh, tapi Anastasia menahannya. Dia tidak boleh menangis. Tidak di sini. Tidak di dep
***Di dalam jet pribadi milik Maximilian, keheningan menemani penerbangan mereka menuju Paris. Ia duduk di kursinya, menatap ponselnya yang baru saja bergetar. Sebuah pesan masuk dari Lyra. Ia membuka pesan itu, dan di layar ponselnya muncul foto Anastasia yang muram, menatap keluar jendela pesawat komersial. Ada kesedihan yang jelas di wajahnya, tatapan yang seakan berbicara tanpa kata-kata.Lyra menambahkan pesan di bawah foto itu:"Max, Anastasia mungkin mood-nya tidak akan baik-baik saja, apalagi setelah bertemu dengan ayah kandungnya. Mungkin kamu juga tahu ceritanya, aku mengirim ini karena kamu suaminya dan aku harap kamu bisa memberinya semangat."Maximilian memandangi foto itu lama, tatapannya sendu. Ia bisa merasakan kesedihan yang terpancar dari Anastasia, seolah-olah beban dunia menghimpit wanita itu. Kalau saja ia bisa berada di sana sekarang, ia ingin memeluknya, menenangkannya, dan berkata bahwa dia tidak sendirian. Bahwa di dunia ini banyak yang mencintai Anastasia, t
***Sinar lampu kamera berkilauan, menciptakan bayangan lembut di ruangan besar yang dipenuhi dengan kain-kain mewah dan peralatan fotografi. Anastasia berdiri di tengah, tubuhnya dibalut gaun putih megah dengan detail renda halus yang dirancang khusus oleh desainer top, Celine Idzes. Setiap lekukan gaun itu menyempurnakan bentuk tubuhnya, membuatnya tampak seperti bidadari yang turun ke bumi. Kalung berlian yang berkilauan di lehernya—karya Laura Moen—menambah sentuhan kemewahan yang tak terelakkan.Celine berdiri di sisi set, matanya berbinar saat melihat hasil karyanya terpantul begitu sempurna pada tubuh Anastasia. Gaun itu tidak hanya terlihat indah, tetapi memancarkan keanggunan yang luar biasa. Celine bertepuk tangan pelan, senyumnya lebar."Anastasia," ucap Celine sambil mendekat. "Gaun ini benar-benar diciptakan untukmu. Punggungmu sangat indah, potongan gaun ini terlihat sempurna di tubuhmu. Dan kalung berlian ini... benar-benar melengkapi semuanya. Aku belum pernah melihat
***Anastasia menatap bayangannya di cermin, masih mengenakan gaun yang membuatnya tampak seperti dewi. Rambutnya disanggul rapi, riasan wajahnya sempurna, dan perhiasan di lehernya berkilau memantulkan cahaya lampu. Meski penampilannya tampak anggun dan menawan, hatinya jauh dari tenang. Ia baru saja menyelesaikan salah satu peragaan busana terpenting dalam hidupnya, dan perasaan campur aduk mulai mengisi benaknya.Tiba-tiba, pintu ruang ganti terbuka tanpa mengetuk terlebih dahulu. Anastasia mengerutkan kening saat melihat siapa yang masuk. Leon, mantan kekasihnya, berdiri di ambang pintu dengan senyuman yang dulu pernah membuatnya tergila-gila. Namun kali ini, tidak ada rasa kagum yang muncul di hatinya. Ia hanya menatap pria itu dengan datar.“Anastasia,” Leon menyapa dengan nada lembut, seolah mereka masih dekat. "Kau benar-benar luar biasa di atas panggung tadi. Aku tidak bisa berhenti memandangmu. Kau seperti bintang yang bersinar terang di malam yang gelap."Anastasia hanya di
***Musim semi di Paris terasa berbeda kali ini. Bunga-bunga bermekaran dengan warna-warna cerah, angin sepoi-sepoi menyentuh lembut kulit, seolah mengajak Anastasia menikmati setiap momen keindahan itu. Namun, meskipun udara segar dan pemandangan menawan di sekelilingnya, ada rasa kosong yang menggantung di dalam hatinya.Anastasia berjalan seorang diri di sepanjang Rue de Rivoli, langkah kakinya lambat, hampir tanpa tujuan. Ia sengaja memberi Lyra hari libur untuk istirahat, membiarkan dirinya menikmati kesendirian di tengah hiruk-pikuk Paris yang ramai. Namun, meski berada di kota yang selalu disebut-sebut sebagai kota cinta, Anastasia justru merasa sepi. Kesepian itu begitu mendalam, merasuk ke setiap sudut jiwanya."Kenapa aku selalu merasa begini?" gumamnya pelan, tatapannya lurus ke depan, namun pikirannya melayang jauh ke masa lalu.Sejak kecil, Anastasia sudah terbiasa dengan rasa kesepian. Setelah ibunya meninggal, dunia yang ia kenal hancur dalam sekejap. Ibunya adalah pusa
***“Max... ““Max... namanya Max siapa?” tanya Anastasia.“Maximilian Kingsley.. Kenapa? Jangan-jangan kamu mengenal anak Mama?”Anastasia langsung bernapas lega, ia menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mengenalnya.” Sedangkan Maximilian sedang bersiap menemui Selene. Dari kejauhan, ia melihat sosok wanita yang duduk bersama Selene. Wanita itu terlihat begitu anggun, dengan rambutnya yang tergerai lembut, menatap ke arah luar jendela kafe dengan senyum tipis di wajahnya. Hatinya langsung bergetar ketika ia menyadari siapa wanita itu. Anastasia."Astaga," gumamnya terkejut. Langkahnya langsung terhenti.Maximilian tidak menyangka bahwa ibunya begitu akrab dengan Anastasia. Ia tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Canggung? Terkejut? Atau justru gelisah? Satu hal yang pasti, ia tidak siap untuk menghadapi Anastasia sekarang. Dan nanti Selene akan terkejut jika Anastasia malah mengenalkannya sebagai suaminya. Selene pasti akan menatapnya tajam.Maximilian memutar tubuhnya dengan ce
***Langit cerah menaungi villa pribadi keluarga Kingsley, dihiasi dengan alunan lembut musik klasik yang mengiringi para tamu undangan menuju taman yang telah disulap menjadi tempat upacara pernikahan megah. Anastasia berdiri di balik tirai putih, mengenakan gaun pernikahan yang memukau. Gaun itu dirancang khusus oleh Celine Idzes, penuh detail renda yang elegan, dengan ekor panjang yang membuatnya tampak seperti seorang ratu.Rhett berdiri di sampingnya, mengenakan setelan jas hitam yang rapi. Tangannya menggenggam lengan Anastasia dengan lembut, matanya berkaca-kaca."Papa tidak pernah menyangka akan memiliki kesempatan ini," ucap Rhett pelan, suaranya bergetar.Anastasia menatap ayahnya dengan senyuman hangat. "Aku bahagia Papa di sini. Aku tidak bisa membayangkan orang lain yang mendampingiku selain Papa."Rhett mengangguk, menahan air mata yang hampir jatuh. Ia menatap Anastasia dengan bangga. "Kamu sangat cantik hari ini, Nak. Maximilian adalah pria paling beruntung di dunia."
***Di ruang rapat eksekutif Kingsley Group, suasana mencekam. Robert Brown, pria paruh baya dengan jasnya yang kini tampak kusut, berlutut di lantai marmer hitam yang dingin. Wajahnya penuh dengan keringat dingin, sementara tangannya gemetar menahan rasa takut."Maximilian... Aku memohon padamu," ucap Robert, suaranya bergetar. "Lepaskan kami. Aku berjanji tidak akan mengusik keluarga Kingsley lagi. Aku... Aku bersumpah."Di kursi utama, Maximilian duduk dengan tenang. Sosoknya yang tegap dan aura dinginnya membuat semua yang berada di ruangan itu enggan bernapas terlalu keras. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit hitam, kedua tangan saling bertaut di depan dada. Senyum kecil muncul di bibirnya, senyum yang penuh arti dan tak memberi celah untuk harapan."Berjanji, ya?" Maximilian akhirnya berbicara, suaranya rendah namun tajam. "Paman akan bersembunyi ke luar negeri, kan? Dan itu di Sydney. Apa aku salah menebak?"Mata Robert membelalak, bibirnya terbuka tanpa suara. Tubuhnya ter
***Di kamar utama kediaman keluarga Kingsley, suasana yang awalnya tenang berubah menjadi percakapan hangat. Anastasia duduk di atas ranjang dengan wajah sedikit pucat, namun senyumnya tetap menghiasi wajahnya. Di sisinya, Maximilian terus memegang tangannya, memberikan kehangatan dan perhatian penuh.Steven sedang memeriksa kondisi Anastasia dengan stetoskop di tangannya. Wajahnya serius, namun ada senyum kecil yang tersembunyi di sana. Setelah selesai, dia berdiri dan melipat tangannya di dada sambil menatap Selene dan Shayne, kedua orang tua Maximilian."Paman, Bibi..." Steven memulai, senyumnya semakin lebar. "Sebentar lagi kalian akan menjadi grandma dan grandpa. Kediaman ini pasti akan jauh lebih ramai."Kalimat itu langsung membuat ruangan menjadi hening. Selene membuka mulutnya, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Shayne, yang tadinya hanya duduk diam, langsung menegakkan tubuhnya. Namun, reaksi yang paling mencolok datang dari Maximilian."Apa yang kau
***Malam itu, berita tentang Anastasia yang secara resmi diakui sebagai menantu keluarga Kingsley mengguncang dunia. Para undangan di acara resmi keluarga Kingsley tercengang. Kilatan kamera memenuhi ruangan saat Maximilian dengan tenang berdiri di samping Anastasia, memperkenalkannya sebagai istri dan menantu keluarga Kingsley.Di berbagai media sosial, foto-foto mesra keduanya mulai beredar luas. Foto-foto itu menangkap momen romantis Maximilian dan Anastasia, memperlihatkan bagaimana pria itu menggenggam erat tangan istrinya, seolah tak ingin ada yang mengganggunya. Ada foto ketika Maximilian menatap Anastasia penuh kelembutan, sebuah pemandangan yang membuat publik terkagum-kagum.Di sebuah akun penggemar, seorang netizen menulis, “Siapa yang sangka Anastasia menikah dengan Maximilian Kingsley? Mereka terlihat sempurna bersama!”Komentar-komentar positif membanjiri setiap unggahan tentang mereka, memuji betapa serasi pasangan ini. Netizen tak henti-hentinya membicarakan betapa be
***Wajah Renata terlihat pucat dengan air mata yang mengalir di pipinya. Di tengah pesta ulang tahun Kingsley Group yang mewah, kegaduhan ini menarik perhatian para tamu. Robert, ayahnya, menghampiri Renata dengan wajah penuh kekhawatiran. Dia menunduk, membangunkan putrinya dengan lembut."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" tanya Robert dengan suara cemas.Renata mengangguk lemah, terisak dengan air mata yang mengalir semakin deras. Pemandangan putrinya yang terlihat tersakiti itu membuat Robert memalingkan tatapan marah ke arah Anastasia, yang berdiri tidak jauh dari mereka. Semua tamu mulai berbisik-bisik, seolah mereka setuju dengan kebencian yang tampak di mata Robert.Dengan nada dingin dan tajam, Robert menatap Anastasia penuh hinaan. "Kenapa ada wanita rendahan sepertimu di sini?" katanya, suaranya dipenuhi kemarahan yang tak tersembunyi. "Bagaimana kau bisa datang ke pesta ini? Apa kau merayu seseorang dengan tubuhmu agar bisa datang ke acara sebesar ini?"Tawa merendahkan lan
***Lampu-lampu kristal di ballroom megah Kingsley Tower berpendar, menciptakan kilauan indah di setiap sudut ruangan. Para tamu undangan yang mengenakan busana glamor berkumpul, menikmati pesta ulang tahun perusahaan Kingsley Group yang ke-75. Namun, malam ini, bukan hanya perayaan yang menjadi pusat perhatian—rumor tentang penerus Kingsley Group yang akan diumumkan secara resmi malam ini telah menjadi buah bibir semua orang. Apalagi sang penerus itu selalu menjadi rahasia karena keberadaannya sangat misterius, bahkan tidak ada media satupun yang mengetahui dimana keberadaan sang pewaris ituDi tengah dentingan gelas-gelas wine dan alunan musik jazz, suara pembawa acara menggema, memecah keheningan ballroom."Ladies and gentlemen, mari kita sambut penerus Kingsley Group, Maximilian Kingsley!"Begitu nama itu disebutkan, sorak-sorai kecil terdengar dari para tamu, dan kamera-kamera media langsung diarahkan ke panggung. Seorang pria berpostur tinggi, berbalut setelan jas hitam sempurna
***Suara benda-benda pecah bergema di dalam kamar Renata. Vas, cermin kecil, bahkan bingkai foto dilempar begitu saja hingga hancur berserakan di lantai. Wajah Renata memerah penuh amarah, napasnya memburu, dan matanya penuh kebencian. Kegagalan rencananya untuk menculik Anastasia benar-benar membuatnya berang."Mereka tak becus!" teriak Renata sambil menendang sisa-sisa kaca di lantai. "Sialan! Orang rendah macam itu berani menolak uangku?" Suaranya menggema dengan kemarahan yang seolah tak kunjung reda.Di tengah-tengah kekesalannya, ia meraih laci meja riasnya dengan kasar, membuka sebuah kotak kecil dan mengeluarkan sebuah botol kecil berisi pil berwarna putih. Renata menatap obat itu dengan tatapan yang penuh tekad."Kalau aku tidak bisa menculiknya, maka aku akan melakukan cara lain," gumamnya sambil menyeringai tipis. "Aku akan tidur dengan Max... dan dengan ini," ia mengangkat pil itu, "aku akan menjadi istrinya."Namun, sebelum Renata bisa melanjutkan monolognya, pintu kamar
***Rhett duduk di sebuah kafe mewah di sudut kota, menatap kosong ke arah cangkir kopi yang ada di depannya. Hatinya bergejolak, tak tenang, seakan ada beban yang tak bisa ia lepaskan dari pundaknya. Hari ini, ia akan bertemu dengan pria yang berhasil merebut hati putrinya—Maximilian Kingsley, seorang pria yang terkenal dingin namun disegani banyak orang.Suara langkah tegas terdengar mendekat, dan Rhett mendongak. Di depannya berdiri seorang pria tinggi dengan tatapan tenang namun tajam. Itu Maximilian, pria yang telah menjadi suami Anastasia. Rhett berdiri, menyambut Maximilian dengan anggukan kepala yang sopan.“Tuan Rhett,” Maximilian memulai, suaranya rendah namun penuh wibawa. Ia mengulurkan tangan. “Senang akhirnya bisa bertemu dengan Anda.”Rhett menyambut uluran tangan itu. “Begitu juga dengan saya, Tuan muda Kingsley.” Ia mencoba tersenyum, walau hatinya diliputi perasaan campur aduk.Maximilian duduk di hadapannya, matanya lurus menatap Rhett. Meskipun banyak yang mengenal
***Anastasia menggenggam dokumen yang diberikan Maximilian dengan tangan gemetar. Hatinya terasa berat, bercampur amarah dan rasa sakit. Mata Anastasia memburam, air mata perlahan mengalir tanpa bisa ia bendung lagi."Kakek dan nenekku sendiri… Mereka yang menyebabkan kecelakaan itu? Kenapa… kenapa mereka tega?" ucapnya terisak, suaranya pecah di tengah kalimat. "Pantas saja… Saat aku datang ke keluarga Noire, mereka semua membenciku. Apalagi Kakek dan Nenek… Sejak awal, keadaanku dianggap tak terlihat. Bahkan aku selalu dikucilkan.”Maximilian hanya bisa menghela napas panjang, tatapannya penuh keprihatinan. "Ana… Semua ini karena ayahmu. Ayahmu memutuskan menikah dengan Aria dengan syarat bahwa kamu bisa diterima dalam keluarga Noire," jawabnya pelan.Anastasia mengernyitkan kening, seolah tak percaya pada apa yang ia dengar. "Papa? Tapi kenapa Papa begitu ingin aku masuk ke dalam keluarga Noire? Bukankah dia selalu menunjukkan kalau dia membenciku? Selalu dingin dan acuh bahkan di