Inilah hari yang di tunggu-tunggu oleh Leon, sudah hampir dua minggu ibunya berada di rumah sakit, namun kini akhirnya bu Amalia dapat pulang kembali ke rumahnya.Leon sedikit lega karna wanita perusak keluarganya itu masih menjalani perawatan di rumah sakit, sehingga setidaknya dalam waktu dekat ini tidak akan ada orang atau pun hal-hal yang membuat penyakit jantung ibunya kambuh. Leon kira kedamaian di rumahnya akan bertahan sedikit lama dari perkiraannya, tapi ternyata itu tidak terjadi.Sudah satu minggu berlalu semenjak Leon merasa lega dan senang karna kepulangan ibunya dari rumah sakit. Saat ini Leon tengah meminum teh hangat yang baru saja datang, otaknya sedang berpikir keras untuk mencari cara agar keluarganya dapat kembali seperti semula walaupun tanpa ayahnya.Leon berpikir akan menyingkirkan ayahnya setelah semua aset keluarganya jatuh ke tangannya. Selain aset keluarganya, Leon juga berencana untuk mengambil alih semua kekuatan dan kekuasaan yang di miliki oleh ayahnya.
“Ma-mamah?...”Leon menghela nafas lega saat masih merasakan nafas ibunya.Tanpa berpikir lama lagi Leon mengangkat tubuh ibunya dan berteriak sekencang mungkin agar ada seorang yang mendengar dan membantunya membawa ibunya ke rumah sakit. Namun saat Leon hendak melangkahkan kakinya, Leon merasakan ada sesuatu yang menancap di punggungnya.Leon menoleh ke belakang dan menatap tajam wanita yang terlihat sedang ketakutan. Leon ingin sekali memberinya pelajaran, namun karna dalam kondisi yang tidak memungkinkan, Leon berusaha menahan amarahnya dan berlari pergi ke luar ruang kerja ayahnya.Melihat kakaknya yang keluar dengan menggendong ibunya, Dion ikut berlari di belakang Leon.Leon berteriak sekeras mungkin agar orang-orang yang ada di rumah bisa membantunya, dan untungnya ada dua orang satpam yang masih terjaga.Melihat anak majikannya berlari sambil berteriak, kedua orang itu segera menghampiri.“Tuan, ini?...”“Ambil mobil sekarang!!”Tanpa bertanya banyak lagi, salah satu di antar
"Maaf tuan muda, kami telah berusaha semaksimal mungkin. Namun, kemungkinan nyonya untuk bertahan hidup sangatlah kecil. Di tambah lagi ada beberapa tusukan yang ternyata sampai mengenai jantung dan beberapa organ penting lainnya.” Ucap dokter itu dengan lirih.“Untuk sekarang, kami membutuhkan jantung agar dapat mempertahankan hidup nyonya. Karna kerusakan yang di alami cukup parah, sesegera mungkin kami membutuhkan pendonor secepatnya.” Ucap dokter itu lagi.Jantung Leon terasa sangat nyeri, kepalanya terasa sangat berat dan serasa ingin jatuh. Leon ingin menundukkan kepalanya dan mencari sandaran yang bisa di gunakan untuk berbagi kepedihan yang saat ini dia alami. Tapi situasi saat ini sangat tidak memungkinkan. Leon menarik nafasnya dalam-dalam dan berusaha berpikir dengan jernih untuk mencari jalan keluarnya.Leon menatap Dion yang ada di sampingnya, berbagai pertimbangan Leon pikirkan untuk mengambil keputusan yang akan di ambil untuk ibunya agar dapat bertahan hidup.“Sekarang,
“Kalau itu dapat menyelamatkan mamah, aku akan merelakan nyawaku!"Pak Arjuna mengacak-acak rambutnya karna frustrasi dengan kelakuan putra sulungnya. Baru saja dirinya terbangun dari tidur dan berusaha untuk mencari istrinya yang tidak ada di sampingnya, namun pak Arjuna justru mendapatkan kabar bahwa putranya akan menyerahkan jantungnya."Kamu mau mamah kamu sedih karna harus hidup dari nyawa putranya?!!... Setidaknya kamu harus memikirkan perasaan mamah!!”"Aku tidak peduli! Selagi itu bisa menyelamatkan mamah, aku akan melakukan segalanya.""Tutup mulutmu sekarang dan temui mamahmu!" Ujar pak Arjuna yang langsung pergi menuju ruang rawat istrinya karna ingin berdebat lebih lama lagi dengan Leon.Leon yang awalnya kesal dengan ayahnya mau tak mau harus pergi mengikutinya dari belakang.Wajah Leon semringah ketika melihat ibunya yang sudah tersadar dan berhasil melewati masa kritisnya.“Mamah...” Panggil Leon pelan sembari berjalan cepat menghampiri ibunya.“Jangan bertindak gegabah
“Sudah punya? Papah sudah mempunyai buktinya dan masih saja tetap membelanya?!. Apa dia itu lebih penting dari pada keluarga papah sendiri?! Apa dia lebih penting dari mamah yang sudah menemani papah selama ini?!” Mata Leon terlihat berkaca-kaca, giginya saling beradu karna geram dengan laki-laki yang saat ini ada di depannya.“Apa kamu akan percaya kalau semua ini papah lakukan demi keluarga kita?""Demi keluarga? Apa papah tidak salah ucap?" Ujar Leon yang tak percaya. Leon yang sudah tak ingin berlama-lama lagi dengan ayahnya memilih untuk pergi saja. Namun sebelum pergi, Leon berniat untuk mengambil flashdisk-nya terlebih dahulu.Tangan Leon terulur untuk meminta flashdisk yang ada di dalam genggaman tangan ayahnya, tapi ternyata pak Arjuna tak menyerahkannya.Dengan sekuat tenaga pak Arjuna menggenggam erat flashdisk di tangannya hingga terbelah menjadi dua. Tak hanya itu saja, pak Arjuna bahkan memasukkan flashdisk itu ke dalam minumannya dan meminumnya.Kejadian itu terjadi san
Pak Arjuna melangkah menghampiri Leon yang kembali tak sadarkan diri, hatinya terasa sangat sakit ketika melihat putranya harus menghadapi hal yang sangat mengerikan. Ayah mana yang tidak akan merasa terpukul ketika anak-anaknya mengalami hal yang dapat menghancurkan mental, terutama Dion yang kini usianya belum genap sepuluh tahun."Maaf nak, semoga saja ke depannya kalian bisa hidup dengan baik."Pak Arjuna menghela nafas dan mempersilakan dokter Asrof untuk melakukan tugasnya. Pak Arjuna mengira semuanya akan berjalan dengan lancar ketika mengingat kemampuan dokter Asrof yang sangat mahir dalam bidangnya. Namun siapa sangka kejadian yang tidak terduga akan terjadi.Dokter Asrof dan beberapa rekannya harus mengalami beberapa kendala ketika di hadapkan dengan Leon yang sangat sulit untuk di tangani.Leon yang kesadarannya mulai terkumpul menyadari bahwa ikatan yang mengikat dirinya telah kendur dan merenggang, tanpa berpikir panjang lagi Leon bergegas melepaskan diri dan menyerang be
"Dasar anak sialan!!" Bentak Dimas yang merupakan adik angkat ayah Leon. Kaki Dimas terangkat tinggi dan bersiap-siap untuk menendang Leon yang tengah tengkurap di lantai. Untungnya aksi itu terhentikan oleh salah satu anak buah pak Arjuna."Tolong jaga sikap anda tuan Dimas, kami tidak akan segan-segan untuk menyakiti anda jika berani bermacam-macam dengan tuan muda.""Kau berani macam-macam denganku hah?!!. Budak rendahan sepertimu berani-beraninya mencari masalah denganku!!." Bentak Dimas sembari mencekam kerah kemeja laki-laki yang baru saja memberinya peringatan.Tak ingin kalah dari Dimas, laki-laki itu menghempaskan tangan Dimas lalu mencengkeram kemeja Dimas dengan kuat sebagai tanda perlawanan."Ingatlah status anda tuan Dimas. Sebelum menjadi bagian dari Ganada, kau juga termasuk dalam golongan budak rendahan seperti kami. Waspadalah, jika salah sedikit lagi, kau pasti akan kembali lagi ketempat asalmu." Ucapnya pelan dengan penuh penekanan. Karna merasa sudah cukup memberi
Pak Arjuna menatap heran iparnya yang baru saja datang dengan penampilan yang berantakan."Kesalahan apa yang kamu maksud sampai-sampai membuatmu jadi seperti ini?" Tanya pak Arjuna pelan sembari memperhatikan sekitarnya.Dokter Asrof yang baru saja datang berusaha mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum berbicara dan menjelaskan tentang hal yang hampir saja membuatnya menjadi gila.“Ada beberapa kesalahan...” Ucap dokter Asrof dengan nafas yang masih terengah-engah. “Karna kondisi Leon yang berbeda dengan kebanyakan manusia pada umumnya, ada beberapa kesalahan titik waktu proses penghapusan ingatannya.” Lanjut dokter ketika kondisinya sudah mulai membaik.Pak Arjuna melirik kearah beberapa tenaga medis yang masih ada di samping Leon. “Ayo kita keluar dulu.”Pak Arjuna dan dokter Asrof berjalan keluar dan menuju ujung lorong yang tak jauh dari ruang rawat Leon, langkah pak Arjuna terhenti ketika telah sampai di ujung lorong, dan dengan penuh kewaspadaan pak Arjuna melihat ke sekelili
Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.
“Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu
“Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk
Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar
“Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me
Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok
“Asal kamu tahu ya, aku berhasil menggoda suamimu dan membuatnya menerimaku." Bagi orang yang tidak tahu apa-apa pasti akan berpikiran negatif, tapi bagi Riri yang sudah mendengar semua ceritanya dari Leon, itu bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. “Iya, aku sudah mendengar semuanya dari yang bersangkutan kok. Padahal hanya bisa duduk di pangkuan suamiku dengan telanjang tanpa di usir, tapi kamu membanggakannya seolah-olah pernah tidur berdua saja dengan suamiku. Ya setidaknya sekarang aku tahu betapa murahnya dirimu yang bangga karna menjadi bahan tontonan orang lain ketika telanjang.” Mereka berdua meninggalkan tempat pelaminan dengan wajah memerah. Melihat mereka berdua pergi dengan kesal, Riri tersenyum puas walaupun sedikit menyimpan kekesalan karna mereka mengungkit tentang kelakuan busuk suaminya. Riri kembali menatap Karina yang sudah bisa mengangkat kepalanya. “Jangan di pikirkan lagi, kakak lebih baik dari pada mereka kok.” “Tapi apakah yang kamu katakan itu
“Mah, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku tidak suka dengan dia mah.”“Diam kamu! Kalau bisa di ganti dengan adikmu, mamah akan dengan suka rela menggantimu!. Seharusnya kamu bersyukur karna ada orang yang mau menikahimu dengan mahar tinggi, apa lagi sampai mengadakan pesta di hotel begini.”Riri memperhatikan anak dan ibu yang berada di depannya, bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Riri penasaran tentang apa yang mereka bicarakan sampai serius begitu.Semuanya sudah siap, kedua pengantin telah duduk berdampingan dan siap mengikat diri dengan janji suci pernikahan.Dari awal sampai akhir raut wajah sang pengantin wanita berhasil menyita perhatian Riri. Riri merasa dia pasti terpaksa seperti yang pernah terjadi padanya dulu, tapi Riri merasa kali ini hubungannya sedikit rumit dari yang pernah dulu dirinya alami.“Kenapa merasa seperti melihat diri sendiri ya? Kalau dulu kamu tidak menuruti apa yang Ibu katakan, cerita hidupmu pasti tidak akan seperti ini.”Bu Khansa kembali
“Lihatkan, akulah pemenangnya, sekarang jangan ganggu istriku lagi.” ‘Dasar menyebalkan!.’ Kesal Dion dalam hati. Kedatangan Leon dan Riri di sambut hangat oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, terutama orang-orang yang mengetahui kehamilan Riri. Tentu saja di antara orang-orang yang berbahagia itu ada beberapa orang yang tidak senang dengan kedatangan Leon dan Riri. Salah satunya adalah paman Riri yang sering membuat masalah di mana-mana menggunakan nama Leon sebagai tamengnya. “Leon, di mana bude dan sepupumu? Kenapa mereka tidak datang bersama kalian?.” Tanya paman Abdul yang tidak melihat keberadaan adik, istri, anak, serta keponakannya. “Sepupu? Mana mungkin aku memiliki sepupu, paman kandungku satu-satunya baru menikah, bagaimana bisa aku memiliki sepupu.” Sindiran yang di ucapkan Leon berhasil mengenai tiga orang sekaligus. Pak Abdul, Asrof dan juga Dimas terdiam tak berkutik saat mendapatkan kata-kata menohok dari Leon. Pak Abdul sebisa mungkin mengontrol