“Ketemu “Mata Riri terbelalak, tubuhnya membeku dan tak bisa di gerakkan ketika sesosok Leon telah berdiri di hadapannya dengan senyum manis di wajahnya.“Kok sembunyinya jauh banget? Aku kira kamu sembunyi di sekitar Jakarta atau Jawa Barat aja, tapi nggak tahunya sampai ke Jawa Tengah juga.”Riri hanya bisa terdiam sembari menatap wajah tampan suaminya yang terlihat sangat marah.Tanpa berbasa basi lagi, Leon langsung mengambil Aksa dari pelukan Riri dan memberikannya kepada laki-laki yang berada tepat di belakangnya.“Aksa mau di bawa kemana?”Tak ingin menjawab pertanyaan dari istrinya, Leon menarik tangan Riri menuju ke mobilnya yang sudah siap untuk di lajukan.“Kita mau kemana?! Terus Aksa gimana?! Mas bawa Aksa kemana?!” Cecar Riri tanpa memperdulikan wajah Leon yang tengah menahan amarahnya.Riri terus terusan menjejali Leon dengan pertanyaan tentang Aksa yang entah telah di bawa kemana oleh laki-laki asing itu.Leon mendorong Riri masuk ke dalam mobil tanpa memperdulikan oce
“Wanita menyebalkan itu juga di sini?! Di dalam rumah ini?!”Leon tersenyum penuh kepuasan. Keberadaan wanita yang selalu dia anggap sebagai pengganggu, untuk pertama kalinya Leon merasa bahwa keberadaannya telah berguna walaupun itu hanya satu kali.“Jadi sekarang, kamu pilih duduk diam di sini, atau keluar dan bertemu dengan dia di luar sana?”Riri menggelengkan kepalanya sekuat tenaga, dengan sangat erat Riri memeluk tubuh Leon agar tidak jauh-jauh darinya.“Lebih baik mati bosan di sini dari pada mati terkena serangan jantung di luar sana.”Leon mematung ketika mendengar kata ‘serangan jantung' yang di ucapkan oleh Riri. Ingatan-ingatan itu kembali merasuki pikirannya yang membuat Leon tak dapat berpikir dengan jernih.“Mas? Mas kenapa?”Setetes air jatuh dari mata Leon yang pandangannya telah kosong. Seolah terbawa kembali ke masa lalu, pandangan yang Leon lihat kini bukanlah pemandangan kamarnya, melainkan sebuah tempat di mana terdapat banyak dokter yang sedang di landa kepanika
“Tapi abang tenang aja. Polos-polos gini aku juga bisa main loh.”Seringai licik terlihat di wajah si bocah SMA itu, matanya yang berwarna coklat pekat serta alisnya yang sangat lebat membuatnya terlihat seperti orang yang berpengalaman dalam bidang mengerjai seseorang.“Nggak usah, biar abang yang urus. Kamu fokus belajar aja.”Senyumnya langsung pudar bersamaan dengan menghilangnya sinar kejahilan yang ada di dalam matanya.“Tapi nanti abang bakal suka loh.”Leon tetap tak mau mengizinkan adiknya untuk berurusan dengan orang-orang yang telah membuat keluarga kecilnya hancur.Karna kesal dan kecewa dengan kakaknya, tanpa mengatakan apa pun lagi, dia langsung beranjak dari tempatnya duduk dan pergi meninggalkan kamar Leon.Riri hanya bisa menatap kepergian adik iparnya dengan perasaan iba, padahal tadi dia sudah bersemangat dengan kepulangan Leon yang sangat di nanti-nantikannya, namun ternyata ending pertengahan ceritanya membuat semangat yang membara itu menghilang seketika.“Mas, a
“Hah?!...”Riri menatap Brion lalu menatap Leon untuk meminta penjelasan mengenai hal yang ada di depannya.“Aku nggak ada bilang kok.” Elak Leon.Riri di buat bertambah kebingungan lagi ketika mendengar ucapan dari Leon, dengan segenap ingatannya yang hanya sebesar 10 mb, Riri mencoba untuk mengingat-ingat lagi cerita Leon tadi pagi.“Brion sama Dion itu kembar.”Mulut Riri membulat lalu menatap tajam wajah Brion lekat-lekat, mata Riri menyipit untuk melihat dengan detail bagaimana rupa dan wajah Brion yang sesungguhnya.Tangan Riri tergerak untuk melepas kaca mata Brion lalu membandingkannya dengan wajah Dion yang ada di sampingnya.Riri di buat tak percaya dengan apa yang baru saja dia ketahui, mulutnya berdecak kagum dengan perubahan wajah Brion ketika kaca matanya di angkat.“Benar kata orang-orang, kaca mata memang bisa merubah segalanya.”“Masa baru tahu? Kan kamu kalau lepas kaca mata wajahnya juga berbeda.”Riri memasangkan kembali kaca mata Brion lalu menatap tajam ke arah L
Riri menerawang jauh bagaimana nasib Brian yang ada di tangan ayah mertuanya. Badan Riri bergetar saat mengingat-ingat tampar keras ayah mertuanya yang sampai membuat hidung dan sudut bibir Brian berdarah.“Mas? Mas tadi sengaja ya? Apa tadi mas lihat papah ada di sekitar sana?”Leon menatap wajah istrinya yang terlihat sedang melamun memikirkan kejadian tadi siang.“Sudahlah, itu urusan mereka. Lagi pula siapa suruh gali lubang kubur sendiri, sudah tahu Brion itu anak kesayangan, tapi masih saja di ganggu.”“Tapi aku masih penasaran deh, kok bisa sih Brion ada sama mamah, eh maksudnya tante Laras? Terus mas bilang waktu itu kalau usia Dion sama anak tante Laras itu beda empat bulan kan? Tapi kenapa bisa Brion seumuran dengan Brian? Kata mas kan Brion itu saudara kembarnya Dion, harusnya Brion seumuran dong sama Dion.”Leon mengambil nafasnya panjang-panjang untuk bisa menceritakan ulang kejadiannya.“Dulu mamah memang hamil anak kembar, tapi waktu melahirkan dokter bilang yang selama
“Sekarang kamu pilih, mau tinggal di sini atau pergi.”Leon terdiam sejenak, berbagai bisikan merasuki alam pikirannya, di satu sisi Leon tak mau bertemu dengan makhluk jadi-jadian yang akan menghantuinya seumur hidup, tapi di sisi lain Leon sangat membutuhkan dokumen yang akan sangat membantunya untuk melibas habis para tetua di keluarga dan perusahaannya.Karna tak memiliki pilihan lain, Leon mengurungkan niatnya untuk pergi dari rumah orang tuanya.“Oke, tapi dengan satu syarat. Bilang ke si anjing jalang mu itu untuk jangan datangkan masalah ke rumah ini. Dan kalau bisa, suruh si anjing mu itu untuk keluar dari rumah ini.”Untuk sesaat pak Arjuna terdiam dengan dahi yang sudah mengkerut, di pikirannya kini bertanya-tanya apakah dan siapakah masalah yang di maksud oleh anaknya. Jika mengenai ‘si anjing jalang' yang di maksud oleh Leon tentu saja dirinya langsung mengetahui itu siapa, tapi untuk masalah yang di datangkan oleh si anjing jalang itu, pak Arjuna tidak mengetahuinya.“Sia
“Leon!!...”Dion dan Riri di kejutkan dengan adanya suara pak Arjuna yang menggema ke seluruh penjuru rumah. Dan kini orangnya pun sudah terlihat di depan mata dengan Brion di belakangnya.“Mana kakak kamu?!...”Dion langsung menunjuk ke arah kamar Leon di mana sang pemilik kamar tengah melanjutkan aktivitas mengamuknya.“Leon kamu...”Tubuh pak Arjuna mematung saat melihat kondisi kamar Leon yang hancur lebur dan berantakan, bahkan temboknya pun sudah tak berbentuk lagi, banyak sekali retakan dan bagian dinding di sana yang berlubang. Tanpa perlu di jelaskan lagi, pak Arjuna langsung memahami situasi yang sedang terjadi. Dengan matanya yang masih menatap Leon dengan tajam, pak Arjuna bertanya kepada Dion yang masih berada di sampingnya.“Siapa lagi kali ini? Perasaan mamah, eh maksudnya tante Laras masih di Singapur deh, si Nindia, Nina atau siapalah itu juga masih di sana kok. Tapi kenapa kakakmu bisa sampai semarah itu?”Dion memperhatikan kakaknya dengan lebih detail lagi, dan t
Leon menertawakan laki-laki di depannya yang sedang berjuang untuk menyerangnya, setelah beberapa kata-kata yang Leon keluarkan, laki-laki itu terus saja menggeliat seperti cacing yang sedang kepanasan. “Apa yang kamu katakan? Kenapa dia bisa sampai seperti itu?”Alis dan bibir Leon terangkat secara bersamaan, pandangannya tertuju pada pantulan ayahnya yang ada di cermin depannya.Tangannya tergerak untuk memberikan selembar kertas kepada ayahnya yang berada di belakangnya.Dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya, pak Arjuna mengambil kertas dari Leon. Dan untuk yang kedua kalinya pak Arjuna di buat terkejut dengan apa yang baru saja di berikan oleh putranya.“I-ini maksudnya apa? Kamu nggak lagi bercanda kan?”Dada pak Arjuna bergemuruh ketika membaca sebuah surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa bu Laras atau yang sekarang menjadi istrinya kini di nyatakan mandul dan rahimnya rusak setelah satu tahun melahirkan Satria.“Itu laporan 19 tahun yang lalu, satu ta
Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.
“Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu
“Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk
Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar
“Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me
Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok
“Asal kamu tahu ya, aku berhasil menggoda suamimu dan membuatnya menerimaku." Bagi orang yang tidak tahu apa-apa pasti akan berpikiran negatif, tapi bagi Riri yang sudah mendengar semua ceritanya dari Leon, itu bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. “Iya, aku sudah mendengar semuanya dari yang bersangkutan kok. Padahal hanya bisa duduk di pangkuan suamiku dengan telanjang tanpa di usir, tapi kamu membanggakannya seolah-olah pernah tidur berdua saja dengan suamiku. Ya setidaknya sekarang aku tahu betapa murahnya dirimu yang bangga karna menjadi bahan tontonan orang lain ketika telanjang.” Mereka berdua meninggalkan tempat pelaminan dengan wajah memerah. Melihat mereka berdua pergi dengan kesal, Riri tersenyum puas walaupun sedikit menyimpan kekesalan karna mereka mengungkit tentang kelakuan busuk suaminya. Riri kembali menatap Karina yang sudah bisa mengangkat kepalanya. “Jangan di pikirkan lagi, kakak lebih baik dari pada mereka kok.” “Tapi apakah yang kamu katakan itu
“Mah, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku tidak suka dengan dia mah.”“Diam kamu! Kalau bisa di ganti dengan adikmu, mamah akan dengan suka rela menggantimu!. Seharusnya kamu bersyukur karna ada orang yang mau menikahimu dengan mahar tinggi, apa lagi sampai mengadakan pesta di hotel begini.”Riri memperhatikan anak dan ibu yang berada di depannya, bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Riri penasaran tentang apa yang mereka bicarakan sampai serius begitu.Semuanya sudah siap, kedua pengantin telah duduk berdampingan dan siap mengikat diri dengan janji suci pernikahan.Dari awal sampai akhir raut wajah sang pengantin wanita berhasil menyita perhatian Riri. Riri merasa dia pasti terpaksa seperti yang pernah terjadi padanya dulu, tapi Riri merasa kali ini hubungannya sedikit rumit dari yang pernah dulu dirinya alami.“Kenapa merasa seperti melihat diri sendiri ya? Kalau dulu kamu tidak menuruti apa yang Ibu katakan, cerita hidupmu pasti tidak akan seperti ini.”Bu Khansa kembali
“Lihatkan, akulah pemenangnya, sekarang jangan ganggu istriku lagi.” ‘Dasar menyebalkan!.’ Kesal Dion dalam hati. Kedatangan Leon dan Riri di sambut hangat oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, terutama orang-orang yang mengetahui kehamilan Riri. Tentu saja di antara orang-orang yang berbahagia itu ada beberapa orang yang tidak senang dengan kedatangan Leon dan Riri. Salah satunya adalah paman Riri yang sering membuat masalah di mana-mana menggunakan nama Leon sebagai tamengnya. “Leon, di mana bude dan sepupumu? Kenapa mereka tidak datang bersama kalian?.” Tanya paman Abdul yang tidak melihat keberadaan adik, istri, anak, serta keponakannya. “Sepupu? Mana mungkin aku memiliki sepupu, paman kandungku satu-satunya baru menikah, bagaimana bisa aku memiliki sepupu.” Sindiran yang di ucapkan Leon berhasil mengenai tiga orang sekaligus. Pak Abdul, Asrof dan juga Dimas terdiam tak berkutik saat mendapatkan kata-kata menohok dari Leon. Pak Abdul sebisa mungkin mengontrol