“Syaratnya kalian berdua harus menemani saya makan siang selama satu bulan penuh! Lagipula jarang-jarang saya makan siang dengan sopir,” ucap Wisnu santai tanpa beban, namun membuat Kaira mengerutkan kening bingung. “Makan siang?” tanya Kaira memastikan pendengarannya. Apa tidak salah dengar syarat yang diminta segampang itu. “Ya! Terserah mau di dekat kantormu atau kantor saya. Kalau saya ada Dipta yang akan selalu siap 24 jam menyetir,” ledek Wisnu melirik ke arah Dipta, sesekali mengerjai putranya sendiri. Meski selama ini juga Wisnu punya sopir lain dan itu bukan Dipta. “Bo-boleh, Pak,” jawab Kaira ragu. Tak tahan melihat istrinya diintimidasi oleh Papanya sendiri membuat Dipta langsung menolong Kaira untuk berdiri. Kaira yang masih merasakan panas dingin hanya bisa menatap Dipta pasrah. Dipta yang paham perasaan istrinya hanya tersenyum saja. “Kalau nggak mau gapapa, jangan dipaksa,” kata Dipta lembut. Kaira menggeleng cepat. “Aku mau kok, Mas. Lagian cuma makan aja. Tapi n
“Aku takut, Mas,” bisik Kaira saat sudah duduk di kursi pesawat. Raut wajah tegangnya tak bisa disembunyikan hingga membuat Dipta mengulum senyumnya. “Ini pertama kali aku naik pesawat first class, takut norak nantinya,” akui Kaira dengan jujur.Dipta tersenyum lebar karena tak bisa menahan kelucuan dari Kaira yang dari tadi terus saja mengoceh soal ketakutannya menaiki pesawat first class.Namun, di sini Dipta tidak ingin menggurui Kaira dan ketara jika ia sering menaiki first class, ngeri Kaira curiga.“Aku juga takut sebetulnya, tapi pura-pura biasa aja,” balas Dipta berbisik untuk menenangkan Kaira jika wanita itu tidak sendirian noraknya.Kini Kaira merasa lega, setidaknya ada Dipta yang sama-sama tidak pernah naik pesawat first class. Padahal kelas bisnis saja ia belum pernah, tapi malah dikasih hadiahnya nggak kaleng-kaleng sama Pak Wisnu. Benar-benar bos idaman. Dan, kalaupun nanti akan bersikap norak, setidaknya Kaira memiliki teman, Dipta, suaminya.Perjalanan Jakarta menuju
“Apa maksudnya Mas Dipta berkata seperti itu? Artinya, ‘kamu cinta terakhirku’?” Masih penasaran membuat Kaira terus mencari arti kalimat kedua dan ketiganya. “Ini dia artinya lagi, ‘satu-satunya orang yang aku cinta adalah kamu’, dan ‘tetaplah bersamaku selamanya’?”Mendadak Kaira terbengong sendiri saat mengetahui arti dari ucapan Dipta itu. Semuanya merujuk soal perasaan cinta yang tulus. Apa Mas Dipta sudah jatuh cinta kepada dirinya?Memikirkan hal itu membuat kepala Kaira pusing. Pasalnya ia sudah berjanjian dengan Dipta malam ini untuk dinner di suatu tempat, dan akan menghabiskan malam di sekitaran Menara Eiffel.Sebelum pergi ke restoran, Kaira menyempatkan diri untuk pergi ke salon terlebih dahulu. Itupun atas usul dari Dipta. Sedangkan untuk Dipta sendiri memilih menunggu di restoran sambil menyiapkan kejutan untuk Kaira.Selesai dari salon, Kaira keluar dengan perasaan gugup juga takut. Ini pertama kalinya ia sendirian pergi seperti ini. Kaira tersenyum saat sopir yang dip
“Mungkin aku akan memaafkan, tapi rasa kecewa itu pasti ada, Mas. Apalagi aku tidak suka dibohongi. Rasanya tuh sakit kalau kita enggak dipercaya gitu,” jawab Kaira dengan nada lirih penuh hati-hati.Suasana ruangan yang dingin akibat AC, kini terasa sangat panas akibat pertanyaan yang dilontarkan oleh Dipta. Entah mengapa Kaira merasakan jika pertanyaan itu seperti nyata.“Apa kamu masih tetap bertahan?” lanjut Dipta menanyakan lagi kepada Kaira karena belum dijawab tuntas oleh wanita itu.Kaira menarik napas dalam sebelum mengembuskan perlahan-lahan. Wajahnya tampak berpikir keras yang membuat Dipta tak sabar menunggu jawaban istrinya.Kaira menggelengkan kepalanya pelan, napas Dipta mendadak tercekat. Dasi yang menempel terasa mencekik lehernya.“Kenapa?” tanya Dipta dengan suara parau nyaris tak terdengar. Sebelah tangannya sibuk melonggarkan dasi yang terpasang rapi di lehernya.“Mas Dipta pasti udah lihat sendiri kenapa aku enggak mau berhubungan dengan keluarga kaya raya. Aku p
“Tadi kamu bilang apa, Kai? Cemburu? Sama siapa, hm?” tanya Dipta penuh kelembutan saat melihat wajah muram dan cemberut istrinya.Tak suka jika melihat Kaira sedih, Dipta mendongakkan dagu milik Kaira dengan lembut. Melihat manik cokelat yang sudah penuh dengan genangan air mata. Sadar jika mengedip sekali saja itu akan jatuh, Dipta langsung menarik tubuh Kaira ke dalam pelukannya.“Maaf kalau aku bikin kamu cemburu,” ujar Dipta sambil terus mengusapi rambut panjang milik Kaira naik turun dengan lembut. “Kamu cemburu sama Salsa?” tebak Dipta tepat sasaran.Kaira memilih diam saja karena ia juga tak tahu soal perasaan hatinya yang sekarang. Intinya merasa nyeri ketika ada wanita lain yang mendekati Dipta. Apa ini yang dinamakan cinta? Apakah ia sudah jatuh cinta sedalam ini sama Mas Dipta hingga bisa cemburu seperti ini? Entahlah, Kaira pun tak tahu.Merasa sudah lebih baik, Kaira melepaskan diri dari pelukan Dipta. Ia tersenyum tipis yang dipaksakan karena tak mau membuat Dipta kepik
“Ada apa, Kaira? Apa ada yang ingin kamu tanyakan?” tanya Dipta saat melihat gelagat dan ekspresi istrinya yang tampak ingin memprotes. Kaira mengangguk pelan sambil mengerutkan dahi hingga kedua alisnya menyatu. “Hm, maksud dari kata ‘tidak boleh meninggalkan atau meminta cerai jika terjadi kebohongan’? Memang Mas Dipta bohong apa?” tanya Kaira heran. “Iya maksudnya jika kita ada bohong dikit jangan langsung minta pisah apalagi cerai gitu. Pokoknya harus dengerin dulu penjelasannya.” “Ohhhh! Oke!” Kaira akhirnya setuju dengan apa yang dituliskan di sana. Wanita itu langsung menutup dokumen tanpa membaca semua isi kontrak perjanjiannya, karena tak mau melewatkan pemandangan Kota Paris dari Menara Eiffel. “Enggak mau dibaca?” tanya Dipta memastikan. Kaira menggeleng pelan sambil tersenyum. “Aku percaya sama Mas Dipta jika isi perjanjian itu dibuat untuk kebaikan bersama, ‘kan? Jadi aku setuju dan tanda tangan aja,” jelas Kaira yang sudah percaya kepada Dipta 100%. Di sisi lain hat
"Ah!" ringis Kaira saat akan beranjak dari tempat tidurnya.Tak tahu jika setelah melakukan itu rasanya akan nyeri seperti ini. Kata Mas Dipta kalau pertama memang seperti ini. Namun, setelah hari ini katanya akan biasa saja.Ya, Kaira akui meski semalam sangat enak dan nikmat, bahkan Kaira ingin lebih dan lebih."Morning sayang," sapa Dipta menggerunyam saat merasakan jika di sisi kirinya sudah tak ada orang lagi.Kaira yang masih duduk menoleh ke belakang dengan tatapan datar. Tapi saat melihat bagian dada bidang suaminya penuh jejak merah membuatnya tersipu malu. Semalam dirinya benar-benar buas seperti serigala? Sial!"Morning kiss, please," pinta Dipta sambil memanyunkan bibir ke depan, meminta cium kepada Kaira yang masih enggan menatap pria itu.Tak kunjung dicium membuat Dipta merasa tak sabar hingga berbuat jahil, menarik perut istrinya kuat sampai terjatuh di atas dadanya yang bidang."Kenapa diam aja, hm?" tegur Dipta berbisik. Tangannya mulai bergerilya mengelus dari perut
“Telepon dari polisi?” tanya Dipta dengan suara lirih. Pandangan matanya terus menghunus ke arah Kaira tanpa berkedip sedikit pun. Kaira mengangguk sebagai jawaban, air matanya bahkan sudah tumpah ruah membasahi pipi mulusnya.“Mas Dipta enggak akan ninggalin aku, ‘kan?” suara parau dari Kaira membuat Dipta buru-buru turun dari kursi stool. Pria itu mendekat ke arah istrinya dan memeluknya erat.“Nggak akan, Kaira. Aku akan selalu ada di samping kamu.”Tangis Kaira semakin pecah. Suaranya terdengar begitu tergugu yang membuat Dipta merasa tak tega sendiri.Apalagi kasus korupsi dari Bayu yang membongkar dirinya. Jika seperti ini, Dipta seperti makan buah simalakama. Maju kena mundur kena. Niat hati menangkap tikus kantor agar dipenjara, tapi justru melibatkan istrinya sendiri seperti ini.Entah saat ini Dipta merasa sangat bingung sendiri. Jika dilanjutkan pasti akan menyeret nama Kaira lebih dalam. Apalagi semua bukti transferan uang korupsi Bayu menuju ke rekening Kaira, istrinya.“
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y