***"Baby El udah cantik."Mengukir senyum, Adara memundurkan langkahnya lalu berdiri dengan jarak beberapa meter dari kasur untuk memandangi sang putri yang pagi ini sudah cantik dengan jumper merah muda juga bando senada.Sebagai tambahan, Adara juga memakaikan sepatu bulu berwarna merah muda agar memberi kesan feminim untuk baby El.Minggu pagi, Adara memang lebih sibuk dari biasanya karena hari ini dia dan Danendra akan pergi keluar untuk mengajak baby El bermain.Tak jauh, tujuan wisata pagi ini hanya kota tua. Setelah dari kota tua, Adara dan Danendra berencana untuk berkunjung ke rumah Monica setelah pagi tadi Ginanjar menelepon—meminta dia datang bersama Danendra dan Elara."Dan!"Selesai dengan penampilan sang putri, Adara langsung menggendong Elara untuk dia titipkan pada Danendra yang sudah siap sejak tadi.Begitulah perbedaannya. Ketika suami leluasa bersiap-siap dengan penampilannya ketika hendak pergi, istri sekaligus ibu seperti Adara harus mengutamakan penampilan anak-a
***"Hati-hati di jalan, jangan buru-buru.""Iya, Mas Rafly.""Nanti kalau udah sampe ke sana, kabarin ya.""Siap, Mas."Setelah subuh tadi mengantar Clarissa berbelanja barang di Tanah abang, pagi ini Rafly mengantar gadis itu sampai ke basemant setelah sebelumnya menghabiskan sarapan di apartemen.Tak bisa terlalu lama di Jakarta, Clarissa harus segera pulang ke Majalengka karena baik adik maupun tokonya tak bisa ditinggal lebih lama lagi."Ya udah, awas jangan ngebut.""Iya, Mas," kata Clarissa. "Hari ini jadi?""Nemuin Adara?" tanya Rafly."Iya.""Jadi, habis ini kayanya aku langsung ke rumah Dara," ucap Rafly. "Hari minggu biasanya dia ada di rumah.""Oh oke deh, sukses ya, Mas. Semoga bisa kembali seperti semula sama Mbak Daranya.""Makasih, Ris.""Sama-sama, aku pamit ya.""Iya."Setelah itu, Clarissa masuk ke dalam mobil lalu dalam hitungan detik, avanza hitamnya melaju meninggalkan Rafly."Ah, Adara. Aku enggak sabar," kata Rafly.Tak lama berdiam dia basemant, Rafly bergegas
***"Jadi kamu sama Danendra udah nikah?"Pertanyaan itu diucapkan Rafly ketika saat ini dia dan Adara duduk di bangku panjang untuk membicarakan semuanya, sementara Mbak Vivi mengajak Elara jalan-jalan."Iya," kata Adara. Tak berani memandang Rafly, dia memilih untuk menundukkan kepalanya karena entah kenapa dia tak sanggup melihat manik milik calon suami—lebih tepatnya mungkin sekarang status Rafly adalah mantan kekasih."Aku sama Danendra nikah di hari seharusnya aku nikah sama kamu," ungkap Adara.Rafly menoleh. Dia memandang perempuan yang paling dicintainya itu. "Kenapa?" tanyanya kemudian. "Kenapa kamu khianatin aku.""Aku dipaksa sama keadaan," ucap Adara."Adara," panggil Rafly. "Lihat aku.""Enggak.""Dara.""Please, aku enggak mau, Raf."Rafly mendesah. "Ya udah," ucapnya. "Coba jelaskan sama aku, keadaan macam apa yang buat kamu harus nikah sama Danendra?""Papa," kata Adara. "Saat tahu kamu kecelakaan dan hilang, Papa langsung minta aku cari pengganti kamu, karena dia bil
***"Danendra sialan!"Kembali ke apartemen dengan perasaan yang hancur, Rafly melemparkan bunga daisy juga coklat yang dia bawa ke sembarang arah.Sakit mati, marah, dan kesal kini bercampur menjadi satu di dalam hati Rafly. Setelah hampir satu tahun berjuang untuk sembuh, dia tak menyangka jika penolakan justru didapatkannya dari Adara.Alih-alih bisa kembali dengan calon istrinya, Rafly justru dihadapkan sebuah kenyataan yang menyakitkan.Perempuan yang dia cinta sudah menikah dengan sahabatnya sendiri, bahkan sudah memiliki anak. Bukankah itu terlalu menyakitkan?"Ah, Danendra," desis Rafly setelah sebelumnya dia menghempaskan tubuh ke sofa ruang tamu. "Bisa-bisanya dia rebut Adara dari aku.""Lihat aja Danendra, aku akan rebut Adara lagi," ucap Rafly. "Aku akan buat dia kembali sama ak-"Rafly menghentikan ucapannya ketika ponsel yang dia simpan di saku celana bergetar. Ponsel tersebut baru dia beli kemarin sore dan sampai saat ini hanya ada dua kontak di sana..Clarissa dan Adar
***"Morning, Papa!"Danendra yang sejak tadi sedang fokus menyantap sarapannya, seketika langsung menoleh ketika Adara datang sambil menggendong baby El.Seperti biasa, bayi cantik itu sudah wangi karena Adara yang selalu sigap memandikannya ketika dia bangun tidur."Morning, Sayang," sapa Danendra. "Baby El udah cantik ya.""Iya, dong. Kan udah mandi," kata Adara. Menarik kursi dia kemudian duduk di samping Danendra. "Gimana nasi gorengnya, enak?""Enak.""Itu aku yang bikin," kata Adara."Serius?""Iyalah.""Aku pikir Mbak Vivi.""Mbak Vivi udah berangkat ke pasar daritadi," ungkap Adara. "Di kulkas enggak ada banget bahan makanan.""Gitu ya?""Iya," jawab Adara.Danendra kemudian menyendokkan nasi goreng di piring lalu menyuapkannya pada Adara. "Makan," pintanya."Udah tadi," kata Adara."Kapan?""Pas kamu masih mandi," ujar Adara. "Kamu tahu sendiri kan, aku gimana sekarang? Perutku gampang banget lapar.""Bagus, biar asinya banyak," ucap Danendra."Iya sih," kata Adara. "Ya udah
***"Jadi apa keputusan kamu sekarang?"Adara memandang Danendra yang saat ini duduk di samping kanannya sambil menggendong baby El.Terpergok sedang menelepon Rafly, Adara tak punya pilihan lain selain bercerita pada Danendra. Tak ada yang disembunyikan lagi, Adara menceritakan semuanya termasuk pertemuan bahkan ajakan Rafly untuk kembali.Tak lupa, dia juga meminta maaf pada Danendra karena sempat menyembunyikan semuanya dan seperti biasa, yang dilakukan Danendra adalah memaklumi dan memaafkan kesalahan istrinya itu."Keputusan apa?""Rafly ajak kamu kembali," kata Danendra. "Kamu mau kembali?""Dan.""Aku enggak akan maksa kamu buat tetap bersama aku.""Kok ngomongnya gitu?" tanya Adara."Karena aku enggak suka memaksa," kata Danendra. "Kalau kamu merasa masih sayang sama Rafly dan ingin kembali sama dia. Aku ikhlas kok, tapi baby El akan tetap sama aku."Sarkas. Tentu saja apa yang dikatakan Danendra hanyalah sebuah sarkas karena pada kenyataannya dia tak ingin ditinggalkan Adara.
***"Jadi Adara enggak mau kembali sama kamu?""Iya."Rafly yang saat ini tengah duduk bersandar pada sebuah bangku, langsung memberikan jawaban singkat, padat, dan jelas ketika sebuah pertanyaan dilontarkan seorang perempuan yang duduk di sampingnya.Tak sengaja bertemu di lobi apartemen, perempuan yang langsung memperkenalkan dirinya itu langsung mengajak Rafly mengobrol di taman yang letaknya tak jauh dari apartemen.Dan karena perempuan itu ternyata ada sangkut paut dengan Danendra, Rafly mengiakan ajakan mengobrol, meskipun dia tak pernah mengenal perempuan tersebut sebelumnya."Sakit?"Rafly menoleh lalu memandang perempuan tersebut. Felicya. Tentunya siapa lagi perempuan yang duduk di samping Rafly selain mantan Danendra.Berniat untuk menemui teman yang tinggal di aparteman sama dengan Rafly, Felicya justru mendapat kejutan karena ternyata Rafly—penyebab semua kekacauan hubungannya dan Danendra masih hidup."Apanya?" tanya Rafly."Hati kamulah," kata Felicya. "Sakit enggak?""
***"Jadi kamu sendiri ke sininya?""Iya."Menyelipkan ponsel diantara bahu dan telinga, Adara menjawab singkat pertanyaan yang dilontarkan Danendra, sementara tangannya sibuk memindahkan sebagian makanan dari piring ke dalam kotak makan susun yang akan dia bawa ke kantor.Sesuai janjinya pada Danendra tadi pagi, Adara memang akan pergi untuk mengantarkan makan siang. Awalnya, dia akan pergi sambil membawa baby El. Namun, beberapa menit lalu sang putri justru tidur.Alhasil, Adara akan pergi sendiri menuju perusahaan tempat sang suami bekerja."Padahal kangen si Cantik," jawab Danendra.Sebelum menjawab pertanyaan Danendra, Adara lebih dulu menata kotak makan lalu merapatkan jepitannya. "Ya mau gimana lagi, orang baby Elnya tidur," ucapnya. "Kasian kan lagi tidur diajak pergi.""Iya sih," kata Danendra. "Jangan lupa siapin asi sebelum pergi.""Udah, tenang aja," kata Adara."Ya udah kalau gitu, hati-hati ya di jalannya. Nyetir sendiri, kan?" tanya Danendra."Iya," kata Adara sambi ber