***"Aduh kenapa, Non?"Adara menoleh ketika Mbak Vivi datang menghampirinya ke dapur sesaat setelah dia tak sengaja menjatuhkan gelas hingga pecah dan terburai di lantai."Ini anu, Mbak. Tadi aku enggak sengaja jatuhin gelas," kata Adara."Duh, jangan dibersihin Non. Biar Mbak aja," kata Mbak Vivi."Aku aja, Mbak."Berjongkok, Adara mulai memunguti pecahan gelas tersebut. Namun, sial, kegiatannya terhenti ketika bagian pecahan yang tajam tak sengaja melukai telunjuknya."Aw!""Tuh kan, Non. Udah sama Mbak aja.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Non.""Ya udah maaf ya, Mbak.""Iya enggak apa-apa," kata Mbak Vivi.Adara beranjak kemudian berjalan menuju wastafel untuk mencuci jari telunjuknya yang berdarah. Setelah merasa lebih baik, dia kemudian berjalan meninggalkan dapur untuk menghampiri Elara yang saat ini sedang bersama Teresa di kamar."Ra, tadi bunyi apa?" tanya Teresa saat Adara datang. "Kaya ada yang pecah.""Iya itu gelas, Ma. Enggak sengaja tadi kesenggol," ucap Adara."O
***"Lapar?"Danendra tersenyum ketika melihat Adara begitu lahap menyantap nasi juga lauk pauk di piring yang baru saja dipesan beberapa menit lalu di kantin rumah sakit."Iya. Banget," jawab Adara dengan mulut yang penuh. "Tadi aku belum sempat makan.""Ya udah makan yang banyak," ucap Danendra. "Kalau habis, pesan lagi.""Satu porsi aja cukup."Setelah kedatangannya lima belas menit lalu, Adara langsung memastikan kondisi Danendra yang ternyata mengalami luka tak terlalu parah karena bagian tubuh yang tertembak adalah lengan.Hanya memerlukan berapa jahitan lalu perban yang dililitkan di sana, Danendra sudah kembali seperti semula dan tentu saja diizinkan untuk pulang tanpa harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit."Tau enggak? Aku khawatir banget," kata Adara ketika nasi di piringnya sisa sedikit."Khawatir kenapa?""Khawatir kamu kenapa-kenapalah, Dan," ucap Adara. "Luka tembak. Peluru masuk badan. Bayangin aja separah apa lukanya.""Kenyataannya aku enggak apa-apa.""Ta
***"Ra, udah siap?""Sebentar, Dan. Sedikit lagi.""Ya udah aku tunggu di depan ya.""Iya."Usai menjawab ucapan Danendra, Adara kembali merapikan pakaian yang dia kenakan hari ini. Setelahnya Adara menyisir lalu memilih untuk mengikat rambutnya agar lebih simple.Selesai.Adara tak langsung bergegas menghampiri Danendra juga Elara yang sudah selesai bersiap-siap sejak tadi. Untuk beberapa menit dia berdiri sambil memandangi pantulan wajahnya di cermin."Bisa. Kamu pasti bisa. Keputusannyannya pasti yang terbaik," ucap Adara. Setelah itu dia mengangkat tangannya. "Adara semangat!"Setelah merasa yakin, dia bergegas mengambil tasnya lalu melangkah keluar dari kamar untuk segera menyusul Danendra.Di dekat tangga, Adara bertemu Mbak Vivi yang baru saja keluar dari dapur."Non mau berangkat sekarang?""Iya, Mbak. Doain ya.""Pasti Non," ucap Mbak Vivi. "Mbak pasti doain yang terbaik buat Non Dara.""Makasih, Bi," ucap Adara tersenyum. "Berangkat dulu ya.""Hati-hati di jalan, Non.""Sia
***"Berapa hari sih, Dan. Di sana? Aku lupa."Danendra yang sedang asyik mengajak Elara bermain di kasur, mengalihkan perhatiannya pada Adara yang saat ini berdiri di depan lemari untuk mempersiapkan perlengkapan menuju Paris, besok.Tak akan berangkat dari rumah, rencananya malam ini Adara dan Danendra akan bergegas menuju rumah Adam agar besok bisa berangkat bersama dari sana menuju bandara."Enggak tau, lupa. Kayanya seminggu," ucap Danendra."Waw.""Kenapa?""Lama juga," kata Adara."Enggak apa-apa, udah lama juga enggak liburan," ucap Danendra. "Bukan lama lagi sih, tapi emang semenjak nikah kita kan belum sempat ke luar negeri. Iya, kan?""Iya," ucap Adara."Bawa aja punyaku satu koper, punya kamu satu koper," ucap Danendra. "Punya Elara satu koper juga cukup enggak? Barang bawaan dia kayanya lebih banyak.""Cukup deh kayanya, biar nanti selimut sama yang lain disimpan di luar koper aja," kata Adara."Nah bisa juga.""Oke deh, aku kemas-kemas dulu," kata Adara. "Oh ya, bajunya
***"Felicya mana?""Masih di ruangannya, Pak.""Oh oke, makasih."Tanpa permisi, Rafly melangkahkan kakinya memasuki butik lebih dalam lalu menuju ruangan kerja Felicya.Tak mengetuk dulu, Rafly membuka pintu dengan sedikit kasar dan di dalam sana yang dia dapati adalah; Felicya masih sibuk memasang payetan pada sebuah gaun yang terpasang pada manekin."Masuk ketuk dulu kal-"Felicya menghentikan ucapannya setelah dia tahu jika Raflylah yang baru saja masuk ke ruangannya tanpa permisi."Kamu," panggil Felicya. "Udah pulang dari kantor? Katanya lembur sampe malam?""Kenapa, enggak suka aku pulang awal?" tanya Rafly. Dia yang semula berdiri di ambang pintu lantas melangkah masuk lalu duduk bersandar di sofa.Hari ini seharusnya Rafly memang lembur dan pulang pukul delapan malam. Namun, karena kesalahan teknis, dia pulang seperti biasa pukul lima sore.Biasanya ketika pulang sekitar pukul setengah enam, Felicya sudah ada di rumah karena memang sejak satu bulan lalu Rafly meminta istriny
***"Kalian udah pada siap belum?!"Sekali lagi, teriakan Adam terdengar dari teras rumah untuk memanggil anggota keluarganya yang pagi ini sedang sangat sibuk bersiap-siap.Sesuai rencana, hari ini keluarga besar Adam Manuel Alexander akan pergi berlibur menuju Paris, Francis.Sebenarnya tak ada istilah akan terlambat terbang karena mereka pergi menggunakan jet pribadi, hanya saja Adam memang ingin semuanya tepat waktu.Berangkat dari Indonesia pukul delapan, mereka harus sampai di Paris sekitar pukul satu dini hari karena memang menuju kota yang terkenal dengan menara eifelnya itu membutuhkan waktu kurang lebih tujuh belas jam."Udah siap?" tanya Adam pada Danendra juga Adara yang keluar dari rumah lebih dulu."Udah," kata Danendra."Yang lain mana?""Masih siap-siap.""Lama banget," kata Adam."Ya maklum, Kak Aksa sama Danish kan anaknya tiga, jadi agak repot.""Iya sih.""Danendra nunggu di mobil.""Ya udah."Bersama Adara juga Elara, Danendra melangkah menuju Range Rover putih ya
***"Gimana, Sayang. Suka enggak kam-""Sssst."Danendra sontak menghentikan ucapannya ketika Adara yang sedang mencoba menidurkan Elara di bagian tengah kasur, menoleh sambil mendesis pelan."Kenapa?" tanya Danendra dengan suara yang pelan."Barusan El kaya mau bangun," bisik Adara."Oh, maaf."Danendra yang masih berdiri di dekat pintu lantas menggerek satu-persatu koper miliknya juga Adara menuju lemari yang ada di bagian ujung kamar untuk membereskan satu-persatu isinya sementara Adara masih berusaha menenangkan Elara yang sedikit menggeliat.Tanpa diminta, Danendra merapikan pakaiannya dan Adara bahkan Elara ke dalam lemari sehingga ketiga koper yang dia bawa kini kosong.Selain koper berisi pakaian, Danendra juga membawa stroller milik Elara yang akan dipakai berjalan-jalan besok atau mungkin lusa.Berusia delapan bulan, Elara tentunya belum bisa berjalan. Balita gembul yang kini beratnya mencapai sebelas kilogram itu baru bisa berdiri lalu melangkah sambil berpegangan."Rapi ju
***"Yang lain udah pada enggak ada?"Danendra yang sedang menyimpan sarapannya di meja lantas menoleh pada Adara yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan bathrobes putih juga handuk yang membelit rambutnya."Iya kayanya, enggak tau juga sih," kata Danendra. Menarik kursi, dia duduk di sana lalu mengajak Elara yang sudah diletakkan di stroller, bermain."Kenapa emangnya?""Enggak enak aja," kata Adara. "Kita kan ke sini mau liburan keluarga, tapi di hari pertama aku malah telat bangun. Duh si Dara emang bodoh.""Kalau ngomong."Pagi ini Adara dan Danendra memang bangun terlambat. Ketika yang lain bangun pukul enam lalu sarapan bersama di restoran pukul tujuh, Adara juga Danendra justru baru bangun pukul delapan begitupun Elara yang ikut nyenyak bersama kedua orang tuanya.Adara benar-benar nyatanya lelah setelah menempuh perjalanan tujuh belas jam sampai-sampai tak mendengar dering di ponsel bahkan ketukan di pintu kamar."Malu untuk kesekian kalinya," kata Adara. Tak langsung m