Akira berusaha mengimbangi langkah panjang suaminya. Meskipun sedikit kerepotan karena heels runcing yang dia pakai sangat tinggi, ditambah lagi dress ketat yang membungkus erat tubuhnya, membuat pergerakan kakinya terbatas.Sebelum memasuki ruangan pertemuan, Argi menghentikan langkahnya.“Kemarilah, sayang!” Ucap Argi seraya mengulurkan satu tangannya.Akira memandang sejenak ke arah suaminya yang tengah menatapnya dengan senyum tipis. Lalu menyambut tangan Argi. Kini Argi menuntun langkah mereka memasuki ruangan pertemuan, dimana Bayu telah menunggu di samping podium.Bayu segera mengakhiri pembicaraannya dan mengisyaratkan sang CEO untuk segera naik ke podium.“Tunggulah di sini, aku akan berbicara sebentar. Naiklah nanti jika aku memintamu.” Bisik Argi tepat di depan daun telinga Akira. Memberikan ciuman manis di pipi Akira, lalu segera naik ke podium.Argi menyapa semua tamu yang hadir di sana. Kebanyakan mereka adalah orang penting dari berbagai perusahaan yang menjalin kerjasa
“Sayang?” Ucap Argi, berusaha menutupi rasa terkejutnya dengan senyum kaku.Akira tampak menatap tajam pada suaminya, tadinya Akira sempat mendengar kata terakhir yang diucapkan Argi sebelum mengakhiri panggilan.“Siapa dia, mas?” Tanya Akira penasaran. Mabuknya sudah hilang, hanya rasa pusing yang tersisa“Hum? Siapa? Bukan siapa-siapa hanya orang tidak penting.” Ujar Argi lalu merangkul Akira menuju kamar.“Aku tadi mendengarmu menelpon seseorang? Siapa, mas?” Akira masih merasa penasaran.Argi memutar otaknya mencari alasan yang masuk akal agar istrinya tidak curiga.“Aksara, ya pria yang sudah memperlakukanmu buruk. Aku sedang menghukumnya.” Akhirnya itulah alasan yang terlontar dari mulut Argi.Akira mengangguk paham, “Jangan bertindak gegabah, mas. Lebih baik ijinkan polisi yang menghukumnya.”“Tentu aku akan menyerahkannya pada polisi, tapi nanti setelah orang suruhanku menghukumnya dengan caraku.” Jawaban Argi membuat Akira sedikit bergidik ngeri. Entah bagaimana Argi memperla
Setelah menyelesaikan sarapan, keluarga kecil itu segera bersiap akan melakukan perjalanan menuju tempat wisata. Ashley tersenyum ceria, seakan dia sudah melupakan kesedihannya kemarin. Papa kesayangan sudah membayarnya dengan mengajaknya jalan seharian. Tawa riang Ashley mengiringi perjalanan mereka. Hingga tak terasa mereka telah sampai di sebuah tempat wisata. Sebuah tempat yang dipenuhi berbagai macam bunga, serta hewan-hewan ternak dimana nantinya Ashley bisa memberi makan. Ashley begitu riang berjalan kesana kemari, tanpa melepas genggaman tangannya dari Argi. Akira memandang pada putrinya yang tengah menyodorkan wortel pada beberapa kelinci yang mengelilingi. Senyum terukir di wajah Akira, menatap pada suaminya yang kembali bersikap hangat. Membuat benih cinta mulai bersemi di hatinya. Hingga tarikan Argi membuat lamunannya buyar. “Sayang kemarilah! Ash menginginkan satu di antara kelinci ini. Mana kira-kira yang bagus?” Ucap Argi sembari melihat pada kelinci-kelinci yang
Pria itu memicingkan mata mencoba menangkap bayangan yang terlihat kabur di pandangan. Karena minim penerangan, sang pria tidak mampu mengenali siapa dua orang yang berdiri di hadapannya.“Siapa kalian?” Ucap pria yang terikat tangannya.“Kami yang mengurusmu selama ini. Apa kau sudah dapat mengingat siapa dirimu?” Tanya salah satu pria.“Belum, aku bahkan tidak tahu siapa diriku sebenarnya. Apa kalian tahu siapa aku?” “Kami menyelamatkanmu dari kecelakaan. Berterima kasihlah pada kami, bung!” “Hum, terima kasih. Lalu mengapa kalian mengikatku? Jika kalian benar-benar menyelamatkanku?” Kedua pria itu terdiam tak menjawab, karena mereka tidak tahu jawabannya. Itu semua adalah perintah sang bos. Salah satu dari mereka keluar dari ruangan, hendak menelpon sang bos.Lalu kembali beberapa menit kemudian, membisikkan sesuatu pada rekannya.“Baiklah kami akan melepaskanmu. Namun ingat jangan sekali-kali keluar dari rumah ini. Karena nyawamu akan terancam jika kau keluar dari sini. Mengert
Alex terbangun pagi-pagi buta untuk melakukan rencananya. Setelah memastikan kedua orang yang mengaku menjadi penyelamat tertidur nyenyak, Alex berusaha mencari keberadaan kunci rumah, yang ternyata tersimpan di saku celana salah satu pria itu. Namun sepertinya sangat beresiko jika harus mengambilnya, tentu akan membangunkan pria penjaga. Alex memutuskan untuk mencari jalan keluar lain. Dia mengendap-endap menuju ruangan paling ujung, dimana ada sebuah jendela yang tak tertutup rapat. Alex berusaha membukanya tanpa mengeluarkan suara. Sampai akhirnya dia berhasil keluar dari tempat yang sudah seperti gudang itu. Pandangannya merotasi pada keadaan sekitar yang dipenuhi oleh semak belukar. Tingginya hampir setara dengan tinggi badannya. Meskipun dirinya harus mengorbankan kulit putihnya yang tergores semak belukar, namun Alex berusaha untuk mencari jalan keluar. Sebelum keberadaannya diketahui oleh kedua penjaga. Nafasnya tersengal, karena harus berjalan sangat jauh. Alex harus mene
“Dasar tidak becus! Bagaimana bisa kalian berdua tidak becus menjaga satu pria lemah? Hah?” Ucap Argi penuh penekanan. Tangannya terkepal hingga urat di dahi nampak terlihat.“Aku tidak butuh alasan! Sekarang cari keberadaan Anggara! Jika tidak ketemu maka kalian akan menerima hukumannya!” Ucap Argi lalu segera menutup panggilannya. Dia tidak bisa menerima kabar ini, bagaimana mungkin dia mempekerjakan anak buah yang tidak becus bekerja? Argi sengaja menyuruh dua orang menjaga tawanannya, agar nantinya jika salah satu istirahat tidur, maka yang lain bisa menggantikan. Namun alasan yang dia dengar tadi, sungguh tidak bisa Argi terima dan dimaafkan. Bagaimana bisa keduanya tidur bersamaan, sehingga tawanannya kini pergi entah kemana? Argi geram, hingga dia melangkah keluar kamar dengan membawa wajah gusar.Akira menangkap perubahan raut wajah dari sang suami. Entah apa yang membuat Argi mendadak berubah sikap. Suaminya hanya diam saat menghabiskan sarapan, Argi juga tak menanggapi cel
“Mama?” Ucap Akira dengan mata membulat, namun senyum merekah di bibirnya. Ya, itu Ruth ibu mertuanya dulu, ibunya Anggara. Sudah dua tahun ini Akira tidak bertemu dengan Ruth.“Nak apa kabar?” Ucap Ruth yang tampak terharu, akhirnya dia bisa melihat menantunya kembali.“Akira baik, ma. Mama apa kabar? Mama sendiri?” Akira melihat ke belakang Ruth, tak menjumpai seorang pun di sana.“Hum, mama sendiri.” Kini pandangan Ruth beralih pada anak perempuan yang berdiri di belakang menantunya. “Cucu Oma sudah besar?” Ruth berjongkok agar bisa melihat Ashley lebih dekat.Namun Ashley semakin menutup dirinya dengan kain dress ibunya.“Ash, ayo berikan salam sama Oma.” Perintah Akira pada putrinya.“Ini Oma nak, Omanya Ashley. Nenek Ashley. Ayo kemarilah, sayang.” Ruth tak kuasa menahan haru. Setelah sekian lama memendam kerinduan pada cucu yang telah lama ditinggal, kini akhirnya dia bisa kembali melihat Ashley yang sudah tumbuh lebih besar.“Oma? Oma Ash?” Ashley bertanya dan memandang pada
“Apa kalian tuli? Hah? Ingat jika dalam waktu satu Minggu ini pria pengkhianat itu tidak kalian temukan, maka tak segan-segan aku akan memberi kalian hukuman. Camkan itu!” Ucap Argi dengan nada penuh penekanan.Deg, hati Akira diliputi rasa penasaran. Entah siapa yang dimaksud pria pengkhianat yang dibicarakan oleh suaminya? Apakah ada sebuah hal yang tidak diketahui oleh Akira? Apakah ini ada sangkut pautnya dengan Aksara, pria yang babak belur dipukuli suaminya?Akira akan mencari tahu siapa pria yang dimaksud suaminya. Sampai suara Argi tak terdengar, Akira mulai membuka pintu.“Mas, sudah dari tadi?” Tanya Akira dengan senyum hangat.“Dari mana saja kamu?” Argi balik bertanya dengan tatapan mengintimidasi.“Maaf mas, tadi siang aku bertemu dengan mama Ruth. Dia baru saja pulang ke rumah—”“Kau sudah tidak ada hubungannya dengan orang itu, Akira. Apa kau tidak mengerti?” Argi memotong ucapan Akira, membuat Akira mengerutkan wajah bingung.“Tapi mas, aku hanya ingin mengajak Ash me
“Bagaimana kabarmu?” tanya Raditya dengan pandangan menelisik. Dia hendak memastikan kebenaran dari ucapan putranya.Hingga tatapannya tertuju pada perut Clara, yang terlihat masih datar. Tak lama, tatapannya pun kembali pada wajah Clara.“Kondisi saya seperti yang anda lihat. Andai pak Anggara tidak memberikan pekerjaan ini, mungkin saja hidup saya luntang-lantung,” ucap Clara menjelaskan.“Bolehkah aku bertanya?”Clara kembali memandang ke arah Raditya dengan mata memicing.“Silahkan, pak Radit!”“Apa benar kau telah mengandung benih putraku, Clara?” tanya Raditya sengaja mengurangi volume suaranya agar obrolan mereka tidak didengar orang lain.Clara menundukkan pandangan, jari jemarinya saling meremas di atas paha. Entah apa maksud dari kedatangan Raditya kesini, namun haruskah Clara menjawab jujur?Clara masih trauma akan sikap Argi yang kasar padanya sejak pertemuan terakhir mereka. Perkataan Argi yang tidak terima jika dirinya mengandung calon bayi keluarga Rinega, masih terngia
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me
“Auwhhh! Apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar?” sentak Argi pada suster yang tengah mengobati luka di wajahnya.“Maaf tuan, saya tidak sengaja,” suster menunduk dengan tangan gemetar karena ketakutan.“Pergilah! Dasar tidak becus!” Argi mengibas tangannya untuk mengusir suster yang merawatnya.Bayu yang berdiri tak jauh dari sana, tak heran dengan sikap arogan Argi. Namun dia ikut merasa prihatin atas apa yang menimpa teman sekaligus bosnya itu.Dia tidak menyangka akan terjadi keributan seperti tadi. Dua temannya saling berkelahi. Tentu menurut pandangan Bayu, Argi adalah pihak yang salah. Bagaimana tidak, jika Argi memukul lebih dulu saat kondisi Anggara tidak fokus. Jadi wajar jika Anggara memberinya pelajaran.“Hey, apa kau sudah menghubungi para investor? Bagaimana? Apa mereka mau menerima tawaran kita?” pertanyaan yang ditujukan pada asistennya.“Hasilnya nihil, tidak ada satupun yang mau menginvestasi ke perusahaan kita. Mungkin kamu harus memulihkan nama baikmu dulu, bar
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi
“Permisi, Pa. Apa ada mas Anggara di dalam?” ucap Akira sembari mengetuk pintu ruang kerja ayah mertuanya. Meskipun pintu ruangan itu sedikit terbuka, namun Akira tidak langsung masuk. Karena takut mengganggu pembicaraan Baskoro dengan suaminya. Yang dia tahu Anggara berada di dalam.“Masuklah, Akira!” suara Baskoro terdengar dari dalam. Akira segera membuka pintu lebih lebar. Tatapannya merotasi ke sekeliling ruangan. Namun tak melihat keberadaan suaminya di sana.“Dimana mas Anggara, pa?” tanya Akira penasaran.“Aang masih ada urusan sebentar. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Baskoro dengan mimik datar. Sesuai dengan permintaan putranya, dia tidak akan memberitahu Akira.“Kemana, pa? Kok tumben mas Anggara gak ijin ke aku?” tanya Akira lagi dengan kedua alis saling bertaut, wajahnya masih terlihat cemas.Baskoro menghela nafas, memandang pada menantunya dari balik kacamatanya.“Tadi suamimu buru-buru, sepertinya ini mengenai perusahaan. Kamu tidak perlu khawatir, secepatnya suamim