"Pak, aki (kakek) Juned, kok udah bagi-bagi harta?" Ceu Yuni menatap Pak Yudi penuh tanda tanya.
"Aki (kakek) sama nini (nenek) hidupnya gimana nanti, kalau semua harta sudah dibagi-bagi gitu," imbuhnya lagi.
"Bapak juga kurang tau, Mah! Kalau kata Pak Agung, kita disuruh bertanya langsung sama Ki Juned, kalau bisa secepatnya kita menemui beliau, banyak yang harus dibicarakan katanya, kalau nanya sama mereka mah percuma, mereka nggak tau apa-apa, mereka kan cuma menjalankan tugas," jawab bapak.
"Besok aja yuk, kita ke sana nya, rame-rame!" ucap Teh Ina sembari menoleh ke arah bapak, lalu mengedarkan pandangan ke semua arah mencari dukungan dari yang lain.
"Sok atuh! (Silahkan!) Mamah mah setuju aja.
Kamu juga bisa pergi kan Neng Huma?" Ceu Yuni menatapku, menanti jawaban.Aku menoleh ke arah mamah, minta persetujuan, mamah pun mengangguk tanda setuju.
"Boleh, Mah," jawabku singkat.
"Nenek, aku sudah n
# Keesokan harinyaPagi-pagi sekali, sebelum adzan berkumandang, aku sudah terbangun, suasana nampak begitu sunyi, hanya detak jam dinding yang terdengar.Aku segera beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, kemudian membuat sarapan pagi dan membereskan kekacauan di dapur.Menjelang Subuh, terdengar suara orang mengaji dari mesjid depan rumah, aku masih sibuk berkutat di di dapur. Sambil memasak, aku pun membersihkan ruangan."Bikin apa, Neng!" Ceu Yuni menyapaku secara tiba-tiba, membuatku kaget."Nasi goreng, Mah!" jawabku.
Sadar dalam bahaya, aku menulis pesan singkat Kepada adikku Haikal dan mengaktifkan GPS, agar keberadaanku mudah untuk di lacak, lalu mengirimkan lokasi terkini kepada Haikal melalui pesan dengan logo bergambar gagang telepon berwarna hijau."Stop, Pak! Atau saya akan teriak," pekikku.Lagi-lagi sang sopir hanya terdiam, lalu akhirnya berkata,"Teriaklah! Mobil ini kedap suara," ucapnya singkat."Siapa kamu? Apa maumu? Siapa yang menyuruhmu?" Teriakku, berusaha membuka pintu mobil, namun tidak bisa di buka, aku pun memukul-mukul jendela dan berteriak meminta tolong."Tolong ... !" teriakku.
🌼🌼🌼🌼🌼 #Pov Huma Tiba-tiba pintu terbuka, dan masuklah beberapa orang pria, salah satu dari mereka memakai masker dan juga topi. "Gimana, enak makan malamnya?" ucap pria bermasker dengan tatapan tajam. "Siapa kamu, tolong bebaskan saya!" Aku menyelidiki wajahnya, namun dari matanya sepertinya aku pernah melihatnya. "Kamu akan aku bebaskan, asalkan dengan satu syarat," ucapnya Apa syaratnya? Cepat katakan, jika aku mampu, aku akan memenuhinya." Aku menatapnya, dan mencoba untuk menging
# Pov HumaSetelah menerima telepon dari Aa' Wahyu, hatiku sedikit lebih tenang.Aku sebenarnya merasa heran, kenapa pria itu seperti mengenali Aa' Wahyu, dia juga mengetahui masalah penghibahan harta itu, padahal baru kemarin malam berita itu kami terima."Calon istrinya Wahyu, cantik juga ya." Ia memandangku lekat dan hendak menyentuh wajahku, namun aku menghindar dan segera memalingkan muka."Mendingan kamu sama Aa' aja Neng geulis (cantik), nggak usah sama si Wahyu.Dia itu sudah duda, kalau Aa' masih single," ia pun terkekeh.
Polisi membawa Yanuar dan kawan-kawan ke kantor polisi, juga bapak-bapak yang tadi menolong kami pun turut ikut serta, sebagai saksi.Aku, Aa' Wahyu dan Bang Imron menaiki mobil ambulans menuju rumah sakit terdekat.Haikal, Kang Hadi dan Bang Togar mengikuti kami dari belakang, menaiki motor masing-masing.Bang Imron, terluka di bagian tangan, dan memar dibeberapa bagian, dan kini dalam keadaan pingsan.Sementara A' Wahyu duduk bersandar di dekat Bang Imrom merintih kesakitan, menahan perih di kakinya. dan aku duduk di sebelahnya,"Yang kuat, Aa sayang," Jemari kami saling bertautan.
"Neng !" Perlahan Aa' Wahyu membuka matanya."Kok malah bangun, Aa' !" Aku membulatkan mata, terkejut."Maaf, ya Sayang ! Aa' ketiduran," ucapnya."Aa' istirahat aja ya ! Neng juga sudah ngantuk ini." Mataku sudah tak bisa diajak kompromi, aku pun berkali-kali menguap."Neng, tidur disini aja ya sayang, biar Aa' yang tidur di kursi itu !" ucapnya."Ah ... ! Aa' mah ngaco !Aa' kan lagi sakit, udah biar Neng aja yang tidur di kursi." Aku pun segera beranjak menuju kursi panjangDi ruangan ini ada beberapa tempat tidur pasien, namun sudah terisi penuh, keluarga pasien yang menunggu pun sudah terlelap di atas tikar yang mereka bawa sendiri dari rumah.Walaupun aku memakai baju gamis, tapi di dalam, aku juga memakai celana panjang, jadi aku tidak terlalu khawatir jika selama tertidur, bajuku tersingkap.Tak menung
"Gimana kabarnya Bang Imron, Bang Togar ! keluarganya sudah tau belum ?" tanyaku penasaran." Belum siuman juga dia, masih transfusi darah," balasnya."Itulah ! Aku lagi bingung ini, begitu aku telepon si Laras dari Hp Imron, dia kaget, katanya akan segera terbang kemari." Bang Togar menatap kami bergantian."Katanya dia akan menuntut dan meminta pertanggungjawaban," imbuhnya lagi.Kami semua terkejut mendengarkan penuturan Bang Togar."Gimana ini A' ?" Aku menatap Aa' Wahyu."Sebenarnya wajar-wajar saja kalau pihak keluarga Bang Imron menuntut pelakunya. apalagi Bang Imron dalam keadaan kritis," ucap Aa' Wahyu."Iya, betul juga sih kata Aa' !" ucapku."Tapi masalahnya, Yanuar itu kan sodaranya Aa', nanti Laras berpikir yang tidak-tidak !Lagipula, Bang Imron seperti ini juga gara-gara menyelamatkan aku kan !" ucapku lagi.
"Alhamdulillah, stok darah buat Imron akhirnya terpenuhi, malah berlebih," gumamnya."Alhamdulillah,"ucap kami.Teman-teman Haikal pun hendak pamit, untuk pulang ke rumahnya masing-masing, setelah selesai melakukan donor darah."Jangan pulang dulu atuh ! Ini dimakan dulu kue-kuenya, biar nggak lemes." Mamah menyodorkan kue bolen pisang kepada teman-temannya Haikal.Tanpa menunggu lama, Adit dan Asep langsung menyambar kue yang tepat berada di depannya itu."Kue buatan mamahnya Haikal, ternyata sangat enak ya?" ucap Adit setelah mencicipinya sedikit."Iya betul ! rasanya jauh lebih enak daripada di toko kue yang terkenal itu," Asep menimpali, mulutnya masih mengunyah kue bolen rasa coklat keju."Ah kalian, muji-muji mulu, kalau mau nambah, masih banyak kok ! Jangan khawatir, masih banyak di rumah" ucap Haikal."Kalau dititipkan di kantin se
"Kenapa, Kal? Bolak-balik aja," ucap Hadi,"Mendingan makan dulu, keburu dingin nanti!" imbuhnya lagi."Ini Teh Huma, belum nyampe juga jam segini, aku kan jadi khawatir, Kang" jawab Haikal."Telepon juga nggak aktif," imbuhnya lagi."Coba telepon Laura, handphone Huma paling lowbat." Kang Hadi menambah porsi makannya."Ayo makan dulu, biar bisa berfikir jernih," ucap Hadi."Iya deh." Haikal bergabung bersama Kang Hadi di meja makan.Keesokan harinya, Imron dan keluarga sudah bersiap-siap untuk
# Beberapa hari kemudianSuasana pagi hari di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta cukup ramai, Haikal, Hadi dan keluarga Bang Togar, berjalan beriringan menaiki kapal KM Kelud yang berkapasitas dua ribu orang penumpang, yang tidak lama lagi akan berangkat.Mereka hendak berlayar menuju ke pelabuhan Belawan Medan Sumatera Utara, namun harus transit di beberapa titik sebelum sampai di tujuan akhir, mereka akan berlayar selama tiga hari dua malam.Haikal dan Kang Hadi sangat menikmati perjalanan panjang mereka, ini merupakan pengalaman mereka yang pertama menaiki kapal laut, karena selama ini belum pernah bepergian jauh keluar dari pulau Jawa.Humaira dan beberapa orang yang lainnya akan terbang menaiki pesawat dari bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Bandara Kualanamu kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara tiga hari kemudian.Saat ini ia sedang bersiap-siap m
"Mungkin Laras sama Laura mau ikut." Humaira menoleh ke arah Laras dan Laura.Laras dan Laura saling berpandangan, kemudian mereka menjawab hampir bersamaan."Tengok saja nanti," jawab mereka."Nanti kalau mau pergi, sama-sama kita ya?" ucap Togar.Ketika sedang asyik berbincang, tiba-tiba gawai milik Togar berbunyi, ia pun segera mengangkat telepon."Kebetulan sekali, si Imron video call, kuangkat dulu ya,"ucapnya.["Assalamualaikum Imron apa kabar? "] Togar melambaikan tangannya ke arah layar handphonenya.["Horas bah! Macam mana kabar di sana, kawan?"] balas Imron.["Kamipun sehat-sehat semua di sini,"] jawab Togar.["Bagaimana Togar sudah kau bilang sama keluarga Humaira tentang acara pernikahanku itu?"] tanya Imron.["Sudah, tengok ini! Kami lagi ngumpul di rumah Haikal."] Togar mem
Laras berubah menjadi pendiam dan selalu mengurung diri di dalam kamar, kejadian beberapa hari yang lalu membuatnya menjadi sadar, ia menyesali perbuatannya selama ini."Ayuk! Dipanggil sama mamah Yati, disuruh makan." Laura masuk ke dalam kamar, ia kasihan melihat kakaknya selalu termenung dan menyendiri di dalam kamar."Ayuk nggak lapar," jawabnya singkat.Laura duduk di tepi ranjang, ia menatap Laras yang semakin kusut, rambut dibiarkannya tergerai berantakan, seolah tidak ada lagi semangat hidup."Ayuk pegang apa itu?" Laura melihat Laras menggenggam sesuatu.Laras membuka genggaman di tangannya. kemudian memperlihatkanny
Alex mengambil sesuatu dari saku celananya, kemudian ia hendak menyumpal mulut Laura dengan saputangan yang sudah ia olesi dengan obat bius.Laura mundur beberapa langkah, sehingga Alex yang posisinya masih berada di dalam mobil, sedikit kesulitan untuk melakukan aksinya."Sudah aku duga, kau akan memakai cara-cara licik seperti ini, seperti waktu itu saat kau menjebakku."Laura menatap Alex dengan penuh kebencian."Gara-gara ulahmu itu terpaksa aku menerima lamaranmu," imbuhnya lagi."Bagaimanakah kau bisa mengenaliku, Sayang?" tanya Alex, dengan suaranya yang tidak lagi dibuat-buat."Walaupun kau merubah penampilanmu, tapi a
"Seandainya saja tadi Ayuk aku bisa kita ajak kerjasama untuk menemukan Alex dan komplotannya," ucap Laura."Aku mewakili kakakku, mohon maaf kepada keluarga di sini, atas kelakuannya itu," ucap Laura."Iya, sudah kami maafkan kok, jangan khawatir Laura." balas Humaira."Kamu benar Laura, kakak kamu itu bisa kita ajak kerjasama."Haikal menatap Laura."Laura, tolong ambilkan laptop-ku di kamar," imbuhnya lagi.Laura bangkit dari duduknya, lalu bergegas menuju kamar Haikal, tidak lama kemudian ia pun sudah kembali membawa laptop berwarna hitam dengan layar 14 inci.Haikal mulai membuka laptopnya, ia melihat rekaman CCTV, kini semua orang yang berada di ruang tamu fokus melihat ke arah benda segi empat tersebut."Sepertinya aku kenal dengan pria itu," ucap Laura, ketika melihat Laras turun dari mobil diikuti oleh Hen
Humaira menikmati pemandangan di jalanan kota Bandung yang ia lalui melalui jendela mobil taksi, sudah berbulan-bulan meninggalkan kota ini membuatnya rindu akan tanah kelahirannya itu, sementara Maulida nampak tertidur pulas di sampingnya."Masih lama lagi kah, Kak Ira?" tanya Maulida ketika ia membuka matanya."Nggak lama lagi kok," balas Humaira."Kalau masih ngantuk, tidur aja lagi, nanti kakak bangunin," imbuhnya lagi."Udah nggak ngantuk lagi, kok!" balas Maulida.Tak' lama kemudian, mobil pun berhenti di depan rumah Humaira, ia beranjak turun dari mobil, kemudian mengeluarkan semua barang bawaannya, dibantu oleh Maulida dan sopir taksi."Rumah kakak bagus ya?"Maulida mengedarkan pandangannya ke arah rumah Humaira dan rumah disekitarnya."Ayo masuk!" Humaira tersenyum."Assalamualaikum!" uca
Laras melemparkan gawainya ke atas tempat tidur, ia merasa kesal karena Laura begitu saja memutuskan sambungan telepon."Sial! Nanti sore pula, katanya! Mana sudah lapar kali' ini," umpatnya sambil memegangi perutnya.Ia berjalan mondar-mandir mengitari kamar, sesekali meremas rambutnya yang hitam sebahu.Laras tersenyum, ketika tiba-tiba mendapatkan sebuah ide cemerlang, kemudian membongkar tas koper besar berisi pakaian, ia mencari sebuah baju yang didalamnya terdapat uang yang ia curi dari keluarga Tuan Kenzi.Beberapa lembar uangkertas yang terdiri daripecahanmulai 1.000yen, 2.000yen, 5000yen, hingga 10.000yen, ia kumpulkan kemudian merapikannya."Sebaiknya aku tukarkan dulu uang Yen ini dengan rupiah, baru aku beli makanan dan langsung pergi ke Bandung," Laras tersenyum puas.Laras mengambil handphonen
"Aku pagi ini disuruh ke kantor polisi untuk memberikan kesaksian peristiwa kebakaran kemarin," ucap Haikal.Laura menoleh sekilas ke arah Haikal kemudian kembali menikmati sarapannya."Laura, kamu ikut yuk! Temani aku, aku takut nih, berurusan dengan polisi." Haikal menatap Laura.Laura menoleh ke arah Ceu Yati untuk meminta persetujuan, kemudian Ceu Yati menganggukkan kepalanya."Kalau Neng Laura sudah baikan, boleh pergi kok," ucap Ceu Yati."Tapi catering gimana, Mah?" tanya Laura."Urusan catering biar mamah yang urus." Jawab Ceu Yati.Haikal bangkit dari duduknya, kemudian menoleh ke arah Laura."Aku siap-siap dulu, nanti nyusul ya?" ucapnya."Iya" jawab Laura singkat."Mamah juga mau ke tempat catering Hilma, mau ngawasin pegawai." Ceu Yati bangkit dari duduknya lalu ia beranjak p