Sepertinya tidak, Dante tahu istrinya ini wanita yang penuh misteri. Lebih mengerikan daripada misteri gunung Merapi. Selain ratu drama, Yoona juga ratu akting.
Seperti sekarang, Dante tidak tahu istrinya ini sedang merayunya atau hanya menggoda saja. Tapi, belaian lembut jemari Yoona sudah membangkitkan gairahnya. Apalagi pinggul Yoona tidak bisa diam, membuat Mr happy terjaga dan mulai menegang.
"Stamina?" ulang Dante dengan suara yang parau.
Yoona menghentikan gerakan jarinya dan menatap Dante tajam dengan tangan yang mulai dia rangkulkan ke leher pria itu.
"Yah, buah kelapa memang mengembalikan stamina tubuh, bukan? Itu yang aku tahu. Apa lagi jika ditambah perasan jeruk nipis dan sedikit garam, reaksinya lebih cepat." Yoona bangun dari duduknya dan mulai melangkah meninggalkan pria itu. "Sepertinya kamu tidak menginginkannya, sebaiknya aku mengelilingi pulau saj—Ahhh!" ucapan Yoona terhenti dan tergantikan dengan teriakan Yoona yang nyaring.
Dante menggulingkan tubuhnya setelah puas mengecupi seluruh wajah istrinya yang sangat kelelahan, peluh masih membasahi dahi Yoona. Tapi Dante tidak peduli, baginya Yoona tetap yang paling cantik. "Bagaimana bisa aku menyetujui permintaan konyol 'mu dulu, Sayang ...? Jika tahu tubuhmu senikmat ini, sudah pasti aku akan menolaknya," ujar Dante masih dengan nafas tersengal. "Kamu sudah menikmati bibirku di pikup dulu, kan? Kamu yang lebih dulu mengambil ciuman pertama kita!" keluh Yoona dengan bibir cemberut. Semua kenangan satu bulan lalu masih dapat dia ingat dengan jelas. "Aku akan melakukannya dan terus melakukannya, Yoona … apapun resikonya, Kamu adalah madu termanis di dunia." Dante kembali menarik tubuh Yoona dan mendekapnya erat. Dante sama sekali tidak bisa membayangkan jika dirinya harus kehilangan Yoona. Tidak, Dante tidak akan membiarkan itu terjadi. "Jangan pernah tinggalkan aku, Yoona … percayalah, aku hanya mencintaimu, walaupun b
Yoona terbuai mendengar tawaran Dante. Jika saja tamu bulanan itu tidak datang, dengan senang hati dia akan menerima tawaran suaminya yang bisa di pastikan dia akan mendesah karena nikmat."Mana bisa, Dante. Ini soal hari merah," lirihnya hampir saja menangis.Sakit di perutnya yang menyerupai sayatan kecil semakin dia rasakan hingga menghasilkan butiran keringat sehingga membuatnya tidak nyaman.Dante memeluk Istrinya dengan erat. "Aku tidak peduli, Yoona. Suatu saat kamu pasti akan melahirkan anakku, dan aku akan membantumu membersihkan diri setiap hari.""Aku akan mandi sebentar, setelah itu minum obat pereda nyeri," ucap Yoona akhirnya. Dia sama sekali tidak ingin merepotkan suaminya, apalagi disaat seperti ini.Dante sudah merasa kecewa karena honeymoon mereka yang berantakan dan dia tidak ingin semakin membuat repot pria itu. Tapi, kenapa tamu itu harus datang sekarang, tidak bisakah menunggu seminggu lagi? Ahh, kenapa semuanya menjadi
Udara begitu dingin saat Dante menunggu kedatangan seseorang yang begitu dia sayang di sebuah landasan helipad.Angin laut yang begitu kencang tak membuatnya mengeluh. Malam ini untuk yang pertama kali dalam hidupnya Dante begitu bersemangat. Jantungnya bahkan berdebar lebih cepat dari biasanya."Daddy!"Suara itu begitu nyaring di tengah sunyi malam. Dengan gerakan cepat Dante membalik tubuhnya dan mendongakan kepala.Gadis kecil dengan mental bulunya melambai dari jendela helikopter, memberitahu bahwa dia ada di atas sana.Dante melambaikan tangan dengan senyum yang begitu lebar. Dia begitu tidak sabar ingin memeluk bidadarinya, ok putrinya, Putri Priyanka Drupadi Guillermo. Anaknya dengan Anita, wanita kelahiran Bali.Saat heli itu mendarat dengan sempurna, Dante langsung berlari menuju putrinya berada dan membantunya turun dari helikopter."Hai! Sweety … bagaimana perjalanan malammu?" tanya Dante saat putrinya sudah dalam g
"Ya, Daddy," ulang Dante dengan nada sedikit bergetar, "dia bidadariku Yoona, yang ingin aku perkenalkan padamu," ungkap Dante mulai merasa cemas. Apa kedua wanita ini bisa berdamai? Dante harap, ya."Daddy!" panggil Priyanka yang sudah berdiri tepat di ambang pintu. Kekesalan terlihat diwajah cantiknya.Yoona memiringkan kepalanya melihat sosok yang memanggil suaminya dengan sebutan Daddy. Entah sejak kapan tangannya sudah melingkar manis di leher suaminya.Pandangan mereka bertemu dan saling mengunci, keduanya sama-sama menyelidiki satu sama lain.Gadis kecil di hadapan Yoona sangat cantik dengan rambut ikalnya yang sedikit berantakan karena bangun tidur, garis bantal masih tercetak di pipinya. Apalagi anak sungai yang mengering juga ada di sudut kanan bibir.Namun, pengamatan Yoona langsung buyar ketika mendengar suara cempreng gadis berambut ikal itu. Sama sekali tidak menarik."Lepaskan tanganmu dari leher Daddyku!"Suarany
Stepmother"Kemarilah, Sweety … Kamu akan mendapatkan sarapanmu segera. Tapi sebelum itu, kamu harus berkenalan dulu dengan Ibu barumu," pinta Dante lambat.Dalam hati dia merapalkan doa semoga paginya damai, dan dua wanita cantik ini bisa bersahabat."She is not my new mother, but she is my stepmother!" (Dia bukan ibu baruku, tapi ibu tiriku. Priyanka duduk di samping Dante, memberi jarak antara Yoona dan Daddy-nya. "And the stepmother I know is all cruel, I saw her on the Disney channel, and my friend also said the same thing. (Dan ibu tiri yang aku tahu itu jahat, aku tahu itu di acara Disney channel, dan temanku juga mengatakan hal sama." ucapnya lagi sambil minum susu hangatnya.Wajah gadis itu terlihat begitu tenang ketika mengatakannya, seolah sedang bercerita acara favoritnya yang buruk.Dante muai dag dig dug, takut Yoona mengeluarkan racunnya lagi. Dia melirik istrinya yang masih asik dengan koran. Tapi, itu tidak berlangsung
Yoona melihat kukunya dengan satu tangan terlipat di dada, bibirnya terus bergerak bingung."Aku tidak menggodanya, hanya membujuknya saja," ujarnya sungguh-sungguh.Yoona masih terus melihat cat kukunya, dia berpikir seharusnya melepaskan semua manik-manik kecil yang ada diatasnya sebelum tidur, dan Yoona memang tidak bermaksud menggoda suaminya, Yoona tahu resiko jika dia melakukan hal itu ditengah hari merahnya. Itu sama saja membuatnya menderita.Yoona memalingkan wajah ke arah Priyanka, gadis itu tengah menatapnya penuh tanya. Yoona tahu … Priyanka pasti tidak percaya dengan semua ucapanya."Kamu tahu, di panggil dengan sebutan yang tidak kita suka itu sangat menyebalkan!" Yoona mencondongkan tubuh ke arah Priyanka, "Apa kamu suka jika di sekolahmu, kamu dipanggil dengan sebutan kriting bahkan kriwil?" Priyanka menggeleng cepat, "Ya … walaupun memang penampilan kita seperti itu, aku juga. Aku tidak ingin menjadi ibu tiri dari siap
Yoona memeluk dua mangkuk besar saat menaiki dak dimana Dante mengemudi dan masih memeluk dua mangkuk itu posesif saat duduk di sofa, mulai memakannya dengan mulut penuh."Kamu mau ini, Mr Dante? Udang tempura ini sangat skripsi dan hancur di mulutku," tawarnya, Yoona terus menatap dua mangkuk besar itu penuh nafsu.Dante menoleh, tidak yakin apa yang dibuat oleh Istrinya itu enak walau penampilannya begitu menggoda."Kamu curang, Honey … aku 'kan sedang menyetir, mana bisa memakannya?" keluh Dante."Memang kamu mau mencicipi yang mana, Mr? Aku punya dua menu, dan keduanya sama lezatnya," tanya Yoona lagi.Kali ini Yoona menyusun potongan udang ke dalam kubis ungu dan selada, mengunyahnya dengan kasar, dan Priyanka menatap dengan takjub cara makan ibu tirinya yang sama sekali tidak elegan. Sangat berbeda dengan ibunya."Berikan apapun, dan kemarilah," pinta Dante tanpa menoleh. Kapan lagi bisa menikmati makan Yoona hahhaa!Yoon
"Mr Dante, jika seenak itu, aku akan membuatkannya lagi nanti, tapi ayo kita pergi sekarang!" desak Yoona sedikit kesal.Padahal, kakinya sudah gatal untuk mengelilingi pulau dan gedung-gedung cantik di hadapannya. Dia ingin membeli beberapa cinderamata untuk semua orang."Oke, oke … sekarang kamu lebih berisik dari Priyanka." Dengan terpaksa Dante meletakkan makanan yang lezat itu. Padahal jika dimakan nanti tidak akan seenak sekarang.Dante menggendong putrinya dengan tangan satu lagi memeluk erat pinggang Istrinya. Momen seperti ini entah kapan lagi bisa dia temukan. Untuk jalan-jalan dengan putrinya saja, Dante hanya dapat bermimpi dan sekarang mimpi itu menjadi nyata, bahkan lebih indah.Dalam diam Priyanka juga merasakan hal yang sama, hanya saja dia berharap bisa seperti ini bersama ibunya, bukan dengan Yoona yang terlihat sangat acuh kepada dirinya.Untuk ketempat yang diinginkan oleh Dante, mereka hanya membutuhkan waktu lima
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik …. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma … selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem …?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena