"Waalaikumsalam Ustadz ... ustad dari mana?" tanya Yoona sedikit berbasa-basi padahal sudah terlihat jelas dari pakaian pria yang berdiri di depan pekarangan rumahnya yang memakai pakaian sholat lengkap.
"Dari mushola neng Yoona ... neng Yoona dari mana mau ke mana? itu apa salah pakai baju? Kenapa baju kakaknya dipakai, kehabisan baju ya?" tanya Ustadz itu dengan menunjukkan gigi putih bersihnya.
"Hehe ... tau aja Ustadz. Yoona belum ambil pakaian di laundry. Pakaiannya kehabisan, untung ada baju Aa Malik. Assalamualaikum ustadz ... kalau ke mushola lagi Yoona titip salam ya sama Allah, supaya dipertemukan jodoh yang baik hati, ganteng dan tidak sombong. Kaya Ustad," ujar Yoona berusaha mengusir ustadz secara halus.
"Amiin ... Waalaikumsalam ... langsung masuk neng Yoona, di luar sangat dingin." ucap pria itu sebelum berlalu pergi meninggalkan Yoona yang berusaha mengambil kunci dengan menyempit tua jari kakinya.
Jujur Yoona merasa tidak nyaman berpa
Di kantor Yoona sedikit berlari kencang saat melihat pintu lift terbuka dan hampir menutup kembali.. "Tunggu!" teriak Yoona berbicara pada siapapun agar bisa menahan pintu lebih lama sampai dirinya masuk. Dengan nafas yang memburu Yona masuk ke dalam lift tanpa memandang sekitarnya. "Wow … sepertinya pengantin baru kita sangat energik setelah kemarin terdengar sangat kelelahan!" Yoona membalikkan tubuhnya dan melihat wajah Alandra dan Sarah dengan wajah yang mengejek dirinya. Tentu saja wajahnya langsung memerah sempurna karena membayangkan kembali adegan kemarin malam di mana dirinya merasakan benda asing yang tidak pernah dia pegang. Keras dan terasa sangat berotot. "Hahha! Benarkan, Yoona kita telah membakar ranjangnya yang dingin!" Ledek Alandra yang langsung mendapatkan sikutan di lengannya dari Sarah yang berdiri tepat di samping. "Hussst! Ini hanya gosip untuk kita. Jangan sampai menjadi konsumsi publik," ucap Sarah yang ditujukan pada Al
"Belum, Mr. Tinggal memeriksa berkas pengeluaran dana saat perusahaan sedang menangani kerusakan sistem di bandar udara Jawa barat dan salah satu stasiun televisi swasta CTV." jawab Yoona masih terus menatap layar laptop dan berkas di tangannya bergantian. (CTV Cahaya Totalitas Televisi) "Baguslah ... aku tunggu hasilnya Yoona." uajar Barack sambil mengitari mejanya. Sambil duduk dan memainkan bolpoinnya Barack terus menatap wajah Yoona yang terlihat begitu serius. Sementara Yoona yang sedang diperhatikan hanya fokus pada pekerjaan dan ber-chatting ria dengan ketiga sahabatnya. Yoona : Tenang, jam makan siang Lo pada langsung meluncur aja ke TKP. Pesenin gue soto pake lontong. Alandra : Gue gak nemu selisih pengeluaran di PT Makmur Abadi. Alandra memang sedang membantu Yoona mencari selisih antara dana yang terselip. Sarah : Gue juga sama. Di PT Abadi Jaya gak ada. Yoona : Tenang udah ketemu. Dia sendiri yang ngasih kode.
"Kalo gitu Lo masih aman dan telor-telor Lo yang mateng itu masih terjaga." ujar Sarah sambil menyendokkan makanan kedalam mulutnya. "Tapi kenapa gue tiba-tiba tidur ya? Dia punya sihir apa?" tanya Yoona lebih kepada dirinya sendiri. Siang itu keempatnya sama-sama berfikir bagaimana bisa Yoona terlelap disaat sahabatnya sendiri mulai terhanyut dalam debaran jantung yang menggila karena ulah bibir Dante. ** Yona memasuki rumahnya saat hari sudah benar-benar gelap. Yoona sudah tidak peduli dengan keberadaan tetangga sebelahnya setelah sedikit mendapat pencerahan dari Sarah dan Elsa yang lebih berpengalaman masalah ranjang. Yoona dan Alandra memang tergolong wanita yang menjaga kesucian mereka walaupun sudah berkali-kali menjalin hubungan dengan kaum bernama pria. Setelah memastikan pintu terkunci rapat Yoona berjalan dengan malas ke arah ruang tamunya dan menghempaskan tubuhnya di sofa. Hari ini
"Ok." sahut Yoona sambil menarik tangan Dante masuk kedalam kamar pria itu. Yoona terus menarik tangan kekar Dante hingga mereka masuk kedalam kamar dengan langkah lebar. "Apa Kamu sudah sangat tidak sabar untuk menikmati ranjangku lagi?" tanya Dante dengan seringai licik. Yoona sudah membalikkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya dibawa dada. "Ya, aku sudah sangat tidak sabar untuk menikmati ranjangmu setelah apa yang kamu lakukan kemarin malam!" Dante mengangkat alisnya tinggi. "Kenapa? Apa kamu kecewa?" 'Oh Tuhan! Apa katanya aku kecewa?' erang Yoona dalam sanubarinya. "Aku tidak kecewa. Tapi aku marah karena harus terkurung di rumahmu tanpa sehelai benangpun! Dan itu semua karena Kamu. Seharusnya kamu membawaku langsung ke rumahku alih-alih malah bersembunyi dibalik selimutmu!" ujar Yoona dengan sesekali menunjuk dada Dante. "Siapa suruh sulit dibangunkan, dan kebiasaanmu itu yang mengundangku untuk menyentuh setiap inci tu
"Aku akan memastikan Yoona pergi ke butik langganan Mom. Mom hanya butuh itu, kan?" tanya Dante. "Ya, dan sepatu atau heels yang cocok untuk dikenakan dengan gaun pengantinnya," ujar Ainun. "Yoona akan mencari sepatu itu sendiri setelah melihat gaun yang sudah ditentukan." Ujar Yoona berusaha tersenyum. "Thank, Honey. Mom janji ini tidak akan lama." ucap Ainun dengan menggenggam tangan Yoona. "Habiskan susumu, setelah itu istirahatlah," ucap Ainun lagi "Terima kasih, Mom." ** "Yoona, sudah berapa lama kamu bekerja di JM Teknologi? tanya Ainun. Pagi ini Ainun memang memaksa Yoona agar diantar jemput oleh Dante karena melihat Yoona yang akan pergi pagi-pagi sekali dengan beralasan banyak pekerjaan. Ainun bahkan membawakan bekal untuk Yoona karena tahu menantunya itu punya penyakit asam lambung tinggi. "Hampir empat tahun dengan dua kali ganti pemimpin." jawab Yoona dengan menatap jalana
Dengan gerakan kasar yoona meninggalkan ruangan Barack dan bergegas menuju ruangannya untuk mengambil tas. Yoona sama sekali tidak tahu apa peranannya dalam rapat itu. Jika dia dibutuhkan lantas untuk apa sekretaris dan asisten pribadi dari Barack Merchant berada di belakang pria itu? "Yoona, aku ingin kamu mempelajari ini selama dalam perjalanan." ujar Dinda menyerahkan beberapa berkas dan langsung masuk kedalam mobil. Yoona membolak-balikkan berkas yang baru saja dia terima. "Hah! Ini kan kerjaan Alandra!" Yoona menatap tajam sekertaris seksi di sebelahnya. Sementara Wanita itu hanya mengangkat bahu acuh dan berpura-pura tidak tahu. "Cik. Ada apa dengan semua orang ini. Tidak cukupkah malam yang terasa panjang di kamar Dante dan sekarang aku harus menghabiskan hari dengan orang-orang menyebalkan ini!" "Yoona! Sampai kapan kamu akan berdiri disana? Apa aku harus menggendongmu?" tanya Barack dari dalam mobil. Dengan hembusan nafas kasar
"A-apa maksudnya Tante? Yoona tidak mengerti! Waktu itu Om bilang bahwa Alan meno—" Yoona membekap mulutnya tidak percaya dengan kenyataan yang terjadi dan mengurungkan niatnya untuk mengatakan menolaknya. "Aku kecelakaan, Yoona … dan maaf telah meninggalkanmu di pelaminan. Aku tidak berani menemuimu setelah aku sadar," jelas Alan. "Apa aku tidak pernah berarti sedikitpun dalam hidupmu sampai kalian tidak ada yang memberitahuku? Aku menunggumu … bukan hanya di pelaminan, tapi juga di depan pintu rumahmu. Kalian seperti hilang ditelan bumi …." Yoona sudah tidak kuasa menahan derai air matanya. Bagaimana tidak, di hari bahagianya Yoona ditinggal seorang diri disaat penghulu sudah siap menjabat tangan Alan. Berjam-jam keluarga Malik Sidik menunggu kedatangan Alan dan keluarganya yang tak kunjung datang sampai matahari benar-benar tenggelam. Di tengah hujan lebat dengan kebayanya Yoona berlari mengabaikan teriakan Sulis dan Hasan demi mendengar alasan dar
"Mommy emang cuti, Na?" tanya Sarah. "Gue gak tahun, Sha—" ucapan Yoona terhenti karena ponselnya bergetar. "Dante telpon, gue duluan ya? Bye, Sha …." "Ya! Hati-hati Na!" seru Sarah pada Yoona yang sudah sampai di lobby. Yoona sedikit berlari kecil saat keluar dari gedung di mana dirinya kerja dan menemui Dante yang sudah menunggunya di depan dengan motornya. Masih tanpa kata Yoona langsung duduk dan mengenakan helm yang diberikan oleh Dante. Dante melepas jaket kulitnya karena Yoona hanya mengenakan kemeja tipis tanpa blazer. Dante membalikkan badannya dan memakaikan jaket pada Yoona. Saat motor sudah berjalan Yoona langsung melingkarkan tangannya pada pinggang Dante dan menyandarkan kepalanya di punggung pria itu. Yoona memejamkan matanya dan kembali menghirup dalam udara yang lewat di hadapannya. Kenangan tiga tahun silam kembali tergambar nyata di dalam benak Yoona, di mana Alan seringkali mengantar jemput dir
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik …. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma … selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem …?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena