Dengan gerakan kasar yoona meninggalkan ruangan Barack dan bergegas menuju ruangannya untuk mengambil tas. Yoona sama sekali tidak tahu apa peranannya dalam rapat itu. Jika dia dibutuhkan lantas untuk apa sekretaris dan asisten pribadi dari Barack Merchant berada di belakang pria itu?
"Yoona, aku ingin kamu mempelajari ini selama dalam perjalanan." ujar Dinda menyerahkan beberapa berkas dan langsung masuk kedalam mobil.
Yoona membolak-balikkan berkas yang baru saja dia terima. "Hah! Ini kan kerjaan Alandra!" Yoona menatap tajam sekertaris seksi di sebelahnya.
Sementara Wanita itu hanya mengangkat bahu acuh dan berpura-pura tidak tahu. "Cik. Ada apa dengan semua orang ini. Tidak cukupkah malam yang terasa panjang di kamar Dante dan sekarang aku harus menghabiskan hari dengan orang-orang menyebalkan ini!"
"Yoona! Sampai kapan kamu akan berdiri disana? Apa aku harus menggendongmu?" tanya Barack dari dalam mobil.
Dengan hembusan nafas kasar
"A-apa maksudnya Tante? Yoona tidak mengerti! Waktu itu Om bilang bahwa Alan meno—" Yoona membekap mulutnya tidak percaya dengan kenyataan yang terjadi dan mengurungkan niatnya untuk mengatakan menolaknya. "Aku kecelakaan, Yoona … dan maaf telah meninggalkanmu di pelaminan. Aku tidak berani menemuimu setelah aku sadar," jelas Alan. "Apa aku tidak pernah berarti sedikitpun dalam hidupmu sampai kalian tidak ada yang memberitahuku? Aku menunggumu … bukan hanya di pelaminan, tapi juga di depan pintu rumahmu. Kalian seperti hilang ditelan bumi …." Yoona sudah tidak kuasa menahan derai air matanya. Bagaimana tidak, di hari bahagianya Yoona ditinggal seorang diri disaat penghulu sudah siap menjabat tangan Alan. Berjam-jam keluarga Malik Sidik menunggu kedatangan Alan dan keluarganya yang tak kunjung datang sampai matahari benar-benar tenggelam. Di tengah hujan lebat dengan kebayanya Yoona berlari mengabaikan teriakan Sulis dan Hasan demi mendengar alasan dar
"Mommy emang cuti, Na?" tanya Sarah. "Gue gak tahun, Sha—" ucapan Yoona terhenti karena ponselnya bergetar. "Dante telpon, gue duluan ya? Bye, Sha …." "Ya! Hati-hati Na!" seru Sarah pada Yoona yang sudah sampai di lobby. Yoona sedikit berlari kecil saat keluar dari gedung di mana dirinya kerja dan menemui Dante yang sudah menunggunya di depan dengan motornya. Masih tanpa kata Yoona langsung duduk dan mengenakan helm yang diberikan oleh Dante. Dante melepas jaket kulitnya karena Yoona hanya mengenakan kemeja tipis tanpa blazer. Dante membalikkan badannya dan memakaikan jaket pada Yoona. Saat motor sudah berjalan Yoona langsung melingkarkan tangannya pada pinggang Dante dan menyandarkan kepalanya di punggung pria itu. Yoona memejamkan matanya dan kembali menghirup dalam udara yang lewat di hadapannya. Kenangan tiga tahun silam kembali tergambar nyata di dalam benak Yoona, di mana Alan seringkali mengantar jemput dir
"Da—" "Ya, Yoona." Pangkas Dante saat Yoona akan memanggil namanya dengan suara yang sedikit serak dan kembalikan mengarahkan bibirnya pada puncak bukit yang sudah sangat merah akibat ulahnya. "Dan—" "Dante!" Dug! Dug! "Dante! Apa Yoona sudah pulang?!" Ceklek! tanya Ainun membuka pintu dan masuk kedalam kamar Dante dan Yoona. "Sebentar, Mom!" sahut Dante dari balik pintu dengan nafas yang memburu. "Apa kamu pulang dengan Yoona?" tanya Ainun. "Ya, aku sedang bersama Yoona!" jawab Dante dengan mendekap erat tubuh Yoona yang disandarkan pada dadanya yang berdegup kencang. Detak jantung Yoona Dante saling menyahut dengan debaran jantung sangat kuat karena hampir saja aksi mereka diketahui. "Pergilah, aku butuh mandi," ujar Yoona tanpa berani menatap wajah Dante. "Mom akan turun. Segeralah turun untuk makan! Mom sudah masak makanan kesukaanmu!" teriak Ainun disertai dengan suara pintu yang tertutup. "Ya
Yoona mencoba gaun pengantin yang berwarna kuning gading tanpa lengan yang memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Yoona suka dengan gaun model pinguin itu tapi bagian bawahnya terlihat sangat tidak sesuai dengan keinginannya. Yoona memutuskan keluar dan menunjukkan apa yang dia kenakan kepada Bunda dan mertuanya. "Mom. Aku suka dengan yang ini, tapi aku tidak suka dengan bagian depannya yang terlihat sangat tidak enak dipandang. Bisakah kita sedikit meninggikan bagian ini." Yoona sedikit menunduk dan menunjuk bagian yang ingin dipotong. "Kamu benar Sayang itu sangat bagus, apalagi jika sedikit lebih pendek sekitar di bawah dengkul," ujar Ainun yang setuju dengan pendapat Yona. "Ini bisa di potong kan, Koko?" tanya Ainun. "Bisa, Sangat bisa. Tapi masalahnya kami tidak bisa menyelesaikannya dalam waktu satu minggu ini. Ini akan digunakan untuk pemotretan Minggu depan bukan?" tanya pria gemulai itu. "Tapi aku ingin ini tetap dipotong!" desak Yoo
Kenapa jika kaum hawa marah selalu disangkut pautkan dengan datang bulan. Sedangkan kaum Adam selalu dibilang emosi! Ohh ini benar-benar tidak adil untuk Yoona. "Memang biasanya seperti itukan? Jika tidak sedang datang bulan pasti sedang hamil. Sedang kamu tidak sedang hamil," ujar Dante semakin gemas dengan wanita dihadapannya ini. Yoona berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Dante dengan menghentakkan tangannya beberapa kali. Tapi sial tangan pria itu begitu kokoh. "Aku ingin pulang, lepaskan aku!" "Tidak dalam keadaan marah seperti ini," bujuk Dante berusaha untuk bersabar. "Pergilah aku membencimu, Dante! Kamu sudah ingkar janji hikss… aku benci kamu!" Yoona berusaha memukul dada Dante dengan kepalan tangannya. Namun pria itu begitu kuat sehingga tangannya terasa begitu sakit. Dante menarik tubuh Yoona dan mendekapnya. "Maaf … oke. Aku tidak bermaksud untuk ingkar janji. Sungguh Yoona … aku tidak tahu kamu akan semarah ini."
Mendapat perhatian seperti itu membuat hati Yoona bergetar dan merasa hangat. Lagi-lagi bayangan akan Alan yang selalu menemani dirinya saat makan terlintas dalam benak Yoona. "Apakah kamu akan meninggalkanku seperti pria-pria itu?" tanya Yoona tanpa sadar dengan mata yang memerah dan terasa panas lalu muncullah genangan di dalam pelupuk mata yang siap jatuh kapanpun ketika Yoona mengerjapkan matanya. Dante mengusap air mata Yoona. "Tidak! Aku tidak akan melakukan itu selagi kamu sendiri yang masih mau tinggal bersamaku." Dante ingat semua perkataan yang diucapkan oleh Sarah di cafe kemarin malam dan ibu mertuanya yang mengatakan kegagalan hubungan yang dibina oleh Yoona dengan pria yang bernama Alan dan ada sesuatu antara Yoona dan Demian. Suami dari Yoora. "Maukah kamu melupakan perjanjian sialan itu? Aku memang belum bisa mengatakan Aku mencintaimu Yoona, tapi jujur, Aku laki-laki normal yang sangat tertarik padamu saat kita pertama bertemu.
Yona menghembuskan nafasnya panjang. "Dia minta gue buat lepas ikat rambut. Beberapa hari yang lalu juga emang dia bilang supaya gue nggak iket rambut gue. Cuman kan gue risih aja, ganggu banget kalau lagi kerja." "Oh pantes, setiap kali keluar dari cubicle Lo pasti lepas ikat rambut Lo, jadi ini alasannya?!" ujar Alandra. "Cinta berat kayaknya laki lo!" ujar Elsa. "Terus gimana, lo mau itu dilihat banyak orang?" tanya Alandra. "Hari ini panas banget. Gue pikir dia tadi udah pergi, makanya gue iket rambut. Tahunya masih ada," desah Yoona. "Tutup pakai foundation aja deh. Hari ini memang gerah banget. Walaupun kita bakal keluar masuk mall," usul Elsa. Dengan dibantu oleh Alandra leher jenjang Yoona yang terdapat kissmark bisa terselamatkan dan Yoona dapat kembali mengikat rambutnya. Sesampainya mereka di mall Gandaria city, ketiganya langsung menuju brand sepatu ternama. "Na yang ini bagus deh buat buat pemotretan
Mobil itu terlihat seperti raksasa dengan cahaya menyilaukan menusuk penglihatan Yoona saat dia mendengar teriakan dari Alandra yang terdengar jelas di telinga, padahal jaraknya sekitar tiga puluh meter dari tempatnya dengan mobil Elsa. Cahaya terang itu benar-benar menyilaukan mata, sampai Yoona tidak bisa melihat apapun. Tapi Yona dapat melihat sekilas sosok gelap di balik kemudi dan itupun hanya karena lampu di pelataran parkir. Ada cukup banyak ruang bagi mobil itu untuk bergeser menghindari Yoona, tapi itu tidak terjadi. Karena merasa yakin dirinya menjadi target Yoona buru-buru menghindar, haya dalam sepersekian detik si pengenda mengubah haluan dengan mengarahkan roda mobilnya ke arahnya. Yoona yang tidak ingin mati konyol langsung melompat tinggi tinggi dan berusaha menghempaskan tubuhnya ke arah kiri berharap dia dapat menghindari hantaman mobil. Yoona sendiri tidak tahu bagaimana bisa dia melompat sejauh itu, lalu dia kembali mendengar teriaka
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik …. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma … selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem …?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena