Damian melaju dengan motor hitam sport miliknya, memacu kencang setelah membuat para penjaga di depan bergerak cepat membukakan pagar. Max mengejar dengan motor pengawal, ada yang membuatnya cemas ketika melihat Damian begitu tergesa.Max takut jika akan terjadi keributan, sampai kawannya membantai tanpa perasaan. Max tak lagi memedulikan penutup kepala atau kemeja berantakan menempel pada tubuh. Lelaki itu berupaya keras menemukan jejak Damian, sampai sendirinya dibuat kebingungan ketika sang kawan memasuki sebuah rumah sakit.“Apa yang dilakukannya di sini?” gumam Max lebih dulu, sebelum akhirnya turun dan berlari mengejar langkah Damian yang telah mendahului usai parkir asal.Damian berlari menyisir lorong rumah sakit sembari terhubung panggilan dengan Alex, memberitahukan tentang ruang di mana Ines berada. Itu ada di lantai dasar, dan Damian menggedor pintu terkunci dari dalam.“Buka, atau kuhancurkan pintu ini!” erang Damian, menggunakan telapak tangan untuk memukul kencang pintu
Damian pulang ke rumah untuk membicarakan kepada keluarganya. Damian juga tidak ingin ada salah paham seperti sebelumnya bersama tuduhan mengerikan dilayangkan sang ibunda terhadap Ines.Jalanan diterobos dengan kecepatan, Max pun mengikuti setelah lima menit Damian mendahului tancap gas. Damian lekas masuk ke rumah, di mana keluarganya sedang duduk di ruang tamu menemani Veli bermain.Bocah sudah membuat ruang tamu bak kapal pecah itu, berlari merentangkan tangan ketika melihat Damian kembali. Segera meminta untuk digendong, namun Veli merosot lagi.“Dy, au!” ucap Veli menyumbat lubang hidung dan berlari ke tengah mainannya.“Daddy tidak bau!” jengkel Damian, menarik kausnya dan mencium sendiri aroma tubuh. “Hidungmu yang bermasalah!” omelnya, berjalan ke arah sofa.“Dari mana?” tegur Amanda.Damian sejenak meregangkan otot pinggang, yang memang sudah dirasakan lelah dari sebelum dirinya berkeliaran di jalan tadi.“Mom, Dad. Ines hamil,” ucap Damian mengejutkan tiap orang di ruang ta
Damian berdiri di balik bangku, selayaknya bodyguard menjaga atasannya. Lelaki itu bahkan tidak melakukan sedikit saja pergerakan, memusatkan perhatian pada sang istri yang tetap diam membiarkan langit berubah menggelap perlahan. Tanpa keduanya sadari, Alex memantau dari kejauhan dengan helaan napas panjang berulang dilakukan. Sampai mata terisi oleh pergerakan dari Ines, barulah Alex berbalik memasuki rumah.Ines berdiri dari bangku, Damian sigap memegangi istrinya untuk membantu. Tidak seperti saat di rumah sakit, Ines membiarkan tangan suaminya menyentuh. Ya, meski pada akhirnya juga tetap dilepaskan ketika kaki sudah berdiri sempurna, dan siap diajak menyisir rerumputan tebal taman. Damian berlaku seperti bayangan, berjalan di balik tubuh istrinya dan berupaya menyelaraskan langkah perlahan. Ines berhenti dan berbalik tubuh, menatap sang suami yang tergesa mengalihkan perhatian ke sisi lain.“Aku mengizinkanmu satu kamar denganku, tapi setelah aku tertidur. Kamu harus keluar dari
Ketiganya sampai di ruang makan, Damian menarik kursi untuk istrinya, tapi Ines justru menarik sendiri kursi untuk dirinya di samping Alex.Damian mengembuskan napas panjang, duduk membanting tubuh dan meneguk segelas air putih sampai tuntas, sembari menatap kesal pada Ines yang memberikan perhatian lebih untuk Alex.“Anak kita menginginkan sesuatu? Ini masih sore, aku bisa mencarikannya. Bukan karena aku lebih cinta pada anak kita dari pada dirimu, tapi aku tidak ingin sampai anak kita keluar air liur. Mommy yang mengatakan hal itu saat Vivian mengandung Veli.” Damian coba mencari perhatian dari istrinya.“Makanlah yang banyak, setelah itu minum vitaminmu.” Ines justru memberikan setengah gelas air sudah dicampur vitamin pada Alex.“Aku berbicara dengan meja?” memelas Damian, melahap makanan dengan bibir mengerucut. “Aku juga belum makan karena banyak berpikir, semalaman belum tidur dan tidak ada yang memberiku perhatian.”Damian mengeluh lirih, tetap saja Ines tidak peduli dan Alex
“Tidak sepenuhnya salah, dan tidak sepenuhnya benar. Segala sesuatu harus bisa kita telaah lebih dulu, dan tidak asal menurut. Bagaimanapun juga, yang mengetahui kebahagiaan seseorang adalah dirinya sendiri, bukan orang lain.” Leon menjawab tenang, Vivian mengangkat kepala menatap suaminya dengan kedua alis mengerut. “Pikirkan saja, apa kamu akan menurut ketika orang tuamu meminta kita bercerai dengan alasan kebahagiaanmu, tanpa ada masalah di antara kita?”“Tentu saja tidak,” sahut Vivian. “Aku menyayangi orang tuaku dan sebisa mungkin menurut asal semua masih dalam kebaikan. Aku juga masih memikirkan setiap apa yang dikatakan orang tuaku selama ini. Kalau itu bertolak belakang dengan hatiku, aku tidak segan untuk menolak.”“Itulah, kita tetap harus memikirkan tentang diri sendiri. Bukan egois, tapi itu adalah cara kita menyayangi diri sendiri. Kita harus tahu apa yang membuat diri kita bahagia, agar tidak ada penyesalan juga kemarahan suatu hari nanti. Paling parah, adalah kebencian
Alex tersenyum menundukkan kepala, Ines mengembuskan napas singkat dari mulut seraya menggeleng, seakan tahu apa yang akan dijadikan jawaban oleh adiknya. Wanita yang sudah mengetahui banyak hal tentang diri suaminya dari sang adik itu, rasanya tidak perlu lagi terkejut akan hasil akhir dari pelampiasan amarah yang dilakukan terhadap Adrian dan telah menjadi ciri khas dari Damian, Max serta Leon juga seluruh anak buah mereka.Ya, Ines memang telah mengantongi lebih dari sekadar banyak tentang Damian dari mulut Alex, usai peristiwa mengerikan terhadap Adrian. Sengaja Ines menggali dari sang adik, hingga ia tidak perlu terkejut ketika kelak mengetahui rahasia-rahasia yang selama ini disembunyikan Damian. Tentang bisnis senjata dan tujuan adanya bisnis itu, latar belakang keluarga besar Damian dan seluruh masa lalu dari lelaki yang telah diberikan kesempatan terakhir tersebut.Bahkan, nasib yang menimpa anak yayasan pun Ines telah mengetahui dari Alex di hari sama, karena Alex langsung m
Leon menceritakan semua yang dilakukan oleh Arthur kepada Alex tanpa ada satu pun disembunyikan. Tentu saja itu membuat Alex terkejut, karena yang dirinya dan Ines tahu, Arthur tengah fokus pada pemulihan putrinya.Namun, nyatanya mata dan telinga Arthur masing terpasang jelas untuk seluruh kehidupan Ines juga Damian, dua orang yang telah dipasrahkan pada Alex untuk tidak pernah berpisah.Tidak peduli bagaimana cara Alex mempersatukan, Arthur hanya berharap hasil terbaik dari pernikahan dua insan yang sesungguhnya sama-sama tidak bisa dipisahkan.Lelaki yang masih bercakap-cakap dengan Leon itu, memutar otak dalam ketenangan ditunjukkan, berupaya mengambil celah untuk menjalankan amanah yang juga sangat diharapkan oleh hatinya.Tanpa pernah diketahui oleh siapa pun, nyatanya Alex sengaja menggunakan banyak tangan untuk mengungkap kebenaran-kebenaran yang ada, termasuk juga Leon—lelaki yang menatap arah dua orang tengah berjalan mendekat ke arahnya.Damian turun bersama Ines setelah ha
Seharian Damian dan Alex menjaga Ines, dari memeriksa kesehatan sampai melayani banyak hal termasuk juga makanan. Keduanya mengumpulkan pelayan dan koki, menekankan tentang apa-apa saya yang boleh dikonsumsi oleh Ines dan tidak, begitu pula dengan camilan-camilan yang tidak harus dituruti semuanya.Bagaimanapun juga, wanita hamil akan memiliki keinginan terhadap makanan tertentu. Damian dan Alex memahami hal itu, dan menekankan pada setiap pekerja di rumah agar mempertanyakan pada mereka ketika Ines mulai menginginkan sesuatu, tanpa perlu takut apa pun. Ines yang mendengarkan hal itu, hanya bisa menghela napas panjang tanpa mencegah atau berkomentar.Setidaknya, apa yang dilakukan kedua lelaki tengah menunjukkan sikap protektif terhadap dirinya, tak lain adalah demi kebaikan. Ines sendiri tidak memungkiri adanya kebahagiaan dari sikap kedua orang yang turut memberi warna terindah dalam hidupnya sekarang. Ya, meski telinga harus ditahan selayaknya seorang ibu yang mendengar keributan d