Dewi memutuskan tetap berangkat ke rumah orang tuanya, meninggalkan Nadia dan Caca pada Yasmin dan beberapa pengasuh Nadia serta penjaga rumah dengan belasan asisten rumh tangga."Aku titip anak-anak Yasmin, jngan ada yang datang apa masuk ke rumah ini tanpa izin dariku. Selama aku pergi hanya perawat dari dokter Ridwan yang bisa datang dan masuk." Dewi memberi pesan pada Yasmin sementara dia dan Alif pergi di dampingi Deren dan beberapa pengawal Alif."Apa sudah siap?" Tanya Alif saat keluar dari.lif, dia baru saja berganti baju dan bersiap."Aku hanya mengganti bajuku dan bagimana Nadia?""Dia terbangun saat aku masuk ke kamarnya.""Dia mencariku?" Dewi bertanya dengam cemas, sebab Nadia juga sendang dalam kondisi tak baik setelah melihat kekerasa yang di lakukan Diana pada ibunya."Ya, aku sudah meminta izin dan dia sejutu." Ucapan Alif membuat Dewi merasa tenang sekatang."Apa aku perlu melihat Nadia sebentar sayang?" Dewi meminta pendapat Alif."Tidak perlu, dia bisa jadi manja b
Hendra mencoba menghubungi Ratna, namun hingga ia hampir tiba di rumah sang mertua, Ratna samg istri tak juga bisa di hubungi. Mobilnya berhenti di depan gerbang rumah yang nampak tertutup rapat dan lampu teras juga terlihat tak menyala."Apa mereka pergi?" Kalimat itu terucap dari bibir Hendra sendiri.Ia keluar mobil dengan ragu, kompleks rumah sang mertua memang selalu sepi, rumah-rumahndi sana banyak yang kosong karena di tinggal sang empunya bekerja ke luar negeri.Hendra coba kembali menghubungi pinsel Ratna, namun hingga ia kesal sendiri ponsel Ratna bahkan sepertinya tak aktif."Bawa istrimu ke rumah ibu jika tak ingin kamu mendekam juga dalam penjara!" Kalimat Azi masih terngiang dalam kepalanya, Hendra tentu tau ia dalam masalah besar, namun jika kakaknya Dewi bisa memaafkan Aziz, mungkin juga bisa memaafkan dirinya.Kakinya melangkah mendekati gerbang pintu utama, memencet bel rumah hingga beberapa kali namun tetap saja tak ada siapapun keluar."Sepertinya pak Basuki pergi
Rendi kembali ke kota setelah menjalankan apa yang dia rasa adalah tanggung jawabnya. Sebagai seorang ayah dia pernah gagal membahagiakan sang anak dan kali ini ia berusaha menyingkirkan segala egonya agar tetap bisa dekat dengan anak dam cucunya."Kita langsung pulang tuan?" Agus bertanya dari kursi depan, salah satu orang kepercayaan Rendi itu kali ini menyetirkan mobik tuannya sendiri."Ke apartemen Diana dulu, ada yang ingin aku bicarakan dengannya."Rendi menjawab dengan singkat, setelahnya dia memejamkan mata untuk istirahat sebentar.Menempuh perjalanan kembali cukup lama, mobil Rendi masuk ke area parkir apartemen tempat Diana tinggal.Apartemen ini salah satu bagian dari properti yang Rendi miliki, Diana menerima salah satu unit setelah dirinya jatuh cinta pada wanita ular itu dulu, bahkan melupakan kesetiaan dan janji sucinya pada sang istri yang begitu setia menemaninya sejak awal.Rendi masuk ke dalam gedung dari area parkir, masuk ke dalm lif bersama dengan Agus yang memen
Dewi berjalan masuk bersama Tri yang terus menempel seperti lintah di dekatnya, mereka lalu berdiri di teras rumah menunggu Alif dan Aziz yang masih ada di tepi jalan."Betah nggak Wi tinggal di rumah metuamu?" Tri bertanya dengan senyum yang di buat-buat, Dewi bahkan bisa membaca sindiran dari kalimatnya itu."Betah mbak, namanya juga pulang ke rumah mertua yang baik, sudah gitu kaya lagi, siapa juga yang nggak betah." Ucap Dewi singkat, ia ingin membuat Tri merasa panas.Tri sempat kehilangan senyumnya sebentar, terkejut mungkin kenapa Dewi bisa menjawab dengan sangat tenang. Setelahnya dia kembali tersenyum dengan licik."Semoga saja keluarga Alif bisa menerima kamu ya Wi, yah maklum saja ya, keluarga kita ini kan dari desa, apa lagi kamu yang mungkin belum terbiasa hidup mewah, takutnya mertumu nggak bisa menerima menantunya."Dewi hanya tersenyum dan memilih mengabaikan omong kosong Tri, dia lalu lebih dulu masuk ke rumah ibunya."Assalamualaikum bu!" Dewi mengucap salam, namun b
Dewi menyendokan kuah pada piring Alif dan meletakkan dua potong tempe di atasnya."Kenapa hanya itu makannya mas, masih ada ayam kecap dan lauk lain lho" Adam mendekatkan lauk lain ke arah Alif."Ini saja dam, mas sudah banyak makan daging hari ini." Ucap Alif menjelaskan, membuat wajah Aziz dan Tri kecut setelahnya. Piring mereka sudah bak gundukan anak Krakatau sekarang."Nggak usah di paksa kalau nggak mau dam, mungkin Alif sudah tak bisa makan makanan orang kampung!" Aziz berseloroh dengam asal padahal mulutnya masih penuh dengan makanan, membuat suasana menjadi tak nyaman sekarang."Iya betul mas, makanya nggak doyan makanan begini kan?" Tri menimpali ucapan suaminyaAlif yang sudah sangat hafal watak sang kakak ipar memilih diam mengalah untuk sekarang, sebab dia ingin menikmati masakan ibu mertuanya tanpa gangguan dari Aziz dan sang istri.Dewi yang ingin menjawab akhirnya juga ikut diam setelah tangan Alif menyentuhnya agar juga menahan diri dan menjaga perasaan ibu.Mereka l
Dewi menatap Alif dengan senyum, melalui ponselnya Alif lantas meminta Deren memberikan tas hitam di dalam mobil mereka. Deren yang sejak tadi menunggu di mobil datang dengan tas yang Alif inginkan."Kami punya hadiah kecil untuk kalian." Ucap Dewi tak sabar, ia keluarkan map biru dan meletakkannya di atas tikar."Ini hadiah dari kami untuk kalin berdua." Alif menyodorkan map itu di depan Sinta dan Adam, mereka lantas membelalak ketika sadar bahwa sebuah sertifikat tanah dan rumah ada di dalamnya."Mbak, mas, apa ini?" Adam mengambil sertifikat itu dan membukannya, wajahnya terlihat begitu terkejut setelahnya."Ini maksudnya apa mbak?" Adam bertanya heran."Itu hadiah dari kami untuk kalian." Ucap Dewi menjelaskan, dia tau adik dan iparnya terkejut melihat semua yang Dewi lakukan."Tapi kenapa mbak? Kami tak meminta ini sebagai hadiah mbak." Adam napak tak bisa menerima pemberian Dewi dan Alif, sementara Aziz dan Tri menatap tak suka pada Adam sekarang."Jangan salah paham dam, Sinta
"Jangan pura-pura bodoh, bukankah kamu juga tau siapa yang membakar rumahku? Ya aku memang membakar rumah kalian, aku benci dengan semua yang kalian miliki, aku benci Alif yang kaya bahkan lebih kaya dariku, karena itulah aku bakar rumah kalian, tapi sekarang kalian bakar rumah dan keluargaku juga!""Kami tak melakukan apapapun!" Alif menyangkal dengan lihai, toh mereka tak punya bukti untuk menuduhnya melakukan kejahatan"Jangan bohong! Aku tau kalian yang membuat aku bangkrut dan miskin!"Dewi tersenyum kecut mendengar ucapan Hendra. "Jika mas Alif memang melakukan semua kejahatan itu aku bersyukur, setidaknya aku tak perlu membalasmu dengan tanganku sendiri!" Ucap Dewi dengan angkuhnya, dia tak ingin lagi kalah dengan sikap sombong adiknya itu."Ibu dengar bagaimana sombongnya anakmu ini, dia bahkan senang saat aku jatuh miskin, ibu masih mau membelanya?""Apa mas Hendra punya bukti?" Sinta kini bertanya, dia tak mengerti mana yang harus di percaya."Bukti? Tokoku sudah hangus masi
Alif mengikuti dari belakang dan masuk juga ke dalam mobil, setelahnya mereka membuka pintu kaca dan melambaikan tangan sebelum mobil berjalan di ikuti satu mobil lain di belakang mereka."Kamu senang memberi mereka pelajara?" Alif bertanya pada Dewi saat mobil mereka mulai berjalan."Ya, aku sangat senang. Tapi kamu harus jelaskan kebakaran di rumah Hendra itu ulah siapa. Aku tak mudah di bohong i mas!" Ucap Dewi dengan mata tajam, membuat Alif terkejut dan menelan ludah takut.Alif merasa sangat lelah sekarang, dia tak lagi punya tenaga untuk berdebat jika Dewi meminta penjelasan lagi dan lagi."Tapi mungkin tidak hari ini, aku sedang senang dan tak ingin berdebat panjang. Kamu tau sayang, marah ternyata butuh tenaga yang sangat banyak." Dewi tiba-tiba saja merangkul tubuh suaminya, meletakkan kepalanya di dada lelaki tampan itu dan berusaha melepaskan segala beban yang dia tanggung.Alif terseyum lepas, dia kira dirinya harus menjelaskan panjang lebar sekarang, tapi ternyata Dewi j
201"Tidak, Nadia!" Aku berteriak panik saat melihat bola yang Nadia bawa terlempar tak jauh dari tubuh lelaki yang terlihat sedang bersembunyi di balik pohon besar itu."Ada apa?" Mas Alif nampak panik melihat aku berlari keluar dan berteriak."Ada apa Wi?" Mas Alif menarik tanganku dengan cemas."Mas, lelaki itu datang lagi mas, dia di bawah." Ucapku dengan panik dan segera berlari menghampiri Nadia dan Caca.Aku tak dapat memikirkan apapun lagi sekarang, rasanya banyak hal yang mengancam kedua putriku saat ini."Wi, jangan berlari." Suara mas Alif masih dapat ku dengar saat aku menuruni anak tangga. Bagaimana aku tak berlari jika bayangan lelaki asing itu menghantui seolah akan membuat nadia atau Caca dalam bahaya."Sayang, pelan saja!" Suara mas Alif kembali terdengar.Aku sudah keluar dari bungalow dan berlari menuju halaman belakang, ku lewati begitu saja kolam renang nan cantik yang terus ku kagumi dari lantai dua kamar kami, kakiku bahkan menginjak rerumputan tanpa alas, sebe
Pov Dewi.Aku masih tak habis pikir, siapa lelaki yang kami temui di minimarket tadi, aku sepertinya pernah melihat wajah lelaki itu, tapi aku tak tau dimana dan siapa."Apa kita perlu membawakan anak-anak cemilan nyonya?" Yasmin membuyarkan lamunanku.Caca dan Nadia memang sudah naik ke lantai atas dan bersiap ke pantai, karena itu Yasmin bertanya apa yang perlu dia bawa untuk menemani anak-anak."Bawakan saja beberapa jajanan yang mereka suka, jangan terlalu jauh dari bibir pantai Yas, ombak sore hari biasanya lebih besar."Aku memberi Yasmin nasehat agar tak lupa, sebab Nadia anak yang sangat ingin tau, dia pasti akan meminta ini dan itu bila rasa penasarannya sudah memuncak."Saya akan ingat nyonya." Ucap Yasmin lalu berjalan menjauhiku.Aku lantas berjalan menuju kamar, mas Alif sedang mengganti bajunya saat aku masuk tanpa mengetuk pintu. Wajahnya nampak terkejut, takut jika pegawai kami yang masuk tanpa izin."Maaf_" Aku menyengir kuda, lupa jika mas Alif sudah naik ke kamar ka
Kami semua sudah ada di dalam mobil, perjalaanan yang akan kami tempuh cukup jauh, dua jam dari tempat kami tinggal. Mas Alif menyetir sendiri kendaraan kami, sementara yang lajn mengikiti dari belakang.Caca dan Nadia bercanda terus sampai kami ikut tertawa dengan keberadaan mereka dalam mobil, meski aku sendiri masih sangat jengkel dengan kejadian di rumah pagi ini, namun tawa Caca dan Nadia membuat aku terus merasa bersyukur."Buk, boleh tidak kami beli ice cream buk." Nadia meminta saat perjalanan kami sudah sangat jauh.Aku tersenyum mendengar ucapannya. Tak ada salahnya juga membeli ice cream untuk di nikmati bersama, lagi pula ini kan liburan."Baiklah, kita akan berhenti kalau ada minimarket di depan." Ucapku yang membuat dua anak itu kegirangan tak sabar. Aku dan mas Alif hanya bisa tersenyum melihat tingkah merek yang memgemaskan bagi kami.Tak berapa lama mas Alif membelokkn mobilnya dan terparkir tepat di depan sebuah minimarket dengan logo anak lebah itu. "Nadia sama mbak
Dewi masih menatap kesl ke arah Yanti, dia lantas mendekti wanita itu lagi dan melihat ada sorot tahut di sana."Yang lain boleh kembali bekerja!" Ucap Dewi dingin, sementara satu persaru pengasuh anaknya pergi turun dari lantai atas.Yanti masih diam dan tak berani melihay ke arah Dewi, bahkan firinya masih berdiri di tempat yang sama dan dalam posisi tak berubah sama sekali."Duduklah Yan, aku ingin mendengarkan penjelasmu!" Dewi meminta Yanti duduk yang tenang sebab bnyak orang akan tai itu keponkan linnya masih menungguMas, kenapa Lukas kasar sekali padaku!"Tri bersikap begitu manja pada Beni saat mereka tiba di rumah, pertemuan Beni dan Lukas yang tanpa sengaja itu membuat mereka bersitegang di depan umum.Tri masih memegang pergelangan tangannya yang berdenyut, Lukas dengan sangat kasar meremas pergelangan tangannya hingga memar kemeraha.Beni tak pernah bisa bersikap kasar pada Tri, entah kenapa dirinya selalu saja meniruti apa perintah wanita itu, bahkan ketika Tri mutuskan
Hari ini Dewi berencana membawa Caca dan Nadia ke pantai, setelah kepergian Papa mertuanya ke luar negeri, Dewi sering melihat Caca melamun sendiri, hingga akhirnya dia berpikir untuk membawa Nadia dan Caca ke pantai untuk bersenang-senang.Sejak semalam mereka sudah tak berhenti menyiapkan segala hal yang di butuhkan untuk tamasya."Buk, baju ini bagus tidak?" Nadia menunjukkkan dres bunga putih nan cantik, dres itu hadiah dari Yasmin untuk Nadia saat baru datang ke rumah ini.Yasmin tersenyum mendapati pemberiannya jadi nb pilihan nona cilik yang dia jaga."Cantik, Nadia bisa pakai ini jika mau." Ucap Dewi dengan senyum mengembang dan gadis itu berjingkrak senang masuk kembali ke dalam kamarnya.Dewi lantas menatap ke arah Caca yang sejak tadi hanya berdiri di depan pintu kamar."Hay cantik, ada apa sayang?" Dewi mendekati Caca dan membelai kepala gadis kecil itu."Caca bingung mau pakai apa." Ucapnya lugu.Dewi menarik gadia itu kembali ke kamanya. Membuka lemari yang disediak
Wajar saja bila Aziz tak lagi mau memikirkan istrinya Tri, setekah penghianatan yang dia terima Aziz bahkan tak lagi perduli dari mana semua itu.Setiap orang datang denhan hadapanndan keinginan batuAku dan semua saudaraku memang sangat dekat sejak kecil, bapak memperlakukan kami dengan sangat baik hingga kami saling menolon satu sama lain. Mbak Dewi mmemang yang paling banyak berkorban untuk kami, bahkan dia terpaksa berhenti kuliah kedokteran hanya karena tak ada yang membantu merawat nenek saat ibu bbekerja dulu."Sudahlah mbak, aku tak mau lagi bertengkar di sini, aku ingin mbak tau bahwa kami memang sangat ingin semuanya berjalan dengan baik sekarang dan mas Hendra tak ada lagi dalam kehidupan kami!" Ucapan Ratna sungguh sangat menyakiti hatiku."Aku tak ingin bertengkar untuk sekarang mbak, calon suamiku sedang sakit, tolong jangan buat aku dan keluargaku bersikap buruk pada kalian di sini. Lagi pula mas Hendra memang sudah tak cukup layak untuk jadi suamiku sekarang, aku meras
Mereka melanjutkan perjalanan menuju apartemen yang telh Beni siapkan untuk Tri, setelah amukan Lukas tempo hari, Tri merajuk untuk tinggal di tempat yang hanya dirinya sendiri yang punya kuasa di sana dan jadilah Beni membelikan apartemen mewah di pusat kota.Mobil mereka tiba di parkiran basement gedung, Beni keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Tri. Wanita yang kini berpenampilan begiru elegant itu keluar dengan senyum manis menyambut tatapan hangat lelaki yang tengah tergila-gila padanya itu.Tri lantas berjalan dengan merengkuh lengan Beni dalam dekapan, mereka nampak begitu hangat dan saling menebarkan cinta hingga tak sadar sepasang mata sedang menatap dari balik kaca mobil dengam amarah memuncak.Beni mengantarkan Tri hingga ke depan lif untuk naik ke lantai atas."Aku harus kembali ke kantor sekarang, banyak audit dari pusat dan aku harus segera tiba di kantor lebih dulu." Beni membelai tengkuk Tri dengan lembut, dan mereka saling melemparkan senyum penuh bahagia."Ji
"Papa minta tolong untuk jaga Caca saat papa ada di Eropa ya wi."Papa tiba-tiba saja bicara saat kami sedang duduk bersama di gazebo belakang rumah utama."Papa akan ke Eropa?" Aku terkejut lantas menatap ke arah mas Alif yang ternyata nampak tenang dan seakan sudah tau apa yang akan di katakan papa pada kami."Papa harus mengurus beberapa bisnis kita di sana dan tak mungkin juga membawa Caca bersama kan. Anak iti butuh keluarga yang utuh Askara dan papa saja tak bisa memenuhi ruang hatinya yang hampa."Aku mendengarkan dalam diam, sebab apa yang papa katakan memang benar adanya. Caca hanyalah gaddia kecil yang masih ingin di sayangi dan di manja dengan cinta dan kasih sayang yang berlimpah."Papa rasa kalian lebih patas membesarkannya seperti anak sendiri.""apa maksud papa kami lebih pantas?" Aku tak bisa menyembunyikan tanya dalam benak."Kalian adalah keluarga yang bahagia, Caca sangat dekat dengan Nadia dan kamu Wi, Papa rasa menitipkan Caca padamu adalah pilihan yang tepat."Se
"Tidak, jangan begitu. Aku akan menunggu kekasihku ini kembali ke dalam mobil dan segera berangkat ke pabrik." Tri memutar tubuh Bebelakanginya lantas sedikit mendorong tubuh itu berjalan maju ke depan."Baiklah, aku akan pergi lebih dulu. Kamu yakin tak apa-apa aku tinggal di sini?" Beni memastikan bahwa Tri tak merasa keberatan di tinggalkan sendiri.Tri tersenyum dengan manja. "Aku tak apa-apa. Sungguh." Ucapnya lagi meyakinkan sang kekasih.Merasa Tri tak keberatan untuk di tinggalkan, Beni memberikan kecupan di kening dan bibir wanit itu, lantas berpamitan untuk kembali ke pabriknya."Aku pergi dulu." Ucapnya pelan lantas berjalan pergi meninggalkan Tri sendiri.Tri terus memerhatikan mobil mewah Beni pergi meninggalkan basement. Tri lantas kembali menunggu lif turun dari lantai atas ke tempatnya. Berada di lantai bawah gedung dengan suasana tak terlalu terang tak membuat Tri meras takut biasanya, namun entah kenapa kali ini dia merasa ada yang sedang menatap dirinya."Ada apa in