Baru saja Dewi ingin istirahat setelah menyelesaikan semua persoalan yang Lukas perbuat di perusahaan nya, sebuah berita dari media yang tak di kenal, menunjukkan gudang di dekat daerah tempat nya tinggal dulu terbakar hebat."Ah apa lagi ini?" Dewi meremas tangannya yang berat, rasanya segala masalah ini tak mungkin dirinya ceritakan pada Alif untuk waktu sekarang. Alif mungkin sudah lebih baik, namun dia masih harus istirahat dan tak berpikir berat sampai merasa siap nantinya. Ya sebelum mereka semua Dewi kagetkan dengan kesembuhan suami nya, namun untuk sekarang dirinya harus bersabar dan kuat menghadapi segala permasalahan yang terjadi sendirian.Siaran langsung di salah satu aplikasi itu membuat Dewi bertanya sendiri, siapa yang sudah membuat siaran itu sekarang, siapa dalang di balik demua kejadian ini?"Nyonya, ada kebaka_"Yasmin masuk dengan tergesa ke ruang kerja Dewi, dirinya masih duduk bersandar pada sofa untuk mendinginkan sendiri hati dan pikirannya yang panas."Aku
163Bukankah gudang belakang itu banyak pintu, kenapa bisa sampai terbakar hebat begini?" Seorang petugas pemadam bertanya pada salah satu temannya."Sepertinya pintunya macet, jadi hanya satu pintu saja yang bisa terbuka. Maknya orang-orang di bagian paling belakang yang banyak korban, sebab pintu sana tak bisa di buka."Ini tak mungkin." Ucap Dewi lirih, ia tau betul pintu belakang harusnya tetap bisa di buka.Pintu belakang adalah akses penting bagi gudang untuk membawa keluar lagi produk simpanan yang siap kirim, jika tak ada pintu belakang tentu akan sangat sulit melakukan bisnis yang sehat."Yasmin, kapan terakhir kita kirim hari ini?""Tadi siang, sebelum jam dua." Ucap seorang karyawan yang mengenali Dewi sebagai istri Askara."Tadi siang, pintu masih bisa di buka?""Masih nyonya, dua pintu belakang masih di buka sebelun pengiriman."Jawaban karyawan itu membuat Dewi kembali berpikir dengan banya pertanyaan."Apakah menurut ada yang sengaja membuat pintu belakang nyonya?" Yasm
Di tempatnya Lukas kini sedang menatap ponsel dengan wajah puas dan bahagia. Dia baru saja mendapat kiriman video bagaimana Dewi menangis hingga terjatuh ke tanah menyaksikan seluruh korban di evakusi."Aku memang menginginkan kehancuranmu Dewi! Menghancurkan Askara saja begitu mudah, apa lagi hanya wanita bodoh dan kampungan seperti istrimu!" Dia begitu jumawa dan yakin bisa membuat kehidupam Dewi menjadi lebih sengsara.Puas menyaksikan rencananya berjalan sesuai keinginan, Lukas lantas kembali berdiri di depan kaca, ia sedang ada di ruangan paling tinggi perusahaan milik sanjaya, dia berada di kantor milik Askara Sanjaya, yang kini bahkan tertera sebagai CEO resmi setelah perebutan kekuasaan dengannya beberapa hari lalu.Lukas menatap tak suka ke arah ukiran akrilik yang terletak gagah di sudut depan meja kayu itu, Lukas tak sabare menggantikan namany di sana."Tunggi saja, sebentar lagi akan aku buat kalian semua membayar kesombongan kalian!" Ucapnya lantas berjalan keluar kantor m
Alif keluar dari tempat persembunyiannya, ia memang sengaja tak menunjukkan diri, belum saatnya Lukas tau dirinya sudah dalam keadaan baik-baik saja. Tujuan Alif sekarang adalah mengumpulkan bukti sebanyak mungkin untuk menyeret lelaki licik itu ke dalam jeruji besi..Memastiakan lelaki itu pergi, Alif lantas naik ke lantai atas, ia sudah meminta Deren memastikan semua cctv mati untuk mengamankan rencananya sendiri. Alif naik dan masuk ke dalam kantor nya, memastikan segala dokumen penting sudah di amankan dengan baik, ia lantas berjalan ke arah lain dan masuk ke ruangan milik Lukas.Betapa terkejut nya Alif saat melihat ruangan itu. Lukas sudah membuat namanya menjadi CEO di atas meja kaca miliknya, menghias ruangan itu begiru mirip dengan ruangan miliknya. Alif tertawa ngeri menyadari bahwa lelaki itu mungkin saja sudah menjadi gila sekarang."Anak itu benar-benar sakit jiwa!" Deren mengatakan itu dengan perasaan takut sekaligus sedih sendiri, ia lantas melihat-lihat apa saja yang ad
pov Dewi.Tubuhku gemetar hebat saat kembali mengingat begitu banyak mayat- mayat itu berjajar di depan mataku. Aku merasa gagal menjadi pemimpin yang membela orang-orangku sendiri, bahkan tak bisa memberikan keamanan pada mereka yang ada di bawah pimpinanku.Kini aku sedang berada di rumah sakit tempat mereka samua berada. Mereka yang sudah tidak bernyawa atau yang masih dalam perawatan karena luka bakar yang di alami."Harusnya kita semua tau siapa yang akan bertanggung jawab pada semua masalah ini!"Teriakan seorang wanita membuyarkan lamunanku, dia terlihat begitu hancur, entah siapanya yang sedang ada di dalam sana sekarang, yang jelas mereka semua berharga untuk keluarganya."Apa kamu tak bisa memastikan keamanan karyawanmu nyonya Askara!" Suara itu lantang mengema pada koridor kecil yang kini di penuhi keluarga korban.Aku berdiri menatap Lukas yang kini juga tengah menatap aku dengan tajam."Apakah sebagai seorang pimpinan kamu bahkan lalai menjalani semua prosedur sesuai stan
167"Mas, kenapa Lukas kasar sekali padaku!"Tri bersikap begitu manja pada Beni saat mereka tiba di rumah, pertemuan Beni dan Lukas yang tanpa sengaja itu membuat mereka bersitegang di depan umum.Tri masih memegang pergelangan tangannya yang berdenyut, Lukas dengan sangat kasar meremas pergelangan tangannya hingga memar kemeraha.Beni tak pernah bisa bersikap kasar pada Tri, entah kenapa dirinya selalu saja meniruti apa perintah wanita itu, bahkan ketika Tri mutuskan untuk berpisah, meski berat Beni mencoba merelakannya."Mas, kenapa diam saja?" Tri merajuk pada lelaki itu, membuat Beni akhirnya memerhatikan wajah Tri yang tertekuk dengan kesal."Aku akan bicara dengan nya nanti sayang, kita tak bisa bersikap keras pada Lukas di tempat umum, orang akan semakin memperhatikan kamu dan aku."Beni menjelaskan alasannya tetap tak mau bersikap keras pada sang anak, sebab bagaimanapun Lukas adalah anak lelai satu-satunya yang Beni meliki.Mereka melanjutkan perjalanan menuju apartemen yang
"Mas, kenapa Lukas kasar sekali padaku!"Tri bersikap begitu manja pada Beni saat mereka tiba di rumah, pertemuan Beni dan Lukas yang tanpa sengaja itu membuat mereka bersitegang di depan umum.Tri masih memegang pergelangan tangannya yang berdenyut, Lukas dengan sangat kasar meremas pergelangan tangannya hingga memar kemeraha.Beni tak pernah bisa bersikap kasar pada Tri, entah kenapa dirinya selalu saja meniruti apa perintah wanita itu, bahkan ketika Tri mutuskan untuk berpisah, meski berat Beni mencoba merelakannya."Mas, kenapa diam saja?" Tri merajuk pada lelaki itu, membuat Beni akhirnya memerhatikan wajah Tri yang tertekuk dengan kesal."Aku akan bicara dengan nya nanti sayang, kita tak bisa bersikap keras pada Lukas di tempat umum, orang akan semakin memperhatikan kamu dan aku."Beni menjelaskan alasannya tetap tak mau bersikap keras pada sang anak, sebab bagaimanapun Lukas adalah anak lelai satu-satunya yang Beni meliki.Mereka melanjutkan perjalanan menuju apartemen yang tel
Brak!Tri membanting pintu dengan kesal, dia tak bisa lagi menahan amarahnya, berjumpa dengan Melisa adalah hal yang tak ingin dia lakukan setelah di permalukan lagi di depan umum."sialan!" Teriakan Tri menggema dalam kamar apartemen nya , dia merasa marah, kesal sekaligus juga rasa malu yang membuat dirinya sakit dan benci pada istri Beni itu."Aku akan membalas semua ini!" Ucapnya dengan nada kesal.Tri memang tak habis pikir, bagaimana wanita itu bisa datang kemari dan mengatakan hal-hal yang membuanya sangat marah dan malu. Dia tak mengerti sedamg berhadapan dengan siapa sekarang.Tri lantas mengambil ponsel dan segera menghubungi Beni dengan suara parau seakan menangis."hallo sayang." suara Beni terdengar dalam ponsel, lelaki itu masih sibuk menyetir mobik saat Tri memghubunginya lagi."Aku mau kamun segera pulang!" ucapnya dengan suara parau."Ada apa? bukankah kita baru saja bertemu?"Beni yang masih di jalan terdengar tak paham mengapa simpanannya ini bersikap begitu protekt
201"Tidak, Nadia!" Aku berteriak panik saat melihat bola yang Nadia bawa terlempar tak jauh dari tubuh lelaki yang terlihat sedang bersembunyi di balik pohon besar itu."Ada apa?" Mas Alif nampak panik melihat aku berlari keluar dan berteriak."Ada apa Wi?" Mas Alif menarik tanganku dengan cemas."Mas, lelaki itu datang lagi mas, dia di bawah." Ucapku dengan panik dan segera berlari menghampiri Nadia dan Caca.Aku tak dapat memikirkan apapun lagi sekarang, rasanya banyak hal yang mengancam kedua putriku saat ini."Wi, jangan berlari." Suara mas Alif masih dapat ku dengar saat aku menuruni anak tangga. Bagaimana aku tak berlari jika bayangan lelaki asing itu menghantui seolah akan membuat nadia atau Caca dalam bahaya."Sayang, pelan saja!" Suara mas Alif kembali terdengar.Aku sudah keluar dari bungalow dan berlari menuju halaman belakang, ku lewati begitu saja kolam renang nan cantik yang terus ku kagumi dari lantai dua kamar kami, kakiku bahkan menginjak rerumputan tanpa alas, sebe
Pov Dewi.Aku masih tak habis pikir, siapa lelaki yang kami temui di minimarket tadi, aku sepertinya pernah melihat wajah lelaki itu, tapi aku tak tau dimana dan siapa."Apa kita perlu membawakan anak-anak cemilan nyonya?" Yasmin membuyarkan lamunanku.Caca dan Nadia memang sudah naik ke lantai atas dan bersiap ke pantai, karena itu Yasmin bertanya apa yang perlu dia bawa untuk menemani anak-anak."Bawakan saja beberapa jajanan yang mereka suka, jangan terlalu jauh dari bibir pantai Yas, ombak sore hari biasanya lebih besar."Aku memberi Yasmin nasehat agar tak lupa, sebab Nadia anak yang sangat ingin tau, dia pasti akan meminta ini dan itu bila rasa penasarannya sudah memuncak."Saya akan ingat nyonya." Ucap Yasmin lalu berjalan menjauhiku.Aku lantas berjalan menuju kamar, mas Alif sedang mengganti bajunya saat aku masuk tanpa mengetuk pintu. Wajahnya nampak terkejut, takut jika pegawai kami yang masuk tanpa izin."Maaf_" Aku menyengir kuda, lupa jika mas Alif sudah naik ke kamar ka
Kami semua sudah ada di dalam mobil, perjalaanan yang akan kami tempuh cukup jauh, dua jam dari tempat kami tinggal. Mas Alif menyetir sendiri kendaraan kami, sementara yang lajn mengikiti dari belakang.Caca dan Nadia bercanda terus sampai kami ikut tertawa dengan keberadaan mereka dalam mobil, meski aku sendiri masih sangat jengkel dengan kejadian di rumah pagi ini, namun tawa Caca dan Nadia membuat aku terus merasa bersyukur."Buk, boleh tidak kami beli ice cream buk." Nadia meminta saat perjalanan kami sudah sangat jauh.Aku tersenyum mendengar ucapannya. Tak ada salahnya juga membeli ice cream untuk di nikmati bersama, lagi pula ini kan liburan."Baiklah, kita akan berhenti kalau ada minimarket di depan." Ucapku yang membuat dua anak itu kegirangan tak sabar. Aku dan mas Alif hanya bisa tersenyum melihat tingkah merek yang memgemaskan bagi kami.Tak berapa lama mas Alif membelokkn mobilnya dan terparkir tepat di depan sebuah minimarket dengan logo anak lebah itu. "Nadia sama mbak
Dewi masih menatap kesl ke arah Yanti, dia lantas mendekti wanita itu lagi dan melihat ada sorot tahut di sana."Yang lain boleh kembali bekerja!" Ucap Dewi dingin, sementara satu persaru pengasuh anaknya pergi turun dari lantai atas.Yanti masih diam dan tak berani melihay ke arah Dewi, bahkan firinya masih berdiri di tempat yang sama dan dalam posisi tak berubah sama sekali."Duduklah Yan, aku ingin mendengarkan penjelasmu!" Dewi meminta Yanti duduk yang tenang sebab bnyak orang akan tai itu keponkan linnya masih menungguMas, kenapa Lukas kasar sekali padaku!"Tri bersikap begitu manja pada Beni saat mereka tiba di rumah, pertemuan Beni dan Lukas yang tanpa sengaja itu membuat mereka bersitegang di depan umum.Tri masih memegang pergelangan tangannya yang berdenyut, Lukas dengan sangat kasar meremas pergelangan tangannya hingga memar kemeraha.Beni tak pernah bisa bersikap kasar pada Tri, entah kenapa dirinya selalu saja meniruti apa perintah wanita itu, bahkan ketika Tri mutuskan
Hari ini Dewi berencana membawa Caca dan Nadia ke pantai, setelah kepergian Papa mertuanya ke luar negeri, Dewi sering melihat Caca melamun sendiri, hingga akhirnya dia berpikir untuk membawa Nadia dan Caca ke pantai untuk bersenang-senang.Sejak semalam mereka sudah tak berhenti menyiapkan segala hal yang di butuhkan untuk tamasya."Buk, baju ini bagus tidak?" Nadia menunjukkkan dres bunga putih nan cantik, dres itu hadiah dari Yasmin untuk Nadia saat baru datang ke rumah ini.Yasmin tersenyum mendapati pemberiannya jadi nb pilihan nona cilik yang dia jaga."Cantik, Nadia bisa pakai ini jika mau." Ucap Dewi dengan senyum mengembang dan gadis itu berjingkrak senang masuk kembali ke dalam kamarnya.Dewi lantas menatap ke arah Caca yang sejak tadi hanya berdiri di depan pintu kamar."Hay cantik, ada apa sayang?" Dewi mendekati Caca dan membelai kepala gadis kecil itu."Caca bingung mau pakai apa." Ucapnya lugu.Dewi menarik gadia itu kembali ke kamanya. Membuka lemari yang disediak
Wajar saja bila Aziz tak lagi mau memikirkan istrinya Tri, setekah penghianatan yang dia terima Aziz bahkan tak lagi perduli dari mana semua itu.Setiap orang datang denhan hadapanndan keinginan batuAku dan semua saudaraku memang sangat dekat sejak kecil, bapak memperlakukan kami dengan sangat baik hingga kami saling menolon satu sama lain. Mbak Dewi mmemang yang paling banyak berkorban untuk kami, bahkan dia terpaksa berhenti kuliah kedokteran hanya karena tak ada yang membantu merawat nenek saat ibu bbekerja dulu."Sudahlah mbak, aku tak mau lagi bertengkar di sini, aku ingin mbak tau bahwa kami memang sangat ingin semuanya berjalan dengan baik sekarang dan mas Hendra tak ada lagi dalam kehidupan kami!" Ucapan Ratna sungguh sangat menyakiti hatiku."Aku tak ingin bertengkar untuk sekarang mbak, calon suamiku sedang sakit, tolong jangan buat aku dan keluargaku bersikap buruk pada kalian di sini. Lagi pula mas Hendra memang sudah tak cukup layak untuk jadi suamiku sekarang, aku meras
Mereka melanjutkan perjalanan menuju apartemen yang telh Beni siapkan untuk Tri, setelah amukan Lukas tempo hari, Tri merajuk untuk tinggal di tempat yang hanya dirinya sendiri yang punya kuasa di sana dan jadilah Beni membelikan apartemen mewah di pusat kota.Mobil mereka tiba di parkiran basement gedung, Beni keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Tri. Wanita yang kini berpenampilan begiru elegant itu keluar dengan senyum manis menyambut tatapan hangat lelaki yang tengah tergila-gila padanya itu.Tri lantas berjalan dengan merengkuh lengan Beni dalam dekapan, mereka nampak begitu hangat dan saling menebarkan cinta hingga tak sadar sepasang mata sedang menatap dari balik kaca mobil dengam amarah memuncak.Beni mengantarkan Tri hingga ke depan lif untuk naik ke lantai atas."Aku harus kembali ke kantor sekarang, banyak audit dari pusat dan aku harus segera tiba di kantor lebih dulu." Beni membelai tengkuk Tri dengan lembut, dan mereka saling melemparkan senyum penuh bahagia."Ji
"Papa minta tolong untuk jaga Caca saat papa ada di Eropa ya wi."Papa tiba-tiba saja bicara saat kami sedang duduk bersama di gazebo belakang rumah utama."Papa akan ke Eropa?" Aku terkejut lantas menatap ke arah mas Alif yang ternyata nampak tenang dan seakan sudah tau apa yang akan di katakan papa pada kami."Papa harus mengurus beberapa bisnis kita di sana dan tak mungkin juga membawa Caca bersama kan. Anak iti butuh keluarga yang utuh Askara dan papa saja tak bisa memenuhi ruang hatinya yang hampa."Aku mendengarkan dalam diam, sebab apa yang papa katakan memang benar adanya. Caca hanyalah gaddia kecil yang masih ingin di sayangi dan di manja dengan cinta dan kasih sayang yang berlimpah."Papa rasa kalian lebih patas membesarkannya seperti anak sendiri.""apa maksud papa kami lebih pantas?" Aku tak bisa menyembunyikan tanya dalam benak."Kalian adalah keluarga yang bahagia, Caca sangat dekat dengan Nadia dan kamu Wi, Papa rasa menitipkan Caca padamu adalah pilihan yang tepat."Se
"Tidak, jangan begitu. Aku akan menunggu kekasihku ini kembali ke dalam mobil dan segera berangkat ke pabrik." Tri memutar tubuh Bebelakanginya lantas sedikit mendorong tubuh itu berjalan maju ke depan."Baiklah, aku akan pergi lebih dulu. Kamu yakin tak apa-apa aku tinggal di sini?" Beni memastikan bahwa Tri tak merasa keberatan di tinggalkan sendiri.Tri tersenyum dengan manja. "Aku tak apa-apa. Sungguh." Ucapnya lagi meyakinkan sang kekasih.Merasa Tri tak keberatan untuk di tinggalkan, Beni memberikan kecupan di kening dan bibir wanit itu, lantas berpamitan untuk kembali ke pabriknya."Aku pergi dulu." Ucapnya pelan lantas berjalan pergi meninggalkan Tri sendiri.Tri terus memerhatikan mobil mewah Beni pergi meninggalkan basement. Tri lantas kembali menunggu lif turun dari lantai atas ke tempatnya. Berada di lantai bawah gedung dengan suasana tak terlalu terang tak membuat Tri meras takut biasanya, namun entah kenapa kali ini dia merasa ada yang sedang menatap dirinya."Ada apa in