132Aku masuk dengan segera menuju ke dalam ruangan di lantai dua, aula pertemuan.pada pemegaang saham memamg ada di lantai iitu. "Apa aku terlambat pak Deren?" Deren sudah menungguku di depan pintu lif dengam wajah cemas."Mereeka baru saja mulai!" ucao Deren pasrah.Sepertinya tak banyak yang bisa Deren lakukan juga di sini sekarang."Saya minta minta maaf nyonya, saya tidak bisa membantu banyak saat ini."Aku tersenyum dan mengangguk pelan. "Apa yang kamu lakukan sudah banyak membantumu pak Deren." Ucapku lagi ddan berjalan mendekati pintu ruangan.Beberapa pengawal berdiri seolah tak mberikan aku izin untuk terlibat dalam rapat di dalam ruang aula."Beri aku jalan!" ucapku lantang dan seorang pengawal Lukas berdiri di hadapanku." Maaf nyonya, Tuan Lukas memberi perintah agar tak ada orang yang masuk setelah acara di mulai.""Lukas memberi perintah? Siapa dia bisa memberikan perintah sesukannya? Minggir! Aku masih direktur wanita di sini dan Lukas jelas bukan tandinganku. buka!".U
Tunggu mas, aku akan membawa kembali perusahaan ini ke sisimu, aku akan pastikan semua pengorbanmu tak sia-sia.Aku duduk kembali ke tempatku, menat ke arah Lukas yang kini masih menatap penuh keyakinan ke arahku. Ya, seyakin itu dia merasa akan menjadi pemenang, menyingkirkan aku dan juga mas Alif, membawa namanya sendiri sebagai satu-satu nya pemilik Sanjaya Company."Apa sejauh ini semua berjalan baik?" Aku berbisik pada Deren yang juga terlihat tegang saat duduk di belakangku."Sejauh ini semua baik, seharusnya semua bisa di kendalikan hari ini. Kita sudah memegang banyak hati pemegang saham, harusnya semua berjalam sesuai rencana kita." Ucapnya lantas kembali fokus pada pengambilan suara di depan."Lukas!" Suara itu nyaring di ruangan, banyak yang bertepuk tangan dan seolah memberikan selamat lebih dulu.Perhitungan suara baru berjalan setengahnya, aku baru mendapat kurang dari dua puluh lima persen, sementara Lukas sudah memenuhi sisanya, namun mereka sudah sangat yakin bahwa Lu
Pov DianaHari ini aku harus mendapatkan Caca segera, tak ada yang bisa mereka lakuka jika Caca memilih bersamaku kan, akan aku buat gadis kecil itu bertekuk lutut padaku dan kembali memaksa nya hidup bersamaku.Aku membawa mobilku masuk ke pelataran sekolah internasional yang Caca tempati sekarang. Dewi, si wanita sialan itu memindahkan sekolah Caca bahkan sesuka hatinya sendiri. setelah berbagai drama yang terjadi pada kami, Caca memilih tinggal bersamanya juga.Apa hebatnya wanita sialan itu. Ia bahkan dudah membuat Askara dalam kondisi kritis untuk sekarng, biarlah lelaki itu tetap ada di dalm rumah sakit dalam waktu lama, setidaknya Dewi tak punya lagi dewa pelindung saat ini.Aku memperhatikan sekolah yang sangat luas ini, entah berapa biay yang wanita itu keliarkan untuk menbawa Caca masuk ke sekolah ini sekarng. Ah, pucuk di cinta ulampun tiba, baru saja aku masuk ke dalam area parkiran sekolah, anak perempuanku tersayang itu sudah berdiri di depan gedung tempat orang tua wali
135Sampai di rumah, Diana mau tak mau membopong tubuh Caca masuk ke dalam rumah, ia terpaksa mencari rumah kontrakan baru agar tak di temukan oleh Dewi maupun orang-orang Rendi. Dengan napas tersenggal Diana meletakkan tubuh Caca di ranjang sembari melepaskan napasnya yang hampir tercekat. Wajah bocah itu selalu membuat dia merasa Regian begitu dekat dengam hidupnya yang damai."Sialan memang muka wanita itu, kenapa juga harus menempel pada wajah anakku!" Umpatnya kesal, ia kemudian keluar dari kamar Caca dan menguncinya.Diana mencari rumah yang memang jauh dari pemukiman, dia memutuskan untuk membawa serta Caca jika semua sudah seperti yang dia inginkan dan hari ini Diana merasa segalanya sudah sesuai rencananya.Melemparkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah, Diana tersenyum merasa puas sudah mendapatkan kembali asetnya yang berharga."Bagus sekali!" Ucapnya lantas menikmati setiap detik bebannya yang serasa terlepas dan bebas.Diana lantas beranjak dari tempatnya duduk, dia memast
""Sialan!" Lukas mengamuk di ruang kerjannya, kekalahan telak sekaligus rasa malu kini membuat lelaki itu bahkan tak bisa berpikir jernih. Lukas menatap wajahnya dalam kaca, menegaskan pda dirinya sendiri bahwa dia tak pantas mendapatkan segala keburukan dan hinaan ini."Siapa kamu Dewi, siapa kamu bisa meyakiti aku, mermalukan aku bahkn menghina aku!" Teriaknya dengan kesal, seluruh otot lehernya kelur memperlihatkan urat merah di bawah kulitnya yang bersih.Brak!Lukas melempatkan dengan kesal lampu meja nya ke lantai hingga pecah tak berbetuk, dia berteriak, mengumpat bahkan mengamuk dengan segala yang terjadi padanya."Tenanglah tuan, tuan harus tenang dan memgendalikan diri, saya takut akan ada yang mendengar di luar." Asisten Lukas memberi tahunya agar memelankan suaranya yang menggema dalam ruangan."Aku tak perduli Yosep, aku sedang marah, beraninya mereka membihongi aku, para pemegang saham sialn itu!" Ucapnya dengan kesal.Lukas kembali mengingat bagaimana dia datang menemui
Lukas mendekati tamu Dewi dan memberikan penghormatan pada mereka, Amer yang melibat keberanian Dewi menegur Lukas memberikan penilaian lebih pada wanita berkarakter yang dia pilih ini."Apa kabar tuan Amer." "Baik, terimakasih sudah menyapa tuan Lukas, bagaimana denganmu?" Habibi secara terbuka berdiri dan menjabat tangan Lukas dengan tegas."Aku baik, terimakasih sudah datang kemari. Apakah ada lagi yang anda ingin aku lakukan nyonya Dewi?" Lukas lantas menatap Dewi demgan kesal.Dewi tersenyum, merasa sudah berhasil membuat malu Lukas di depan bnyak orang."Sudah cukup, silakan lanjutkan lagi perjalanan anda!" Ucap Dewi seolah meledek Lukas yang kini berdiri dengan kesal di hadapannya.Setelah memberi hormat pada tuan Amer, Lukas lantas keembali berjaln turun ke lantai bawah."Wanita sialan!" Ucap Lukas sembari menahan rasa kesalnya sekarang, dia terus berjalan ke parkiran untuk menemui beberapa pemegang saham yang jelas pasti tak memberikan suaranya pada Lukas."Apakah kalian semu
Pov DianaHari ini aku harus mendapatkan Caca segera, tak ada yang bisa mereka lakuka jika Caca memilih bersamaku kan, akan aku buat gadis kecil itu bertekuk lutut padaku dan kembali dengan hidup bersamaku.Aku membawa mobilku masuk ke pelataran sekolah internasional yang Caca tempati sekarang. Dewi sialan itu memindah sekolah Caca bahkan sesuka hatinya!Pucuk di cinta ulampun tiba, baru saja aku masuk ke parkiran sekolah anak perempuan itu sudah berdiri di depan gedung tempat orang tua wali menjemput putranya. Ah, kenapa aku selalu tak suka menatap wajah caca yang begitu mirip dengan ibu biologisnya itu, Miranda memang punya gen yang luar biasa, kenapa dua anaknya bisa punya paras yang begitu menawan."Ah, lupakan Diana! Caca adalah anakmu, dia lahir dari dalam rahimmu!"Aku masih tak bisa menerima bahwa rahimku hanyalah wadah janin itu tumbuh dan berkembang, aku tau jelas Caca memang bukan berasal dari indung telurku, aku memang hanyalah ibu pengganti untuknya lahir ke dunia ini, ta
Pov Hendra.Bercerai karena amarah.Aku putuskan datang ke rumah orang tua Ratna lagi entah berapa kali aku sudah berusaha memghubungi bahkan datang ke rumah itu, namun tak juga bisa bertemu dengan Ratna dan juga Juan anakku. Hari ini setelah pergelutan panjang dengan diriku sendiri, aku memutuskan untuk segera menyelesaikan semua masalah yang semakin hari semakin kacau saja, aku ingin mengajak Ratna dan Juan pulang ke rumah, mungkin usaha kami sudah hancur, tapi setidaknya rumah itu masih bisa di tempati, aku hanya tinggal memperbaiki saja bagian depannya sedikit.Pagi ini bahkan surat pengadilan datang untuk aku sidang beberapa hari lagi, sidang atas perceraian yang Ratna ajukan tanpa sepengetahuanku. Hatiku kesal dan jengkel sendiri, Ratna bahkan memilih abai pada panggilan telepon yang selalu aku coba lakukan padanya, entah apa yang ada dalam kepala istriku itu, bagaimanapun bukankah aku ini masih sah sebagai suaminya?Tiba di gang rumah mertuaku, Mobilku mau tak mau terparkir sedi
201"Tidak, Nadia!" Aku berteriak panik saat melihat bola yang Nadia bawa terlempar tak jauh dari tubuh lelaki yang terlihat sedang bersembunyi di balik pohon besar itu."Ada apa?" Mas Alif nampak panik melihat aku berlari keluar dan berteriak."Ada apa Wi?" Mas Alif menarik tanganku dengan cemas."Mas, lelaki itu datang lagi mas, dia di bawah." Ucapku dengan panik dan segera berlari menghampiri Nadia dan Caca.Aku tak dapat memikirkan apapun lagi sekarang, rasanya banyak hal yang mengancam kedua putriku saat ini."Wi, jangan berlari." Suara mas Alif masih dapat ku dengar saat aku menuruni anak tangga. Bagaimana aku tak berlari jika bayangan lelaki asing itu menghantui seolah akan membuat nadia atau Caca dalam bahaya."Sayang, pelan saja!" Suara mas Alif kembali terdengar.Aku sudah keluar dari bungalow dan berlari menuju halaman belakang, ku lewati begitu saja kolam renang nan cantik yang terus ku kagumi dari lantai dua kamar kami, kakiku bahkan menginjak rerumputan tanpa alas, sebe
Pov Dewi.Aku masih tak habis pikir, siapa lelaki yang kami temui di minimarket tadi, aku sepertinya pernah melihat wajah lelaki itu, tapi aku tak tau dimana dan siapa."Apa kita perlu membawakan anak-anak cemilan nyonya?" Yasmin membuyarkan lamunanku.Caca dan Nadia memang sudah naik ke lantai atas dan bersiap ke pantai, karena itu Yasmin bertanya apa yang perlu dia bawa untuk menemani anak-anak."Bawakan saja beberapa jajanan yang mereka suka, jangan terlalu jauh dari bibir pantai Yas, ombak sore hari biasanya lebih besar."Aku memberi Yasmin nasehat agar tak lupa, sebab Nadia anak yang sangat ingin tau, dia pasti akan meminta ini dan itu bila rasa penasarannya sudah memuncak."Saya akan ingat nyonya." Ucap Yasmin lalu berjalan menjauhiku.Aku lantas berjalan menuju kamar, mas Alif sedang mengganti bajunya saat aku masuk tanpa mengetuk pintu. Wajahnya nampak terkejut, takut jika pegawai kami yang masuk tanpa izin."Maaf_" Aku menyengir kuda, lupa jika mas Alif sudah naik ke kamar ka
Kami semua sudah ada di dalam mobil, perjalaanan yang akan kami tempuh cukup jauh, dua jam dari tempat kami tinggal. Mas Alif menyetir sendiri kendaraan kami, sementara yang lajn mengikiti dari belakang.Caca dan Nadia bercanda terus sampai kami ikut tertawa dengan keberadaan mereka dalam mobil, meski aku sendiri masih sangat jengkel dengan kejadian di rumah pagi ini, namun tawa Caca dan Nadia membuat aku terus merasa bersyukur."Buk, boleh tidak kami beli ice cream buk." Nadia meminta saat perjalanan kami sudah sangat jauh.Aku tersenyum mendengar ucapannya. Tak ada salahnya juga membeli ice cream untuk di nikmati bersama, lagi pula ini kan liburan."Baiklah, kita akan berhenti kalau ada minimarket di depan." Ucapku yang membuat dua anak itu kegirangan tak sabar. Aku dan mas Alif hanya bisa tersenyum melihat tingkah merek yang memgemaskan bagi kami.Tak berapa lama mas Alif membelokkn mobilnya dan terparkir tepat di depan sebuah minimarket dengan logo anak lebah itu. "Nadia sama mbak
Dewi masih menatap kesl ke arah Yanti, dia lantas mendekti wanita itu lagi dan melihat ada sorot tahut di sana."Yang lain boleh kembali bekerja!" Ucap Dewi dingin, sementara satu persaru pengasuh anaknya pergi turun dari lantai atas.Yanti masih diam dan tak berani melihay ke arah Dewi, bahkan firinya masih berdiri di tempat yang sama dan dalam posisi tak berubah sama sekali."Duduklah Yan, aku ingin mendengarkan penjelasmu!" Dewi meminta Yanti duduk yang tenang sebab bnyak orang akan tai itu keponkan linnya masih menungguMas, kenapa Lukas kasar sekali padaku!"Tri bersikap begitu manja pada Beni saat mereka tiba di rumah, pertemuan Beni dan Lukas yang tanpa sengaja itu membuat mereka bersitegang di depan umum.Tri masih memegang pergelangan tangannya yang berdenyut, Lukas dengan sangat kasar meremas pergelangan tangannya hingga memar kemeraha.Beni tak pernah bisa bersikap kasar pada Tri, entah kenapa dirinya selalu saja meniruti apa perintah wanita itu, bahkan ketika Tri mutuskan
Hari ini Dewi berencana membawa Caca dan Nadia ke pantai, setelah kepergian Papa mertuanya ke luar negeri, Dewi sering melihat Caca melamun sendiri, hingga akhirnya dia berpikir untuk membawa Nadia dan Caca ke pantai untuk bersenang-senang.Sejak semalam mereka sudah tak berhenti menyiapkan segala hal yang di butuhkan untuk tamasya."Buk, baju ini bagus tidak?" Nadia menunjukkkan dres bunga putih nan cantik, dres itu hadiah dari Yasmin untuk Nadia saat baru datang ke rumah ini.Yasmin tersenyum mendapati pemberiannya jadi nb pilihan nona cilik yang dia jaga."Cantik, Nadia bisa pakai ini jika mau." Ucap Dewi dengan senyum mengembang dan gadis itu berjingkrak senang masuk kembali ke dalam kamarnya.Dewi lantas menatap ke arah Caca yang sejak tadi hanya berdiri di depan pintu kamar."Hay cantik, ada apa sayang?" Dewi mendekati Caca dan membelai kepala gadis kecil itu."Caca bingung mau pakai apa." Ucapnya lugu.Dewi menarik gadia itu kembali ke kamanya. Membuka lemari yang disediak
Wajar saja bila Aziz tak lagi mau memikirkan istrinya Tri, setekah penghianatan yang dia terima Aziz bahkan tak lagi perduli dari mana semua itu.Setiap orang datang denhan hadapanndan keinginan batuAku dan semua saudaraku memang sangat dekat sejak kecil, bapak memperlakukan kami dengan sangat baik hingga kami saling menolon satu sama lain. Mbak Dewi mmemang yang paling banyak berkorban untuk kami, bahkan dia terpaksa berhenti kuliah kedokteran hanya karena tak ada yang membantu merawat nenek saat ibu bbekerja dulu."Sudahlah mbak, aku tak mau lagi bertengkar di sini, aku ingin mbak tau bahwa kami memang sangat ingin semuanya berjalan dengan baik sekarang dan mas Hendra tak ada lagi dalam kehidupan kami!" Ucapan Ratna sungguh sangat menyakiti hatiku."Aku tak ingin bertengkar untuk sekarang mbak, calon suamiku sedang sakit, tolong jangan buat aku dan keluargaku bersikap buruk pada kalian di sini. Lagi pula mas Hendra memang sudah tak cukup layak untuk jadi suamiku sekarang, aku meras
Mereka melanjutkan perjalanan menuju apartemen yang telh Beni siapkan untuk Tri, setelah amukan Lukas tempo hari, Tri merajuk untuk tinggal di tempat yang hanya dirinya sendiri yang punya kuasa di sana dan jadilah Beni membelikan apartemen mewah di pusat kota.Mobil mereka tiba di parkiran basement gedung, Beni keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Tri. Wanita yang kini berpenampilan begiru elegant itu keluar dengan senyum manis menyambut tatapan hangat lelaki yang tengah tergila-gila padanya itu.Tri lantas berjalan dengan merengkuh lengan Beni dalam dekapan, mereka nampak begitu hangat dan saling menebarkan cinta hingga tak sadar sepasang mata sedang menatap dari balik kaca mobil dengam amarah memuncak.Beni mengantarkan Tri hingga ke depan lif untuk naik ke lantai atas."Aku harus kembali ke kantor sekarang, banyak audit dari pusat dan aku harus segera tiba di kantor lebih dulu." Beni membelai tengkuk Tri dengan lembut, dan mereka saling melemparkan senyum penuh bahagia."Ji
"Papa minta tolong untuk jaga Caca saat papa ada di Eropa ya wi."Papa tiba-tiba saja bicara saat kami sedang duduk bersama di gazebo belakang rumah utama."Papa akan ke Eropa?" Aku terkejut lantas menatap ke arah mas Alif yang ternyata nampak tenang dan seakan sudah tau apa yang akan di katakan papa pada kami."Papa harus mengurus beberapa bisnis kita di sana dan tak mungkin juga membawa Caca bersama kan. Anak iti butuh keluarga yang utuh Askara dan papa saja tak bisa memenuhi ruang hatinya yang hampa."Aku mendengarkan dalam diam, sebab apa yang papa katakan memang benar adanya. Caca hanyalah gaddia kecil yang masih ingin di sayangi dan di manja dengan cinta dan kasih sayang yang berlimpah."Papa rasa kalian lebih patas membesarkannya seperti anak sendiri.""apa maksud papa kami lebih pantas?" Aku tak bisa menyembunyikan tanya dalam benak."Kalian adalah keluarga yang bahagia, Caca sangat dekat dengan Nadia dan kamu Wi, Papa rasa menitipkan Caca padamu adalah pilihan yang tepat."Se
"Tidak, jangan begitu. Aku akan menunggu kekasihku ini kembali ke dalam mobil dan segera berangkat ke pabrik." Tri memutar tubuh Bebelakanginya lantas sedikit mendorong tubuh itu berjalan maju ke depan."Baiklah, aku akan pergi lebih dulu. Kamu yakin tak apa-apa aku tinggal di sini?" Beni memastikan bahwa Tri tak merasa keberatan di tinggalkan sendiri.Tri tersenyum dengan manja. "Aku tak apa-apa. Sungguh." Ucapnya lagi meyakinkan sang kekasih.Merasa Tri tak keberatan untuk di tinggalkan, Beni memberikan kecupan di kening dan bibir wanit itu, lantas berpamitan untuk kembali ke pabriknya."Aku pergi dulu." Ucapnya pelan lantas berjalan pergi meninggalkan Tri sendiri.Tri terus memerhatikan mobil mewah Beni pergi meninggalkan basement. Tri lantas kembali menunggu lif turun dari lantai atas ke tempatnya. Berada di lantai bawah gedung dengan suasana tak terlalu terang tak membuat Tri meras takut biasanya, namun entah kenapa kali ini dia merasa ada yang sedang menatap dirinya."Ada apa in