Beranda / Romansa / Suami Miskinku Ternyata Konglomerat / Part 344 Berdebar Tak Menentu

Share

Part 344 Berdebar Tak Menentu

Penulis: Pena Asmara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hanya aku yang menjawab salam Zulham, emak sendiri terlihat seperti acuh tak acuh saja, atau mungkin juga karena emak tidak mengenal pemuda itu sebagai anaknya Kang Danu, orang yang paling berpengaruh di desa ini, selain pak kades. Karena setahuku, menurut cerita dari Mak Neti, jika di saat mudanya emak memiliki hubungan yang dekat dengan Kang Danu, entah sebagai apa kedekatan mereka dahulu.

Aku hampiri Zulham dengan perasaan yang campur aduk. Ada rasa kesal karena mendengar ucapannya tadi pagi, tetapi ada rasa senang juga, melihat Zulham berani berkunjung ke rumahku. Hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, ternyata Zulham memiliki jiwa ksatria.

Zulham mengangguk ke emak seperti tanda perkenalan, tetapi kulihat emak acuh-acuh saja, tidak membalas anggukannya Zulham bahkan langsung memalingkan muka dengan wajah yang cemberut, lalu kembali sibuk memasang judi togel.

"Ada perlu apa?" tanyaku ketus, sembari mengalihkan pandangan ke arah jalan Kampung, ingin memberikan kesan kepada
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 345 Jangan Macam Macam

    "Tadi itu siapa, Rah?" tanya emak, sedikit mengagetkan aku."Zulham, Mak," jawabku."Zulham yang mana, kok Emak baru lihat?" tanyanya lagi."Zulham anaknya Kang Danu, Mak. Mungkin baru sekitar dua Minggu kurang tinggal di kampung sini. Emak terlihat berpikir, seperti sedang mengingat-ingat."Ohh, anaknya si Rina, istri pertamanya Danu, yang beda kecamatan," jelas emak."Iya, Mak," kataku, membenarkan. "Ibunya sekarang sudah meninggal, jadi Zulham sekarang ikut dengan Bapaknya," jelasku lagi."Trus dia, ngapain ke sini nemuin kamu?" tanya emak, menyelidik. Aku terdiam, tidak langsung menjawab.'Apa aku ceritakan saja sama Emak, jika Zulham ingin melamar aku' ucap bathinku. 'Ah, tetapi tidak usah, aku pun belum tahu, Zulham itu serius atau tidak' "Kamu ditanya diam saja, Rah," tegur emak, sembari menepuk bahuku."Eh, itu, Mak, Kak Zulham hanya ingin main saja," kataku, memberikan alasan."Memangnya kenapa, Mak?" balik, aku yang bertanya. Kulihat dari wajah emak, ada rasa tidak suka."I

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 346 Berbeda Dengan yang Lain

    "Kamu mau bicara apa, Rah?"Aku terdiam sebentar, tidak langsung menjawab pertanyaan Iroh. Mencoba mengatur debar jantung, membuang nafas perlahan. Baru mulai bicara. "Zulham ingin mengajakku menikah, Roh," bisikku pelan, sedikit bergetar suaraku saat memberitahukan Iroh tentang itu. Sahabatku itu terlihat terkejut, mungkin dia pun pastinya tidak menyangka."Kamu beneran, Rah, kapan?" tanya Iroh, menatapku dalam."Beneran, Roh, tadi sore Zulham datang sendiri ke rumah, mengutarakan maksudnya," jelasku lagi. "Terus, Kamu terima nggak?" Aku hanya menggeleng."Aku belum sempat kasih jawaban, Roh.""Ko, bisa?" tanya Iroh lagi."Emak keburu memanggilku tadi." "Kamunya mau, nggak?" aku terdiam sesaat. Dilema antara Zulham dan Om Gunadi yang sudah memberikan uang panjer. "Aku masih bingung, Roh," jawabku lagi."Bingung kenapa?""Entahlah, Roh, aku masih ragu-ragu.""Ragu-ragu kenapa, Rah?""Sepertinya, baru dua hari aku mengenal Zulham. Masa bisa secepat itu," jawabku."Rah, kata sebagia

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 347 Satu Guru Satu Ilmu

    "Sarah mau bicara, Mak."Emak sembari mengembuskan asap rokok, lalu menyesap perlahan kopi dinginnya, dan kembali meletakkan gelas kopi di atas meja."Kamu mau ngomong apa?" tanya emak, lalu kembali mengisap rokok putihnya."Ada yang ingin me-la--""Menah." Kang Danu keluar dari dalam rumah, wajahnya masih terlihat berpeluh, memotong pembicaraanku, sembari mengancingkan baju kemejanya. Senyum kepuasan tergambar dari wajahnya."Gimana Dan, lama juga, memang masih perkasa seperti dulu," goda emak, sembari tertawa genit, dan aku justru yang merasa jengah atas ucap dan sikap emak. Yah, walaupun sudah berumur, paras wajah emak memang masih terlihat cantik, untuk ukuran seumurnya. Emak tidak ikut bertani, juga berladang, begitupun dengan bapak. Sepetak lahan pertanian milik kami pun dikelola oleh petani penggarap. Jadi, kulit tubuh dan wajah emak, tidak pernah terkena cahaya matahari dalam waktu lama, alat-alat perawatan tubuhnya pun banyak di kamarnya."Bakatmu, sepertinya menurun pada ana

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 348 Sudah Terbiasa

    Sebelum ke kamar Teh Niken, aku harus melewati kamar utama terlebih dahulu, kamar emak dan bapak. Terdengar suara dari dalam kamar emak, suara-suara yang sering kudengar dari semenjak aku kecil, entah itu dari kamar Teh Astuti atau pun dari kamar Teh Niken, begitupun kamar emak. Aku benar-benar sudah terbiasa, tidak lagi merasa aneh.Kuketuk pintu kamar Teh Niken perlahan, sembari memanggil-manggil namanya."Teh ... teteh ... ini Sarah, Teh." Terus saja aku memanggil, sembari mengetuk daun pintu."Ada apa, Sar." Terdengar jawaban dari dalam kamar."Sarah ingin bicara, Teh," ucapku lagi. Sambil terus mengetuk-ngetuk pintu kamarnya pelan."Kamu mau bicara apa?" tanyanya lagi, sedikit serak suaranya terdengar."Ijinkan Sarah masuk dulu, Teh, sebentar saja," pintaku pelan, kepada si teteh. Perlahan pintu kamar pun terbuka, tetapi tanpa menyuruh masuk, Teh Niken langsung berbalik kembali, dan duduk di sisi ranjangnya, matanya terlihat sembab, sepertinya dia baru saja selesai menangis. Aku

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 349 Hadiah Istimewa

    Seperti yang sudah-sudah, kedatangan tamu bermobil mewah apalagi bernomor seri plat B, akan membuat keramaian tersendiri. Satu persatu para tetangga, terutama kaum wanita mulai berdatangan, tepat di saat Om Gunadi dan Om Tito mulai turun dari kendaraannya. Godaan-godaan genit nan merayu pun langsung terdengar, ditambah dengan suara cekikikan genit khas perempuan."Sarah apa kabar?" tanya Om Gunadi, tepat saat langkah kakinya mulai menjejak di teras rumah. Aku tersenyum tipis, mengangguk pelan. "Ba-baik, Om."Terlihat, kedua tangan Om Tito yang berdiri di belakang Om Gunadi, menenteng dua kantong plastik belanjaan ukuran besar, yang aku tidak tahu apa isinya."Duduk dulu, Om." Aku mempersilahkan kedua tamu dari Jakarta itu untuk duduk terlebih dahulu di bangku teras rumah, mereka pun mengikuti saranku. "Mau minum apa, Om?" tanyaku kepada mereka berdua."Tidak usah Sarah, kami baru saja minum. Oh, iya, emakmu mana?" tanya Om Gunadi, sementara aku masih berdiri di hadapan mereka, dan Om

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 350 Nikmati Kapan Saja

    "Hal itu akan saya bicarakan nanti, Bu. Saya ingin bicara dengan Sarah terlebih dahulu," jawab Om Gunadi, dan emak tidak berani untuk memaksa, lantas kembali menemui tetangga yang masih berkerumun di halaman depan rumah. "Memangnya, perasaan Om Gunadi seperti apa?" tanyaku pelan, aku tidak paham tentang perasaan, yang aku tahu dan aku rasakan, ada rasa sakit saat Zulham berjalan menjauh, dengan kepala yang menunduk, dan langkahnya yang gontai.'Apakah hati Zulham juga merasakan sesakit ini? Atau mungkin dia lebih sakit' tanya hatiku."Rasanya, selalu ingin ketemu dengan, Sarah," jawabnya. Senyumnya merekah. "Oh, iya, saya punya hadiah buat Sarah." Sembari Om Gunadi mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Aku terus saja memperhatikannya.Gunadi lantas memberikan kepadaku, sebentuk kotak persegi empat berukuran lumayan besar, dengan kulit seperti beludru berwarna merah darah. Terkesan indah dan mahal."Ini apa, Om?" Gunadi tersenyum, wajah kami terasa sangat dekat, tubuhnya pun tercium ar

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 351 Layaknya Seorang Ratu

    Aku pasrah, tidak tahu harus memberikan alasan apa untuk menolak mencium Kang Gunadi, selain hanya mengikuti perintah emak. Aku pun memang harus berterima kasih atas pemberian benda berharga berupa kalung emas untukku. Kang Gunadi memperlakukan aku layaknya seorang ratu. Kupejamkan mataku dan mulai mendekati bibirku ke pipi Kang Gunadi. Hampir saja pipi itu tersentuh lembut, mendadak terdengar suara perempuan dan anak-anak yang berteriak kencang karena ketakutan. Mereka yang tadinya banyak berkerumun di depan rumahku, kemudian pada lari berhamburan tunggang langgang. Suasana benar-benar tidak terkendali. Reflek kutarik kembali wajahku sebelum sempat menyentuh pipi Kang Gunadi. Terlihat jelas kekecewaan pada raut wajah pengusaha kaya dari Jakarta tersebut. Aku, emak,dan Kang Gunadi, lantas berdiri kemudian menghambur ke sisi pembatas teras rumah. Sebuah perkelahian sedang terjadi. Bukan, bukan sebuah perkelahian, tetapi lebih tepatnya sebuah peristiwa pengeroyokan. Terlihat satu oran

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 352 Rencana Baru

    "Kamu menemui pemuda yang bernama Zulham itu, ya, Sarah." Emak masih tidak percaya dengan ucapanku, berhenti sesaat menatapku dalam. Tetapi cepat-cepat kumenarik tangan emak, bersikap seolah-olah ingin segera menemui Kang Gunadi."Ayuk, Mak, cepetan dikit atuh," ucapku, malah sekarang aku yang seperti sedang menyeret-nyeret emak untuk berjalan sedikit lebih cepat. Dan untungnya, emak hanya mengikuti saja tidak lagi mengajakku bicara. Om Gunadi, yang sekarang kupanggil dengan kata akang di depan namanya, terlihat masih terduduk di bangku teras rumah, membelakangi kami yang datang dari arah halaman. Tempat di mana kendaraan mewah Kang Gunadi terparkir. Ternyata masih ramai seperti sedia kala. Satu per satu, warga mulai berkumpul kembali. Kebanyakan membicarakan tentang keributan tadi, berbicara dengan bahasa asli suku mayoritas di kampung ini.Kang Gunadi menoleh, tepat di saat aku dan emak mulai menginjak lantai teras rumah. Tidak berbicara ataupun bertanya, hanya melempar senyum saja

Bab terbaru

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 394 Waktu Terbaik

    Dli, Aku mau ijin ke kamar kecil sebentar?" ucap Irma langsung berdiri dari tempat duduknya. "Lurus saja, Ma. Pintu kedua di sebelah kanan, kamar mandi buat tamu," jawab Fadli, wajahnya mengarah ke lorong dalam rumah. "Saya permisi sebentar, Tante." Si nyonya besar hanya mengangguk saja, dan Irma pun langsung berjalan ke arah yang ditunjukkan oleh Fadli.Sebenarnya, Irma tidak ingin buang air kecil ataupun besar. Dia hanya ingin menghindar sebentar. Ucapan dan pertanyaan dari ibunya Fadli dan Fadlan sungguh membuatnya sangat tidak nyaman. Dirinya merasa direndahkan dan tidak dihargai hanya karena seragam dan pekerjaannya yang sekarang. Irma sangat mencintai pekerjaannya, karena dari hasil kerjanya dia bisa membantu perekonomian keluarganya. Biaya sekolah ketiga adiknya, juga untuk merenovasi rumah. Walaupun tidak sekaya jika dibandingkan dengan Fadli, tetapi Irma adalah wanita yang mandiri. Kekayaan atau harta yang dimiliki pria bukanlah prioritasnya sekarang ini dalam mencari pas

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 393 Seperti Terdakwa

    Irma bisa melihat, jika tatapan Fadli yang berdiri di sampingnya banyak menyimpan kemarahan terhadap saudara kembarnya, Fadlan. Kegeraman terlihat jelas pada wajahnya. Irma sungguh tidak ingin terjadi sesuatu hal yang tidak dia inginkan, ditambah lagi ada ibu dari mereka berdua.Irma berucap pelan kepada Fadli, dan tidak ingin Fadlan ikut mendengarkan."Jika kamu sampai berkelahi dengan Fadlan, jangan harap aku akan sudi bertemu denganmu lagi, Dli? ucapnya tegas, lalu tersenyum manis kepada Fadli. Sesaat Fadli diam tertegun, lalu dia mengangguk."Yuk, masuk, Ma," ajaknya lagi kepada Irma, sambil tangan kanannya menuntun Niken sang keponakan. Fadli langsung masuk ke dalam rumah tanpa menegur Fadlan, berpura-pura sibuk berbicara dengan Niken sambil berjalan. Sementara Irma berhenti tepat di depan Fadlan, menegur terlebih dahulu."Bagaimana kabarmu, Fad?" tegur Irma, dan entah kenapa, hatinya mulai merasakan tidak nyaman dengan Fadlan. Mungkin penyebab utamanya karena fitnah yang dia lak

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 392 Pernah Menggugat Tuhan

    Siapa yang sudah berbohong terhadap dirinya, Fadli ataukah Fadlan? Siapa pula yang harus dia percaya di antara keduanya? Jika memang Fadlan yang sudah berbohong, apa maksud dan tujuannya? Irma benar-benar dibuat bingung setelah mendengarkan penjelasan versi Fadli. Namun, jika ternyata Fadlan yang sudah berbohong dan sengaja untuk menjelekkan juga memfitnah saudara kembarnya tersebut, betapa Irma akan sangat kecewa terhadapnya. Fadlan bilang jika Fadli sudah berkeluarga dan juga memiliki satu anak perempuan yang seumuran dengan putrinya, namun Fadli bilang jika istri sudah meninggal dunia, bahkan menjelaskannya dengan mata yang berkaca-kaca. "Istrimu sudah meninggal, Dli?" tanya Irma, dia memutuskan untuk tidak lagi membahas tentang perbedaan keterangan antara Fadli dan Fadlan. Siapa yang sudah berbohong dan siapa yang sudah berbicara jujur di antara mereka. Fadli mengangguk, membenarkan pertanyaan Irma. "Meninggal bersama dengan anakku di dalam kandungan," jelas Fadli, raut kesedi

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 391 Siapa yang Harus Dipercaya

    Fadli malah terlihat seperti orang bingung, macam tidak paham apa yang sudah diucapkan oleh Irma. "Kamu sebenarnya bicara apa sih, Ma? Beneran, aku nggak paham," jawab Fadli, menatap wajah Irma dalam. Kembali dia lanjut bicara. "Benci? Musuhan? Sama siapa? Aku musuhan dan benci sama Fadlan gitu maksudnya, kamu?" tanyanya ke Irma. "Maaf, jika aku salah dan dianggap kegeeran, tapi menurut Fadlan seperti itu."Fadli menatap Irma dalam, bukan maksudnya untuk tidak mengakui, tapi itu peristiwa sudah beberapa tahun yang lalu, yang bahkan usia mereka waktu itu masih berumur belasan. "Dulu saat kita masih satu sekolah, iya, Korma. Aku memang sempat marah dengan Fadlan, karena aku yang dekat denganmu dari kelas satu, Tiba-tiba saat kelas tiga, dia main serobot aja." Fadli tertawa, ingatannya seperti sedang kembali ke masa lalu. Kembali dia bicara. "Saat dulu itu memang bukan salah kamu, bukan juga salah Fadlan. Aku saja yang dulu tidak punya keberanian untuk bicara langsung terhadapmu. "

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 390 Masa Lalu yang Belum Selesai

    Pria yang ingin bertemu dengannya jelas memang Fadli. Karena, memang hanya Fadli yang dulu memanggilnya dengan sebutan korma. Entah kenapa, badan Irma langsung terasa gemetar."Irma, kenapa bengong saja di dekat pintu, Masuk? itu temui Pak Fadli," teguran dari Pak Benny menyadarkan Irma dari terkesima. Kehadiran saudara kembar dari Fadlan ini jelas di luar perkiraannya. Dari mana Fadli bisa tahu jika Irma bekerja di pabrik ini? Terus, darimana Fadli bisa kenal pemilik perusahaan ini. Sampai-sampai Pak Benny pun sangat respect terhadapnya. "Ba-baik, Pak?" jawab Irma atas teguran atasannya itu, namun sebelum mendekati Fadli, justru Fadli yang langsung berbicara dengan Pak Benny. "Pak Benny, saya ijin mau ajak teman SMA saya ini, Irma, untuk makan siang.""Boleh, Pak, silakan," jawab kepala pabrik itu cepat, langsung memperbolehkan. Perlakuan Pak Benny terhadap Fadli cukup membuat Irma heran, betapa sangat hormatnya atasannya itu kepada Fadli. "Irma, kamu diajak makan siang sama Pak

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 389 Tamu Yang Ingin Bertemu

    [ Assalamu'alaikum, Fad. Aku sudah memutuskan, sebelum urusan dengan istrimu selesai, aku minta, jangan temui aku dulu. Aku harap, kamu bisa memahami dan mengerti dengan keputusan yang sudah kuambil ini.]Selesai mengirimkan pesan, Irma lantas memblokir nomor Fadlan di aplikasi WA miliknya, bahkan memblokirnya juga di kontak teleponnya. Padahal, baru hari ini Irma memiliki nomor handphone mantan cinta pertamanya itu. Meletakkan hapenya di atas meja rias samping tempat tidurnya, lalu membaringkan tubuhnya di dipan tidur miliknya. Kembali teringat peristiwa saat di ropang tadi, betapa hatinya sangat sakit dianggap sebagai penyebab rusaknya rumah tangga seseorang. Pelakor, demi Tuhan Irma bukan seperti itu, dia lebih baik tetap menyendiri seperti ini daripada jadi perusak rumah tangga orang. Dalam perasaan yang resah, rasa kantuk mulai datang menyergap, karena Irma memang tidak terbiasa tidur terlalu telat. ÷÷÷Tiga hari setelah peristiwa penyiraman kopi oleh Agnes, dan akhirnya beru

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 388 Tangisan Seorang Ibu

    "Mengapa sampai saat ini kamu belum juga menikah, Ir. Apakah itu semua karena aku?"Udara malam di pantai ini semakin dingin, ditambah lagi dengan anginnya yang kencang. Irma sampai mensidakepkan kedua tangannya karena hawa dingin tersebut, ditambah terkena basahan cokelat tadi, walaupun dia sudah berganti pakaian. Setelah cukup lama terdiam, Irma mulai menjawab pertanyaan Fadlan. "Aku harus menjawab apa, Fad? Jika aku bilang mungkin memang sudah garis hidupku dari Allah seperti ini, salah tidak?"Sesaat Fadlan terdiam, karena memang apa yang Irma katakan itu benar adanya. "Tidak, Ir, kamu tidak salah. Hidup, mati, dan jodoh memang urusan Allah 'kan?" "Hmm ... hanya satu hal yang bisa aku jawab dengan jujur dan sebenarnya. Dan itu sudah kujawab saat di rumah tadi. Apa aku harus mengulanginya lagi?" tanya Irma lagi. "Jika kamu tidak keberatan?""Kamu adalah kekasih yang pertama, Fad, dan sampai saat ini aku belum pernah berteman dekat lagi dengan pria lain," jawab Irma, ada nada get

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 387 Sudah Berselingkuh

    Part 12Fadlan terdiam, mendengar pertanyaan Irma, tatapannya masih menghadap ke tengah lautan yang terlihat temaram, terkena pantulan cahaya rembulan. Angin laut masih berembus kencang. Terlihat Fadlan menarik nafasnya sejenak, sembari matanya terpejam, lalu dilepaskan perlahan."Agnes sudah berselingkuh," jawabnya singkat.Lalu mengambil kopinya, dan menghirupnya perlahan."Kamu menyaksikan sendiri?" tanya Irma."Maksudnya?" jawab Fadlan"Maksudku, kamu menyaksikan sendiri perselingkuhan tersebut?" tanya Irma lagi."Tidak," jawab Fadlan, masih singkat. Tatapannya lalu beralih ke arah Irma."Aku menemukan chat-chat pribadinya dengan pria lain," jelas Fadlan."Maksud chat pribadi, seperti apa?""Chat-chat mesranya dengan pria lain." Jemarinya mengusap pelan wajahnya."Kamu kenal, siapa pria yang kamu maksud?" Irma masih terus mengejar. Bukannya Irma ingin kepo dengan masalah orang lain, tetapi ... Fadlan sendiri yang sudah berjanji, ingin menceritakan tentang masalah keluarganya."Ya,

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Part 386 Menyimpan Amarah

    Terlihat dari raut wajah dan tatapan matanya, jika wanita yang menganggap Irma sebagai perempuan gatel itu sedang menyimpan amarah, ada dua wanita lagi di belakangnya, sepertinya kawan dari calon mantan istrinya Fadlan.Irma hanya diam termangu, saat perempuan itu melabraknya. Fadlan langsung berdiri."Udah, Nes. Perempuan perusak mah, jambak aja rambutnya," ucap salah satu kawannya."Iya, ga usah takut, apa perlu gue bantuin hajar nih pelakor," tuduh kawannya yang satu lagi kepada Irma. Dua orang kawan-kawannya, malah memanas-manasi calon mantan Fadlan tersebut."Hai ... hai, kerjaan kalian jangan bisanya manas-manasin ya. Hai ... Agnes! Irma tidak ada hubungannya dengan masalah pribadi kita, aku bertemu Irma, baru seminggu ini. Sedangkan masalah di antara kita berdua, sudah berjalan berbulan-bulan. Jadi jika kamu menuduh Irma sebagai orang ke tiga di antara hubungan kita, kamu salah alamat," ucap Fadlan tegas. Irma tetap terdiam, dia bingung, harus bersikap seperti apa."Gue seperti

DMCA.com Protection Status