Dasar sial, begini nasib jadi orang miskin! Zaki mengeluh dalam hati, angan-angannya hari ini ke kampung halaman istri mengendarai Pajero sport, ternyata malamnya Nadin bilang dia sudah memesan tiket bus ke kampungnya. Dan sekarang, beginilah nasib lelaki itu, untuk tersenyum saja rasanya sangat berat dan menyiksa. Mereka naik bus bukan bus kelas bisnis atau eksekutif, tapi mini bus kelas ekonomi yang tidak ada AC nya, bangkunya sempit dan kondisinya berjubel, tidak kebayang bau yang terkuat dari dalam kendaraan kotak ini, apek, asam dan gado-gado bau tak sedap. Lelaki itu melirik ke arah Nadin dengan tatapan datar dan sebal, tetapi yang ditatap senang malah senang saja, gadis itu malah sibuk bercengkrama dengan penumpang di sebelahnya dengan wajah ramah dan sumringah, sedangkan Zaki yang berada di dekat jendela hanya mendengus kesal, dia hanya mengeluarkan ponselnya mengecek beberapa email yang masuk. "Mas, lihat sini!" seru Nadin Ceklek Gadis itu mengarahkan ponselnya ke arah m
"Mas!" pekik Nadin dengan terkejut.Namun Zaki tidak peduli, dia perlu merilekskan otak dan tubuhnya yang dipaksa bekerja keras untuk menerima keadaan ini, sehingga secara agresif lelaki itu terus melumat bibir ranum gadis itu, terasa begitu nikmat dan kenyal. Galau di hati lelaki itu seketika membaik, berubah keceriaan dan kesenangan yang tidak bisa disesuaikan dengan kata-kata, ternyata bahagia itu sederhana, tidak perlu fasilitas mewah atau uang yang banyak. Zaki baru melepas pagutannya ketika Nadin mulai kehabisan napas, dahi keduanya saling menempel dan napas mereka memburu dan terengah-engah. Ketika napas Nadin mulai stabil, lelaki itu kembali mendekatkan bibirnya ke arah bibir gadis itu, namun belum sempat menyentuh bibir ranum itu, sebuah tangan menghalangi laju bibirnya untuk mendekat. "Mas ....""Kenapa?" "Ini tidak benar, bukankah diperjanjikan kita tidak ada kontak fisik?""Itu jika kau tidak mengijinkannya.""Apa aku mengijinkannya?""Kau tidak menolaknya.""Bagaimana
Nadin dan Zaki membersihkan tubuh dan salat Zuhur dahulu di masjid, mereka mengamankan pakaian couple yang dibelikan oleh Fahmi kemarin, sebuah sebuah kemeja batik dan gamis batik warna biru navi, entah bagaimana cara asistennya itu menemukan pakaian ini, bagi Zaki yang penting urusan langsung beres, walaupun dia tidak mau tahu bagaimana Fahmi mencari dengan memutari semua toko batik di seluruh kota."Sayang, pakaian ini benar-benar pas di tubuhmu," puji Zaki ketika melihat penampilan istrinya."Iya, Mas. Kok bisa pas gini, ya? Kamu pinter milihnya, warnanya juga cerah dan elegan, sepertinya baju ini mahal harganya, Mas." Nadinmengamati penampilannya dari kaca masjid, dia sendiri tidak menyangka jika Zaki seperhatian ini, kemarin dia bahkan merasa sangat surprise ketika lelaki itu memberikan paper bag berisi baju ini."Ah, gak mahal, kok. Aku beli online, sudah seminggu yang lalu kupesan.""Baju kamu juga pas, terlihat gagah kamu pakai baju ini, Mas."Duh, senengnya Zaki dipuji begin
Zaki memang sudah lapar, bagaimanapun dia belum makan apapun sejak sarapan jam enam pagi tadi, begitu juga dengan Nadin. Ketika sampai ditempat pesta, tentu yang dicari duluan adalah makanan. Ada berbagai menu makanan yang enak-enak di meja prasmanan. Ada rendang sapi, ikan gurame bakar, ayam kecap, sayur capcay dan ada acara mentimun, di meja lain juga terhidang soto ayam dan berbagai kue-kue basah dan es mentimun segar. "Ambil makan yang banyak, dari pagi kau belum makan, Sayang," ujar Zaki dengan lemah lembut pada wanita disampingnya tatkala Nadin hanya mengambil makanan sangat sedikit. Pipi Nadin memerah mendengar sapaan sayang yang dilontarkan lelaki disampingnya ini, beberapa gadis yang Nadin kenal yang kini tengah menunggu prasmanan juga ikut tersipu mendengar sapaan mesra tersebut, mereka ikut menggoda gadis itu lewat tatapan. "Mbak, Nadin. Suaminya, ya?" Nadin hanya mengangguk ringan, biar bagaimanapun pernikahan kontroversialnya sudah tersebar di seluruh desa. Zaki denga
"Kak Zoya apa kabar?" tanya Nadin hanya sekedar basa-basi. "Baik." Zoya menelisik penampilan Nadin yang terlihat luar biasa sehingga membuat Nadin merasa risih. Nadin memang memiliki kecantikan yang alami, namun sekarang aura Nadin terlihat lebih bersinar, apa benar yang dikatakan Adam? Zoya tidak tahan untuk tidak menanyakan hal ini pada Nadin. "Nadin, apa sebenarnya yang tidak dimiliki oleh Bang Adam tetapi dimiliki oleh lelaki itu sehingga kau bisa berpaling pada lelaki itu, kau sampai tega mengkhianati abangku?" "Apa?" Nadin yang tengah mengunyah makanan seketika tersedak mendengar perkataan Zoya. Kurang ajar Adam, rupanya dia sengaja merusak namaku dan membersihkan namanya, ya? Nadin menggerang kesal. "Jadi, itu yang dikatakan Adam pada kalian? Di sini aku yang telah mengkhianatinya?" Bibir Nadin menipis, bahkan ekspresi kesal tergambar jelas di wajahnya. "Kami mengira dulu kau gadis yang baik, ibuku bahkan sangat suka kepadamu, tetapi sekarang dia sangat kecewa kepadamu,
Sementara itu, Chika dan Adam menerima ucapan selamat dari para undangan dengan senyum bahagia. Apa yang Chika cita-citakan akhirnya tercapai, bagaimana tidak jumawa gadis itu, setiap apa yang dia inginkannya akan dengan mudah didapatkannya, begitu juga dengan lelaki yang diinginkannya. Dari dulu Chika sudah menyukai Adam, bukan itu sebenarnya, tetapi karena Adam pacarnya Nadin, makanya Chika menyukainya juga. Entah kenapa Chika selaku punya obsesi untuk memiliki apapun yang dimiliki saudara tirinya itu, yang jelas Chika tidak suka Nadin bahagia. Awalnya Chika biasa saja melihat Adam, namun ketika Adam lulus kuliah dan lulus PNS, obsesi Chika terhadap lelaki itu semakin besar, apalagi mereka ditemukan di kantor yang sama, karena Chika bekerja di sana sebagai tenaga honorer, tekad Chika semakin besar, dia mendekati Adam dengan intensif, sehingga kedekatan dia bangun bisa merobohkan pertahanan Adam. Chika yang mengetahui bahwa selama ini Adam berpacaran dengan Nadin tanpa sentuhan nafs
"Kalian gak perlu ngucapin selamat segala! Lebih baik cepat ke belakang, kalian bantu cuci piring, cepat sana!" Hardik Kumala dengan suara yang ditekan sedemikian dalam."Cepat, sana!" Sentak Mala ketika melihat Zaki dan Nadin bergeming di hadapan mereka.Uraian antrian terlihat panjang dibelakang mereka, Suhendri tersenyum pada orang-orang tetapi menatap sangat pada anak dan menantunya. "Dengar kata Mama kalian, cepat pergi ke belakang kalau memang menganggap kami keluarga," ujar Suhendri dengan mimik yang diusahakan baik-baik saja.Zaki mengamit tangan istrinya berjalan melewati mertuanya tersebut menuju ke arah mempelai, tanpa bersalaman dengan keduanya.Sampai di depan Adam dan Chika, Zaki memasang wajah se-elegan mungkin, senyum formal yang biasa diberikan pada klien, sengaja dia pasang di sini. "Senyum, jangan sampai kau terlihat sedih, ya?" bisik Zaki pada Nadin.Wajah Nadin yang sempat pias, berusaha dia buat senyum seolah-olah pernikahan Adam dan Chika tidak mempengaruhinya
"Kita langsung pulang," ujar Zaki setelah mereka turun dari panggung, digandengnya tangan Nadin seolah enggan melepaskan. "Oke," balas Nadin. Mereka berjalan dengan acuh tak acuh, tidak menghiraukan keadaan sekitarnya lagi, bahkan mereka enggan menoleh lagi ke belakang. "Lah, itu Nadin sama suaminya mau ke mana, Pa?" gerutu Mala ketika memperhatikan anak tirinya yang terus berjalan ke gerbang tenda. "Mereka nggak ke belakang? Benar-benar anak itu, ya?" Kembali wanita itu mengomel dengan jengkel. Suhendri yang melihat semua itu juga merasa jengkel, tetapi lelaki itu hanya diam saja menahannya emosi, sedang Mala sibuk mengambil ponselnya dan menghubungi anak bungsunya. "Biar Sumi, Nadin pulang dulu, ya?" ujar Nadin setelah di gerbang bertemu dengan Sumi. "Loh, kalian tidak menginap?" "Tidak, kami akan langsung pulang, di sana banyak kerjaan, lagi pula ini bukan hari libur," jawab Nadin dengan sopan memeluk wanita itu. "Aduh, kalian pasti capek pulang pergi ke kota provinsi, na
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b