Rasanya Zaki belum pernah merasa sekenyang ini selama hidupnya memakan sarapan, kalau begini terus berat badannya bisa-bisa naik tak terkendali. Lelaki itu turun dari ojek online dan masuk ke bangunan rumah yang cukup mewah. "Bos, kok masuk kerja? Bukannya hari ini masih suasana bulan madu?" goda Fahmi dengan senyuman menggodanya."Bulan madu kepala lu!" dengus Zaki sambil menghempaskan tubuhnya ke kursi kerja.Fahmi justru terkekeh mendengar umpatan bosnya itu."Kapan rencananya pindah ke kantor baru?" tanya Zaki, kepalanya itu mendongak menatap langit-langit."Sebagian staf sudah pindah ke sana, Bos. Hari ini sudah mulai perekrutan karyawan baru, secara bertahap kita akan segera pindah ke sana," jawab Fahmi."Baguslah, tolong usahakan dalam waktu dua hari ini rumah ini sudah dikosongkan.""Baik, Bos.""Kalau rumah ini sudah dikosongkan, segera kau cari desain interior, buat rumah ini seperti rumah tinggal yang indah.""Baik, Bos."Zaki masih dalam posisi semula, kali ini matanya ba
Fahmi mendongakkan wajahnya melihat kandidat yang masuk ke ruangan, jelas sekali wajahnya terkejut melihat seseorang yang masuk ke ruangan, begitu juga dengan kandidat pegawai yang tengah melangkah ke kursi Tunggal yang disediakan di depannya.Dengan kuat tangan Fahmi menyenggol lengan Zaki, lelaki itu sedang asyik melihat ponselnya, mengutak-atik sebuah aplikasi yang pernah dia kembangkan dan sekarang menjadi trend di kalangan traveler di kawasan Asia."Bos, lihat siapa yang datang," bisik Fahmi merasa lelaki di sampingnya tidak merespon aksinya tadi.Zaki melirik sekilas ke depan, namun matanya segera melebar menatap gadis di hadapannya."Bukankah dia temannya Nadin?""Iya, sekarang bagaimana Bos mau bersikap? Apa harus dibongkar saja status Bos yang sebenarnya?""Kau gila! Kau yang harus berperan menjadi Bos di sini.""Sebaiknya tidak perlu kita terima saja.""Itu malah lebih beresiko, dia akan segera membongkar penyamaranku pada Nadin, terima saja, tetapi ancam saja untuk tidak me
Ketika Nadin akan pulang dari kampus, dia sempatkan bertemu dengan Shintia di perpustakaan. Nadin mengabarkan jika ada beberapa data yang harus diperbaiki hingga dia bisa seminar hasil, setelah seminar hasil nanti maka sidang skripsi sudah bisa diajukan. Sedangkan Shintia yang bahkan belum melakukan penelitian merasa senang untuk temannya sekaligus sedih untuk dirinya sendiri karena sudah tertinggal jauh dengan teman dekatnya ini."Ayo dong bantuin aku untuk mencari referensi untuk bahan penelitianku nanti, aku bahkan belum menyiapkan lembar observasi masih banyak yang harus aku siapkan," keluh Shintia."Tenangkan dirimu dulu, Shin. Aku yakin jika kau tekun pasti akan melalui proses tersebut, ayo semangat!""Aku kok kesulitan banget menggarap skripsi ini, gak seperti Assyifa, anak itu kayaknya enteng saja sampai ujug-ujug saja sudah di wisuda," keluh Shintia lagi."Kesulitan orang beda-beda dong, Shin. Itu rezeki dia, bahkan sekarang dia baru saja habis wawancara kerja.""Oh ya? Mudah
Setelah obrolan berlangsung kurang lebih lima menit, mereka dikejutkan oleh deheman seseorang. Secara serentak mereka menoleh pada sumber suara, di sana tela berdiri seorang lelaki gagah dengan rambut cepak, tubuhnya yang tinggi berisi dengan kulit coklat tua membuat kesan maskulin terpampang nyata, rahang yang keras, mengesankan jika lelaki ini seorang yang tegas dan berpendirian teguh."Nadin sudah datang?" tanya lelaki itu "Sudah, Pak. Saya Nadin.""Perkenalkan semuanya, saya Firman. Sepeti yang kalian tahu, saya suaminya almarhum Mariani. Selama ini saya bekerja di kapal pesiar perairan internasional sebagai chief, rencananya tahun ini saya akan berhenti bekerja dan mengelola cafe ini bersama istri saya, namun sebelum saya resign, istri saya keburu dipanggil Tuhan.""Sekarang saya di sini bermaksud akan membuka lagi cafe ini dan meminta kalian semua kembali bekerja lagi di sini. Dari lima belas karyawan cafe, hanya delapan orang yang bisa datang. Nanti kekurangan karyawan akan sa
"Ha? Oh iya ... Iya, aku belanja tadi, aku mandi dulu, ya?" jawab lelaki itu dengan gugup.Belanja? Belanja sembako dan sayuran? Dalan mimpi-pun Zaki tidak akan melakukan itu."Fahmi, berlebihan banget kamu. Tadi cuma kusuruh transfer uang belanja ke rekening Nadin, kok malah dibelanjakan," gerutu Zaki saat menelpon asistennya itu."Lah, saya bingung, Bos. Bos nyuruh transfer tapi nomor rekening Nadin berapa? Jadi tadi aku belanjakan saja, sekalian nyari motor tadi. Maaf saja bos, seken yang bagus harga lima juta gak ada. Adanya itu, Supra x 125 helm in warna biru, itu tahunnya masih muda, harganya tiga belas juta. Yang yang lain jelek-jelek.""Jelek dikit ya gak papa, tadi Nadin jadi curiga kalau harga motornya di atas sepuluh juta, untung aku masih bisa ngeles. Kamu ini kalau dikasih perintah kok gak becus terus, sih?"Zaki sebenarnya ingin marah-marah dengan suara bentakan, namun karena ini di rumah kontrakannya, lelaki itu sebisa mungkin mengendalikan suaranya agar tidak terdengar
Assyifa sudah bekerja selama dua hari di kantor ini, dia menempati ruangan di lantai satu di bawah bimbingan seorang senior bernama Nuryani setelah sehari setelah wawancara dia mendapat panggilan kerja.Di bagian keuangan hanya terdiri tiga orang, Nuryani, Assyifa dan seorang lelaki bernama Burhan. Nuryani sudah bekerja di perusahaan ini selama tiga tahun, wanita itu sudah mahir dalam mengelola keuangan perusahaan, menempatkan pos-pos dana secara tepat. Walau begitu, Nuryani juga tidak bisa mengcover semua pekerjaan sehingga dia membutuhkan pekerja tambahan yang dapat membantunya dalam merekap dana masuk dan sana keluar, membuat laporan keuangan bulanan dan tahunan. Sedangkan Burhan pekerjaaannya mengatur gaji karyawan dan pimpinan, membagi keuntungan dengan pemegang saham."Ayo kita makan siang dulu, FA," ujar Nuryani sambil menepuk bahu gadis itu"Sebentar, Mbak. Ini nanggung," jawab Assyifa."Sudah, selesaikan nanti setelaha istirahat. Ayo, nanti keburu jam makan siang berakhir. Ak
"Gak lihat bagaimana ekspresi teman Nadin ketika melihatmu, Bos?" tanya Fahmi ketika mereka sudah masuk ke ruangan Zaki. "Nggak lihat, tu? Memang kenapa?" "Emang gak ada pedulinya kamu tuh." "Emang kenapa, sih? Ngomong itu yang jelas." Fahmi hanya menghela napas kesal, begini nih, bosnya ini selalu tidak peduli dengan sekitarnya, padahal dia kan sedang memerankan sosok yang berbeda dengan kesehariannya, harusnya lelaki ini peka sedikit dengan situasi tersebut. "Aku rasa temannya Nadin sudah tahu siapa kamu, Bos. Terus bagaimana selanjutnya?" "Alah, gampang itu, kau panggil saja temannya Nadin ke sini, ancaman dia jangan ngasih tahu Nadin, kalau sampai dia yang membocorkan pecat saja." "Kalau dia tidak takut dipecat gimana?" "Manalah seperti itu, kebanyakan orang pasti takut dipecat. Percayalah, dia pasti milih pekerjaannya daripada sahabatnya itu." Dengan percaya diri Zaki mengatakan semua itu, membuat Fahmi tidak bisa berkata-kata lagi. Memang orang satu ini cenderung memilik
Sementara Nadin sudah mulai bekerja menjadi koki di cafe milik Firman. Bekerja dengan bos yang memiliki ambisi besar sungguh membuat adrenalinnya terpacu dengan cepat. Setiap hari Nadin tak kenal lelah menyiapkan hidangan lokal sesuai kemampuannya, sementara Firman menyiapkan hidangan western. Kesibukan di dapur dengan nuansa khasnya menjadi irama kehidupan sendiri, suara spatula yang bergesekan dengan wajan, suara semburan api dari kompor, suara gemericik minyak dan aroma bumbu yang menguar, suara Rani yang cempreng yang selalu meneriakan menu pesanan pelanggan. Suasana dapur yang serius, tidak ada pembicaraan selain menu masakan mereka, atau kata motivasi agar pesanan segera dibuat. "Nasi ayam panggang dua pakai sambal terasi dan cah kangkung," teriak Rani. "Ayamnya sudah habis, tinggal nila bakar," jawab Nadin. "Duh, baru jam segini kok sudah habis! Ini ada lagi, dinding belut tiga porsi, ditambah gulai nangka muda," Rani kembali bersuara. "Sudah kubilang, menu yang ada tinggal
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b