"Banyak yang tidak kau tahu tentang peristiwa itu, Nak. Sebaiknya Mama harus memberi tahumu tentang fakta enam belas tahun yang lalu. Fakta tentang Kematian Papa." Nuraini mengatakan itu dengan tatapan yang menerawang jauh, membuat wanita itu seolah-olah berada di tempat yang tidak terjangkau. "Maksud Mama apa?" tanya Zaki dengan rasa penasaran yang tinggi."Mama akan bertanya satu hal, kenapa kau yakin bahwa Nadin pemilik kalung itu terlepas dari inisial di kalung gembok itu?" "Waktu itu, Zaki diantar om Naryo ke sekolah, dia mengatakan jika ada apa-apa dengan Papa, Zaki harus menemukan pemilik liontin kunci itu, apapun yang terjadi, karena pemilik liontin itu adalah anak dari penjahat yang akan menghancurkan Papa. Jika sudah menemukannya, maka aku bisa membalaskan dendam Papa. Bukankah perkataan orang yang akan meninggal itu benar? Setelah mengatakan itu om Naryo langsung meninggal sorenya."HufffhhNuraini hanya menghela napas berat, dia sudah salah mengira, kenapa Naryo mengatak
Zaki terpaksa menghubungi Fahmi lagi, pertemuan dengan ibunya tidak cukup hanya satu jam. Dia terpaksa menjadwal ulang bertemu dengan manajemen mall jam empat sore selepas jam kerja.Ketika sudah jam empat sore, kedua orang itu menuju ke lantai paling atas, di mana letak kantor manajemen berada, untuk bertemu dengan seorang general manager.Setelah perundingan mereka selesai, mereka lekas turun ke lantai bawah memakai tangga eskalator."Kita mampir ke food court dulu, aku mau membeli makanan untuk Nadin," ujar Zaki."Oke, kau mau beli apa? Atau sekalian kita mampir untuk makan, aku sudah lapar.""Oke, bagusnya bawa apa ya untuk Nadin?""Bagaimana kalau makanan yang sedang viral, sosis panggang, dimsum atau yang lebih berat lagi spaghetti atau steak. Semua makanan itu bergizi untuk menunjang asupan protein anak kamu," ujar Fahmi panjang lebar."Oke, beli dimsum saja. Kita makan spaghetti saja, oke?"Mereka berdua melangkah ke gerai spaghetti di lantai dua, dengan percaya diri, Zaki dan
"Nadin?" Suara seseorang memanggil namanya. Nadin menoleh ke arah sumber suara, matanya membulat indah merasa surprise dengan kehadiran lelaki itu. "Bang Firman?!" Lelaki itu mendatangi Nadin dengan senyum sumringah, sudah lebih dari tiga bulan dia tidak bertemu dengan mantan koki cafe-nya ini, rasanya begitu rindu. "Apa kabar, Nad? Sepertinya kandunganmu sudah membesar, ya?" sapa Firman dengan wajah ramah. Rambut lelaki itu yang dulunya cepak, kini sudah tumbuh dengan lebat, disisir dengan rapi dengan belahan samping. "Baik, Bang. Ini kandunganku sudah mau masuk enam bulan jadi sudah besar. Abang sendiri bagaimana kabarnya?" "Aku, yah ... Masih begini, masih sendiri, kesepian hanya ditemani spatula dan wajan setiap hari," ujar Firman dengan perasaan resah. "Kalau begitu, Ryan dan Hadi gak terlihat sama Abang, ya? Merasa cuma ditemani sama spatula dan wajan?" Keduanya tertawa menertawakan kekonyolan masing-masing. "Tumben Abang belanja di Hypermart, biasanya belanja di pasar?"
"Oh, terima kasih kalau begitu. Tolong, kali ini jaga Nadin dengan benar, kalau kau menyia-nyiakan nya sekali lagi, aku tidak akan segan-segan merebutnya darimu!" ujar Firman sambil berlalu dari hadapan Zaki. Mendengar itu kepala Zaki terasa panas, lelaki itu mengancam akan merebut Nadin? Ngimpi saja sana! Biar bagaimanapun dia tidak akan pernah melepaskan Nadin kali ini, hanya saja dia tak menampik rasa kuatir, perasaan Nadin tentu tidak bisa dia kendalikan, bisa jadi wanita itu yang pergi dengan sendirinya. Mulai saat ini dia berjanji akan membuat wanita itu aman dan nyaman disampingnya. Sepeninggalan Firman, Nadin masih memasang wajah judes membuat Zaki semakin nelangsa, dia tadi melihat mantan istrinya ini begitu gembira bersama Firman, tetapi kenapa bersamanya terlihat sangat kesal begitu? "Kau mau menyicipi es krim? Di gerai ini es krimnya sangat enak. Es krim sangat bagus untuk berat badan bayi," tawar Zaki. "Tidak perlu! Banyak mengkonsumsi es krim juga tidak bagus, membua
Nabila berlari ke arah toilet, di sana rupanya Fahmi sudah menunggu, di depan toilet pria. Melihat gadis itu, wajah Fahmi terlihat sumringah, senyum tidak lepas dari bibirnya. Dia sudah kuatir kalau Nabila tidak memenuhi permintaannya untuk bertemu di sini. "Kamu apa-apaan sih, Mas? Kenapa membuntuti aku?" ujar Nabila dengan wajah kesal. "Kamu yang apa-apaan? Kenapa kamu jalan dengan laki-laki lain? Kamu gak menghargai aku?" balas Fahmi dengan ketus. "Loh? Memangnya kenapa kalau aku jalan dengan laki-laki lain? Toh kita gak punya hubungan apa-apa?" Nabila menyipitkan matanya menatap Fahmi dengan heran. "Apa kamu bilang? Gak punya hubungan apa-apa? Cewek kalau sudah jalan sama aku dan sudah ku-chat berulang kali itu berarti dia ada hubungan denganku. Seenaknya kamu jalan sama laki-laki lain? Dengar ya, Nabila! Kamu itu milikku! Milikku!" ujar Fahmi dengan suara ditekan. "APA?" Nabila membulatkan matanya mendengar pernyataan Fahmi yang mengklaim sepihak hubungan mereka. "Sejak kap
Waktu terus berlalu sudah dua minggu Zaki terus berusaha meluluhkan hati Nadin, memang ada perubahan, Nadin tidak seketus pada awal-awal mereka bertemu paska bercerai. Zaki sudah meminta Nadin agar pindah dari rumah Riswan ke rumah mewahnya yang dia bangun dengan biaya dua miliar itu. Namun Nadin masih enggan menerima pemberian mantan suaminya itu, sudah selama itu juga Nuraini ataupun Zaki belum bisa berterus terang pada Nadin jika mereka ibu dan anak. Riswan sendiri sudah sering menyarankan agar Nuraini berterus terang, tetapi ada saja kendala yang menghalangi mereka, intinya Nuraini belum berani mengatakannya, dia takut kehilangan Nadin. Hari ini sudah libur akhir tahun, Nadin mendapati tiga hari libur bersama, tetapi hari ini juga dia mendapat kabar jika Adam dan Chika sudah mendapat putusan sidang pengadilan agama bahwa mereka resmi bercerai. Hal itu tentu membuat Nadin tidak enak hati, masih jadi suami Chika saja Adam berani mengajarnya lagi apalagi sudah berstatus duda. "B
Nadin tidak menjawab perkataan mantan wanita tua ini, dia hanya terpaku memandangnya, sampai wanita tua itu memanggil lelaki paruh baya yang datang bersamanya."Bahtiar, panggil anak itu ke sini! Akan ku kasih pelajaran dia."Lelaki yang dipanggil Bahtiar itu langsung menuruti perintah wanita tua itu. Sedangkan Nadin hanya bisa mempersilahkan wanita itu untuk masuk, dan memintanya duduk di sofa ruang keluarga yang lebih empuk dari ruang tamu."Tunggu sebentar ya, Bu. Saya buatkan teh dulu.""Iya, gilanya satu sendok teh saja, jangan banyak-banyak," jawab wanita tua itu.Nadin membuatkan dua gelas teh dan segelas kopi untuk lelaki yang bersama wanita tua ini, lelaki itu hanya menunggu di kursi teras.Nadin juga menghidangkan kue brownies kukus yang dia buat kemarin dan dimasukkan kulkas."Kue ini kamu yang buat?" tanya wanita tua itu."Iya, Bu.""Sungguh sempurna, kamu juga pandai memasak? Besok akan kusuruh dia memindahkanmu ke rumah utama, tidak tinggal di rumah kecil seperti ini. Ka
Semua mata menatap pemuda yang baru datang dengan terbelalak, apalagi perkataan pemuda itu yang dirasa sangat tidak sopan.Nadin yang tidak nyaman dengan kedatangan mantan suaminya itu menyapa nyalang ke arah lelaki itu. Ketika Zaki datang tadi, lelaki itu melihat ada mobil Riswan terparkir di halaman dan ada juga mobil lain di sana, ketika mendapati seorang lelaki paruh baya sedang duduk di teras dia bertanya mobil siapa satunya itu, lelaki itu menjawab mobil ibunya Riswan, jadi Zaki menduga bahwa hari ini Riswan akan melamar ibunya, karena lelaki itu juga bilang di dalam ada anak-anak Riswan. Tetapi betapa terkejutnya Zaki ketika mendengar wanita tua itu mengatakan kalau dia hanya setuju jika Riswan menikah dengan Nadin. Apa-apaan itu?"Kau sudah dengar itu, Nadin? Lelaki ini dan ibunya menginginkanmu jadi istrinya. Aku tidak rela! Sudah kubilang dari kemarin agar kau ikut pulang ke rumah kita, jangan tinggal di sini lagi. Sekarang kau cepat bereskan baju-bajunya!""Mas ... Ini han
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b