Sungguh, pidato motivasi Zaki memukau semua orang, kecuali Nadin, Nabila dan Adam tentunya. Kalau Chika, wanita itu juga terpukau. Setelah berpidato, semua orang bertepuk tangan meriah. "Ampun, deh. Pantasan saja masih muda sudah sukses, ya? Orangnya cerdas gitu, kira-kira berapa sih usianya?" komentar Bu Tiari. "Kalau dilihat dari riwayat pendidikan dan kariernya sih seharusnya sudah kepala tiga," tanggap pak Giyanto. "Masak, Pak? Kalau dari wajahnya kok palingan masih dua lima, ya?" "Iya, ya? Biasanya orang yang suka berpikir keras itu cepat tua, ini kok malah awet muda. Mungkin dia enjoy melakukan pekerjaannya." "Bu Nabila, Mbak Nadin, kok diam saja dari tadi? Kalian terpukau, ya? Sampai tidak bisa berkata-kata? Tadi kalian heboh banget pengin lihat siapa CEO tampan itu?" ujar Bu Tiari. Nabila dan Nadin seketika tergagap, keduanya saling berpandangan, Nabila tersenyum masam dengan ucapan Bu Tiari sedangkan Nadin hanya diam saja. "Terpukau? Saya lebih terkejut daripada terpuk
"oh ya, Mas Zaki. Saya panggil Mas saja ya, anda begitu muda tidak enak dipanggil bapak-bapak," ujar Pak walikota. "Ya, senyaman bapak saja," jawab Zaki sambil tersenyum ramah. "Syifa, tolong ambilkan saya makan! Ambilkan juga untuk Riko," perintah Zaki pada sekretarisnya. "Baik, Pak. Pakai lauk apa, Pak?" "Pakai rendang sama sayur kalau ada, kamu apa, Ko?" tanya Zaki menatap Riko. "Saya ambil makan sendiri saja, Bos," jawab Riko sambil bangkit dari duduknya dan menuju stand makanan. "Enak sekali ya, Mas Zaki, selalu dilayani oleh sekretaris cantik," ujar Pak walikota sambil tersenyum menggoda. Syifa sebenarnya tidak secantik itu, cuma karena make up nya yang tebal dan bahunya yang ketat menampakkan bentuk tubuhnya yang seksi, maka siapa lelaki yang tidak tergoda melihatnya, apalagi lelaki hidung belang. Hanya Zaki mungkin bos yang tidak tergoda pada kemolekan tubuh gadis itu, Zaki punya standar sendiri dalam melihat wanita, gak musti mengandalkan bentuk fisik. "Hubungan saya d
Bab 105Zaki keluar ruangan makan, dengan arogannya lelaki itu tidak pamit dengan tuan rumah, Riko dan Assyifa tergopoh-gopoh mengikuti lelaki itu dari belakang. Tidak ada yang berani protes atau bertanya ada apa dengan lelaki ini, kenapa marah-marah di meja makan, tetapi mereka sudah menduga bahwa lelaki muda di sebelahnya tadi yang membuatnya marah. Ketika sampai di pintu masuk, mereka bertemu dengan Shintia yang baru mau masuk menyusul bosnya. Shintia membulatkan matanya melihat keberadaan mereka bertiga, jadi apa yang dikatakan Nabila tadi benar? Mantan suami sahabatnya yang brengsek itu ternyata datang ke sini? Apa benar dia adalah CEO Z-Teknologi?Ternyata bukan hanya Shintia yang terkejut, Zaki dan Assyifa juga terkejut, hanya Riko yang tampangnya biasa-biasa saja, karena dia tidak mengenal Shintia."Oh, ternyata tadi yang kudengar itu benar? Kamu ...," Shintia menunjuk muka Zaki dengan arogan."Ternyata kamu itu memang CEO Z-Teknologi, ya? Wah ... Wah ... Wah ... Hebat, hebat
Dengan perlahan wanita itu mengeluarkan motor matic Shintia dari barisan, mendorong sedikit dengan susah payah, petugas parkir yang hanya satu orang itu tengah sibuk juga mengatur motor yang terus berdatangan.Ketika wanita itu kesulitan mengeluarkan motor, tiba-tiba ada tangan kekar yang memegang stang motornya. Nadin sangat terkejut, matanya melebar melihat tangan itu, dia lebih terkejut lagi tangan siapa yang ada di sana. Bagaimana dia bisa di sini? Benar-benar sial! Lelaki yang memenuhi pikirannya dengan spekulasi negatif ini dan saat ini sangat ingin dihindarinya malah berdiri di depannya dengan tatapan yang entah ... Padahal dia pakai masker, kenapa lelaki ini bisa mengenali? ***** "Cepat, kita langsung ke kantor!" perintah Zaki dengan nada emosional. Bagaimana dia tidak emosi? Dia bertemu dengan orang-orang yang tidak dia harapkan. Apalagi si Adam itu, mantan kekasih Nadin! Ternyata lelaki itu masih bucin sama mantan istrinya, apa Nadin akan kembali pada lelaki itu? Bodoh s
"Kau?" Mata wanita itu membulat, seperti akan lepas dari tempatnya. Zaki tidak mempedulikan teriakan dan keterkejutan wanita ini, dia segera mengambil alih motor itu dan mengeluarkan dari parkiran, sedangkan wanita itu hanya berdiri mematung melihat aksi lelaki itu. Jelas saja Nadin terkejut dengan kehadiran lelaki ini, darimana dia tahu kalau ada Nadin di tempat ini? Nadin sudah memproteksi dirinya sedemikian rupa agar tidak ketahuan oleh lelaki ini, tidak disadari, Nadin mengelus perutnya yang mulai keras dan menonjol itu, sudut hatinya berdenyut. 'Sayang', itu papamu datang, Nak? Tapi Mama tidak akan ngasih kendor, Maafkan Mama yang akan menyembunyikan keberadaanmu dari papamu itu, biarlah kita hukum dia sama-sama ya, Nak?' Nadin bermonolog dengan dirinya sendiri dan janin dalam kandungannya. Sudah empat bulan sejak perceraian itu, baru kali ini mereka berinteraksi. Ke mana saja lelaki ini selama empat bulan ini? Apakah sebenarnya dia tidak pergi ke mana-mana? "Kau masih mau be
Nadin terpaku di mesin ATM setelah melihat jumlah saldo di kartu ATM yang diserukan Fahmi waktu itu. Kalau menuruti emosi, rasanya dia ingin mengembalikan semua uang itu pada mantan suaminya itu. Dia tidak menginginkan uang itu! Bukan munafik, dia tetap butuh uang, akan banyak pengeluaran nanti setelah dia melahirkan nanti.Wanita muda itu menghela napas berat, harga dirinya memang penting, tetapi tidak sepenting bayi dalam kandungannya, prioritasnya sekarang adalah calon anak dalam rahimnya itu. Biarlah dia dikatakan wanita matre atau apalah, dia tidak munafik, kebahagiaan hidup memang tidak tergantung dengan uang, tetapi tidak akan ada bahagia jika tidak punya uang, karena untuk memenuhi semua kebutuhan membutuhkan uang. Dan uang ini adalah haknya. Hak nafkah dari mantan suaminya.Nadin mungkin tidak akan berpikir dua kali dalam menggunakan uang itu jika saja dia tahu seberapa banyak Zaki memberikan uang pada wanita lain, Assyifa saja dibelikan rumah dan mobil dengan total harga 1,
Pagi menjelang siang, Nadin hanya pergi ke kantornya saja, hari ini dia sengaja tidak ikut ke lokasi event, dia sudah menghubungi Nabila, jadi gadis itu menemui Nadin dulu di kantor sebelum berangkat ke acara event. Nadin beralasan dengan semua orang kalau dia tidak pergi karena kondisi kandungannya yang sedikit lemah, tidak bisa turun ke lapangan sehingga semua orang menjadi maklum. Tetapi dia tidak bisa berbohong dengan Nabila maupun Shintia, tadi malam Shintia sudah menelponnya dan Nadin menceritakan pertemuannya dengan Zaki pada anak itu, Shintia merasa sangat bahagia dan bangga karena Nadin tidak luluh begitu saja pada lelaki brengsek itu. "Nanti tolong kalau ia datang menanyakan aku, kamu bilang tidak tahu saja," ujar Nadin. "Iya, tentu saja aku akan bilang begitu." "Mungkin bisa jadi yang datang bukan dia, lelaki itu biasanya mengutus temannya, bisa jadi Fahmi orangnya, kamu juga jangan memberi informasi pada dia." "Iya, oke. Kamu tenang saja!" Apa yang dikuatirkan Nadin h
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu, Pak?" sapanya dengan wajah ramah yang sudah disetting. "Siang, Mbak. Ini kenapa ATM saya terblokir, ya? Saya rasa mesin ATM-nya sedang error' ini, Mbak. Makanya ATM saya gak bisa digunakan," ujar lelaki itu sambil menyerahkan kartu ATM-nya. "Oh? Mesin ATM-nya yang error' atau otak anda yang error' sampai gak bisa menghapal nomor PIN-nya?" sungut Shintia dengan kesal. "Maksud anda? Kenapa ngatain otak saya error'?" ujar lelaki itu dengan wajah tak senang. "Ya, sudah. Mana buku tabungan dan KTP-nya?" bukannya menjawab pertanyaan lelaki itu Shintia langsung menanyakan kelengkapan administrasinya. Lelaki itu merogoh tak ranselnya dan menyerahkan buku tabungannya. "KTP-nya mana?" tanyanya sedikit galak. "Oh, astagfirullah hal azim! KTP nya ketinggalan, Mbak. Tadi saya mengeluarkan dompet di kantor lupa menaruhnya lagi di kantong celana," ujar lelaki itu sambil meraba kantong belakangnya. "Kalau gak ada KTP, maaf gak bisa diproses, Pak," jaw
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b