Selama perjalanan laut di atas kapal pesiar New Starlet Goddess melintasi Samudera Hindia menuju ke arah kepulauan Jepang, Edward begitu menikmati bulan madunya bersama Meirasty. Pagi, siang, sore, dan malam, kapanpun dia menginginkan untuk berhubungan dengan wanita, sudah ada Meirasty untuk melampiaskan birahinya."Mey, video spesial yang kukirim ke ponselmu tadi malam apa sudah kamu tonton?" tanya Edward saat mereka sedang sarapan pagi berdua di restoran kapal pesiar.Dengan wajah tersipu malu, gadis belia itu mengangguk perlahan dan melirik memandang wajah rupawan suami barunya. "Sudah, Kak Edu," jawabnya singkat. Ternyata semalam suaminya itu mengiriminya video JAV (Japanese Adult Video) yang mesum. Biasanya mereka mencoba gaya-gaya bercinta seperti di film biru itu."Hmm ... bagus. Berarti kita bisa praktik nanti di kamar sesudah aku bekerja—meeting pagi via zoom sepertinya kamu harus ikut untuk mencatat hasil rapatnya ya!" ujar Edward santai sambil menikmati Open Tuna Sandwich w
Usai menelepon mamanya, Edward merasa kemarahannya sedikit reda sekalipun masih ada rasa kesal tersisa yang mengganjal di hatinya. Dia bertolak pinggang lalu memanggil John Whitmann yang selalu mengawalnya kemanapun."John, aku mau kau tempatkan orang di sekitar Inez. Kalau ada pria selain suaminya yang berani menyentuhnya—hajar saja! Tsskkk ... aku kesal sekali mamaku ikut campur dengan rencana balas dendamku hingga membuat segalanya kacau," ujar Edward memberikan perintahnya kepada kepala pengawal kepercayaannya.Sebenarnya John sedikit enggan berurusan lagi dengan Inez, tetapi untungnya perkara ini hanya sekadar mengatur anak buah saja untuk mengawasi Inez. Dia pun segera menjawab, "Siap, Master Edward. Akan saya atur sesuai keinginan Anda!""Good job, John!" sahutnya memuji pria asal Inggris itu.Sejenak ia berpikir akan melakukan apa setelah ini lalu ia pun melenggang kembali ke kompartemen pribadinya di kapal pesiar yang dipadati oleh penumpang yang menikmati fasilitas New Starl
Setelah menyelesaikan perawatan kesehatan di rumah sakit selama 2 hari, Inez pun pulang ke rumah. Dia dijemput oleh Mario sebelum suaminya itu harus berangkat ke bandara untuk bertolak ke New York. Pekerjaan Mario lebih banyak ada di luar negeri karena ia salah satu model laris berkelas internasional, kali ini ia harus tinggal di New York agak lama sekitar 5 hari karena bertepatan dengan turnamen Pro MMA Asia Pasifik yang bertempat di New York juga selang tiga hari dari kedatangannya."Nez, kamu jaga diri baik-baik ya selama Mas tinggal pergi ke New York. Jangan lupa kasi kabar rutin lewat hape. Mas masih kuatir dengan keberadaan Tristan di dekatmu!" pesan Mario dengan nada risau yang jelas tersirat.Inez pun membelai pipi suaminya, ia menjawab, "Tristan itu berbeda dengan Edward, Mas. Dia pria baik—""Hahh! Baik, tapi maksa bini orang buat on night stand? Dia munafik—aku lebih percaya, Nez! Hubungan pria dan wanita yang netral tanpa campuran perasaan spesial itu sangat jarang. Kamu
Sesampainya Inez di depan pintu lobi Gedung Pusat Kantor PT. Jansen Pharma, ia segers turun dari mobil lalu bergegas naik lift ke lantai 30. Jalanan kota Jakarta agak macet tadi, dia cemas Tristan terlalu lama menunggunya.Ketika lift berhenti di angka 30 dan terbuka pintunya, Inez segera keluar dari lift. "BRUKKK!" Tubuhnya menubruk sesosok pria yang bertubuh keras hingga nyaris jatuh terpental ke lantai. Untungnya sepasang lengan bersegera menangkap punggungnya. Detak jantung Inez berpacu kencang dengan mata membulat terkejut. Segera ia menguasai kembali kesadarannya dan memisahkan diri dengan pria itu."Tris?" sebut Inez saat menatap wajah pria yang ada di hadapannya."Kamu buru-buru amat, Nez. Lain kali hati-hati ya, untung nggak jatuh!" tegur Tristan dengan senyum menghiasi wajahnya yang rupawan. Pipi Inez sontak merona, ia pun berkata, "I—iya. Kamu mau kemana, Tris? Aku harus tanda tangan dokumen apa?""Oke, aku nanti aja perginya. Yuk kita ke ruangan CEO, dokumen kesepakatan
Justin Balviere yang memegang jabatan sebagai manager Mario sejak setahun lalu sudah sampai terlebih dahulu di New York setengah hari sebelum kedatangan anak asuhnya itu. Ia menjemput Mario dengan mobil Hiace yang berkapasitas penumpang banyak yang dimiliki oleh Mario juga dan sengaja ditinggal di parkiran basement apartment pribadinya di New York.Hal itu dikarenakan pekerjaan Mario sering bertempat di kota metropolitan Amerika Serikat yang satu itu. Justin yang menyarankan pembelian beberapa unit apartment dan mobil pribadi itu. Karir Mario tak pernah meredup usai terpilih sebagai Mister International beberapa tahun lalu, attitude dan etos kerja yang bagus dari Mario yang menempatkannya sejajar dengan world male top model. Pundi-pundi uang Mario semakin menumpuk seiring popularitasnya yang tak kunjung surut.Dari gerbang kedatangan penumpang international Bandara John F. Kennedy, Mario melangkah ringan diikuti oleh para pengawalnya. Dia berpelukan dengan Justin Balviere seraya berk
Mario sampai di venue New York Summer-Fall Fashion Week yang dipadati oleh fans dan para wartawan yang mengarahkan kamera mereka ke dirinya dengan serbuan kilat lampu blitz. Untungnya dia telah terbiasa dan mengenakan kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Tim pengawalnya mengamankan perimeter untuk Mario lewat memasuki gedung tempat acara pagelaran busana bergengsi itu. Sesampainya di dalam, ketua panitia acara mengenali sosoknya dan bergegas menyambutnya dengan berjabat tangan seraya berkata, "Halo, Mister Mario Chandra. Anda datang on time, silakan duduk di salah satu tempat di depan cermin untuk dirias oleh make up artist.""Ohh ... baiklah, Nyonya Renata Brickmann," sahut Mario lalu duduk di kursi yang kosong yang ada di depan cermin berjejer dengan para model lainnya.Suasana di backstage fashion show berskala besar selalu sibuk sedari pagi hingga malam nanti. Mario menyapa kenalan modelnya yang berasal dari Puerto Rico, Gabriel MacKenzie, "Hey, Gabe. Apa kabar,
"Hmmpphh ... aakkhh ...," desahan yang terlepas dari bibir Meirasty yang terbuka saat Edward membenamkan kepalanya di antara pangkal pahanya.Seusai meeting online mingguan yang mereka ikuti berdua setengah jam yang lalu, bos sekaligus suami Meirasty mulai menggarap tubuh wanita muda itu di atas meja kerjanya. Blouse sutera warna hitam yang tadi membungkus tubuh Meirasty telah teronggok di lantai sejauh 3 meter dari meja kerja tempat saat ini ia duduk di tepinya dengan kepala terdongak memejamkan matanya terangsang hebat di bagian intimnya.Edward tidak membiarkannya tak terjamah, tubuh yang hanya terbalut bra saja itu dicumbuinya di atas meja kerjanya. Bermula dari ciuman bibir iseng yang bertukar-tukaran berlanjut menjadi sebuah gairah yang meledak-ledak. Lipatan merah muda di antara pangkal paha wanita itu menjadi bengkak memerah karena isapan dan sapuan lidah Edward. "Kamu begitu sensitif, Mey. Apakah sentuhanku membuatmu meleleh di bawah sini?" goda Edward sembari memasukkan jar
Setelah melalui badai tornado bawah air, kapal pesiar mewah New Starlet Goddess akhirnya berhasil merapat di pelabuhan yang ada di Teluk Tokyo. Para penumpang diizinkan untuk turun dari kapal dan berjalan-jalan ke daratan Jepang selama 5 hari sesuai waktu mereka akan berangkat lagi melanjutkan perjalanan. Ditawarkan 2 pilihan yaitu melanjutkan perjalanan ke Eropa Utara atau mengakhiri pesiar dengan pindah ke kapal pesiar lain milik VES yaitu Moonlight Starship yang akan mengantar penumpang kembali ke Jakarta.Perjalanan pesiar lanjutan ke Eropa Utara dipatok biaya tambahan 1200$ per orang. Hal itu membuat sebagian besar penumpang memilih untuk pulang ke Jakarta saja. Akhirnya hanya sepertiga jumlah penumpang semula yang terdaftar untuk tetap berlayar bersama New Starlet Goddess.Senja itu Meirasty berjalan dengan tangannya yang digenggam erat oleh suaminya menyusuri garis pantai pulau Honshu yang merupakan pulau utama di Jepang. Sang surya berwarna jingga nyaris tenggelam di garis ba
Tepat pukul 18.00 WIB, pesawat private jet membawa Edward dan Meirasty yang tetap dikawal oleh John Whitman beserta 2 rekan pengawal lainnya terbang menuju ke Amsterdam. Sekitar 16 jam durasi perjalanan itu tanpa mendarat transit sama sekali. Pukul 04.00 waktu Amsterdam mereka tiba di bandara, memang ada perbedaan waktu kedua negara yang lebih cepat 6 jam di Indonesia bagian barat dengan Amsterdam."Mey, kita check in hotel dulu saja buat istirahat, nanti pukul 11.00 baru mulai jalan-jalan ke kota," ujar Edward menggandeng tangan Meirasty menuruni undakan pesawat private jet itu."Aku ngikut rencana Kak Edu aja," sahut Meirasty mengikuti langkah-langkah lebar kaki suaminya yang bertubuh jangkung itu melintasi lobi bandara internasional Amsterdam. Mereka dijemput karyawan kantor VES dengan mobil SUV hitam merk buatan Belanda.Hotel yang dipilih Edward sengaja sama seperti saat dia menginap di kota itu bersama Inez, Inntel Hotels Amsterdam Zaandam. Saat memasuki kamar yang sama, dia t
"Halo, Pak Edward. Ada sebuah kiriman lukisan dari Nyonya Inez Jansen di kantor VES Jakarta," ujar David Sutomo, sekretaris pribadi Edward yang mengurusi kantornya yang ada di Jakarta Pusat.Pria itu mengerutkan keningnya, dia menduga itu pasti lukisan replika karya Rembrandt berjudul The Storm on The Sea of Galilee yang dulu pernah ia kirimkan untuk mengancam Inez. Kemudian ia pun bertanya, "Apa ada surat yang dikirimkan untukku juga, David?""Ada, Pak Edward. Saya belum membukanya, apa perlu saya fotokan isinya atau bacakan di telepon?" jawab David yang memang sedang memegangi sepucuk surat beramplop putih dengan tulisan tangan di alamat tujuan penerima."Bacakan saja, tapi nanti fotokan juga dan kirim ke nomorku, oke?" balas Edward lalu diam menunggu sekretarisnya membacakan surat dari Inez.David pun membacakan isi surat dari Inez itu, "Hai, Mas Edward. Semoga kabarmu baik-baik saja di sana. Inez ingin mengembalikan lukisan ini, aku harap Mas sudah mengakhiri dendam yang ada di an
Seusai makan malam di rumahnya yang ada di Paris bersama keluarga kecilnya, Edward duduk sendiri dalam ruang kantor rumahnya. Di genggaman tangannya ada beberapa lembar kertas bertuliskan "Surat Pernikahan Kontrak" dimana pada bagian bawah dari surat itu terdapat tanda tangan Meirasty dan juga tanda tangannya sendiri. Sudah hampir 2 tahun ini dia mengenal Meirasty, segalanya berjalan di luar dugaannya. Rencana awalnya untuk menghancurkan rumah tangga Inez dan Mario menggunakan adik kandung Mario memang awalnya berhasil. Namun, dalam perjalanannya justru dirinyalah yang terjerat dalam perasaan cinta yang sulit untuk ditepis olehnya.Inez terlalu keras kepala baginya, wanita itu lebih memilih untuk menjadi gila dibanding merelakan dirinya menjalin percintaan dengannya. Sungguh mengecewakan!Dari informan yang dia bayar untuk memata-matai Inez di rumah wanita itu yang ada di Jakarta, kondisi kesehatan mental dan kejiwaan Inez berangsur pulih sekalipun pada akhirnya dia berhenti bekerja
Sekalipun pernikahan kali ini adalah yang kedua bagi Clara, tetapi dia masih merasakan debaran kencang di dadanya saat mendengar calon suaminya mengucap janji di hadapan penghulu. Ketika semua mengucapkan kata "SAH", dia dan Tristan menghela napas lega. Sekarang mereka berdua adalah pasangan suami istri resmi di mata hukum dan agama."Tris, nitip puteri kesayanganku ya! Tolong kamu bahagiakan dan jaga dia selalu," pesan Inez saat dia menerima sujud sungkem mohon doa restu orang tua dari Tristan, menantu barunya.Kemudian dengan yakin Tristan pun menjawab, "Pasti, Nez. Ehh—Mama Mertua ... aku pasti serius jagain Clara. Mohon doa restunya ya!" Mario yang diam-diam mendengarkan pembicaraan istrinya dengan Tristan pun mendengkus geli. Pasalnya, kedua orang itu pernah terlibat cinta terlarang, sebuah one-night-stand. Dan itu pun karena Tristan merasakan obsesi cinta yang hampir sama dengan Edward. Bedanya, takdir berbicara lain untuk hubungan kedua pria itu dengan Inez."Mama ... Clara, m
Hari-hari selanjutnya setelah Inez kembali ke Jakarta terasa menenangkan. Dia memang terkadang seperti melamun saat sedang sendirian. Namun, histeria mimpi buruknya berangsur mulai jarang muncul. Mario pun mendukung penuh proses pemulihannya dengan tidak memaksakan harus berhubungan suami istri secara intim. Baginya kesehatan mental kejiwaan istrinya jauh lebih penting dibanding memaksakan ego serta kebutuhan biologisnya.Pagi jelang siang itu Nyonya Valeria Jansen, mama mertua Inez dari mendiang suami pertamanya dulu mengunjunginya di rumah. Dia sudah mendengar cerita dari Clara serta Mario mengenai penculikan Edward. Sekalipun bagi dirinya sebagai orang awam terasa absurd peristiwa itu. Namun, begitulah kenyataannya ... ketika seseorang dibutakan oleh obsesi gila segalanya dihalalkan untuk mendapatkan keinginannya."Pagi, Inez!" sapa Nyonya Valeria yang masih begitu sehat berjalan tanpa alat bantu sekalipun rambut sepunggungnya sebagian besar telah memutih. Inez menoleh lalu berjal
Sepasang kekasih yang akan segera menikah beberapa hari ke depan itu duduk berdekatan di bangku ruang tunggu bandara. Clara melihat-lihat berita yang sedang menjadi trending topik di jagad maya melalui layar ponselnya, sedangkan Tristan yang tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu lebih tertarik untuk bermesraan dengan kekasihnya.Dia menempelkan badannya dan wajahnya kepada Clara sambil membelai rambut panjang dan wajah pacarnya itu dengan gaya pria yang sedang bucin. Mau tak mau Clara pun menjadi geli sendiri dengan tingkah pacarnya yang menggemaskan. Memang Tristan itu seorang CEO perusahaan berkelas nasional, smart, ganteng, perfectlah pokoknya. Namun, kelakuannya kalau sedang bersamanya seperti bocah yang manja begitu kekanak-kanakan. "Mas Tristan nggak lapar?" tanya Clara iseng.Tristan langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Clara. "Apa kamu lapar, Sayangku? Mau dibeliin apa?" tanyanya kembali."Hahaha. Hey, 'kan yang nanya duluan aku! Mas jawab dong," balas Clara ter
"TIIIDAAAAAKKKKK!!" Teriakan nyaring itu seolah memecah keheningan malam di kamar hotel bintang 5 di Swiss. Dengan segera Mario memeluk erat tubuh Inez yang bersimbah keringat dingin dan gemetaran. "Nez, tenang—kamu aman sama Mas sekarang! Edward sudah nggak ada lagi, dia nggak akan bisa ganggu kamu lagi!" bujuk Mario agar istrinya yang sedang mengalami serangan panik akibat trauma itu tenang.Perlahan tubuh Inez mulai rileks kembali dalam dekapan Mario. Kemudian Mario pun bertanya, "Apa kamu butuh minum obat penenang dari Dokter Martina, Sayang?""Sepertinya iya, Mas. Aku akan meminumnya, apa bisa tolong ambilkan?" jawab Inez dengan suaranya yang masih bergetar.Mario berjalan ke kopernya lalu mencari obat yang tadi ditebusnya di bagian farmasi Paracelsus Recovery. Ada keterangan nama obat dan fungsinya di label pembungkus obat yang berjumlah 3 macam itu. Dia memilih tablet kecil berwarna putih bertuliskan 'if necesarry' (bila perlu) yang hanya diberikan pada kondisi serangan panik
Perjalanan udara Jakarta-Zürich menghabiskan waktu sekitar 19 jam lebih, sangat melelahkan memang. Akan tetapi, Mario terlalu rindu kepada Inez. Dia membiarkan Justin dan Hernandes check in ke hotel untuk beristirahat, sedangkan dirinya langsung naik taksi ke Paracelsus Recovery.Dalam perjalanan mobil itu Mario berusaha menenangkan dirinya untuk menghadapi situasi buruk apa pun yang tengah terjadi pada istrinya. Hal yang di luar perkiraan bila Edward mau melepaskan Inez setelah berbulan-bulan lamanya menculiknya. Pastilah ini bukan sesuatu yang Edward sukai karena pria itu terobsesi begitu gila kepada Inez."Sir, Anda sudah sampai di tempat tujuan," ucap sopir taksi yang mengantarkan Mario dari bandara tadi. Mario pun membayar ongkos perjalanannya sesuai argo lalu turun tanpa kopernya. Tadi dia menitipkannya ke Justin untuk disimpan di kamar hotel. Pusat rehabilitasi mental dan ketergantungan obat itu sangat mewah. Karyawan yang bekerja di sana juga sangat kompeten dan nampak profes
Malam itu Mario masih duduk bersandar dengan bantal di kepala ranjangnya sambil memeriksa akun sosial medianya yang mendapat banyak direct messages dari para penggemarnya. Dia tidak membaca isinya hanya mencoba peruntungannya siapa tahu Inez menghubunginya via DM sosial media Mario Chandra official seperti dulu saat dibawa kabur oleh Edward.Suara notifikasi pop up masuk ke ponsel yang tengah ia genggam dan Mario sontak terperangah. User bernamakan Edward L. Sinaga mengiriminya pesan, dengan segera ia menerima permintaan kiriman pesan itu lalu membaca isinya.'Ini aku, Edward. Kalau kau ingin menjemput istrimu, aku akan mengembalikannya dengan beberapa syarat.' Itulah isi pesan dari Edward untuk Mario. "Ohh God, orang psiko itu online, aku harus segera membalasnya!" ucap Mario heboh sendiri lalu mengetikkan balasan pesan untuk Edward.'Oke, aku akan jemput Inez. Katakan syaratnya, Edward!' Jawaban pesan Mario cepat dikirim.Di sisi Edward, pria itu merutuk kesal setengah tak ikhlas m