Tak perlu waktu lama bagi Edward melucuti pakaian istrinya. Penampilan Meirasty setelah divermak di pusat kecantikan Enchanter pour Toujours begitu memesona hingga pria itu tak sabar untuk menjelajah tubuh telanjang nan molek itu di bawah badan kekarnya yang tangguh."Jadi—berani taruhan berapa ronde aku bisa tahan menggoyang kamu sampai pagi, Mey Cantik?" tantang Edward agar mereka bertaruh. Perlahan tapi pasti kancing bagian depan dress istrinya terlucuti di atas ranjang menampakkan sepasang gunung kembar tujuan wisata favoritnya."Empat kali mungkin, Kak Edu?" balas Meirasty tak yakin. Dia takut bagian intimnya lecet akibat ulah suaminya yang kelewat bergairah."Hah?! Empat kali? Ckkk ... kamu terlalu meremehkan staminaku, Mey," protes Edward mencebik kecewa. "lihat ya nanti, kurasa delapan akan jadi angka yang menarik!" tambahnya dengan seringai berbahaya di wajahnya. Sementara Meirasty menahan lidahnya yang ingin memprotes dan matanya melebar menampakkan keterkejutan.Aroma flora
"Mey, kamu di Paris urusin persiapan pesta baby shower Tian ya. Kak Edu mau pergi ke Norway buat jengukin Inez," pesan Edward sambil mengenakan dasinya di depan cermin kamar mandi.Mendengar rencana suaminya mengunjungi kakak iparnya yang ada di Norwegia mendadak Meirasty menjadi galau, dia mencebik kesal. Sambil menghela napas ia mengiyakan pesan Edward. Kedua lengannya meliliti perut six packs suaminya dari belakang seakan tak rela pria itu kembali ke Inez.Tentu saja Edward mengerti apa yang ada di pikiran istrinya. Dia lalu membalik badannya dan memeluk Meirasty sembari berkata, "Kamu jangan overthinking yang nggak penting. Jatahnya udah jelas 'kan sedari awal—kamu permaisuriku yang ngelahirin anak buat aku, Inez itu selir cintaku!"Dengan cerdas Meirasty menahan lidahnya yang sebenarnya ingin mendebat Edward. Dia tetap saja berasa minum racun karena diberi 'madu' oleh suaminya. Bahkan, pria itu terang-terangan dalam setiap apa yang dikatakan dan dilakukannya di depan Meirasty. "
Pelayan rumah kastil milik Edward di Alesund masuk ke kamar Inez sembari membawa vas berisi bunga Gerbera segar warna warni. Dia meletakkannya di atas meja rias di depan cermin bulat. Sementara itu Inez seolah tak memedulikan sekitarnya dan hanya berbaring miring di atas ranjangnya dengan tatapan kosong.Gadis pelayan bernama Vera itu menghela napas berat, dia merasa prihatin. Namun, seolah tak mampu melakukan sesuatu untuk menolong Inez. Sebelumnya memang wanita itu sempat minta tolong untuk membantunya kabur dari kastil tempat ia disekap. Sayangnya hal itu sama saja cari mati atau membuatnya kehilangan pekerjaan. "Nona Inez, apa kamu sudah makan?" tanya Vera duduk di tepi ranjang.Inez mengarahkan pandangannya ke Vera, dia menjawab, "Aku tak lapar.""Tubuhmu sangat kurus, nanti kamu bisa jatuh sakit, Nona Inez!" balas Vera menyiratkan kekuatirannya. Memang semenjak menjadi penghuni kastil, wanita milik tuan besarnya itu tak pernah makan dengan benar. Makan untuk hidup, sedikit mak
Semenjak Inez menghilang karena diculik oleh Edward, pekerjaan Tristan semakin memakan waktu setiap harinya. Bahkan, pengusaha muda asal Surabaya itu lebih banyak harus berkantor di Jansen Pharma di Jakarta demi mengurus detail pekerjaan yang begitu banyak dan kompleks dibanding perusahaannya yang lebih sederhana tata kelolanya."Merry, sepertinya aku akan pergi ke dokter. Ma'agku kumat dan sangat sakit. Oya, apa ada dokter atau rumah sakit bagus langganan Inez dulu ya?" ujar Tristan memegangi lambungnya yang terasa perih di hadapan meja sekretarisnya depan ruangan CEO.Merry pun berdiri dari kursinya lalu menjawab, "Aduh, mendingan cepat diperiksakan, Pak Tristan. Coba minta diantar Pak Torro aja ya, dia yang lebih paham soalnya. Ini saya teleponkan ke bawah biar dipanggilkan ke depan lobi sekalian ngantar Bapak langsung!""Oke, boleh juga begitu, Mer!" sahut Tristan lalu berjalan sempoyongan membawa tas kerjanya menuju ke lift direksi. Dia segera turun ke lantai lobi.Sesuai ucapan
Sore itu sekitar pukul 17.00 WIB rombongan visitase dokter bagian internis memasuki kamar perawatan Tristan. Sosok yang ditunggu oleh pria itu juga nampak bersama tim medis yang akan memeriksa kondisinya. Tatapan Mata Tristan tak dapat teralihkan dari Clara hingga gadis itu salah tingkah."Selamat sore. Bagaimana kondisi lambungnya, Pak Tristan?" tanya Dokter Billy Suherman spesialis internis yang ditugaskan menangani Tristan oleh pihak Rumah Sakit Medika Husada International."Sore juga, Dok. Sudah membaik sekalipun masih perih kadang-kadang, tapi mual muntah sudah terkendali," jawab Tristan yang memang sudah enakan setelah mendapatkan pengobatan sejak siang tadi.Clara memasang termometer ke ketiak Tristan dan mengukur tekanan darahnya dengan alat pengukur tensi manual. Hasilnya 120/80, normal dan ideal bagi pria sehat sebenarnya. Memang Tristan datang dengan keluhan maag akut, pikir Clara. Dia menuliskan laporan kondisi umum pasien di blangko bertuliskan data pasien, nama Tristan J
"Dokter Clara—tunggu!" panggil seorang perawat jaga IGD saat Clara ingin masuk ke ruang loker tenaga medis di Rumah Sakit Medika Husada International.Clara pun menunggu Suster Indah yang berlari-lari kecil ke arahnya membawa buket bunga cantik warna-warni. "Dok, ini ada kiriman buat Anda. Tadi barusan kurir toko bunga yang nitip ini di meja pendaftaran pasien IGD," ujar perawat muda itu sembari menata napasnya dan menyerahkan karangan bunga itu ke tangan Clara."Ohh—makasih sudah repot-repot ngejar saya, Suster Indah. Sebenarnya saya juga mau ke ruang IGD habis naruh tas di loker sih!" balas Clara seraya melepas senyum manisnya. Dia melirik kertas pesan yang terselip di buket bunga segar itu di antara Mawar putih dan Anggrek ungu."Oke, saya kembali ke IGD duluan ya, Dokter Clara," pamit Suster Indah lalu membalik badannya menuju ke bagian IGD di bagian barat koridor.'Selamat pagi, Cantik. Aku berharap harimu menyenangkan. Dari pengagum dan pejuang cintamu, Tristan Barata.' Clara me
Sudah berbulan-bulan hidup Mario seolah kacau balau. Beberapa cabang Top Adonis ditutup karena sepi pelanggan, dia hanya mempertahankan 3 cabang utama yang berada di DKI Jakarta. Sehari-hari ia hanya mengurusi Reyvan di rumah dan menolak pekerjaan sebagai model di luar negeri. Turnamen MMA juga hanya selektif ia ikuti yang hanya berjarak dekat dari Jakarta bila ditempuh dengan pesawat hingga suatu ketika Mister Miguel menghubunginya. Mentor MMA Mario itu telah tahu bahwa istri anak didiknya diculik oleh Edward, pewaris Victory Eternal Shipping. Tanpa sengaja ketika ia berkunjung ke Norwegia untuk bertemu kolega yang berkecimpung di bidang MMA juga, dia tak sengaja melewati rumah kastil milik Edward di Alesund. Temannya itu mengatakan rumor yang beredar di kampung bahwa kuadriliuner muda pemilik kastil itu menyekap wanita hingga kurus kering dan kerap memerkosanya.Mister Miguel memang tak mengatakan apa pun kepada koleganya tersebut. Akan tetapi, dia menaruh curiga bahwa wanita itu a
Sesuai janjinya kepada Frederico Marshala, tepat pukul 08.00 waktu Norwegia Mario mulai sibuk bekerja membersihkan karpet lantai kastil abad 18 itu dengan vacum cleaner. Pakaiannya yang berupa celana kain hitam dan kemeja putih lengan panjang ia gulung hingga sesiku. Dia tak ubahnya seperti pelayan lain di rumah Edward. Persetan dengan penampilannya, ia hanya perlu memastikan keberadaan Inez di sana. Perlahan tapi pasti Mario mulai membersihkan tangga menuju ke lantai 2 membawa alat penyedot debu yang dia operasikan di tangannya. Dia melihat ada banyak pintu kamar berderet di lantai 2. Setelah celingukan ke sekelilingnya, Mario mencoba membuka pintu kamar paling ujung, tetapi itu hanya kamar tidur kosong yang sepertinya tak ditempati.Dia lalu mencoba pintu kamar kedua hingga pintu kamar ketujuh yang terkunci. Kuat kecurigaan Mario di kamar nomor tujuh itu ada Inez yang disekap. Dia mencoba memanggil pelan, "Inez ... Inez ..." Namun, tak ada jawaban sama sekali dari dalam.Ternyata t
Tepat pukul 18.00 WIB, pesawat private jet membawa Edward dan Meirasty yang tetap dikawal oleh John Whitman beserta 2 rekan pengawal lainnya terbang menuju ke Amsterdam. Sekitar 16 jam durasi perjalanan itu tanpa mendarat transit sama sekali. Pukul 04.00 waktu Amsterdam mereka tiba di bandara, memang ada perbedaan waktu kedua negara yang lebih cepat 6 jam di Indonesia bagian barat dengan Amsterdam."Mey, kita check in hotel dulu saja buat istirahat, nanti pukul 11.00 baru mulai jalan-jalan ke kota," ujar Edward menggandeng tangan Meirasty menuruni undakan pesawat private jet itu."Aku ngikut rencana Kak Edu aja," sahut Meirasty mengikuti langkah-langkah lebar kaki suaminya yang bertubuh jangkung itu melintasi lobi bandara internasional Amsterdam. Mereka dijemput karyawan kantor VES dengan mobil SUV hitam merk buatan Belanda.Hotel yang dipilih Edward sengaja sama seperti saat dia menginap di kota itu bersama Inez, Inntel Hotels Amsterdam Zaandam. Saat memasuki kamar yang sama, dia t
"Halo, Pak Edward. Ada sebuah kiriman lukisan dari Nyonya Inez Jansen di kantor VES Jakarta," ujar David Sutomo, sekretaris pribadi Edward yang mengurusi kantornya yang ada di Jakarta Pusat.Pria itu mengerutkan keningnya, dia menduga itu pasti lukisan replika karya Rembrandt berjudul The Storm on The Sea of Galilee yang dulu pernah ia kirimkan untuk mengancam Inez. Kemudian ia pun bertanya, "Apa ada surat yang dikirimkan untukku juga, David?""Ada, Pak Edward. Saya belum membukanya, apa perlu saya fotokan isinya atau bacakan di telepon?" jawab David yang memang sedang memegangi sepucuk surat beramplop putih dengan tulisan tangan di alamat tujuan penerima."Bacakan saja, tapi nanti fotokan juga dan kirim ke nomorku, oke?" balas Edward lalu diam menunggu sekretarisnya membacakan surat dari Inez.David pun membacakan isi surat dari Inez itu, "Hai, Mas Edward. Semoga kabarmu baik-baik saja di sana. Inez ingin mengembalikan lukisan ini, aku harap Mas sudah mengakhiri dendam yang ada di an
Seusai makan malam di rumahnya yang ada di Paris bersama keluarga kecilnya, Edward duduk sendiri dalam ruang kantor rumahnya. Di genggaman tangannya ada beberapa lembar kertas bertuliskan "Surat Pernikahan Kontrak" dimana pada bagian bawah dari surat itu terdapat tanda tangan Meirasty dan juga tanda tangannya sendiri. Sudah hampir 2 tahun ini dia mengenal Meirasty, segalanya berjalan di luar dugaannya. Rencana awalnya untuk menghancurkan rumah tangga Inez dan Mario menggunakan adik kandung Mario memang awalnya berhasil. Namun, dalam perjalanannya justru dirinyalah yang terjerat dalam perasaan cinta yang sulit untuk ditepis olehnya.Inez terlalu keras kepala baginya, wanita itu lebih memilih untuk menjadi gila dibanding merelakan dirinya menjalin percintaan dengannya. Sungguh mengecewakan!Dari informan yang dia bayar untuk memata-matai Inez di rumah wanita itu yang ada di Jakarta, kondisi kesehatan mental dan kejiwaan Inez berangsur pulih sekalipun pada akhirnya dia berhenti bekerja
Sekalipun pernikahan kali ini adalah yang kedua bagi Clara, tetapi dia masih merasakan debaran kencang di dadanya saat mendengar calon suaminya mengucap janji di hadapan penghulu. Ketika semua mengucapkan kata "SAH", dia dan Tristan menghela napas lega. Sekarang mereka berdua adalah pasangan suami istri resmi di mata hukum dan agama."Tris, nitip puteri kesayanganku ya! Tolong kamu bahagiakan dan jaga dia selalu," pesan Inez saat dia menerima sujud sungkem mohon doa restu orang tua dari Tristan, menantu barunya.Kemudian dengan yakin Tristan pun menjawab, "Pasti, Nez. Ehh—Mama Mertua ... aku pasti serius jagain Clara. Mohon doa restunya ya!" Mario yang diam-diam mendengarkan pembicaraan istrinya dengan Tristan pun mendengkus geli. Pasalnya, kedua orang itu pernah terlibat cinta terlarang, sebuah one-night-stand. Dan itu pun karena Tristan merasakan obsesi cinta yang hampir sama dengan Edward. Bedanya, takdir berbicara lain untuk hubungan kedua pria itu dengan Inez."Mama ... Clara, m
Hari-hari selanjutnya setelah Inez kembali ke Jakarta terasa menenangkan. Dia memang terkadang seperti melamun saat sedang sendirian. Namun, histeria mimpi buruknya berangsur mulai jarang muncul. Mario pun mendukung penuh proses pemulihannya dengan tidak memaksakan harus berhubungan suami istri secara intim. Baginya kesehatan mental kejiwaan istrinya jauh lebih penting dibanding memaksakan ego serta kebutuhan biologisnya.Pagi jelang siang itu Nyonya Valeria Jansen, mama mertua Inez dari mendiang suami pertamanya dulu mengunjunginya di rumah. Dia sudah mendengar cerita dari Clara serta Mario mengenai penculikan Edward. Sekalipun bagi dirinya sebagai orang awam terasa absurd peristiwa itu. Namun, begitulah kenyataannya ... ketika seseorang dibutakan oleh obsesi gila segalanya dihalalkan untuk mendapatkan keinginannya."Pagi, Inez!" sapa Nyonya Valeria yang masih begitu sehat berjalan tanpa alat bantu sekalipun rambut sepunggungnya sebagian besar telah memutih. Inez menoleh lalu berjal
Sepasang kekasih yang akan segera menikah beberapa hari ke depan itu duduk berdekatan di bangku ruang tunggu bandara. Clara melihat-lihat berita yang sedang menjadi trending topik di jagad maya melalui layar ponselnya, sedangkan Tristan yang tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu lebih tertarik untuk bermesraan dengan kekasihnya.Dia menempelkan badannya dan wajahnya kepada Clara sambil membelai rambut panjang dan wajah pacarnya itu dengan gaya pria yang sedang bucin. Mau tak mau Clara pun menjadi geli sendiri dengan tingkah pacarnya yang menggemaskan. Memang Tristan itu seorang CEO perusahaan berkelas nasional, smart, ganteng, perfectlah pokoknya. Namun, kelakuannya kalau sedang bersamanya seperti bocah yang manja begitu kekanak-kanakan. "Mas Tristan nggak lapar?" tanya Clara iseng.Tristan langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Clara. "Apa kamu lapar, Sayangku? Mau dibeliin apa?" tanyanya kembali."Hahaha. Hey, 'kan yang nanya duluan aku! Mas jawab dong," balas Clara ter
"TIIIDAAAAAKKKKK!!" Teriakan nyaring itu seolah memecah keheningan malam di kamar hotel bintang 5 di Swiss. Dengan segera Mario memeluk erat tubuh Inez yang bersimbah keringat dingin dan gemetaran. "Nez, tenang—kamu aman sama Mas sekarang! Edward sudah nggak ada lagi, dia nggak akan bisa ganggu kamu lagi!" bujuk Mario agar istrinya yang sedang mengalami serangan panik akibat trauma itu tenang.Perlahan tubuh Inez mulai rileks kembali dalam dekapan Mario. Kemudian Mario pun bertanya, "Apa kamu butuh minum obat penenang dari Dokter Martina, Sayang?""Sepertinya iya, Mas. Aku akan meminumnya, apa bisa tolong ambilkan?" jawab Inez dengan suaranya yang masih bergetar.Mario berjalan ke kopernya lalu mencari obat yang tadi ditebusnya di bagian farmasi Paracelsus Recovery. Ada keterangan nama obat dan fungsinya di label pembungkus obat yang berjumlah 3 macam itu. Dia memilih tablet kecil berwarna putih bertuliskan 'if necesarry' (bila perlu) yang hanya diberikan pada kondisi serangan panik
Perjalanan udara Jakarta-Zürich menghabiskan waktu sekitar 19 jam lebih, sangat melelahkan memang. Akan tetapi, Mario terlalu rindu kepada Inez. Dia membiarkan Justin dan Hernandes check in ke hotel untuk beristirahat, sedangkan dirinya langsung naik taksi ke Paracelsus Recovery.Dalam perjalanan mobil itu Mario berusaha menenangkan dirinya untuk menghadapi situasi buruk apa pun yang tengah terjadi pada istrinya. Hal yang di luar perkiraan bila Edward mau melepaskan Inez setelah berbulan-bulan lamanya menculiknya. Pastilah ini bukan sesuatu yang Edward sukai karena pria itu terobsesi begitu gila kepada Inez."Sir, Anda sudah sampai di tempat tujuan," ucap sopir taksi yang mengantarkan Mario dari bandara tadi. Mario pun membayar ongkos perjalanannya sesuai argo lalu turun tanpa kopernya. Tadi dia menitipkannya ke Justin untuk disimpan di kamar hotel. Pusat rehabilitasi mental dan ketergantungan obat itu sangat mewah. Karyawan yang bekerja di sana juga sangat kompeten dan nampak profes
Malam itu Mario masih duduk bersandar dengan bantal di kepala ranjangnya sambil memeriksa akun sosial medianya yang mendapat banyak direct messages dari para penggemarnya. Dia tidak membaca isinya hanya mencoba peruntungannya siapa tahu Inez menghubunginya via DM sosial media Mario Chandra official seperti dulu saat dibawa kabur oleh Edward.Suara notifikasi pop up masuk ke ponsel yang tengah ia genggam dan Mario sontak terperangah. User bernamakan Edward L. Sinaga mengiriminya pesan, dengan segera ia menerima permintaan kiriman pesan itu lalu membaca isinya.'Ini aku, Edward. Kalau kau ingin menjemput istrimu, aku akan mengembalikannya dengan beberapa syarat.' Itulah isi pesan dari Edward untuk Mario. "Ohh God, orang psiko itu online, aku harus segera membalasnya!" ucap Mario heboh sendiri lalu mengetikkan balasan pesan untuk Edward.'Oke, aku akan jemput Inez. Katakan syaratnya, Edward!' Jawaban pesan Mario cepat dikirim.Di sisi Edward, pria itu merutuk kesal setengah tak ikhlas m