Pagi hari berikutnya setelah fashionshow di Berlin, Mario menghabiskan waktu di atas ranjang bekerja keras membuat Anna Bianca memekik dan mendesah dalam kenikmatan. Ponsel Anna Bianca berbunyi pukul 07.00 waktu Berlin, ketika ia meraih benda pipih yang berdering berisik itu. Segera ia menjawab panggilan telepon dari tunangannya, Christo. Padahal Mario tengah menggenjotnya dengan begitu bergairah. "Aakkhh ... hello, Darling! Kenapa telepon pagi sekali? Hmmpphh—" Jawaban Anna Bianca menahan rasa nikmat gesekan tubuh intimnya bersama Mario terdengar agak janggal sebenarnya, tetapi Christo nampaknya tidak paham."Hello, apa aku mengganggu tidurmu, Baby? Aku bisa telepon nanti lagi agak siang—" Christo merasa tak enak hati.Sementara Mario menahan tawa gelinya karena Anna Bianca nekad dan begitu gila menjawab telepon tunangannya dalam posisi sedang horny seperti itu. "Ougghh ... SHITTT!" Anna Bianca melenguh dan mengumpat kasar saat Mario membuatnya menggapai klimaks. Ponselnya masih m
"Clara Sayang, kamu kuliahnya yang bener ya! Dikit lagi kamu sudah bisa wisuda 'kan, jangan sampai mundur lulusnya," pesan Max seraya mengecup kening istrinya sebelum turun dari mobilnya di parkiran kampus FK Universitas Trisakti."Ahsiiiaappp, Honey-ku!" sahut Clara yang sableng memberi gestur hormat dengan tangan kanan di pelipisnya."Buruan gih turun dari pada kamu telat masuk kuliah!" usir Max lalu membuka kunci central lock mobil Rush silver miliknya.Clara pun bergegas turun lalu menutup pintu mobil. Dari jendela mobil yang diturunkan kacanya dia dan suaminya saling bertukar senyum serta lambaian tangan sebelum wanita muda cantik itu berlalu dari area parkiran kampus yang penuh dengan berbagai merk mobil.Memang kuliah pagi ini adalah mata kuliah yang diampu oleh dosen killer, maklum usianya mendekati penghuni museum purbakala jadi sangat stricted dan kolot bingits. Dengan langkah ringan Clara berjalan menuju ke ruang kuliah 104. Adik angkatan banyak yang menyapa dan memberinya
"Anna, aku harus pulang ke Jakarta sore nanti!" ucap Mario yang masih bertelanjang badan di bawah selimut bersama Anna Bianca Blanche.Mereka memang bergumul panas dia atas ranjang semalaman dan baru beberapa jam lalu tertidur karena kelelahan. Anna Bianca pun bertanya, "Ada apa, Darling? Mendadak sekali—siapa yang tadi meneleponmu?""Karyawan tempat fitnessku yang menelepon, dia menyampaikan sebuah kabar duka. Rasanya sedih sekali ... sahabat karibku meninggal dunia secara tragis baru saja," jawab Mario yang langsung mendapat pelukan dari wanita itu."Aku turut berduka untukmu, Mario! Baiklah, kau bisa pulang nanti sore ke Jakarta. Aku juga akan memesan tiket pulang ke New York untuk hari ini. Mungkin kita tidak akan bertemu dalam jangka waktu lama, Mario," ucap Anna seraya mengecup mesra bibir pria itu."No problem, Anna. Kita berdua sudah punya pasangan masing-masing. Cobalah untuk melupakan aku dan cintai tunanganmu saat ini. Ehm ... ini masih pagi, tidurlah kembali, Anna. Kau pas
Ketika Mario sampai di TPU Tanah Kusir, hujan mulai turun rintik-rintik. Dia ditemani oleh Justin dan Hernandes melewati jajaran nisan yang tertanam di tanah. Ia mencari nisan bertuliskan nama sahabatnya, Maximillian Ricardo. Matanya seolah basah berembun bersama gerimis hujan teringat akan kenangan persahabatan mereka dulu. Dulunya Max seorang penyuka sesama jenis hingga akhirnya naksir anak tirinya, Clara. Sebuah transformasi yang menurutnya luar biasa, berbalik dari jalannya yang bengkok menjadi lurus. Menurutnya, Max itu suami yang setia dan penyayang. Hal yang membuatnya serasa tertampar keras. Dia justru telah salah jalan dengan berselingkuh berkali-kali di balik punggung Inez.Dunia dengan segala keindahannya membuatnya terlena. Dia tak ingin lagi menjalin hubungan gelap bersama Anna Bianca Blanche maupun wanita lainnya. Kematian sahabatnya seolah menjadi sebuah teguran keras untuk Mario bahwasanya usia manusia tak ada yang tahu. Kapan dia akan bertobat dari dosanya bila bukan
Pasca kecelakaan yang menelan korban jiwa di Top Adonis, tempat fitness itu menjadi sepi pengunjung. Mario pun mengadakan rapat mendadak agar situasi buruk perusahaan yang dirintisnya bertahun-tahun tidak gulung tikar.Bagaikan nila setitik rusak susu sebelanga, kematian Max membuat reputasi yang dibangun bertahun-tahun hancur lebur. Sebenarnya itu adalah kesalahan dari teknisi Hexanomeus Corp hingga rakitan besi alat tarik beban itu bisa runtuh seluruhnya 20 kilogram menimpa kepala pengguna alat kebugaran tersebut.Pengacara perusahaan Mario memang telah mengajukan tuntutan ganti rugi secara materi dan juga press released ke media agar menyampaikan pengakuan kesalahan atau lebih tepatnya kecerobohan berujung maut itu. Top Adonis dalam hal ini hanyalah tempat kejadian perkara saja dan tak ada hubungannya dengan kesalahan fatal tersebut.Apesnya, namanya manusia pastinya lebih sayang nyawa sendiri. Para customer Top Adonis segera berduyun-duyun pindah tempat fitness ke kompetitornya. N
"Nez, Mas perginya agak lama kali ini soalnya jauh perjalanan ke Turki dan Mister Miguel meminta aku buat kolab melatih fighter-fighter muda di Turki. Belum tahu seminggu cukup atau harus lebih lama di sana nanti," pesan Mario berhadapan dengan Inez seraya membelai rambut panjang wanita itu. Sebuah helaan napas terdengar lembut, Inez harus rela ditinggal lagi oleh suaminya untuk kesekian kalinya. Dia pun menjawab, "Yang terpenting itu Mas jaga kesehatan di sana ya.""Oke, Sayang. Kita nanti kabar-kabaran lagi ya, pesawatnya sudah mau berangkat. Jaga Reyvan dan diri kamu sendiri selama aku tinggal pergi ya?" ujar Mario lalu mengecup kening istrinya. Dia lalu melangkah menuju ke pengecekan akhir tiket penumpang pesawat jurusan Turki. Sebelum menghilang di balik gerbang keberangkatan, ia melambaikan tangan ke Inez untuk terakhir kalinya.Pesawat Turkish Airlines yang membawa pergi suaminya melesat terbang ke angkasa menuju langit yang pagi itu berwarna biru cerah dengan sekumpulan awan
Malam hening itu udara terasa begitu sejuk di tubuh Inez, angin sepoi-sepoi bertiup menerbangkan rambut di seklitar wajahnya. Namun, pandangannya begitu samar-samar seolah berkabut dalam kegelapan. Tak ada cahaya lampu hingga ia merasa kebingungan dimana ia berada sebenarnya. 'Apakah ini hanya mimpi?' tanya Inez dalam hatinya. Saat Inez kembali terlelap, sebuah sentuhan hangat mengejutkannya hingga ia tersentak. Pikirannya melayang-layang dengan pandangan tak jelas. Namun, dia yakin bahwa ada sosok pria yang memeluknya."Lepaskan aku! Si–siapa kau?" seru Inez yang lalu dibungkam dengan ciuman di bibirnya. Ada perasaan kuat yang ia rasakan dalam ciuman yang sangat menguasainya itu. Namun, ia tak paham. Bahkan, segalanya bagaikan mimpi yang begitu nyata, kabut dalam pikirannya terlalu tebal. Tubuhnya terasa lemah seolah tulang dan ototnya melunak.Di balik selimut tebal yang ditutupkan ke tubuhnya, tak ada selembar pakaian pun yang dikenakan Inez saat ini. Segalanya raib tanpa ia sadar
Dering ponsel yang terdengar tiada henti menarik kesadaran Inez ke realita. Sinar matahari yang terang benderang menerobos tirai tipis jendela kamarnya yang tertutup. Tangan Inez meraba-raba nakas berusaha mendapatkan benda pipih berisik itu untuk menjawab panggilan telepon yang mungkin dari suaminya."Halo—" Hanya satu kata yang mampu Inez ucapkan. Tubuhnya serasa luluh lantak, kepalanya pening sedikit nyeri di bagian pelipisnya. Suara Mario menyapanya dengan ceria, "Halo, Istriku Tersayang. Gimana, di Jakarta nggak kenapa-kenapa 'kan? Apa kamu baru bangun, Nez?""Ohh ... nggakpapa kok. Iya, Mas, aku baru aja bangun. Sepertinya kecapekan aja, aku agak lemas dan pusing. Ini mau mandi sebentar lagi terus sarapan. Mas gimana kabarnya di Turki?" balas Inez berusaha untuk bersikap biasa sekalipun dia masih merasa bingung kenapa badannya begitu lelah, pegal semua. Ditambah organ intimnya nyeri seperti habis dipakai semalaman."Aku sih baik-baik saja di sini. Kamu jaga kesehatan ya, minum
Tepat pukul 18.00 WIB, pesawat private jet membawa Edward dan Meirasty yang tetap dikawal oleh John Whitman beserta 2 rekan pengawal lainnya terbang menuju ke Amsterdam. Sekitar 16 jam durasi perjalanan itu tanpa mendarat transit sama sekali. Pukul 04.00 waktu Amsterdam mereka tiba di bandara, memang ada perbedaan waktu kedua negara yang lebih cepat 6 jam di Indonesia bagian barat dengan Amsterdam."Mey, kita check in hotel dulu saja buat istirahat, nanti pukul 11.00 baru mulai jalan-jalan ke kota," ujar Edward menggandeng tangan Meirasty menuruni undakan pesawat private jet itu."Aku ngikut rencana Kak Edu aja," sahut Meirasty mengikuti langkah-langkah lebar kaki suaminya yang bertubuh jangkung itu melintasi lobi bandara internasional Amsterdam. Mereka dijemput karyawan kantor VES dengan mobil SUV hitam merk buatan Belanda.Hotel yang dipilih Edward sengaja sama seperti saat dia menginap di kota itu bersama Inez, Inntel Hotels Amsterdam Zaandam. Saat memasuki kamar yang sama, dia t
"Halo, Pak Edward. Ada sebuah kiriman lukisan dari Nyonya Inez Jansen di kantor VES Jakarta," ujar David Sutomo, sekretaris pribadi Edward yang mengurusi kantornya yang ada di Jakarta Pusat.Pria itu mengerutkan keningnya, dia menduga itu pasti lukisan replika karya Rembrandt berjudul The Storm on The Sea of Galilee yang dulu pernah ia kirimkan untuk mengancam Inez. Kemudian ia pun bertanya, "Apa ada surat yang dikirimkan untukku juga, David?""Ada, Pak Edward. Saya belum membukanya, apa perlu saya fotokan isinya atau bacakan di telepon?" jawab David yang memang sedang memegangi sepucuk surat beramplop putih dengan tulisan tangan di alamat tujuan penerima."Bacakan saja, tapi nanti fotokan juga dan kirim ke nomorku, oke?" balas Edward lalu diam menunggu sekretarisnya membacakan surat dari Inez.David pun membacakan isi surat dari Inez itu, "Hai, Mas Edward. Semoga kabarmu baik-baik saja di sana. Inez ingin mengembalikan lukisan ini, aku harap Mas sudah mengakhiri dendam yang ada di an
Seusai makan malam di rumahnya yang ada di Paris bersama keluarga kecilnya, Edward duduk sendiri dalam ruang kantor rumahnya. Di genggaman tangannya ada beberapa lembar kertas bertuliskan "Surat Pernikahan Kontrak" dimana pada bagian bawah dari surat itu terdapat tanda tangan Meirasty dan juga tanda tangannya sendiri. Sudah hampir 2 tahun ini dia mengenal Meirasty, segalanya berjalan di luar dugaannya. Rencana awalnya untuk menghancurkan rumah tangga Inez dan Mario menggunakan adik kandung Mario memang awalnya berhasil. Namun, dalam perjalanannya justru dirinyalah yang terjerat dalam perasaan cinta yang sulit untuk ditepis olehnya.Inez terlalu keras kepala baginya, wanita itu lebih memilih untuk menjadi gila dibanding merelakan dirinya menjalin percintaan dengannya. Sungguh mengecewakan!Dari informan yang dia bayar untuk memata-matai Inez di rumah wanita itu yang ada di Jakarta, kondisi kesehatan mental dan kejiwaan Inez berangsur pulih sekalipun pada akhirnya dia berhenti bekerja
Sekalipun pernikahan kali ini adalah yang kedua bagi Clara, tetapi dia masih merasakan debaran kencang di dadanya saat mendengar calon suaminya mengucap janji di hadapan penghulu. Ketika semua mengucapkan kata "SAH", dia dan Tristan menghela napas lega. Sekarang mereka berdua adalah pasangan suami istri resmi di mata hukum dan agama."Tris, nitip puteri kesayanganku ya! Tolong kamu bahagiakan dan jaga dia selalu," pesan Inez saat dia menerima sujud sungkem mohon doa restu orang tua dari Tristan, menantu barunya.Kemudian dengan yakin Tristan pun menjawab, "Pasti, Nez. Ehh—Mama Mertua ... aku pasti serius jagain Clara. Mohon doa restunya ya!" Mario yang diam-diam mendengarkan pembicaraan istrinya dengan Tristan pun mendengkus geli. Pasalnya, kedua orang itu pernah terlibat cinta terlarang, sebuah one-night-stand. Dan itu pun karena Tristan merasakan obsesi cinta yang hampir sama dengan Edward. Bedanya, takdir berbicara lain untuk hubungan kedua pria itu dengan Inez."Mama ... Clara, m
Hari-hari selanjutnya setelah Inez kembali ke Jakarta terasa menenangkan. Dia memang terkadang seperti melamun saat sedang sendirian. Namun, histeria mimpi buruknya berangsur mulai jarang muncul. Mario pun mendukung penuh proses pemulihannya dengan tidak memaksakan harus berhubungan suami istri secara intim. Baginya kesehatan mental kejiwaan istrinya jauh lebih penting dibanding memaksakan ego serta kebutuhan biologisnya.Pagi jelang siang itu Nyonya Valeria Jansen, mama mertua Inez dari mendiang suami pertamanya dulu mengunjunginya di rumah. Dia sudah mendengar cerita dari Clara serta Mario mengenai penculikan Edward. Sekalipun bagi dirinya sebagai orang awam terasa absurd peristiwa itu. Namun, begitulah kenyataannya ... ketika seseorang dibutakan oleh obsesi gila segalanya dihalalkan untuk mendapatkan keinginannya."Pagi, Inez!" sapa Nyonya Valeria yang masih begitu sehat berjalan tanpa alat bantu sekalipun rambut sepunggungnya sebagian besar telah memutih. Inez menoleh lalu berjal
Sepasang kekasih yang akan segera menikah beberapa hari ke depan itu duduk berdekatan di bangku ruang tunggu bandara. Clara melihat-lihat berita yang sedang menjadi trending topik di jagad maya melalui layar ponselnya, sedangkan Tristan yang tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu lebih tertarik untuk bermesraan dengan kekasihnya.Dia menempelkan badannya dan wajahnya kepada Clara sambil membelai rambut panjang dan wajah pacarnya itu dengan gaya pria yang sedang bucin. Mau tak mau Clara pun menjadi geli sendiri dengan tingkah pacarnya yang menggemaskan. Memang Tristan itu seorang CEO perusahaan berkelas nasional, smart, ganteng, perfectlah pokoknya. Namun, kelakuannya kalau sedang bersamanya seperti bocah yang manja begitu kekanak-kanakan. "Mas Tristan nggak lapar?" tanya Clara iseng.Tristan langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Clara. "Apa kamu lapar, Sayangku? Mau dibeliin apa?" tanyanya kembali."Hahaha. Hey, 'kan yang nanya duluan aku! Mas jawab dong," balas Clara ter
"TIIIDAAAAAKKKKK!!" Teriakan nyaring itu seolah memecah keheningan malam di kamar hotel bintang 5 di Swiss. Dengan segera Mario memeluk erat tubuh Inez yang bersimbah keringat dingin dan gemetaran. "Nez, tenang—kamu aman sama Mas sekarang! Edward sudah nggak ada lagi, dia nggak akan bisa ganggu kamu lagi!" bujuk Mario agar istrinya yang sedang mengalami serangan panik akibat trauma itu tenang.Perlahan tubuh Inez mulai rileks kembali dalam dekapan Mario. Kemudian Mario pun bertanya, "Apa kamu butuh minum obat penenang dari Dokter Martina, Sayang?""Sepertinya iya, Mas. Aku akan meminumnya, apa bisa tolong ambilkan?" jawab Inez dengan suaranya yang masih bergetar.Mario berjalan ke kopernya lalu mencari obat yang tadi ditebusnya di bagian farmasi Paracelsus Recovery. Ada keterangan nama obat dan fungsinya di label pembungkus obat yang berjumlah 3 macam itu. Dia memilih tablet kecil berwarna putih bertuliskan 'if necesarry' (bila perlu) yang hanya diberikan pada kondisi serangan panik
Perjalanan udara Jakarta-Zürich menghabiskan waktu sekitar 19 jam lebih, sangat melelahkan memang. Akan tetapi, Mario terlalu rindu kepada Inez. Dia membiarkan Justin dan Hernandes check in ke hotel untuk beristirahat, sedangkan dirinya langsung naik taksi ke Paracelsus Recovery.Dalam perjalanan mobil itu Mario berusaha menenangkan dirinya untuk menghadapi situasi buruk apa pun yang tengah terjadi pada istrinya. Hal yang di luar perkiraan bila Edward mau melepaskan Inez setelah berbulan-bulan lamanya menculiknya. Pastilah ini bukan sesuatu yang Edward sukai karena pria itu terobsesi begitu gila kepada Inez."Sir, Anda sudah sampai di tempat tujuan," ucap sopir taksi yang mengantarkan Mario dari bandara tadi. Mario pun membayar ongkos perjalanannya sesuai argo lalu turun tanpa kopernya. Tadi dia menitipkannya ke Justin untuk disimpan di kamar hotel. Pusat rehabilitasi mental dan ketergantungan obat itu sangat mewah. Karyawan yang bekerja di sana juga sangat kompeten dan nampak profes
Malam itu Mario masih duduk bersandar dengan bantal di kepala ranjangnya sambil memeriksa akun sosial medianya yang mendapat banyak direct messages dari para penggemarnya. Dia tidak membaca isinya hanya mencoba peruntungannya siapa tahu Inez menghubunginya via DM sosial media Mario Chandra official seperti dulu saat dibawa kabur oleh Edward.Suara notifikasi pop up masuk ke ponsel yang tengah ia genggam dan Mario sontak terperangah. User bernamakan Edward L. Sinaga mengiriminya pesan, dengan segera ia menerima permintaan kiriman pesan itu lalu membaca isinya.'Ini aku, Edward. Kalau kau ingin menjemput istrimu, aku akan mengembalikannya dengan beberapa syarat.' Itulah isi pesan dari Edward untuk Mario. "Ohh God, orang psiko itu online, aku harus segera membalasnya!" ucap Mario heboh sendiri lalu mengetikkan balasan pesan untuk Edward.'Oke, aku akan jemput Inez. Katakan syaratnya, Edward!' Jawaban pesan Mario cepat dikirim.Di sisi Edward, pria itu merutuk kesal setengah tak ikhlas m