Juna memutuskan untuk mengakhiri masa cutinya yang belum genap satu Minggu. Sebetulnya tinggal satu hari karena hari ini adalah hari keenam dia meliburkan diri dengan alasan sakit. Juna merasa bosan berada di rumah. Dia rindu aroma rumah sakit, rekan-rekannya dan pasien yang tersenyum manis di pagi hari. Juna benci dengan aktivitas monoton yang dia lakukan. Mandi, makan, gym, maraton anime, melamun dan begitu seterusnya. Sangat membosankan.Maka dari itu, pagi ini, Juna telah berada di ruangannya. Duduk menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi sembari memejamkan mata. Tadinya dia ingin menelvon Namira, tapi tidak jadi karena takut mengganggu. Mana tau dia sedang sarapan bersama timnya atau meeting. Lagipula ini masih terlalu pagi untuk mengganggu. Alhasil Juna hanya mengirimkan sebait kata yang berisi ucapan selamat pagi dan aktivitas apa yang akan dia lakukan. Pesannya belum di balas karena masih ditandai dengan centang satu."Wah, dokter Juna udah sehat. Kok nggak ngasih kabar kala
Regi dan Namira betulan jalan-jalan. Hanya berdua karena yang lain tidak mau ikut dengan beragam alasan. Namira juga tidak masalah. Toh dia dan Regi saja sudah cukup. Namira juga tidak perlu takut karena tempat yang mereka kunjungi tak jauh dari hotel. Tujuan utama mereka adalah ke pantai. Katanya Regi ingin merasai kembali bagaimana sensasi kala telapak kaki bertemu dengan pasir pantai. Sebab katanya dia sudah lama sekali tidak bermain ke pantai. Sebetulnya Namira juga telah lama tidak mengunjungi tempat dengan deburan ombak menenangkan itu. Terakhir kali ketika menemani Sky bermain papan selancar dan setelah sudah tidak lagi. Bukan karena takut teringat dengan kenangannya dan Sky, melainkan karena tak punya teman untuk berkunjung ke pantai."Enak juga ya ke pantai waktu pagi," ucap Namira. Keduanya berjalan menyusuri tepi pantai. "Iya kan. Pada umumnya orang-orang lebih suka main ke pantai pas sore biar sekalian ngeliat sunset," balas Regi.Namira tersenyum menanggapi. "Habis ini
Semenjak kejadian itu, Zahira tak lagi mau ke rumah sakit. Obat yang dulu diberikan Juna juga tak lagi dia konsumsi. Seperti remaja yang baru saja diputuskan kekasihnya, seperti itulah Zahira sekarang. Mengurung diri di kamar, tidak mau minum obat, tidak mau makan dan tidak pernah menghiraukan ucapan Kalina. Untung saja dia punya banyak stok sabar. Hingga suatu ketika, Kalina tidak lagi bisa menghadapi Zahira. Juna sialan itu membuat semuanya semakin rumit. Kekanakan sekali. Zahira sedang sakit dan dia dengan seenaknya menyerahkan Zahira pada dokter lain. Dasar manusia tidak bertanggung jawab. Kalina telah memberitahukan perihal Zahira pada kakaknya dan katanya dia akan mencoba menghubungi Juna, menanyakan dengan baik-baik kenapa dia berhenti menjadi dokter Zahira. Namun sayangnya Kalina tidak sesabar itu menunggu kabar dari kakaknya. Zahira sedang sakit parah. Nyawanya bisa melayang hanya karena permasalahan tidak jelas itu. Dari kemarin, Zahira tidak keluar kamar dan tidak mau maka
Setibanya di rumah, Namira langsung mengistirahatkan tubuhnya di kamar. Dia benar-benar lelah, baik hati maupun pikiran. Kejadian buruk ketika berada di pantai masih menghantui kepalanya. Tanpa sadar Namira memukul-mukul kepalanya, berharap ingatan buruk itu hilang dari kepalanya.Juna yang melihat keanehan istrinya hanya bisa mengerutkan dahi heran. Apa yang terjadi dengan Namira? Selama berada di mobil, perempuan itu banyak diam. Setibanya di rumah, masih murung dan malah memukuli kepalanya. Juna ingin bertanya tapi urung. Dia ingin Namira bercerita dengan sendirinya.Meninggalkan Namira yang masih menyalahkan dirinya, Juna beranjak menuju dapur. Membuatkan teh hangat dan roti bakar untuk Namira. Sehabis dari bandara mereka tidak mampir ke manapun. Mereka langsung pulang. Alhasil, mereka harus sarapan di rumah. Kebetulan tadi pagi Juna hanya minum segelas kopi susu.Hari ini Juna memutuskan untuk tidak ke rumah sakit. Lagi-lagi mengambil cuti. Dia ingin menemani Namira dan mendengar
Juna membawa Namira yang menangis untuk beristirahat di kamar. Berbaring di ranjang, lalu tubuhnya Juna tutupi dengan selimut. Ada jejak air mata di pipinya yang kemudian Juna usap menggunakan ibu jarinya. Namira pasti sangat lelah sehingga membuat emosinya tidak terkontrol seperti tadi. Juna maklum. Namira kerap bercerita bahwa hampir setiap hari dia turun ke lapangan dan bergulat dengan sinar matahari, lalu kemudian di malam harinya harus memeluk diri agar tidak kedinginan. Hal itu bisa jadi penyebab dari labilnya emosi Namira. Setelah memastikan Namira beristirahat dengan baik, Juna melangkah meninggalkan kamar. Dia tidak ingin banyak bertanya. Tunggu Namira pulih dari lelahnya dan tunggu Namira untuk bercerita dengan sendirinya. Jujur, Juna penasaran dengan maksud dari kalimat yang keluar dari mulut perempuan itu. Meski nyatanya kalimat itu terucap tanpa sadar karena efek dari rasa lelah, Juna yakin ada sesuatu yang membuat kalimat seperti itu terucap dari mulutnya. Pasti ada yan
Di lampu merah pertama, Juna terpaksa menginjak rem secara mendadak karena dengan begitu tiba-tiba ibu-ibu di depannya putar balik tanpa memberi aba-aba. Sehingga penyusup yang tengah bersembunyi di kursi belakang menghantam punggung kursi kemudi yang Juna duduki. Juna jelas tidak peduli. Mungkin dorongan kecil yang ia rasakan adalah akibat dari injakan rem secara mendadak. Namun Sky malah bersuara, membuat keberadaannya di dalam mobil itu terungkap."Ck! Lo bisa nggak sih bawa mobil?!" hardik Sky memperlihatkan wujudnya. Kepalanya agak nyut-nyutan akibat terbentur kursi mobil.Juna lekas menoleh ke belakang, menatap Sky terkejut. "Lho? Lo kenapa ada di mobil gue?!"Sky menatap Juna sengit. "Suka-suka gue!" balasnya.Juna menatap Sky tajam. Dia benar-benar tidak sadar bahwa ada penumpang lain di mobilnya. Juna juga tidak tau kapan manusia itu menyusup ke dalam mobilnya. "Keluar!""Dih," Sky menaikkan satu sudut bibirnya. "Nggak!""Keluar, Langit! Kurang kerjaan banget lo sampai jadi p
Plak!Namira melayangkan tamparan mengenai wajah Sky. Matanya menatap nyalang penuh kilatan amarah. Namira tidak tau seberapa parah kesalahan yang dia perbuat sampai-sampai Sky menghantui kehidupan rumah tangganya. Terlebih lagi dengan enteng menanyakan hal pribadi menyangkut hubungan Namira dan Juna. Iya, Namira tau, dia telah menyakiti Sky dengan cara mengakhiri hubungan mereka. Namun Sky mesti sadar bahwa dengan berakhirnya hubungan itu, dia juga harus berhenti berharap pada Namira. Sky memegangi pipinya yang panas. Matanya terbelalak, syok berat dengan apa yang baru saja Namira lakukan. Menamparnya? Yang benar saja. Seumur hidup Sky tidak pernah diperlakukan secara kasar oleh perempuan. Prinsipnya, hanya Sky yang boleh bermain kasar, tapi tidak dengan orang lain terhadap dirinya.Merasa tak terima, tangan Sky terangkat, bersiap membalas Namira. Namun tertahan karena Juna sudah lebih dulu mencekal pergelangan tangan Sky."Langit," tegur Juna seraya menarik Sky menjauh dari hadapan
Di sinilah sejarah itu tercipta. Seorang suami dan mantan kekasih sang istri mengabiskan waktu seolah mereka tak pernah terlibat dalam konflik manapun. Juna memang tak pernah terlibat masalah dengan Sky. Ia hanya sedikit tidak suka kala makhluk Tuhan yang satu itu bertingkah seakan-akan bisa merebut Namira dari dirinya. Padahal Juna tau, Sky tidak sekuat itu untuk berhasil membawa Namira pergi.Justru yang bermasalah dengan Sky adalah Namira. Mereka sebetulnya bisa berpisah secara damai. Tapi Sky menolak untuk kalah dan terus-terusan mengganggu Namira. Menghantui perempuan itu dengan kata-kata 'gue bakal merebut lo dari Juna' atau 'kalau gue nggak bisa dapetin lo, orang lain juga nggak boleh.' Pusat dari masalah adalah Sky. Laki-laki itu yang membuat semuanya semakin kacau. Padahal tidak butuh banyak cara untuk membuat mereka akrab dan berhenti bermusuhan.Kini, tujuan Juna mengajak Sky duduk bersamanya ialah untuk membuka pikiran sempit laki-laki itu bahwa perempuan di dunia ini buka