"Ada apa kok keliatan panik begitu, Pak Brian?" tanya Hendrawan yang duduk di deretan bangku tamu paling belakang. "Hen, bantu aku cari si Suzy. Dia sudah hampir sejam nggak balik dari toilet. Btw, di mana aja toilet yang dibuka buat tamu?" ujar Brian berdiri berdekatan dengan Hendrawan. Mereka berdua pun berpencar mencari Suzy ke beberapa toilet yang dibuka untuk fasilitas tamu grand opening. Dengan handytalkie-nya Hendrawan menghubungi rekan-rekan panitia yang lain agar membantu mencari istri bosnya yang menghilang tiba-tiba.Sekalipun ada tulisan 'TOILET RUSAK!' di depan pintu toilet wanita, Brian tetap bersikeras memeriksa ke dalamnya. Dia berpikir jangan-jangan Suzy tidak membaca peringatan tersebut dan jadi terkunci di dalam salah satu bilik di situ."Suz ... Suzy, kamu di mana?!" teriak Brian saat memasuki salah satu toilet wanita yang ada di sisi sepi lantai lobi. "Mas Brian, apa itu kamu, Mas? Aku kekunci di dalam toilet sedari tadi. Mungkin pintunya rusak, coba deh Mas bu
"Brian, jangan lupa janji kita besok sore! Kutunggu kedatanganmu bersama Suzy di Ubud. Sekarang aku pamit pulang duluan. Sampai jumpa lagi besok, okay?" pesan Mister Rodrigo sembari bertukar pelukan dan jabat tangan dengan Brian di depan pintu keluar lobi bangunan induk Terrace Paradiso Resort."Pasti saya akan berkunjung ke sana besok, Señor!" jawab Brian lalu melepas kepergian tycoon Italia itu dengan lambaian tangan kanannya didampingi oleh Suzy Malika.Sekalipun senyum manis tersungging di bibir wanita cantik bermata cokelat keemasan itu, tetapi dia menjadi lebih pendiam seperti berjarak dengan Brian. "Pak Brian dan Bu Suzy, apa mau diantar pulang ke mess karyawan sekarang atau masih ada urusan lainnya?" tanya Hendrawan karena memang hari telah larut malam nyaris pukul 23.00 WITA."Iya, Hen. Kita balik mess sekarang aja deh!" jawab Brian lalu dia merangkul bahu istrinya untuk berjalan sedikit ke parkiran mobil agar tidak merepotkan Hendrawan.Pencahayaan outdoor resort baru di Ca
Sesampainya di Pantai Candidasa yang berpasir putih dengan ombak tenang, Brian mengajak Suzy berlari-lari di tepi pantai tanpa alas kaki. Langit di atas mereka biru muda cerah dengan sedikit gumpalan awan putih yang nampak bagaikan lukisan seniman. Bulatan berwarna kuning jingga mulai nampak di garis batas cakrawala sehingga membuat pemandangan sunset yang dinikmati oleh Brian dan Suzy menjadi sempurna. "Mas, udah dulu ... capek larinya!" Suzy meraih lengan Brian yang basah oleh keringat. Brian pun berhenti berlari dan menata napasnya di samping Suzy. Dia lalu berjalan bergandengan tangan bersama istrinya menyusuri pantai berpasir putih yang sepi pengunjung itu. Ada beberapa nelayan di tengah laut dan beberapa warga lokal yang berjalan-jalan pagi di sana, tetapi tak banyak."Oke, jadi kamu mau ngomong apa, Suzy Sayang. Mas mau dengerin tentang yang semalem bikin kamu nangis itu!" Brian berbicara dengan persuasif tanpa nada mayor."Mas Brian janji ya nggak akan marah sama Suzy?" sah
Suasana kembali cair usai Suzy menata kembali hatinya, dia harus menghargai Brian sebagai klien secara profesional. Toh sudah 1 milyar rupiah yang dikantonginya dari pembayaran Brian untuk pernikahan kontrak mereka. Hendrawan mengantarkan bosnya bersama Suzy Malika untuk bertemu dengan Mister Rodrigo Albruch sore ini di resort pribadi beliau yang ada di daerah Ubud. Sebetulnya bisa saja Brian mengajak sopir untuk mengemudikan Pajero Sport miliknya. Namun, dia lebih nyaman dengan pelayanan Hendrawan yang cenderung tenang dan cerdik."Nanti kita bertiga bakalan nginep semalam di paviliun seperti sebelumnya. Kamu suka 'kan, Suz sama resort Mister Rodrigo yang di Ubud?" ujar Brian santai sembari merangkul bahu istrinya di bangku tengah Pajero Sport hitam yang melaju stabil."Sukalah, Mas. Tempatnya sejuk, maklum soalnya ditengah hamparan sawah padi. Rasanya seperti kembali ke desa gitu!" jawab Suzy yang membuat suaminya terkekeh."Kalau kamu suka, nanti kita nginep di sana dua malam deh,
Sekalipun bibir Brian berkata pernikahannya dengan Suzy Malika hanya sebuah kontrak di atas kertas. Namun, tubuhnya dan alam bawah sadar pria itu mengatakan yang sebaliknya. Di bawah selimut tebal yang menutupi tubuh telanjangnya bersama Suzy, dia memeluk erat istrinya saat terlelap seolah ingin mencegah wanita itu pergi darinya. Tentu saja Suzy yang calon psikolog menganalisa tingkah laku Brian terutama berkaitan dengan dirinya. Dia melamun dalam diam dan berpikir. Tanpa sengaja Suzy bersin beberapa kali karena terkena AC yang dingin. Brian pun membuka matanya perlahan-lahan lalu berkata, "Sayang, kamu kedinginan ya?" Dia merapatkan selimut di sekitar bahu dan leher Suzy. Kemudian melirik sekilas ke jam dinding di bawah AC yang berseberangan dengan tempat tidur."Setengah jam lagi kita makan malam sama Mister Rodrigo. Apa mau siap-siap sekarang, Mas?" ujar Suzy. Tadi sebelum tidur memang mereka sudah mandi sore berdua, lengkap dengan serangan ganas di bawah shower."Sebentar lagi y
"Shinta, temani aku bercinta malam ini!" ucap Carlos setelah mengunci pintu kamar tidurnya. Perempuan berdarah Bali yang masih berusia awal kepala 2 itu mengalungkan kedua tangannya di leher Carlos. "Ayo, Darling!" jawabnya positif."Ini yang kusukai darimu, Shinta—nggak pernah nolak ajakanku!" ujar Carlos di tepi telinga Ni Kadek Shinta lalu menyesap daun telinganya. Jemari lincah Carlos mulai melucuti resleting gaun selutut bermodel sleeveless dari bahan kain batik warna putih bercorak tanaman Pakis biru itu hingga luruh ke lantai. Sekalipun dalam kondisi hamil trimester satu, tubuh wanita itu tetap membuat Carlos tergila-gila.Dia meraup tubuh Ni Kadek Shinta ke gendongannya lalu menurunkan di tengah ranjang. Bibirnya mulai menyusuri kulit sehalus sutera itu."Aahh ... Carlos ... I love you, Darling!" racau Ni Kadek Shinta sembari merem melek merasai betapa nikmatnya cumbuan bule Italia bertubuh atletis itu. Dia menggelinjang pasrah dan membuka pahanya lebar-lebar ketika jemari C
Siang jelang sore itu Brian mengunjungi Pantai Keramas sekali lagi bersama istrinya. Dia membiarkan Hendrawan yang menjaga Suzy ketika dia bermain selancar di atas ombak yang cukup tinggi. Olah raga yang menantang serta memacu adrenalin kegemaran Brian sejak SMA itu tak bisa dilakukan di sembarang tempat. Pulau Bali yang memiliki banyak pantai berombak adalah surga bagi peselancar.Di balik kaca mata hitamnya, Suzy mengamati suaminya yang sedang asik surfing. Dia menikmati kelapa muda sambil duduk berselonjor di bangku kayu berjemur dengan payung lebar terkembang di atas kepalanya."Pak Brian kelihatan seneng banget deh itu, Bu!" komentar Hendrawan sambil melihat ke arah pantai berombak di mana bosnya asik berselancar sendirian."Iya, dia 'kan hobi surfing. Oya, Hen kalau boleh tanya nih. Kemarin yang ngunciin aku di toilet resort siapa sih? Kamu sudah lihat rekaman CCTV nya 'kan?" balas Suzy sambil memangku buah kelapa muda dengan hiasan di atas pahanya.Hendrawan berdehem tak nyaman
Email susulan masuk ke inbox Thalita dan kali ini berasal dari papanya. "Thalita, apa-apaan ini? Kata mama kamu sudah dihamili pria tak dikenal, apa benar?! Besok kalau sudah di Jakarta, Papa mau ngomong sama kamu dan juga Brian!"Mendadak Thalita panik, ternyata respon papanya lebih keras bila dibanding mamanya tadi. "Mampus deh aku! Aduh ... gimana dong? Mana berani aku hadapin papa mama sendirian?!" Perempuan muda yang sedang hamil besar itu berjalan mondar-mandir sambil bergumam kebingungan."Aku mesti minta Mas Indra ke Jakarta deh buat ketemu papa mama!" putusnya lalu segera menelepon suaminya dalam fitur videocall.Nada sambung itu terdengar tiga kali sebelum wajah Indra Gustavo muncul di layar ponsel Thalita. "Halo, Cayangku, kenapa kok VC aku, kangen ya?" jawab pria itu dengan seringai lebar di wajah tampan bercambangnya."Halo, Mas Indra. Ini gawat, Mas. Papa ngamuk ke aku tadi di email. Beliau sama mama mau balik ke Jakarta naik yacht paling lambat sampai di rumah lusa, kat
Liburan tanggal merah nasional kali ini, Indra mengundang kakak iparnya untuk bercengkrama bersama keluarga kecilnya di halaman belakang rumah yang dia buat seperti danau buatan dengan anjungan kayu Jati dari Kalimantan yang dia pesan khusus dulu."Hai, Thalita, Indra! Wow, gila gede banget rumah kalian yang baru!" seru Suzy ketika menjumpai pasangan itu di area santai di halaman belakang rumah megah mereka.Thalita tertawa riang menyambut kakak iparnya dengan pelukan hangat. Dia pun menjawab, "Yang bosenan dan suka nomaden Mas Indra tuh, Mbak Suz!""Wajarlah, anak kita sudah empat jadi butuh ruang gerak yang lebih luas 'kan, Cayangku!" jawab Indra ringkas dan logis.Keempat buah hati mereka; Gregory, Aiden, Peter, dan Chloe bermain bebas di lantai kayu yang dipelitur licin berhadapan langsung dengan danau. Bocah-bocah imut dan Gregory 9 tahun yang tertua itu nampak girang didatangi oleh kedua sepupu mereka yaitu William dan Jeremy. Tawa ceria diselingi bahasa anak-anak memeriahkan su
Sosok yang dijemput oleh Hendrawan di Bandara Soekarno-Hatta sore itu bukan sembarang perempuan. Jantung pemuda yang sudah lama menjomblo belasan tahun lamanya tersebut berdetak kencang seakan nyaris lompat dari dadanya menatap sosok berambut brown gold panjang sepunggung dengan sepasang mata birunya."Hello, Handsome! Terima kasih sudah menjemputku lagi. Apa kabar?" Miss Veronica Barnfield melemparkan senyum manisnya kepada Hendrawan seraya berjabat tangan."Hai juga, Cantik. Kabarku baik. Wow, rambut kamu sudah panjang semenjak kita berpisah di Denpasar. Jadi ada pekerjaan dengan Boss Brian ya makanya kamu datang ke Jakarta?" balas Hendrawan seraya mengambil alih koper dari tangan Vero.Namun, wanita berdarah Inggris itu enggan menjawabnya langsung. Dia hanya tersenyum misterius seraya berkata, "Ada deh pokoknya!""Kalau bukan karena pekerjaan, kenapa dong kamu jauh-jauh ke Jakarta, Baby?" tanya Hendrawan dengan penasaran. Dia memasukkan koper ke bagasi belakang mobil pribadinya yai
"Halo, apa kabar, Mas Brian?" sapa Suzy Malika dengan keceriaan yang susah payah dia tampilkan.Brian pun membalasnya dengan senyuman tulus usai menghela napas. Ada kesedihan yang tersirat dalam raut wajahnya. Namun, Brian tetap membalas sapaan istrinya yang selalu menjadi wanita terindah di hidupnya, "Hai, Suzy Sayang. Kabarku selalu baik. Selamat datang kembali di Jakarta. Ayo kita pulang ke rumahku!" "Apa kamu yakin bisa merawat puteriku di rumahmu, Brian? Andaipun tidak mampu, aku masih kuat untuk merawat Serena. Hubungi saja nomor ponselku kalau kamu berubah pikiran, okay?" ujar Tuan Harry Livingstone dengan nada tegas yang pasti dipahami oleh menantunya."Baik, Pa. Saya mengerti, biarkan saya mencoba merawat Serena terlebih dahulu," jawab Brian sekalipun nampak ketidak yakinan dalam ucapannya yang ditangkap oleh ayah dan anak itu.Suzy mengangguk meyakinkan papanya untuk melepaskan kepergiannya bersama Brian. Akhirnya Tuan Harry Livingstone menepuk-nepuk bahu Brian sebelum beli
Proses fisioterapi kedua kaki Suzy Malika yang cedera akibat tabrak lari yang dilakukan oleh Bella telah berlangsung selama nyaris setahun. Atas izin dari fakultas, Suzy menjalani kuliah secara daring terkait keterbatasan fisik yang dia alami. Namun, sisa satu semester kuliah yang harus dia jalani pada akhirnya berhasil ditutup dengan sempurna. Nilai ujian assesment semester 8 Suzy sangat bagus sehingga diputuskan layak diwisuda dengan menilik seluruh nilai mata kuliah lengkap beserta nilai sidang skripsinya yang sempurna, A. Akan tetapi, wisuda itu pun dijalani secara daring saja dari Amerika Serikat dan duduk di kursi roda."Selamat atas wisudamu, Darling. Papa sangat bangga karena kamu telah berjuang mendapatkan gelar Sarjana Psikologi di tengah segala kelemahan yang kamu derita, Serena!" ujar Tuan Harry Livingstone penuh rasa haru hingga mata coklatnya berkaca-kaca."Terima kasih atas dukungan dan juga pendampingan Papa untukku. Itu sangat berarti buatku pribadi. Ini saat-saat te
"Hooeekk hooeekk hooeekk!" Suara mual-mual di pagi hari dari arah dalam kamar mandi itu membangunkan Indra dari tidur panjangnya pasca semalam puas bermain kuda-kudaan bersama istri kesayangannya. Dia pun segera bangkit dari tempat tidur dan refleks menoleh ke kotak tempat tidur bayi. Namun, Gregory masih terlelap tanpa suara di dalam sana."Tha, apa kamu sakit?" tanya Indra cemas dari ambang pintu kamar mandi sebelum menghampiri perempuan muda yang sedang berjongkok menghadap ke kloset yang terbuka itu.Wajah istrinya pucat pasi dan tangannya pun dingin. Indra yang tak kunjung mendapat jawaban dari Thalita pun kesal lalu menegurnya, "Kok nggak dijawab sih? Kamu kenapa ini, Tha?""Ini kayaknya morning sick, Mas. Ngerti nggak sih?" jawab Thalita dengan lemas. Kemudian dia berkumur di wastafel dengan air keran. Suaminya menggendong Thalita kembali ke tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya yang lemah di tengah ranjang. Indra terdiam karena bingung memikirkan istrinya yang hamil lagi s
"OEEEKKK ...OEEKK!" Suara tangis bayi nyaring terdengar di tengah malam sunyi.Gregory kecil terbangun karena lapar dan juga pampersnya sudah penuh. Dia tidur di kotak keranjang khusus yang ditutupi kelambu tipis anti nyamuk warna biru muda. Sudah hampir lima menit penuh dia menangis, tetapi mama cantiknya masih tertidur nyenyak dalam pelukan papa gantengnya. Indra yang mengetahui masa nifas Thalita telah usai tak mau melewatkan kesempatan menghajar wanita cantik kesayangannya beronde-ronde di atas ranjang malam ini. Alhasil, putera sulung mereka terabaikan karena orang tuanya kelelahan bercinta."Ohh ... bising banget sih kayak ada kucing jantan minta kawin! Hoamph!" Indra merepet sambil menguap karena kantuk, dia tidak menyadari bahwa itu adalah suara tangis anaknya sendiri.Thalita pun terbangun karena gerakan lasak badan besar suaminya di sampingnya. Dia mendengar tangisan buah hatinya dan langsung bangkit dari tempat tidur. Sementara Gregory yang kesal diabaikan bermenit-menit l
Dengan sigap Tuan Harry Livingstone menangkap tubuh Bella sesuai teriakan Brian tadi. Wanita itu meronta-ronta sekuat tenaga hingga nyaris membuat papa Suzy kewalahan. Maka dia pun memukul tengkuk Bella hingga pingsan."Siapa wanita liar ini, Brian? Apa wanita yang pernah menjalin affair denganmu dulu?" tanya Tuan Harry Livingstone penasaran. Dia masih memeluk tubuh lunglai Bella yang tak sadarkan diri."Iya, benar. Maaf merepotkan Anda, Pa. Dia yang menabrak Serena, sebaiknya kita geledah kantongnya dulu. Kurasa dia pasti masih menggunakan mobil yang dipakai untuk melakukan kejahatannya tadi siang," ujar Brian, dia menunggu Tuan Harry memeriksa saku-saku pakaian Bella. Ternyata benar ada sebuah kunci remote mobil.Tuan Harry menekan remote untuk membuka pintu mobil dari jarak jauh. Dan sebuah mobil bertipe Avanza warna hitam menyala lampunya. "Itu dia mobil yang menjadi barang bukti kejahatan tabrak larinya!" ujar Brian seraya menunjuk mobil yang terparkir di arah jam sebelas dari p
"Brian, sekarang Papa sedang ada di rumah sakit menemani Serena. Dia mengalami tabrak lari mobil dan didiagnosa patah kaki kanan kiri dibagian tulang paha kanan dan tulang betis kiri, selain itu dia juga gegar otak," tutur Tuan Harry Livingstone melalui sambungan telepon ke suami puterinya.Jantung Brian serasa dipukul keras ketika mendengar kabar buruk dari Jakarta. Dia lalu menjawab papa mertuanya, "Sore ini juga, Brian akan terbang ke Jakarta. Tolong kirim nama rumah sakit tempat Serena dirawat, Pa!""Baiklah, kutunggu di rumah sakit. Hati-hatilah di jalan, okay?" balas Tuan Harry Livingstone lalu menutup panggilan teleponnya. Pria yang seharusnya berulang tahun ke 49 itu hari ini berjalan mondar- mandir di depan pintu ruang operasi. Asisten pribadinya Evan O'Brient menemaninya dalam diam duduk di bangku tunggu operasi.Sungguh kado ulang tahun yang buruk, pikir Harry. Dia sangat bersedih hati karena ketika telah berhasil menemukan puteri kandungnya yang berpuluh tahun terhilang j
"Suzy Sayang, hati-hati di jalan ya! Sampai jumpa Jumat depan," pesan Brian saat mengantar keberangkatan istrinya di Bandara Ngurah Rai. Pelukan hangat suaminya membuat Suzy enggan pulang ke Jakarta, tetapi masih ada kuliah tersisa satu semester hingga dia wisuda. "Oke, Mas. Kamu juga jaga kesehatan ya, pasti sibuk kerjaannya di proyek. Ya sudah, Suzy boarding ke pesawat sekarang. Bye, Mas Brian!" pamit wanita itu lalu melambaikan tangannya sembari melangkah pelan menuju ke antrean pemeriksaan tiket akhir.Selepas kepergian Suzy, dia pun bergegas ke parkiran mobil Bandara untuk menjumpai Hendrawan yang akan mengantarnya ke lokasi proyek pembangunan resort. Ada banyak pekerjaan menantinya di Senin pagi itu. Biasanya memang Suzy pulang hari Minggu malam, hanya saja mereka terlalu rindu untuk cepat-cepat terpisah lagi hingga kepulangan Suzy tertunda.Brian naik ke bangku sebelah pengemudi dan menyapa Hendrawan yang nampak berseri-seri wajahnya entah mengapa, "Hen, kita berangkat sekaran